Thursday, June 30, 2005

Pemerintah Buka Tender 13 Ruas Tol Akhir Juli

Jakarta – Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Djoko Kirmanto menegaskan, pemerintah akan menender 13 proyek jalan tol pada akhir Juli 2005. Total investasi proyek tersebut sekitar Rp 30 triliun.
“Insya Allah pertengahan atau akhir Juli 2005,” ujar Djoko, menjawab Investor Daily, usai membuka sarasehan Prospek Investasi Jalan Tol, di Jakarta, Rabu (29/6).
Jika tender 13 proyek itu jalan, berarti melengkapi tender tahap pertama yang mencakup enam ruas jalan tol. Tender tahap pertama yang akan memasuki tahap penyerahan dokumen lelang pada Agustus 2005, mencapai senilai Rp 12 triliun.
Menurut Menteri PU, tender tersebut merupakan bagian dari target pemerintah membangun 1.600 km jalan tol. “Saya optimistis target tersebut tercapai. Saat ini sudah berjalan dengan berbagai pola. Ada yang dikerjakan pemerintah, oleh Jasa Marga dan diserahkan ke investor swasta,” tambah dia.
Ia menjelaskan, pembangunan jalan tol di Tanah Air jauh tertinggal dibandingkan Cina dan Malaysia. “Cina sudah memiliki puluhan ribu kilometer jalan tol. Malaysia yang semula lebih tertinggal dari Indonesia, kini mengejar. Kita baru punya 600-an kilometer jalan tol,” kata Djoko.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Hengki Herwanto mengatakan, pihaknya sedang ancang-ancang untuk mengikuti tender 13 proyek jalan tol.”Kami akan ikut. Dan, memilih ruas tol yang kelayakan ekonomisnya cukup baik,” tutur Hengki, kepada Investor Daily, kemarin.
Ia menambahkan, rata-rata yang memiliki nilai ekonomis adalah ruas-ruas tol yang ada di Pulau Jawa. “Kemungkinan kami akan ikut tender pada lima ruas tol,” kata dia.

Tertinggal
Menurut Djoko Kirmanto, pembangunan jalan tol di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan beberapa negara Asia. Hal itu diakibatkan oleh keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah. Selain itu, menurut dia, ada dua hal yang sangat mengganggu pertumbuhan pembangunan jalan tol. Pertama, kata Djoko, adalah soal penetapan tarif. Kedua, soal pembebasan lahan.
Terkait keterbatasan dana, lanjut Menteri PU, pemerintah mengajak investor swasta domestik dan asing untuk terlibat dalam pembangunan jalan tol.
“Untuk pentarifan. Saat ini pemerintah memberlakukan ketentuan penentuan tarif diawal pembangunan fisik jalan tol. Jadi, sebelum membangun tarif telah ditentukan oleh pemerintah,” katanya.
Sebelum lahir UU No38 tahun 2005 tentang Jalan dan PP No 15/2005 tentang Jalan Tol, menurut Djoko, para investor jalan tol tidak tahu berapa besaran tarif yang akan diterapkan. “Sehingga, para investor tidak tahu kapan investasinya dapat segera kembali modal. Hal ini membuat pembangunan jalan tol menjadi lambat,” ujar Menteri PU.
Ia menambahkan, Menteri PU sebagai penentu besaran tarif akan bertindak transparan. “Selain itu, harus ada kepastian para operator mendapatkan haknya untuk menaikkan tarif tol setiap dua tahun sekali sesuai besaran inflasi di masing-masing daerah jalan tol berada,” tutur Menteri PU.
Sedangkan untuk kepastian pembebasan lahan, ujar Djoko, dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) No 36 tahun 2005, para investor dapat lebih terjamin. (lihat boks)
Sementara itu, anggota Komisi V DPR Ahmad Muqowam menegaskan, peran swasta dalam pembangunan jalan tol harus ditingkatkan. “Regulasi sudah ada. Swasta tidak perlu ragu untuk investasi di jalan tol. Sedangkan mengenai tingkat pengembalian investasi tergantung masing-masing proyek tol,” ujarnya.
Guna menghindari risiko kerugian berinvestasi di jalan tol, Ketua Asosiasi Jalan Tol Faturochman menuturkan, investor dapat bermitra dengan perusahaan yang memiliki pengalaman di pembangunan jalan tol. Jika mengikuti tender baru kebih berisiko. “Untuk memperkecil risiko, para investor juga dapat membeli saham pengelola tol yang sudah membangun dan mengoperasikan ruas tol tertentu,” ungkap dia. (har/ed)

BOKS
‘Perpres 36/2005 Menghargai Pemilik Tanah’

