Thursday, July 22, 2004

Newmont Minahasa Raya Bantah Buang Limbah Merkuri

“Kami bahkan tidak tahu apakah ada sumber merkuri di NMR, kami juga tidak menemukan merkuri dalam sampel yang kami analisa.”

Jakarta - Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya (NMR), Richard B Ness, membantah perusahaanya menjadi sumber pencemaran merkuri di Teluk Buyat, Minahasa. Menurut dia, NMR yang dalam operasinya sama sekali tidak menggunakan merkuri, dan menggunakan peralatan penyaring logam berat, tidak mungkin menimbulkan pencemaran seperti yang dituduhkan masyarakat dan LSM baru-batu ini.
“Kami bahkan tidak tahu apakah ada sumber merkuri di NMR, kami juga tidak menemukan merkuri dalam sampel yang kami analisa,” ujarnya, dalam konperensi pers, Rabu (21/7) di Jakarta. Menurut Ness, perusahaannya secara rutin melakukan studi lingkungan di perairan Teluk Buyat dan sekitarnya sesuai aturan yang ditetapkan Pemerintah.
Senior Manajer Lingkungan Hidup NMR, Kadar Wiryanto menambahkan, sumber merkuri mungkin berasal dari tempat lain. Sumber merkuri tersebut, ujar dia, mungkin berasal dari tanah dan batuan setempat yang secara alami memang mengandung merkuri. Selain itu, di sekitar daerah operasi NMR juga terdapat penambang-penambang liar yang menggunakan merkuri dalam operasinya. “Kita tidak menuduh siapa-siapa, tapi yang pasti kami tidak menggunakan merkuri untuk proses pengambilan emas,” kata dia.
Terkait proses pengambilan emas, Kadar menegaskan bahwa sisa batuan hasil proses (tailing) disaring dan melalui proses detoksifikasi untuk menghilangkan racun lainnya. Setelah itu, tailing dengan kadar racun yang telah diminimalisir tersebut baru dibuang ke laut. “Pembuangan tailing ke laut tersebut sudah melalui kajian mendalam dan dipantau sesuai apa yang ada di amdal. Kami juga diawasi oleh Pemerintah, jadi semua operasi terkontrol,” cetusnya.
Kadar menegaskan pula bahwa pihaknya membuka kesempatan pada siapa saja yang ingin melakukan penelitian mengenai pencemaran oleh perusahaan.
Terpisah, manajer Proyek NMR, Bill Long dalam siaran persnya yang diterima redaksi Investor Daily, Rabu (21/7), di Jakarta, menegaskan, berdasarkan pemantauan independen yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Daerah dan juga program pemantauan internal NMR sendiri, operasi tambang NMR telah memenuhi bahkan melebihi ketentuan lingkungan hidup, sehingga tidak mengakibatkan gangguan kesehatan di sekitar Teluk Buyat.
Diungkapkan Long, pihaknya menggunakan sianida untuk mengolah bijih emas, sesuai dengan pengolahan yang aman dan ramah lingkungan yang mengikuti standar internasional. Menurut Long, dalam proses tersebut juga terdapat tahap detoksifikasi untuk mengolah limbah tailing sebelum ditempatkan secara aman di laut dengan kedalaman lebih dari 80 meter dan sejauh 1 kilometer dari pantai. Bahkan berdasarkan program pemantauan internal dan eksternal menunjukkan, kandungan logam berat di dalam air telah memenuhi standar untuk taman laut. “Sesuai standar internasional, kami gunakan sianida untuk mengolah bijih emas. Di dalam proses tersebut terdapat proses detoksifikasi,” kata Long.

Tidak Lamban
Terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menolak dikatakan lamban menanggapi kasus yang terjadi di Minahasa tersebut.
Menurut dia, sebelum dimulainya operasi NMR, DESDM telah menerapkan ketentuan Amdal dan berpegang pada pelaksanaannya. Dengan masuknya laporan soal pencemaran, pihaknya akan berkoordinasi dengan departemen kesehatan dan akan menerjunkan tim langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian. “Amdal itu sudah ada sebelum proyek dimulai. Apa betul itu akibat pembuangan tailing? Sekarang dengan kejadian ini kita harus teliti lagi dengan baik,” katanya.
Saat ini, NMR tengah mengkaji kemungkinan dilakukannya langkah hukum terhadap para pelapor. Tuduhan sebagai pencemar, ujar Kadar, bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik bagi perusahaan dan seluruh karyawannya. “Kita sedang kaji secara mendalam, soalnya kasus hukum Newmont bukan hanya terkait hukum Indonesia, tapi juga hukum AS,” ujarnya.
NMR telah mengoperasikan tambang emas Mesel di Ratatotok sejak 1996 dan kini berencana untuk mengakhiri operasinya pada Oktober 2004, akibat cadangan bijih telah habis. Rencana penutupan tambang NMR tersebut telah disetujui Pemerintah Indonesia setelah melalui proses konsultasi yang intensif dan cukup memakan waktu dengan para pemangku kepentingan termasuk anggota masyarakat setempat, serta Pemerintah Kabupaten dan Provinsi. NMR berkomitmen untuk menutup tambang secara bertanggung jawab dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat. (c51/fai)








0 Comments:

Post a Comment

<< Home