Sunday, September 23, 2007

Kode Akses SLJJ Tak Berubah

JAKARTA-Kode akses sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) tidak akan berubah. Sehingga, kode akses SLJJ 011 untuk Indosat dan 017 untuk Telkom tidak perlu diterapkan.
“Kalau sudah masuk meja PKS (perjanjian kerjasama, red), berarti itung-itungannya sudah win-win. Telkom win, Indosat win dan terutama masyarakat Indonesia,” kata Wakil Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Garuda Sugardo kepada wartawan, Rabu (21/9).
Garuda menjelaskan, keputusan tidak perlu adanya perubahan kode akses ini merupakan hasil kesepakatan bilateral dengan PT Indosat Tbk.
Interkoneksi SLJJ, lanjut Garuda, merupakan suatu alat telekomunikasi yang berlaku internasional dengan format, formula, dan struktur yang dapat disesuaikan dengan kondisi suatu negara, dan bisa dilakukan secara bilateral dan multilateral.
Tentang, masalah kode akses tersebut, Garuda mengaku penyelesaian kode akses dilakukan dengan mengacu kepada kepentingan nasional dan masyarakat. Perubahan kode akses yang dirasakan merepotkan dan membuat investasi yang tidak efisien dinilai tidak perlu dilakukan.
Sementara itu, Dirut Indosat Hasnul Suhaimi menegaskan, pihaknya menyepakati pengubahan jadwal penerapan kode akses SLJJ. “Kami pikir pada tahap awal operator mengembangkan jumlah pelanggannya, sehingga jumlah satuan sambungan teleponnya menjadi lebih besar,” ujar Hasnul, kepada Investor Daily, Kamis.
Selanjutnya, jelas dia, pelanggan Star One hanya dikenai biaya interkoneksi biasa.
Garuda menyebutkan, perubahan kode akses dipastikan akan merepotkan banyak pihak. Misal, karena adanya perubahan ini membuat masyarakat perlu mengumumkan lagi nomor telepon yang kode aksesnya telah berubah. Selain itu, masyarakat pemakai juga akan dibikin repot bila muncul pemain baru yang memiliki kode akses yang baru pula. Dari sisi investasi perubahan kode akses dinilai juga tidak menguntungkan, karena perubahan ini menuntut adanya investasi baru untuk biaya perubahan infrastruktur.

Tak Langgar KM
Sementara itu, perubahan kode akses sebenarnya sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 06/P/M. Kominfo/5/2005 pada tanggal 17 Mei 2005. Terkait hal ini, Garuda mengatakan kesepakatan dengan Indosat dinilai tidak melanggar peraturan tersebut. “Ini penyelesaian bilateral. Penyelesaian bilateral, tidak melanggar KM sama sekali. Mudah-mudahan, kesepakatan seluruh penyelenggara telekomunikasi hari ini dan yang akan datang tidak perlu ada perubahan,” kata Garuda.
Sebelumnya, kebijakan pemerintah terkait perubahan kode akses ini sempat mengundang protes dari PT Serikat Karyawan (Sekar) Telkom. Sekar Telkom mendesak pemerintah untuk segera meninjau ulang kebijakan Badan Regulasi telekomunikai Indonesia (BRTI) terkait rencana pemberlakukan kode akses SLJJ. Kebijakan itu dinilai berisiko terlalu besar bagi perseroan, pelanggan bahkan negara.
Kebijakan perubahan kode akses dikhawatirkan justeru menghambat upaya peningkatan penetrasi telepon. Pasalnya, kebijakan tidak berpotensi memunculkan pelanggan baru, sebaliknya oprator baru hanya akan memanfaatkan customer base yang telah dimiliki operator lain.
Sementara itu, menanggapi ketidakpuasan Sekar Telkom tersebut, Menteri Telekomunikasi dan Informatika Sofyan A. Djalil memang telah menyerahkan penyelesaian kode akses ini kepada PT Telkom dan PT Indosat untuk melakukan kesepakatan B to B (business to business).Sofyan menjelaskan, kesepakatan yang dicapai melalui pembicaraan bisnis antara kedua belah dinilai lebih bisa diterima. Sofyan mengakui, hingga saat ini masih bermunculan nada ketidakpuasan terhadap ketetapan pemerintah dalam penyelesaian masalah kode akses SLJJ tersebut. “SK (surat ketetapan) dibuat pemerintah bagi Sekar (Serikat Karyawan Telkom) dinilai tidak fair, sehingga, pembicaraan B to B jauh lebih diterima,” kata Sofyan. (tri/ed)

Labels:

Tuesday, February 06, 2007

Potensi Kerugian Akibat Banjir Rp 5 Triliun

JAKARTA – Potensi kerugian ekonomi yang ditimbulkan banjir bandang di Jakarta diperkirakan lebih dari Rp 5 triliun. Sementara itu, kalangan asuransi memprediksi klaim banjir bisa mencapai Rp 400 miliar atau dua kali lebih besar dibanding 2002 sebesar Rp 200 miliar.
Ekonom Indef Iman Sugema mengatakan, potensi kerugian ekonomi akibat banjir kemungkinan di atas Rp 5 triliun. Asumsinya, aktivitas ekonomi di Jakarta nyaris lumpuh sejak Jumat (2/2) dan hingga kini hujan belum jua reda, bahkan dikabarkan belum mencapai peak (puncaknya). “Perhitungan saya, jika aktivitas ekonomi Jakarta berhenti, kerugian mencapai Rp 1 triliun per hari,” kata dia, di Jakarta, Senin (5/2).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan dampak ekonomi dari banjir bandang di Jakarta sangat signifikan. “Banyak pabrik dan toko-toko yang tidak beroperasi. Pabrik saya juga terendam banjir. Saya perkirakan total kerugian yang diderita pengusaha tak kurang dari Rp 1 triliun,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Frans Sahusilawane mengatakan, taksiran kerugian asuransi banjir 2007 bisa lebih dari dua kali lipat asuransi banjir 2002 karena area yang terendam lebih luas. “Banyak area yang historically aman, kali ini kena,” kata dia.
Menurut Frans, nilai klaim asuransi banjir pada 2002 sekitar Rp 200 miliar. “Saya perkirakan tahun ini klaim banjir lebih dari Rp 400 milir,” kata dia.
Ditanya tentang potensial loss secara menyeluruh yang ditaksir mencapai Rp 5 triliun, Frans tidak berani memprediksi. Ia mengakui, sejumlah kalangan memperkirakan potensi kerugian ekonomi pada banjir 2002 sekitar Rp 2 trilin sehingga tahun ini bisa saja mencapai Rp 5 triliun.
Ia menegaskan, perusahaan asuransi umumnya siap menghadapi kerugian akibatnya banyaknya klaim banjir karena pertanggungan tersebut direasuransikan. “AAUI secepatnya menghimpun data kerugian dari anggotanya dan akan mengadakan pertemuan dengan adjuster untuk membicarakan koordinasi penanganan klaim agar lancar,” kata Frans.
Direktur Asuransi Bintang Djunajdi Mahari juga mengatakan bahwa klaim asuransi banjir tahun ini lebih besar dari 2002. PT Asuransi Bintang, kata dia, memperkirakan jumlah klaim yang akan dipikul sekitar Rp 45 miliar. Dari jumlah itu, yang menjadi beban perusahaan sekitar Rp 11,3 miliar. “Mengingat musibah banjir ini terjadi awal Februari 2007, beban ini akan tercatat pada tahun buku 2007,” katanya dalam suratnya kepada BEJ, kemarin.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Selamet Daroyni, kerugian warga Jakarta akibat banjir bisa mencapai Rp 92,5 miliar per hari. Asumsinya, warga yang terkena musibah banjir sekitar 370.167 KK yang belokasi di 514 RW (hasil breakdown 78 daerah rawan banjir di Jakarta). Setiap KK diperkirakan mengalami kerugian materi Rp 250 ribu perhari.
“Angka Rp 250 ribu tersebut berdasarkan lima aspek, yakni hilangnya akses bekerja, gangguan kesehatan, gangguan kenyamanan, kerusakan fisik bangunan dan perbaikan rumah,” kata dia.
Sejauh ini, Walhi belum berani merilis perkiraan kerugian akibat banjir yang sudah berlangsung selama tiga hari ini. "Kalau mau menghitung cepat, kerugian per hari tadi dikalikan lamanya banjir menggenangi Jakarta," kata dia.

Merugikan Perbankan
Banjir bandang juga mengganggu sistem perbankan. Banyak mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tidak berfungsi akibat listrik pada di wilayah yang tergenang banjir. Ketua Umum Persatuan Perbankan Swasta Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, mesin-mesin ATM itu umumnya diasuransikan.
Ditanya total kerugian yang diderita perbankan secara keseluruhan, Sigit belum bisa memprediksi. “Kerugian langsung prasarana fisik jumlahnya tidak terlalu signifikan sebab sudah diasuransikan. Yang besar adalah kerugian tidak langsung berupa hilangnya potensi bisnis akibat banjir dan kerugian debitor yang pada akhirnya berimbas pada perbankan,” kata dia.
Perbanas, kata dia, berkomitmen memberikan keringanan kepada para nasabah dan debitor yang terkena banjir dengan memberikan keringanan. Namun Sigit tidak mau menjelaskan jenis keringanan yang akan diberikan. “Masih terlalu dini untuk ditentukan sekarang ini,” kata dia.
Menurut Sigit, potensi kerugian BNI akibat banjir sekitar Rp 2,64 miliar, yang terdiri atas potensi hilangnya pendapatan (opportunity loss) akibat terendamnya beberapa outlet kantor cabang dan ATM, serta mesin yang terendam diperkirakan Rp 2,157 miliar.
Sementara itu, pendapatan BNI juga berpotensi hilang sebesar Rp 485 juta. "Nilai potensi kerugian tidak material terhadap keseluruhan bisnis BNI,” kata Sekretaris Perusahaan BNI Intan Abdams Katopo.
Head Corporate Secretary Bank Permata Imam T Saptono mengatakan, layanan perbankan di Bank Permata nyaris normal kembali. Sekitar 80% dari 258 ATM Bank Permata yang tersebar di wilayah Jakarta telah beroperasi secara normal.