KELAHIRAN peraturan presiden (Perpres) No 36 tahun 2005 tentang Pembebasan Tanah bagi Kepentingan Umum, menurut Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Djoko Kirmanto, karena adanya kemandekan di proyek-proyek infrastruktur.
“Perpres 36 tahun 2005 saya harapkan bisa membantu kelancaran pembebasan tanah untuk jalan tol,” ujar Djoko Kirmanto, di Jakarta, Rabu (29/6).
Ia menambahkan, tanpa infrastruktur yang baik, pembangunan ekonomi di Tanah Air juga tidak bertumbuh positif.
Menurut dia, Perpres tersebut menghargai pemilik tanah. “Pembebasan tanah dipercepat dengan tetap menghargai pemilik tanah dan lebih transparan,” kata dia.
Djoko menuturkan, masyarakat dapat memilih, jika tanahnya digunakan untuk proyek jalan tol dapat menerima ganti sejumlah uang sesuai harga tanah yang wajar. “Atau dapat meminta diganti tanah di tempat lain. Bahkan, dapat diganti dengan sejumlah saham dan mendapat keuntungan dari pengoperasian jalan tol di atas tanah miliknya. Kita tidak ingin menyengsarakan rakyat,” kata Djoko. Dia memaparkan, Perpers tersebut jadi handicap bagi para spekulan tanah. (ed)

Labels:

Tuesday, June 28, 2005

Cina Bantu Kredit US$ 300 Juta untuk Infrastruktur

Jakarta-Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie mengatakan, Indonesia menggunakan bantuan kredit lunak tahap kedua dari pemerintah Cina sebesar US$ 300 juta untuk pembangunan infrastruktur. Untuk pembangunan jalur kereta api ganda (double track) Prupuk - Koroya sepanjang 83 km senilai US$ 37,75 juta, pembangunan PLTU Parit Baru 2 x 55 MW di Kalimantan Barat senilai US$ 93,50 juta, dan pembangunan Waduk Jati Gede di Jawa Barat senilai US$ 168,75 juta.
”Kami masih memerlukan dana sebesar US$ 69,60 juta untuk menyelesaikan pembangunan rel kereta api ganda jalur Kroya-Cirebon dan penyelesaian pembangunan Waduk Jati Gede senilai US$ 31,05 juta. Kami akan sangat gembira apabila pemerintah Cina dapat menanggapi surat pemerintah Indonesia untuk menambah alokasi kredit lunak tersebut sehingga total kredit lunak tahap kedua mencapai US$ 400 juta dolar,” ujar Menko Perekonomian Aburizal Bakrie, dalam siaran pers yang diterima redaksi, Senin (27/6).
Dalam siaran pers tersebut dijelaskan, mendengar permintaan Indonesia, Mendag Cina Bo Xia Lai langsung menanggapi bahwa pemerintahnya segera mempelajari surat permohonan pemerintah Indonesia tersebut. ”Indonesia adalah negara yang startegis di Asia Tenggara, kami gembira bila bisa ikut membantu Indonesia untuk mengembangkan perekonomiannya. Sekiranya proyek tersebut dinilai penting oleh Indonesia, maka kami akan siap membantu,” jawab Bo.Sebelumnya, pemerintah Cina juga sudah memberikan pinjaman lunak tahap satu sebesar US$ 400 juta yang dipergunakan untuk pembangunan PLTU Labuhan Angin di Sumatera Utara senilai US$ 154,87 juta dan pembangunan jembatan Suramadu senilai US$ 160 juta dan pembangunan jalur kereta api ganda (double track) Prupuk-Kroya sepanjang 83 Km senilai US $ 84,93 juta. Pinjaman lunak Cina tersebut bersuku bunga 3% dengan masa waktu pengembalian 15 tahun dengan grace periode selama 7 tahun. (ed)

Labels:

