Friday, February 13, 2004

Kemelut Cemex-Pemerintah

‘Win-win Solution Dan Harus Transparan’
PERNYATAAN Menneg BUMN, Laksamana Sukardi, kemarin (11/2) bahwa pemerintah tidak ingin Cemex keluar dari Indonesia cepat menyeruak dan dikutip berbagai media massa. “Yang penting kita harapkan win-win solution. Kita ingin Cemex tidak keluar, itu memberikan citra yang kurang baik,” tegas Laksamana kepada wartawan, di Jakarta.
Laksamana memberi sinyal kemauan pemerintah menuntaskan perseteruan yang terkesan tak berujung pangkal. Perseteruan yang kini telah melebar karena per 27 Januari 2004, International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID), Washington DC, Amerika Serikat menerima pengaduan Cemex atas perselisihan menyangkut perjanjian Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia pada bulan September 1998. dengan perjanjian itu pula, Cemex membeli lebih dari 25% saham di PT Semen Gresik Tbk (SMGR). Cemex merasa kecewa dengan langkah yang pemerintah dalam mengatasi keterlambatan penyelesaian laporan keuangan konsolidasi Semen Gresik yang hingga saat ini terganjal akibat belum tuntasnya laporan audit PT Semen Padang, anak usaha Semen Gresik.
Meski tidak merinci apa langkah yang akan ditempuh, Laksamana juga menyebutkan bahwa ada beberapa pilihan penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement). Pilihan di luar pengadilan, bagi pengamat ekonomi Drajad Wibowo, perlu dipertimbangkan secara masak terlebih soal seberapa besar biaya yang akan ditanggung negara. Selain itu, kata Drajad, kuncinya adalah transparansi dari kesepakatan yang dicapai.
Saat ini berkembang beberapa pilihan dalam penyelesaian kemelut Cemex ini. Paling tidak, pertama, pemerintah Indonesia membeli seluruh saham Cemex di Semen Gresik, yakni 25% dari total saham produsen semen itu. Pilihan ini termasuk kemungkinan mencarikan konsorsium untuk membeli saham tersebut. Kedua, Cemex membeli 51% saham Pemerintah di Semen Gresik. Atau, jika keputusan ICSID memenangkan Cemex, Pemerintah harus membayar denda US$ 500 juta. Pilihan ketiga paling memberatkan jika dilihat dari aspek beban keuangan negara.

Penyelesaian di Luar Pengadilan
Sejauh ini memang belum tidak ada titik temu antara Pemerintah dan Cemex. Belajar dari kasus PT Pertamina melawan Karaha Bodas Company (KBC) di arbitrase Jenewa Swiss. Dimana akhirnya Pertamina kalah dan diharuskan membayar US$ 260 juta, Pemerintah Indonesia tentu saja tidak ingin hal itu terulang. Dari pos mana anggaran akan diambil jika ICSID memenangkan gugatan Cemex, di tengah defisit APBN yang mencapai Rp 24,4 triliun.
Presiden Megawati, lewat pembantu-pembantunya seperti Menneg BUMN dann Menko Perekonomian, tentu harus melangkah dengan hati-hati. Andil Presiden menuntaskan kemelut ini dirasakan mendesak. Menko Perekonomian memang sempat menyatakan persoalan Cemex-Pemerintah akan dibahas dalam sidang kabinet terbatas pada pekan ini. Maklum, ada kalangan yang menilai, kesuksesan penanganan kemelut ini dapat menguntungkan Pemerintah dan sudah tentu meningkatkan kepercayaan terhadap Megawati.
Arah penyelesaian perseteruan Pemerintah-Cemex menurut analis BNI Securities, Norico Gaman, ada baiknya menempuh jalur luar pengadilan. “Lebih baik perundingan di luar pengadilan, untuk win-win solution, tanpa merugikan pemegang saham minoritas. Bagamana polanya pemerintah bias lihat dari opsi yang ada. Harus diupayakan agar kerugiannya minimal,” tutur Norico.
Pemerintah memang bisa mengkaji lebih dalam mana yang dampaknya tidak merugikan anggaran pemerintah. Norico melihat, penyelesaian kemelut Cemex ini jangan memperhatikan masalah politiknya saja. Namun, aspek ekonominya juga. “Jika ini dituntaskan tentu dukungan pemerintah dari investor asing akan bagus. Pemerintah tidak ragu lagi. Saya pikir bisa menjadi credit point bagi investor asing ke presiden Megawati, Namun, bagaimana sikap investor di dalam negeri Saya belum tahu,” kata Norico.
Penyelesaian kemelut ini secara tuntas akan memberikan pesan yang kuat kepada dunia bahwa Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen terhadap sistem hukum dan upaya peningkatan ekonomi serta investasi. Bahkan, kemungkinan besar Cemex akan memperkuat dan meningkatkan investasinya di Indonesia, sebuah langkah yang akan diikuti oleh investor asing lainnya. Hal ini tentunya akan mengubah citra negatif Indonesia.
Banyak kalangan, termasuk Norico, melihat jika kasus ini tidak jelas, investor asing akan takut untuk berinvestasi di Indonesia. Terlebih untuk investor minoritas. Bisa jadi muncul kekhawatiran akan diperlakukan sama seperti Cemex. Ada perjanjian tapi dilanggar. Sehingga kepercayaan asing berkurang, dan investor domestik jadi bimbang soal tidak kepastian. Bahkan, bisa jadi investor di pasar modal akan menunda rencana investasinya di saham PT Semen Gresik Tbk (SMGR). Atau, mereka yang sudah memiliki, akan melepas saham SMGR. (edo rusyanto)