Kerugian Telekomunikasi
Direktur Utama PT Telkom Arwin Rasyid memperkirakan potensi kerugian pulsa akibat banjir yang merendam Jakarta selama tiga hari mencapai Rp 1,5 miliar. Perhitungannya, tagihan telepon rata-rata per bulan Rp 250 ribu atau Rp 8 ribu per hari. “Kalau dikalikan 70 ribu SST (satuan sambungan telepon, red), potensi kerugian mencapai Rp 560 ribu per hari. Kalau tiga hari hasilnya sekitar Rp 1,5 miliar,” jelasnya.
Berbeda dgn Arwin, Wadirut PT Telkom Garuda Sugardo memperkirakan potensi kerugian pulsa mencapai Rp 3 miliar karena jaringan telepon yang rusak sekitar 120 ribu SST. Selain kerugian pulsa, kata dia, PT Telkom juga berpotensi rugi peralatan fisik. Hanya saja, kerugian peralatan itu telah diturup oleh perusahaan asuransi.
PT Telkom juga mempertimbangkan untuk memberikan kompensasi kepada pelanggan yang jaringannya terganggu selama lebih tiga hari. Kompensasi itu, kata Garuda, dapat berupa sejumlah uang maupun pembebasan tagihan pada bulan berikutnya.
Menurut dia, perbaikan jaringan untuk pelanggan korporasi sudah selesai. “Telkom telah mengalihkan jaringan yg harusnya melewati STO (Sentral Telepon Otomat, red) Semanggi II ke STO Gambir,” katanya. STO Semanggi II menjadi sentral telepon untuk korporasi, seperti Bank Mandiri, Polda Metro Jaya, dan Bank Danamon.
Sementara itu, Adita Irawati, group head PR PT Indosat mengatakan, selama banjir tiga hari penjualan pulsa Indosat naik 300%. “Hal itu karena seluler kami tidak kena gangguan,” katanya.
Direktur Utama Telkomsel Kiskenda Suriahardja mengatakan, sejak banjir hari pertama, Telkomsel melakukan berbagai tindakan untuk mengatasi gangguan.“Wilayah Jabodetabek 90% masih bisa ter-cover oleh sinyal Telkomsel,” ujarnya.

Kerugian PLN
Direktur Utama PLN Eddie Widiono mengatakan, PLN kehilangan potensi pendapatan sekurangnya Rp 17 miliar per hari akibat pemadaman listrik yang dilakukan sejak Jumat (1/2). Selain itu, PLN juga harus memberikan kompensasi berupa pengurangan biaya beban sebesar 10% kepada satu juta pelanggan yang terkena pemadaman.
“Kerugian secara materi misalnya kerusakan alat, jumlahnya belum kami hitung dan kemungkinan tidak terlalu signifikan. Kerugian yang besar adalah hilangnya potensi pendapatan dari penjualan listrik sebesar Rp 17 miliar per hari, atau setara 1.000 MW,” katanya, di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, sejak terjadi banjir, beban pemakaian listrik untuk wilayah DKI Jakarta turun dari 4.000 MW per hari menjadi 3.000 MW. Dia mengakui, banjir kali ini lebih parah dibandingkan 2002. Pada 2002, PLN memadamkan aliran listrik di 1.800 gardu, sedangkan saat ini aliran listrik yang dipadamkan mencapai 2.000 gardu. “Pemadaman ini menyebabkan sekitar satu juta pelanggan tidak bisa menikmati aliran listrik,” ujar dia.
PLN, kata dia, juga akan memberikan kompensasi berupa pemotongan biaya beban sebesar 10% bagi para pelanggan PLN yang listriknya terkena pemadaman selama tiga hari berturut-turut. “Pemotongan ini dilakukan secara otomatis pada tagihan listrik bulan depan, dan akan tertera pada rekening listrik yang diterima pelanggan,” kata Eddie.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kereta Api (PT KA) Ronny Wahyudi mengatakan, potential loss PT KA mencapai miliaran rupiah. Kerugian tersebut meliputi terhentinya operasional kereta api, tersendatnya penerbangan, serta terganggungnya kegiatan ekspor-impor di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. “PT KA merugi sampai Rp 500 juta per hari, sehingga dalam empat hari ini, kerugian PT KA ditaksir mencapai Rp 2 miliar,” kata dia.
Selain itu, PT KA juga merugi akibat rel dan stasiun rusak. Contohnya, PT KA mengeluarkan dana sebesar Rp 400 juta untuk memperbaiki rel yang longsor di lintasan Cakung-Bekasi. “Padahal, di Serpong juga ada dua jembatan yang rusak,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan, industri pelayaran mengalami kerugian cukup signifikan. “Potential loss diperkirakan mencapai Rp 15 miliar per hari akibat truk pengangkut tidak beroperasi normal,” kata dia
Selain itu, pengusaha terbebani biaya penumpukan akibat tidak terangkutnya muatan serta L/C yang kadaluarsa. “Potensi kerugian itu belum memperhitungkan biaya ekstra untuk barang-barang impor yang harus ditumpuk di pelabuhan,” imbuhnya.
Sementara itu, angkutan udara tidak luput dari imbas banjir. Contohnya, maskapai penerbangan PT Merpati Nusantara Airlines tidak mengoperasikan kantor pusatnya karena jalan menuju kantor itu tidak bisa dilalui. Selain itu, banyak rumah karyawan Merpati yang bolos. “Besok (hari ini-red) baru dibuka normal,” kata Sekretaris Perusahaan Merpati Irvan Harijanto.
Manajer Humas Batavia Air Anton Situmeang mengatakan, banjir menyebabkan kru dan penumpang pesawat Batavia Air terlambat ke bandara sehingga sejumlah penerbangan ditunda. Selain itu, Batavia Air menggagalkan beberapa penerbangan dan menggabungkannya dengan penerbangan lain. “Sebagian besar penerbangan tertunda, namun kini mulai normal kembali,” katanya. (dip/c104/c94/jad/es/idi/tri/ed/ls)

Labels:

Friday, February 02, 2007

Pengusaha Tunggu Langkah Konkret SBY

JAKARTA – Kalangan pengusaha menunggu langkah konkret Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menjadikan tahun 2007 sebagai tonggak kebangkitan sektor riil dan investasi. Janji pemberian insentif pajak, reformasi birokrasi, dan pemberantasan pungutan liar harus segera diimplementasikan
Selain itu, mereka berharap agar pemerintah segera menyelesaikan masalah perburuhan yang menjadi salah satu faktor penghambat investasi. Revisi RUU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan harus diselesaikan secepatnya untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha mengingat masalah itu sampai saat ini masih terkatung-katung.
Demikian rangkuman Investor Daily dari wawancara dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Chris Kanter, CEO Garuda Food Sudhamek AWS, Wakil Dirut PT Indofood Sukses Makmur Franciscus Welirang, Presdir PT Indomobil Sukses International Gunadi Sindhuwinata, Presdir PT Henkel Indonesien Bunardy Limantono, di Jakarta, Kamis (1/2).
Mereka diminta tanggapannya terkait pidato awal tahun Presiden SBY di bidang ekonomi. Presiden SBY menjanjikan sejumlah insetif untuk menggerakkan investasi, antara lain pemberian insentif pajak berupa pengurangan pajak (tax deduction) untuk cabang usaha tertentu yang menggerakkan sektor riil dan mampu membuka lapangan kerja, penyelesaian RUU Perpajakan dan RUU Penanaman Modal, reformasi birokrasi, penyederhanaan perizinan, dan kepastian hukum.
Sofjan Wanandi mengatakan, apa yang menjadi concern Presiden SBY tentang investasi dan sektor riil sangat menggembirakan pengusaha. Sejumlah insentif yang dijanjikan juga sudah lama diwacanakan. “Semuanya oke, tinggal bagaimana implementasinya,” katanya.
Pendapat serupa diungkapkan oleh Chris Kanter, Franciscus Welirang, dan Gunadi Sindhuwinata. Menurut Gunadi, pidato awal tahun Presiden SBY merupakan sinyal positif bagi kebangkitan sektor riil pada 2007. “Pengusaha mengharapkan semua janji yang disampaikan bisa segera diimplemantasikan di lapangan,” kata dia.
Sementara itu, Franciscus Welirang mengatakan, insentif pajak berupa pengurangan pajak (tax deduction) untuk cabang-cabang tertentu mesti dijabarkan secara teknis oleh menteri-menteri terkait. “Harus ada perumusan konkret. Insentif ini sangat ditunggu pengusaha karena akan mengurangi biaya sehingga produk Indonesia bisa lebih kompetitif,” ucapnya.

Masalah Perburuan
Chris Kanter menekankan perlunya pemerintah all out untuk menjadikan 2007 sebagai kebangkitan sektor riil, mengingat pada 2006 investasi, baik PMA dan PMDN turun drastis, masing-masing 32,96% dan 32,21%. Sementara itu, banyak perusahaan yang tutup sehingga pengangguran dan kemiskinan bertambah banyak.
“Tak bisa ditawarkan lagi, pemerintah harus kerja keras pada 2007 untuk menggulirkan sektor riil, sebab pada 2008 dan 2009 bakal disibukkan dengan agenda pemilihan umum,” katanya. Chris berharap, urusan yang sensitif bagi rakyat tetapi sangat dibutuhkan oleh pengusaha harus diselesaikan pada tahun ini. Ia khawatir, kalau hal itu ditunda, kebijakan publik tentang hal yang sensitif berpotensi diputuskan secara tidak objektif.
Contoh masalah yang sensitif adalah urusan tanah dan perburuan. Masalah pembebasan tanah, kata dia, menjadi salah satu faktor penghambat pembangunan infrastruktur. Padahal, sarana infratruktur sangat dibutuhkan untuk membangun perekonomian bangsa.
Hal lainnya adalah masalah perburuan, khususnya tentang revisi RUU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Saat ini nasibnya terkatung-katung, meskipun sudah selesai dibahas di tingkat akademisi. Padahal, penyelesaian masalah ini sangat ditunggu-tunggu oleh pengusaha,” ungkapnya.
Ia mengkhawatirkan, jika hal ini tidak ditindaklajuti membuat investasi kembali mandeg karena pengusaha enggan membuka pabrik baru. Banyaknya serikat kerja yang melakukan demo, sementara produktivitas kerja menurun membuat pengusaha menjadi pening. Belum lagi sistem pesangon yang dianggap memberatkan dunia usaha. “Pengusaha bukannya tidak ingin meningkatkan kesejahteraan tenaga kerjanya, tetapi minta agar buruh juga mau meningkatkan produktivitas kerjanya,” ungkapnya.
Banyaknya serikat kerja, kata dia, membuat dunia usaha sulit mencapai kesepakatan. “Soal pesangon, misalnya, Serikat buruh sudah setuju, tetapi diprotes serikat pekerja perbankan. Hal semacam ini membuat masalah ketenagakerjaan blunder terus,” kata dia.
Chris khawatir, belum selesainya masalah ketenagakerjaan tersebut akan menghambat investasi dan akhirnya justru menjadi bumerang bagi pemerintah karena lapangan kerja tidak tercipta. Akibatnya, pengangguran makin banyak, dan angka kemiskinan meningkat.
Hal senada diungkapkan oleh Sofjan Wanandi. “Dalam pidatonya, Presiden berjanji meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, tetapi itu harus diimbangi dengan kenaikan produktivitas kerja,” katanya.
Sofjan meminta SBY membuat terobosan untuk mengatasi kebuntuan masalah ketenagakerjaan. Kalau yang mendengarkan suara buruh saja, kata dia, dunia usaha sulit bergerak dan lapangan kerja tidak betumbuh. “Harus ada saling pengertian antara pengusaha dan buruh, demi kepentingan ekonomi secara nansional,” kata dia.
Hal senada diungkapkan oleh Sudhamek. Menurut dia, salah satu yang dikeluhkan oleh investor asing adalahnya sulitnya mendapatkan SDM yang berkualitas di Indonesia. Di sisi lain, frekuensi demo buruh cukup tinggi dan seringkali mengganggu operasional pabrik. “Kita bisa mencontoh Korea Selatan dan Jepang. Kedua negara itu berhasil mengembangkan SDM-nya sehingga mampu menjadi negara maju,” tutur dia.