Alcatel Shanghai Bell Jajaki Indonesia

Jakarta-Delegasi eksekutif Alcatel Shanghai Bell menjajaki eksplorasi investasi di Indonesia. Dalam publikasinya, Senin (27/6), manajemen Alcatel Shanghai Bell menegaskan, skenario yang diterapkan di Indonesia kemungkinan menyerupai kerjasama dengan pemerintah Cina dalam membentuk Alcatel Shanghai Bell.
Pada 2002,Alcatel dan pemerintah Cina membentuk Alcatel Shanghai Bell dengan komposisi saham,50% plus 1 saham milik Alcatel dan sisanya milik pemerintah Cina.
Itu merupakan investasi asing pertama dengan saham terbatas di industri telekomunikasi Cina.
Saat ini Alcatel Shanghai Bell memiliki omzet US$ 1,2 miliar dengan 6.500 karyawan. Sekitar 2.000 karyawan khusus menangani riset dan pengembangan.
Untuk mempercepat pertumbuhan penjualan di luar negeri, Alcatel Shanghai Bell membentuk departemen khusus Overseas Business Development (OBD).
Di Indonesia, Alcatel telah hadir sejak 30 tahun lebih. Kini, mereka membentuk PT Alcatel Indonesia. Alcatel memelopori dan memperkenalkan banyak jaringandan teknologi telekomunikasi canggih. Beberapa perusahaan yang memakai solusi Alcatel di antaranya, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Indosat Tbk, PT Telkomsel, dan PT Excelcomindo Pratama. (ed)

Monday, June 20, 2005

Menanti Percepatan Teledensitas Telekomunikasi
Tingkat perbandingan jumlah telepon dengan penduduk (teledensitas) Indonesia, khususnya telepon kabel, masih rendah. Teledensitas telekomunikasi per 1.000 populasi selama lima tahun (1996-2000), jika dibandingkan negara-negara Asean lainnya jauh tertinggal. Pada kurun waktu tersebut, teledensitas untuk telepon kabel (fixed line) hanya 27. Jauh tertinggal dibandingkan Malaysia (195) dan Filipina (33). (lihat tabel1)
Namun, teledensitas telepon seluler, jauh lebih tinggi. Jika saat ini teledensitas telepon kabel sekitar 4% maka untuk telepon seluler sekitar 13%. Jumlah telepon tetap yang sudah dibangun para operator telepon tidak lebih dari 13 juta satuan sambungan telepon (SST), itupun terdiri atas fixed wireline dan telepon tetap bermobilitas terbatas (fixed wireless access/FWA). Sedangkan telepon seluler yang baru hadir sekitar 10 tahun, sudah menjaring lebih dari 37 jutaan pengguna. Bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang pada saat ini diperkirakan sekitar 213 juta jiwa.
Operator seluler memanjakan masyarakat dengan memberikan kemudahan mendapatkan nomor telepon. Selain itu, menjual kartu perdana dengan harga di bawah Rp 50 ribu. Di sisi lain, industri perangkat teleponnya (handphone), juga sangat mendukung dengan harga terendah Rp 200 per unit (bekas) dan Rp 600 ribu per unit (baru). Kemudahan lainnya adalah, pengguna dapat mobile hingga ke pelosok-pelosok daerah yang mungkin belum terjangkau telepon kabel. Kelemahan telepon seluler adalah masih tingginya tarif yang dibebankan kepada konsumen. Hanya saja, ironisnya konsumen di Tanah Air belum ngeh pada kondisi itu.
Masih sedikitnya pembangunan telepon tetap kabel di Tanah Air, tidak terlepas dari kemampuan pendanaan. Khususnya pendanaan pemerintah. Lihat saja pembangunan telepon lewat program Universal Service Obligation (USO) sepanjang tiga tahun terakhir. Pada 2003, data Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) menyebutkan bahwa pemerintah melalui APBN hanya membangun 3.010 SST dengan pembiayaan Rp 45 miliar. Sedangkan pada 2004, hanya membangun 2.620 SST di 2.341 desa yang menghabiskan dana Rp 45 miliar.
Bagaimana dengan tahun ini? Menkominfo Sofyan A Djalil menuturkan, pembangunan USO diharapkan mendapat suntikan dana dari para operator telepon. Namun, hal itu masih mengganjal, mengingat Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengutip 0,75% dari pendapatan kotor operator telepon, hingga kini belum juga rampung. Praktis, pembangunan USO 2005, terancam nihil. Saat ini sudah menjelang tengah tahun, belum lagi memutuskan mekanisme pemungutan dana dari operator telepon. Sedangkan untuk mengandalkan APBN terlalu riskan, mengingat kabarnya hanya tersedia dana Rp 5 miliar. Dana sebesar itu hanya cukup untuk biaya perawatan USO yang kini terbengkalai, sehingga manfaatnya tidak maksimal.
Sedangkan kontribusi operator telepon diharapkan cukup membantu penyebaran fasilitas telepon bagi penduduk. Sesuai data Bappenas, untuk tahun 2005, dari tiga operator telepon, yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Indosat Tbk dan PT Bakrie Telecom, diharapkan dapat terbangun sedikitnya 2,47 juta SST. Terdiri dari telepon kabel dan FWA.(lihat tabel 2)
Indosat diberitakan menggangarkan belanja modal sekitar US$ 900 juta, namun sebagian besar (sekitar 75%) untuk pengembangan bisnis seluler perseroan. Sedangkan Bakrie Telecom mengalokasikan sekitar Rp 1 triliun dimana hingga Juni telah terealisasi sekitar Rp 750 miliar.
Telkom selaku BUMN menjadi tumpuan harapan pembangunan telepon hingga ke pelosok Nusantara. Maklum, operator tertua di Tanah Air itu, telah memiliki infrastruktur hingga perdesaan. Dan, Telkom mengalokasikan belanja modal tidak kurang dari Rp 6 triliun.
Rata-rata per tahun Telkom membangun sekitar 400 ribu SST. Pada 2000 baru tercatat 7,668 juta dan setahun kemudian menjadi 8,041 juta SST. Terus bertambah menjadi 8,400 juta pada 2002. Namun, pada 2003 hanya meningkat menjadi 9,558 juta. Ternyata, Telkom mengalokasikan pembangunan FWA Telkom Flexi sebagai alternatif telepon kabel, hingga kini telah mencapai tiga juta pelanggan. Sehingga total telah mencapai sekitar 12,5 juta SST. “Tahun 2005, kita rencana membangun sekitar 500 ribu SST,” tutur Dirut Telkom Kristiono, beberapa waktu lalu.
Telkom yang meraih laba bersih Rp 6,08 triliun pada 2004 – meningkat tipis dari Rp 6,12 triliun pada 2003, kita harapkan serius membangun fasilitas telepon bagi masyarakat di pelosok. Meski, hal itu juga diharapkan dari operator telepon lainnya. Maklum, dengan makin meluasnya pembangunan telepon, diharapkan percepatan pembangunan roda perekonomian juga makin cepat. (edo rusyanto)

Tabel 1
Teledensitas per 1.000 Populasi 1996-2000

No Negara Fixed Line Mobile Line GDP per kapita
(US$)
1 India 23 2 430
2 China 73 27 762
3 Indonesia 27 8 822
4 Malaysia 195 123 3.997
5 Filipina 33 36 1.050
6 Thailand 84 38 2.310
7 Pakistan 21 2 469
8 Srilanka 27 11 815

Sumber: World Development Indicators, 2002 The World Bnk

Thursday, June 09, 2005

Satelit Telkom 2 Bakal Diluncurkan Juli

JAKARTA-Peluncuran satelit Telkom 2 masih menunggu pengecekan launch integration system roket peluncur. “Pengecekan tersebut memakan waktu dua minggu sejak Selasa (7/6),” ujar Head of Corporate Communications PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Mundarwiyarso, saat dihubungi Investor Daily, Rabu (8/6).
Saat dikonfirmasi kapan pastinya peluncuran satelit tersebut, Direktur Bisnis Jaringan Telkom Abdul Haris mengatakan, “Peluncurannya bisa Juli atau Agustus 2005.”
Semula, satelit tersebut akan diluncurkan pada minggu ketiga Juni 2005.
“Soal tanggal peluncuran masih didiskusikan apakah minggu kedua atau ketiga Juni,” tutur General Manager Satellite Sub Division Telkom Tonda Priyanto. (Investor Daily, 29/4)
Satelit Telkom 2 merupakan pengganti satelit Palapa B4 Telkom. Peluncurannya akan dilakukan oleh Arianespace bersamaan dengan satelit milik Departemen Pertahanan Perancis.
Satelit senilai US$ 160 juta itu diperkirakan menghabiskan biaya sekitar US$ 62,9 juta untuk peluncurannya. Satelit akan diluncurkan di Tanjung Kourou Guyana Prancis.
Telkom 2 dipesan dari Orbital Sciences Corporation AS dan bakal menggantikan Palapa B-4 yang masa edarnya (life time) telah habis. “Palapa B-4 telah diperpanjang hingga empat tahun. Saat ini, masih ada enam transfonder di B-4 yang seluruhnya dimanfaatkan untuk internal Telkom,” jelas Tando.
Posisi Telkom 2 pada 118 derajat lintang timur dan dalam operasinya akan memperluas ruang lingkup Telkom di kawasan Indonesia bagian barat, selain Asia Selatan dan daratan India. Satelit yang memiliki life time sekitar 15 tahun itu memiliki 24 transfonder.
Selain untuk internal Telkom, juga akan dimanfaatkan untuk melayani pelanggan komersial. “Perbandingan yang disewakan dan dimanfaatkan sendiri sekitar 60 banding 40. Penyewa satelit Telkom di antaranya adalah kalangan perbankan dan stasiun televisi,” jelas Tonda.
Namun, “Itu belum termasuk konpensasi keterlambatan peluncuran. Sehingga, usia satelit itu bisa lebih dari 15 tahun,” katanya.
Menurut Tonda, beberapa link Palapa B-4 pada Februari 2005 telah dipindahkan ke satelit China Star dan Telkom 1.”Terutama yang disewa pelanggan Telkom, dan di jaringan-jaringann yang kritis seperti di kawasanAceh dan Indonesia Bagian Timur, link-nya telah dipindahkan ke Telkom1 dan China Star,” kata dia.
Ia memastikan kehadiran Telkom 2 akan memenuhi kebutuhan komunikasi di Indonesia Bagian Timur. “Termasuk untuk SLJJ dan layanan Telkom Flexi,” katanya.
Terpisah, Engineer Transmisi & Performansi Divre VII Telkom Zakaria Djamruddin menegaskan, “Tinggal lima link yang belum dipindahkan masih mencari satelit pemindah dulu sebelum ke satelit Telkom 2 yakni di Merauke, Biak, Kupang, Ambon dan Hulusian.”
Ia menambahkan, Telkom 2 disiapkan sebagai backbone untuk melayani kawasan Indonesia Bagian Timur. “Jaringan telekomunikasi ring Ambon-Jayapura (Maluku-Papua)baru akan dibangun setelah tahun 2006,” ujar dia.
Sebelumnya, Dirut Telkom Kristiono mengatakan, akibat tertunda-tundanya peluncuran Telkom 2, manajemen Telkom membuat contingency plan dengan biaya sekitar Rp 13,3 miliar Biaya itu akan dipergunakan untuk memperpanjang umur satelit Palapa B-4, optimalisasi transponder, pemindahan pelanggan strategis, menyewa tiga transponder selama tiga bulan. Namun, lanjut Kristiono, ketika memilih pesawat peluncur dua muatan, Telkom sudah menghemat biaya sekitar US$ 10 juta. Di samping itu, Telkom juga telah berhasil mengoperasikan Palapa B-4 lebih lama empat tahun dari waktu yang seharusnya. Dengan keberhasilan itu, Telkom telah mendapat benefit untuk Palapa B-4 sekitar US$ 80 juta. Satelit Palapa B-4 semestinya sudah harus diganti pada tahun 2001. (ed)