Konsisten
Sementara itu, Gunadi mengharapkan pemerintah konsisten dalam memicu kebangkitan sektor riil tahun ini. Pertama, konsistensi memberantas segala bentuk pungutan liar. Kedua, pertahankan sentimen positif dari perbaikan makro ekonomi. Ketiga, realisasi dan penyerapan anggaran negara pada tahun ini harus dipercepat. Sebab, faktor terakhir ini sangat mempengaruhi roda ekonomi, terutama sektor riil.
Hal senada diungkapkan Franciscus Welirang. Menurut dia, Presiden sangat tahu masalah bangsa, termasuk menyelesaikan masalah ekonomi. “Kunci masalah Indonesia adalah soal implementasi yang lemah,” kata dia.
Presdir PT Eterindo Wahanatama Tbk Immanuel Sutarto menambahkan, sinyal positif yang disampaikan SBY dalam pidato awal tahun harus secara konsisten direalisasikan di tingkat bawahannya, terutama para menteri terkait. “Kalau janji itu bisa segera direalisasikan, kalangan pengusaha yakin kebangkitan sektor riil bisa dimulai tahun ini. Asal jangan sebaliknya, hanya janji belaka,” ucapnya.
Presdir PT Henkel Indonesien Bunardy Limanto juga mengungkapkan hal serupa. Ia menegaskan, 2007 harus diawali dengan sebuah keyakinan bahwa sektor riil harus bangkit. Ia berharap pemerintah peka dengan kondisi psikologis pengusaha di sektor manufakturing “. Mereka ini sangat sensitif dan rawan mengambil keputusan untuk merelokasi pabriknya ke negaralain, seperti India, Cina, Vietnam dan Brazil,” kata dia.
Menurut dia, terobosan yang bisa dilakukan pemerintah dan ini sangat ditunggu pengusaha, antara lain pemotongan atau penurunan persentase besaran tarif pajak, percepatan pembangunan infrastruktur, percepatan selesainya perumusan RUU pajak dan investasi dan reformasi kultur perbankan.
Terkait infrastruktur, Sudhamek mengatakan, pemerintah harus mampu menjamin pasokan listrik yang dibutuhkan industri sehingga tidak ada lagi pemadaman bergulir. Untuk itu, pembangunan pembangkit listrik 100.000 MW yang menggunakan bahan baku batu bara harus segera direalisasikan. (dry/kzy/ed/ls)

Labels:

Wednesday, January 31, 2007

Penggunaan Ponsel Menjurus ke Konsumerisme?

Tren Pertumbuhan Seluler 2007 (Bagian 2- Habis)

Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan pengguna seluler di Tanah Air, kita dihadapkan pada kondisi mengenaskan dalam pemanfaatan seluler. Penggunaan seluler yang tidak lagi mengenal profesi, jenis kelamin, maupun batas usia, disebut-sebut mulai tak terkendali. Penggunaan telepon seluler (ponsel) yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup (life style) seseorang, semakin menjurus ke arah yang kurang produktif.
Asmiati Rasyid, dosen dari sekolah tinggi di Bandung terheran-heran dengan perilaku pembantunya di rumah yang kini lebih suka menghabiskan gajinya untuk membeli pulsa. Padahal sebelumnya, si pembantu ini rajin mengirimkan gajinya ke kampung halaman untuk membeli kambing untuk dipelihara orangtuanya.
Belum lagi, anak-anak sekolah juga tidak asing lagi dengan penggunaan ponsel. Anak-anak sekolah yang di antaranya masih duduk di tingkat sekolah dasar kini terlihat tidak lagi canggung meminta jatah uang untuk membeli pulsa.
Secretary General Indonesia Telecommunication Users Group (IDTUG) Muhamad Jumadi Idris mengaku miris dengan penggunaan ponsel yang tidak terkendali untuk kebutuhan yang kurang produktif. Dia juga melihat gejala konsumerisme melalui ponsel banyak ditemui di daerah perkotaan.
Penggunaan seluler di kalangan anak-anak, misalnya, bahkan telah memaksa dia untuk lebih jeli memilih sekolah yang tepat untuk anaknya. “Saya memilih sekolah yang membuat aturan, anak-anak hingga kelas V atau VI baru boleh membawa handpone,” ungkap Jumadi.
Tidak terbatas karena alasan konsumerisme, penggunaan seluler di kalangan anak sekolah dinilai kontraproduktif. “Bisa jadi, handpone malah digunakan untuk main game, dan ini mengganggu kegiatan belajar mereka,” tambah Jumadi.