Wednesday, June 08, 2005

Kandidat Dirut Indosat Bersaing Ketat

JAKARTA - Tiga nama dikabarkan bersaing ketat “memperebutkan” kursi direktur utama PT Indosat Tbk, dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), hari ini (8/6), di Jakarta.
Mereka adalah, Arwin Rasyid (mantan wakil dirut BNI 46), Hasnul Suhaimi (Direktur Marketing Seluler Indosat) dan Johnny Swandi Sjam (SVP Pengembangan Strategis Indosat).
“Johnny Swandi Sjam didukung oleh Kantor Menneg BUMN. Namun, Presiden belum memberi respons, siapa yang bakal dijagokan pemerintah. Hingga siang ini (kemarin, red) belum pasti,” tutur sumber Investor Daily, di jajaran eksekutif Indosat, Selasa (7/6).
Sementara itu, Menneg BUMN bertemu perwakilan dari ST Telemedia, di Jakarta semalam untuk membahas calon direksi PT Indosat. Hingga pukul 22.00 WIB, belum diperoleh keterangan hasil dari pembicaraan itu.”Yang jelas membahas tentang figur calon dirut Indosat,” kata sumber itu. Posisi dirut, menurut Menneg BUMN, harus diganti sebab Widya Purnama sejak September 2004 telah menjabat sebagai dirut Pertamina.
Pasca-divestasi saham pemerintah pada Desember 2002, kepemilikan pemerintah hanya 15% sehingga hak pemerintah menentukan posisi orang nomor satu di Indosat praktis sudah tidak ada. Pemerintah hanya punya hak menempatkan satu direksi. Meskipun demikian, pemerintah dapat mengusulkan calon-calon dirut.
Akhir pekan lalu, pemerintah telah melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 12 figur. Selain ketiga kandidat di atas, sembilan lainnya adalah Wahyu Widjajadi, Soetrisman, Wityasmoro Sih Handayanto, Noor SK Devi, Ibnu Pratomo, Wimbo Harjito, Fadzri Sentoso, Din Ihwan, dan Budi Prasetyo. Mereka semuanya berasal dari internal Indosat.
Menurut sumber Investor Daily, secara teknis Hasnul Suhaimi merupakan figur yang memadai untuk membesarkan bisnis seluler Indosat. Demikian juga dengan Johnny Swandi Sjam yang sukses mengembangkan Satelindo sebelum digabung ke Indosat. Saat digabungkan ke Indosat, Johnny berhasil mengumpulkan lima juta pelanggan. Saat dikonfirmasi soal pencalonan dirinya, Johnny mengaku belum tahu. “Wah..saya justru mau cari info nih,” katanya singkat kepada Investor Daily, kemarin.
Sementara Hasnul yang dihubungi terpisah, enggan menjawab detail. “Saya sedang rapat,”tandasnya.
Menurut pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia Heru Sutadi, sebaiknya dirut Indosat diambil dari kalangan Indosat. “Agar dapat memahami dan merasakan masalah yang dihadapi Indosat. Sebab, jika dari luar, butuh waktu untuk bisa match dengan jiwa Indosat,” katanya.
Soal Arwin, jelas Heru, dia memang sosok yang cukup bagus dan berhasil dalam tugas yang diemban terutama soal perbankan. Karena itu, “Jika dia jadi dirut, perlu segera menginventarisasi hal-hal krusial di Indosat dan memahami jiwa dan perjuangan Indosat,” tutur Heru.
Sumber Investor Daily mengatakan, peluang Arwin menjadi dirut kemungkinan bakal terhambat karena urusan pribadi. Arwin pernah menikah dengan adik Aburizal Bakrie, namun saat ini sudah bercerai.