Tak Perlu Khawatir
Di sisi lain, pengamat telematika Roy Suryo melihat pemborosan akibat belanja pulsa tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, pemborosan belanja telekomunikasi hanya merupakan pergeseran jenis konsumsi.
“Ini pergeseran saja, misalnya, kalau dulu anak-anak kecil suka jajan, kini mereka lebih memilih menggunakan handpone,” kata Roy.
Namun demikian, baik Jumadi maupun Roy Suryo menyakini peranan alat telekomunikasi masih positif terhadap perkembangan ekonomi.
“Adanya fasilitas telekomunikasi otomatis menghidupkan perekonomian suatu daerah. Aktivitas bisnis di suatu daerah akan meningkat seiring kehadiran layanan telepon. Itu tidak diragukan lagi,” papar Roy.
Roy juga menyakini perhitungan International Telecommunication Union (ITU) bahwa pertumbuhan densitas (perbandingan jumlah SST untuk 100 penduduk) telepon tetap sebesar 1% akan menyebabkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara setempat sebesar 3%, juga berlaku untuk seluler.
Terkait peran positif seluler ini, Jumadi menggambarkan pentingnya alat telekomunikasi bagi seseorang ketika dia bekerja jauh terpisah dari keluarganya. Dan yang tak kalah pentingnya, sarana komunikasi tersebut dinilai juga sangat mendukung kegiatan bisnis pemiliknya.
“Handphone di tangan seorang tukang ojek bisa berguna, karena dengan handpone tersebut dia bisa menerima order dari pelanggannya,” kata Jumadi.
Namun demikian, Direktorat Jenderl Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) Depkominfo tetap akan mencari data yang akurat terkait masalah ini. Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel Gatot S Dewa Broto mengatakan, pihaknya telah menjadwalkan riset khusus untuk meneliti penggunaan layanan telekomunikasi terhadap kontribusi ekonomi.
“Kami usulkan riset tersebut dilakukan pada 2008. Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengingatkan masyarakat, bila memang terjadi pemborosan dalam penggunaan layanan telekomunikasi,” kata Gatot.

ARPU Menurun
Di sisi lain, para operator seluler memperkirakan pada 2007, angka penggunaan rata-rata per pelanggan (ARPU) seluler per tahun akan turun dibandingkan 2006.
Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja menegaskan, pihaknya masih mampu mempertahankan nilai ARPU sebesar Rp 86 ribu. “Tahun ini, diperkirakan akan menurun 8%,” ujarnya.
Kaizad Harjee, deputy president director PT Indosat Tbk bahkan memperkirakan, ARPU Indosat bakal turun 5 hingga 10%. “ARPU kami di kisaran Rp 60 ribu,” katanya.
ARPU operator seluler nomor tiga terbear, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) juga diperkirakan turun. Persentase penurunannya nyaris sama dengan Indosat, yakni di kisaran 5-10%. Hanya saja, besaran ARPU XL pada 2007, ditaksir sekitar Rp 55 ribu, padahal pada 2006, masih berkisar Rp 60 ribu. (trimurti/edo rusyanto)

Labels:

Tuesday, January 30, 2007

Sulitnya Memastikan Pelanggan Riil Seluler

Tren Pertumbuhan Seluler 2007: (Bagian 1 dari 2 tulisan)


TORA Sudiro diapit dua wanita cantik berkulit kuning langsat. Sekelebat sudut mata Tora mengerling. Penuh makna. Dua wanita cantik berbalut busana pekat menatap penuh gelora.

Adegan tersebut bukan cuplikan film layar lebar atau sinetron Dunia Tanpa Koma dimana Tora berperan sebagai pemimpin redaksi (pemred) sebuah majalah. Itu adalah penggalan iklan program perusahaan seluler yang menawarkan layanan menelepon tarif murah dengan bonus pulsa. Siang maupun malam.
Kini telah menjadi tren, para operator seluler menawarkan pulsa telepon seluler dengan tarif murah pada jam-jam tidak sibuk atau istilah para operator seluler, off peak. Menelepon mulai pukul 22.00 hingga pagi hari, pukul 06.00, dibanderol dengan tarif separuh harga dibandingkan jam-jam sibuk (peak hours).
Bagi operator, jurus pemasaran seperti itu tidak merugikan. Pasalnya, jika konsumen menelepon pada larut malam hingga dini hari, selain meningkatkan pendapatan, juga itung-itung mengaktifkan jaringan yang idle. Namun, perilaku pengguna seluler di Tanah Air, mayoritas tidak menelepon pada jam-jam tersebut. Para operator menyebutkan, mayoritas pelanggan menelepon pada jam-jam sibuk berkisar mulai pukul 08.00 hingga 19.00. Selebihnya, frekuensi melorot.
Ragam merayu konsumen daftarnya masih berderet. Inti resepnya pada tarif murah dan embel-embel bonus. Tidak tanggung-tanggung, bonusnya bisa berupa sedan mewah keluaran terbaru.

Terus Tumbuh
Pasar seluler di Tanah Air seakan tak pernah sepi. Lima tahun terakhir tumbuhnya rata-rata bisa mencapai 67%. Tahun 2006, tumbuh dari 45 juta (2005) menjadi 60 juta. Dan, tahun ini Asosiasi Telepon seluler Indonesia (ATSI) memperkirakan bertumbuh menjadi 80 juta. Maklum teledensitas seluler masih di bawah 30% dari total 240 juta penduduk Indonesia.
Dua operator besar, yakni PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk, pada 2007, mematok target perolehan pelanggan masing-masing sekitar sembilan juta dan enam juta. "Tahun 2007, Telkomsel menginvestasikan capex sebesar US$ 1,5 miliar (sekitar Rp 14 triliun,red) untuk menambah sekitar 5.000 BTS baru untuk menyukseskan program melayani kecamatan di 100% kecamatan Kalimantan dan sekitar 60-70% di Sulawesi," ujar Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja.
Sementara itu, Indosat menyiapkan dana sekitar US$ 1 miliar pada 2007. "Di antaranya untuk membangun 3.500 - 4.000 BTS di seluruh Indonesia," ujar Adita Irawati, division head Public Relations PT Indosat.
Sedangkan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), menurut Vice President Public and Marketing Communication Telkom Muhammad Awaluddin, pada 2007 memproyeksikan tambahan pelanggan Flexi hingga dua juta. "Layanan Flexi yang di tahun 2006 berhasil meraih 4,1 juta Satuan Sambungan Flexi (SSF), diproyeksikan tumbuh + 47% menjadi 6,023 juta SSF pada akhir 2007 dengan proyeksi produksi pulsa 43,253 juta menit dan SMS (Short Massage Service) 1,122 juta SMS," kata Awaluddin.