Orang Dalam
Sementara itu, Ketua Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan, dirut Indosat sebaiknya dipegang oleh orang dalam Indosat. Hal itu untuk jenjang karir di perseroan. “Saya melihat Indosat masih perlu dipimpn oleh orang-orang yang mengerti benar bisnis telekomunikasi,” kata Mas Wig.
Menurut dia, calon dirut Indosat harus menguasai bidang telekomunikasi, selain juga harus dekat dengan investor, sebab Indosat merupakan perusahaan publik yang separo sahamnya dimiliki investor asing. Apalagi, selama ini, Indosat selalu mengundang investor untuk mendanai pengembangan jaringannya.
Hingga triwulan I/2005, laba usaha Indosat meningkat 9,6% menjadi Rp 885,2 miliar, dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp 780,2 miliar. Pendapatan perseroan meningkat 13,8%, dari Rp 2,518 triliun menjadi Rp 2,865 triliun. Namun, beban usaha melonjak cukup tajam menjadi Rp 2,010 triliun dari sebelumnya Rp 1,738 triliun, dengan demikian laba bersih selama triwulan I hanya sebesar Rp 282,8 miliar. Menurut wakil Dirut Indosat Ng Ho, pelanggan seluler Indosat tumbuh 54,6% sehingga pendapatan naik 25,1% dan pendapatan jasa multimedia dan dan internet (MIDI) tumbuh 12,3% dibandingkan dengan periode sama tahun 2004. Pada 31 Maret 2005, pelanggan seluler Indosat mencapai 10.189.255 pelanggan. (tri/ed/dun)

Telkom Kuasai 52% Bisnis SLI

Jakarta- Hingga Mei 2005, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menguasai 52% pangsa pasar bisnis sambungan langsung internasional (SLI). Target pendapatan dari bisnis tersebut sekitar Rp 1 triliun pada 2005.
Selain menyatakan hal tersebut, Direktur Bisnis Jaringan Telkom Abdul Haris menambahkan, guna mendukung target bisnis Telkom akan mengandeng lima operator dunia lagi, sehingga total operator telepon yang digandeng hingga akhir 2005 mencapai 20 operator. ”Selain itu, kami juga akan menambah fasilitas dengan menyewa link Singapura-Hongkong,karena jalur Singapura merupakan titik pertemuan lalu lintas SLI dari Eropa dan Amerika,” tutur Abdul Haris, menjawab pertanyaan Investor Daily, di Jakarta, Selasa(7/6).
Bisnis SLI BUMN tersebut yang dikenal dengan Telkom International Cal (TIC 007) diluncurkan pada 7 Juni 2004, sebagai bagian dari duopoli telekomunikasi. Sebelum itu, bisnis SLI dimonopoli PT Indosat Tbk. Sebagai bagian duopoli, Indosat memperoleh hak mengelola bisnis sambungan langsung jarak jauh (SLJJ).
Abdul Haris menepis anggapan bisnis SLI Telkom didukung oleh trik bisnis kurang fair. ”Tidak ada kebijakan perusahaan berbisnis SLI tidak fair. Kami tidak melakukan hambatan (blocking)terhadap fasilitas SLI kompetitor,”tutur dia.
Pada tahun 2004, setelah monopoli dibuka, TIC 007 menguasai 25% (setara Rp 500 miliar) pangsa pasar bisnis SLI. Tahun itu, total uang beredar di bisnis tersebut diperkirakan mencapai Rp 2 triliun.
Sepanjang Juni 2004 hingga Maret 2005 trafic TIC 007 sebesar 256.358 juta menit untuk in coming dan out going.
Sementara itu, bagi Indosat, pada 2004 kontribusi pendapatan SLI mencapai 17% terhadap total pendapatan Indosat. Kontribusi tersebut, menurut Direktur Corporate Market Indosat Wahyu Wijayadi, menurun dibandingkan kontribusi bisnis layanan yang sama pada 2003 yang sebesar 22%. Pada tahun 2001, pendapatan SLI masih memberikan kontribusi pendapatan sebesar 42% atau Rp 2.157 triliun. Angka itu melorot di tahun 2002 dan 2003, masing-masing hanya memberikan kontribusi 32% dan 22%. Nilai pendapatan telepon internasional pada tahun 2003 dibandingkan 2002 telah menurun dari Rp 2,138 triliun menjadi Rp 1,808 triliun.