Bersaing Ketat
Kini, tercatat sembilan operator telekomunikasi bersaing ketat memperebutkan pelanggan di Tanah Air. Mereka terdiri atas PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Mobile-8 Telecom Tbk (Mobile-8), PT Bakrie Telecom Tbk, PT Sampoerna (eks Mandara), PT Hutchison CP Telecomunications, dan PT Natrindo Telepon Seluler.
Belanja modal (capital expenditure/capex) yang disiapkan para operator besar pada 2007, diperkirakan mencapai US$ 4,5 miliar atau setara dengan Rp 45 triliun (kurs Rp 10.000/dolar AS). Uang sebanyak itu digunakan untuk memperluas infrastruktur dan strategi pemasaran.
Para operator getol membidik segmen menengah bawah. Kelompok ini lebih besar ketimbang segmen atas. Konsumen diberi kemudahan mengaktifkan seluler, bahkan cukup dengan uang Rp 15 ribu seseorang sudah bisa menelepon ke seantero Nusantara dan ditelepon dari segala penjuru dunia.
Meruyaknya seluler dalam sendi-sendi masyarakat merupakan konsekuensi dari agresivitas para operator telekomunikasi. Bayangkan, sejak diperkenalkan 12 tahun lalu, nomor yang kini beredar sudah lebih dari 60 juta. Dibandingkan dengan telepon kabel, angka itu fantastis. Maklum, telepon kabel yang sudah dikenal lebih dari 100 tahun di Indonesia, baru sembilan juta satuan sambungan.
Kemudahan seluler untuk dibawa-bawa oleh penggunanya menjadi daya tarik utama calon konsumen memilih layanan dengan teknologi global system for mobile telecommunication (GSM) itu. Fitur paling digemari adalah layanan pesan singkat (short message service/SMS). Bukan semata karena tarifnya lebih rendah dibandingkan berbicara, SMS juga lebih efektif karena menggunakan bahasa tulis.
SMS bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan penggunanya. Di tengah masyarakat kita jumpai seorang pedagang yang menerima order melalui SMS. Sopir taksi dan tukang ojek memanfaatkannya untuk memperoleh penumpang. Ibu rumah tangga menggunakan SMS untuk pesan sayuran kepada mbok tukang sayur. Sang direktur dan manajer bisa memberi perintah kepada stafnya. Wartawan terbantu untuk memobilisasi ide dan mewawancari narasumbernya. Pokoknya, masih segudang manfaat positif dari SMS. Tergantung yang memegang kendali ponselnya.
Tapi tunggu dulu. Adakah faktor negatifnya? "Saya terpaksa memecat pembantu saya karena dia menghabiskan uang belanja untuk membeli pulsa," ujar Yoeniar, seorang manajer di Jakarta.
Kasus itu mungkin bukan satu-satunya. Coba tengok kasus yang menimpa Gandi, seorang eksekutif di Jakarta. "Tagihan telepon rumah saya mencapai Rp 6,5 juta dalam satu bulan. Setelah ditelusuri, pembantu saya menelepon ke seluler berjam-jam," ujar dia.

Pelanggan Riil
Sudah menjadi rahasia umum seseorang memiliki lebih dari satu nomor telepon seluler. Bahkan, orang yang sama memiliki tiga jenis nomor telepon yakni telepon tetap kabel (fixed line), telepon tetap nirkabel (fixed wireless access/FWA), dan seluler (GSM maupun CDMA). Sebenarnya ada satu jenis lagi yaitu telepon satelit. Namun karena jenis ini amat minim, kali ini diabaikan dahulu.
Menjawab berapa pelanggan riil merupakan sesuatu yang amat sulit di negeri ini. Data yang hampir pasti hanya pada pelanggan pascabayar. Ironisnya hampir 99% pengguna seluler maupun FWA adalah pelanggan prabayar. Kebijakan registrasi prabayar yang diterapkan pemerintah mulai akhir 2005 juga belum maksimal. Maksudnya, perilaku konsumen mendaftarkan identitas yang sesungguhnya masih diragukan. Maklum, fitur untuk registrasi bisa diisi sembarangan oleh konsumen.
Faktor lain untuk mendapat data riil berapa pengguna seluler juga dipengaruhi oleh tingkat kartu hangus (churn). "Karena faktor churn besar yakni sekitar 20% maka pengguna riil atau orang yang menggunakan kartunya sekitar 80% dari 60 juta pelanggan seluler yang kini ada," tutur pengamat telekomunikasi Roy Suryo, kepada Investor Daily, Kamis (18/1).
Pengamat lainnya, Heru Sutadi menegaskan, penetrasi seluler sesuai dengan nature-nya, adalah penetrasi yang semu. "Satu orang bisa memiliki lebih dari satu nomor, angka pengguna yang 60 juta itu bisa jadi memang pengguna nya tidak benar-benar 60 juta," tutur Heru.
Bahkan, menurut Lukman Adjam, sekjen Himpunan Pemerhati Praktisi Telematika Indonesia (HPPTI), pelanggan aktif layanan cellular service yang mencakup GSM, CDMA, dan FWA total sekitar 30 juta. "Kartu beredar mungkin sudah lebih dari 60 juta. Hal itu lebih karena aturan sistem distribusi yang dikemas bersama voucher isi ulang yang mewajibkan distributor mengambil nomor perdana," tuturnya. (edo rusyanto)