Unggul Jaringan
Terpisah, pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia Heru Sutadi menegaskan, bisnis SLI tergantung kepada pengguna (end user). Karena Telkom lebih punya jaringan yang luas maka bisa saja menguasai pangsa pasar cukup besar. ”Jadi mereka seperti tinggal memasarkan produk baru saja. Dan bisa jadi leading hingga menguasai 60% pangsa pasar,” katanya, kepada Investor Daily, kemarin.
Saat ini,sentral gerbang internasional (SGI) TIC 007 berlokasi di Surabaya, Jakarta dan Batam.
Menurut dia, tahun ini omzet bisnis SLI akan naik 20% dibandingkan tahun 2004 menjadi sekitar Rp 2,5 triliun. ”Persaingan masih cukup ketat antara Indosat dan Telkom. Hanya saja Telkom menang dijaringan. Makanya untuk menutup loss dari SLI, Telkom harus fair membuka interkoneksi SLJJ Indosat,” ujar Heru.
Guna mengatasi serbuan strategi SLI Telkom, Indosat sempat melontarkan jurus layanan telekomunikasi internasional murah melalui produk terbarunya FlatCall 016. Menurut Wahyu, layanan dengan tarif ekonomis ini diharapkan akan menjadi satu alternatif layanan telekomunikasi bagi masyarakat.
Tahun ini, ditargetkan layanan FlatCall 016 mampu membukukan trafik 70 juta menit dengan kontribusi pendapatan Rp 20 miliar. Produk Indosat FlatCall 016 merupakan layanan telepon dengan satu tarif ke negara manapun dan kapan pun. Sedangkan Telkom terus memperluas link dan kualitas layanandengan penambahan infrastruktur internasional seperti Dumai Melaka Cable System (DMCS), perluasan jangkauan TIC ke Hong Kong dan implementasi Ground Segmen Intelsat. (ed)

FIR 13 Proyek Tol Mencapai 19%

JAKARTA-Tingkat pengembalian investasi (financial interest of return/FIR) 13 proyek tol yang akan ditender minggu ketiga Juni 2005 mencapai 19%. “Financial interest of return tiga belas proyek tol tahap dua nanti sekitar 14-19%. Jumlah itu tidak berbeda jauh dengan enam ruas tol yang ditender Januari lalu,” tutur Ketua Tim Pengadaan Investasi Jalan Tol Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Eduard T Pauner, kepada Investor Daily, Selasa (7/6).
Ia menjelaskan, saat ini sudah ada beberapa calon investor yang mencari informasi mengenai keberadaan ke-13 proyek yang tersebar di berbagai daerah itu. Namun, tambah dia, seberapa besar minat calon investor asing baru akan terlihat saat tender dibuka.” Kita offering ,setelah dua bulan baru kita lihat,” katanya.
Proyek senilai Rp 34 triliun itu, lanjut Eduard, antara lain meliputi ruas tol Pasirkoja-Soreang (15,0 Km), Semarang-Demak (25,0 Km), Jogja-Solo (45,0 Km) dan Jogja-Bawen (104,0 Km). (lihat tabel)
Menurut Eduard, calon investor lokal dan asing yang gagal mengikuti tender tahap pertama Januari 2005, dapat mengikuti tender tahap dua.
”Pada tender tahap pertama ada investor Korea dan keduanya gagal. Kalau ikut lagi di tahap dua tidak apa-apa,” tutur dia.
Sementara itu, menyinggung perkembangan tender enam ruas tol, menurut Eduard, saat ini seluruh ke-18 konsorsium yang lolos tahap pertama telah mengambil dokumen tender.”Semuanya mengambil dokumen. Tadinya kita khawatir jangan-jangan mereka mundur. Itu menunjukkan minatnya cukup tinggi. Kita lihat apakah mereka akan mengembalikan pada Agustus 2005,” tukas dia.
Eduar menambahkan, pemenang tender enam ruas tol akan diumumkan Desember2005.
Bingung Ganti RugiTerpisah, Walikota Bekasi Akhmad Zurfaih mengaku, kebingungan menghadapi penyelesaian ganti rugi lahan warga di Kelurahan Jatiwarna, Jatiasih, Jatimekar dan Jakamulya yang terkena proyek Jakarta Outher Ring Road (JORR) ruas Hankam-Cikunir yang hingga kini belum tuntas. Di satu sisi, Walikota Bekasi telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) nomor: 593.83/Kep-Bipem/V/2004, tertanggal 21 Mei 2004, tentang penetapan harga tertinggi tanah warga yang terkena proyek pembangunan ruas jalan JORR Hankam-Cikunir hasil kesepakatan bersama, katanya di Bekasi, kemarin. Maksudnya, sebelum SK Walikota Bekasi itu ditertibkan sudah terjadi kesepakatan antara pemilik tanah dengan PT Jasa Marga yakni, nilai ganti rugi sebesar Rp 1,350 juta per meter persegi berstatus sertifikat. Sedangkan tanah berstatus girik sebesar Rp 1,250 juta per meter persegi, namun belakangan PT Jasa Marga keberatan karena ganti rugi dinilai terlalu tinggi akhirnya proses pembayaran bertele-tele. "Besaran ganti rugi lahan ratusan warga itu kan atas dasar kesepakatan bersama, tetapi PT Jasa Marga belum mau membayar karena menganggap harga tanah terlalu tinggi, nah terus bagaimana ini," katanya, seperti dilansir Antara. Sedikitnya, 300 warga yang memiliki lahan sekitar 11,5 hektare di keempat kelurahan itu mendesak PT Jasa Marga segera membayar ganti rugi, namun hingga kini belum ada tanda-tanda bakal terealisir dengan berbagai alasan yang kurang masuk akal. PT Jasa Marga menganggap besaran ganti rugi yang tertuang pada SK Walikota Bekasi terlalu tinggi dan tidak sesuai kenyataan di lapangan, padahal sebelumnya sudah terjadi kesepakatan antara pemilik tanah, Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pemkot Bekasi dengan Tim Jasa Marga. "Masalah itu yang membuat saya bingung, karena para korban gusuran JORR minta ganti rugi sesuai Surat Keputusan Walikota, tapi PT Jasa Marga merasa keberatan dengan harga tersebut," kata Akhmad Zurfaih. Seandainya, persoalan ganti rugi terus berlarut-larut tidak ada ujung pangkalnya maka orang nomor satu di jajaran Pemkot Bekasi itu mengatakan, silakan selesaikan langsung dengan korban gusuran JORR. Terkait dengan belum adanya kesepakatan soal besarnya ganti rugi, beberapa waktu lalu, Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan investigasi di Bekasi guna mengetahui harga tanah milik ratusan warga di keempat kelurahan tersebut, namun belum ada kabar selanjutnya. Sementara itu, anggota P2T Pemkot Bekasi Ichsan Said berpendapat, investigasi oleh BPK merupakan langkah maju dengan harapan pelaksanaan ganti rugi tanah warga segera terealisasi karena sudah terkatung-katung belasan tahun silam. "Tim BPK turun ke lapangan mengecek kebenaran harga jual tanah warga korban JORR itu langkah bagus, biar ganti rugi cepat dibayar karena kasihan mereka yang bertahun-tahun menunggu pembayaran," kata Ichsan Said. Sementara itu, Zakirudin Chaniago, kuasa hukum korban JORR di keempat kelurahan tersebut menilai PT Jasa Marga tidak serius menuntaskan pembayaran ganti rugi tanah masyarakat terbukti sudah bertahun-tahun terbengkalai bahkan belum ada titik terang. PT Jasa Marga juga diduga melanggar Keputusan Presiden (Keppres) nomor: 55/1993 tentang pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Pada Keppres itu antara lain menyebutkan, lahan warga yang terkena pembebasan untuk kepentingan umum terlebih dahulu diberikan ganti rugi, namun PT Jasa Marga main serobot mengakibatkan para pemiliknya marah dan memblokir ruas jalan JORR di wilayah Bekasi. "Saya atas nama korban JORR kecewa pembayaran ganti tanah warga tidak jelas," katanya. (ed)