Labels:

Sunday, January 28, 2007

Arpeni Angkut Batu Bara Tanjung Jati B

JAKARTA: Perusahaan pelayaran PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (Arpeni) siap mengangkut empat juta ton batu bara menggunakan kapal berbendera Indonesia dari Kalimantan Timur ke Tanjung Jati B, menyusul pencabutan izin kapal asing MV Jawa Power oleh Dephub untuk mengangkut batubara di dalam negeri.
“Arpeni selalu siap sedia dengan kapal berbendera Indonesia untuk mengangkut batubara dari Kalimantan Timur ke Tanjung Jati B,” ujar Ronald Nangoi, corporate secretary Arpeni, di Jakarta, baru-baru.
Menurut Ronald, sejak September hingga Desember 2006, Arpeni telah melakukan delivery 15 kali pengapalan atau mengangkut satu juta ton batu bara asal Kalimantan Timur ke Tanjung Jati B, Jepara (Jawa Tengah) dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia.
Dia mengatakan, Arpeni untuk mengangkut batubara itu menyiapkan kapal jenis Panamax berbagai tipe yakni gear (memilik crane) dan gearless (tanpa crane). Kedua tipe itu cocok untuk kondisi pelabuhan pemuatan di Kalimantan Timur dan pelabuhan bongkar di Tanjung Jati B.
Sedikitnya, lanjut dia, ada enam kapal yang dipersiapkan untuk mengangkut batubara itu yakni tiga tipe gearless masing-masing MV Indrani (69.611 DWT), MV Citrawati (69.332 DWT) dan MV Suryawati (69.124 DWT) serta tiga tipe gear yakni MV Dewi Umayi (61.190 DWT), MV. Dewi Urmila (63.640 DWT) dan MV Banowati (63.638 DWT).
Sebelumnya Dephub diketahui membatalkan izin Permohonan Pemakaian Kapal Asing (PPKA) atas MV Jawa Power berbendera Singapura untuk mengangkut batu bara dari Samarinda ke Pelabuhan Tanjung Jati B, Jepara, Jawa Tengah.
Pembatalan izin PPKA itu dikeluarkan melalui telegram No. 12/PHBL-07 oleh Pelaksana Harian Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Dirlala), Ditjen Perhubungan Laut, 18 Januari 2007.
Telegram Dirlala itu ditujukan kepada Kepala Kantor Pelabuhan Sangata itu mencabut surat Dirjen Perhubungan Laut No. AL.571/61/2/257/06, 20 Desember 2006 tentang soal pemberian izin PPKA MV Jawa Power.
Dirlala menginstruksikan bila kapal itu sedang melaksanakan pemuatan batu bara diminta segera dibongkar kembali karena hal itu melanggar Instruksi Presiden (Inpres) No. 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.
Aktivitas angkutan laut tersebut jelas melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. KM.71/2005 yang mewajibkan angkutan batu bara di dalam negeri diangkut oleh kapal berbendera Indonesia. (ed)

Investor Daily, Sabtu, 27 Januari 2007

Saturday, January 27, 2007

Registrasi Pelanggan Seluler Prepaid Diminta Bertahap

Jakarta-PT Telkomsel akan mengkaji ulang pola yang cocok untuk mendata pelanggan seluler prabayar (prepaid) yang saat ini secara nasional mencapai 45 juta pelanggan.
Manajemen Telkomsel menilai sistem pendataan ulang tersebut memungkinkan apabila hanya sebatas registrasi. Namun, kalau menyangkut validasi pelanggan, dipastikan Telkomsel sebagai operator yang memiliki pelanggan paling besar, mengalami sejumlah kendala.
Menurut Suryo Hadiyanto, corporate communication Telkomsel, seyogyanya pendataan prepaid sebatas wilayah tertentu, misalnya khusus area Jakarta. Ia mengatakan, setelah dianggap berhasil dan melakukan evaluasi matang terhadap hal itu, barulah diterapkan secara nasional.
Saat ini, Telkomsel telah meregistrasi pengguna seluler prepaid seperti yang dilakukan dalam promosi Simpati zone. Telkomsel mengajak agar pelanggan mau meregistrasi. Tidak ada sanksi bagi mereka yang tidak meregistrasi.
“Kita saat ini mendata ulang dengan melibatkan semua dealer. Secara teknis masih belum ditentukan solusi tepatnya, agar tidak memerlukan biaya yang mahal dan memungkinkan secara cepat dapat didata ulang," paparnya.
Terpisah, eksekutif komunikasi PT Excelcomindo Pratama (XL) Ventura Elisawati menegaskan, keharusan meregistrasi pengguna prepaid akan berpengaruh terhadap pertumbuhan pelanggan XL. “Sedikit banyak pasti berpengaruh. Kemungkinan hanya beberapa bulan,” ujar Ventura.
Ia menegaskan, XL yang kini memiliki sekitar 4,5 juta pelanggan sedang menyusun antisipasi jika regulasi meregistrasi pelanggan prepaid diterapkan.
Saat ini, rata-rata pelanggan prepaid pada tiga operator seluler terbesar-- Telkomsel, XL dan Indosat, mencapai lebih 90% dari total pelanggan mereka. (har/ed)

Investor Daily, 3 September 2005