Thursday, July 22, 2004

Bank Dunia Diminta Hentikan Pendanaan Sektor Tambang

JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meminta, Bank Dunia (World Bank Group) untuk keluar atau menghentikan pendanaannya untuk sektor pertambangan umum, minyak, maupun gas. Pasalnya, proyek-proyek sektor yang berbasis pada industri ektraktif dengan didanai oleh ADB tersebut lebih banyak menimbulkan masalah lingkungan dan sosial, disamping adanya fakta yang menunjukkan bahwa negara yang bergantung kepada sektor tersebut lebih cenderung terlibat dalam perang saudara.
“Mengacu pada kajian industri ekstraktif (Extractive Industries Review atau EIR) yang dipimpin oleh Bapak Emil Salim, kami pun meminta Bank Dunia untuk keluar atau menghentikan pendanaannya untuk sektor pertambangan umum, minyak maupun gas di Indonesia. Proyek-proyek sektor ini dengan didanai ADB lebih banyak menimbulkan masalah lingkungan dan sosial, selain adanya fakta yang menunjukkan bahwa negara yang bergantung kepada sektor itu lebih cenderung terlibat dalam perang saudara. Perang, kemiskinan, perubahan iklim, kerakusan, korupsi, serta pelanggaran hak asasi manusia, khususnya masyarakat adat, terlalu sering berkaitan dengan industri minyak dan pertambangan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Longgena Ginting pada wartawan, Rabu (21/7), di Jakarta.
Secara spesifik Ginting menyatakan, terdapat 10 masalah akibat pengembangan sektor tersebut, diantaranya terjadinya peningkatan degradasi lingkungan, pengabaian hak-hak masyarakat adat atas tanah, peningkatan lilitan utang negara, serta penyebab korupsi yang tinggi dan penyalahgunaan dana dari keuntungan dan royalti penghasilan sektor tambang. “Belum lagi timbulnya gejala ekonomi destruktif dan jangka pendek dan meningkatnya pembukaan wilayah terlarang, seperti wilayah hutan lindung, meningkatnya penggunaan kekuatan militer dan terjadinya peningkatan kerentanan komunitas lokal terhadap alkoholisme dan sifat negatif lainnya,” ujar Ginting.
Menurut Ginting, seharusnya Bank Dunia sadar akan hal tersebut dan sudah saatnya angkat kaki dari sektor tersebut yang telah nyata-nyata tidak sesuai dengan misi sesungguhnya yang diemban oleh Bank Dunia.
Dengan kembali mengacu pada rekomendasi EIR, Ginting menyatakan, jika Bank Dunia berkeinginan memenuhi mandatnya guna mencapai pengentasan kemiskinan, seharusnya Bank Dunia hanya mendukung industri ekstraktif dengan sejumlah kondisi good governance dan kondisi yang positif lainnya yang sudah ada. “Demikian juga jika Bank Dunia ingin menyumbang kepada pembangunan berkelanjutan secara lebih efektif, maka sebaiknya Bank Dunia dan grupnya menjadikan dirinya pendukung utama bagi energi terbarukan, daripada terus mendanai pertambangan batubara dan minyak,” kata Ginting.
Selain itu, tutur Ginting, akan lebih baik jika Bank Dunia merelokasikan dana-dananya dan secara agresif meningkatkan portfolio proyek-proyek energi terbarukan sebesar 20% per tahun. Sehingga, pada tahun 2008 nanti portfolio energi Bank Dunia didominasi oleh proyek-proyek energi terbarukan. “Sudah cukup kemerosotan lingkungan yang diakibatkan oleh industri ekstraktif ini, dan seharusnya pihak Bank Dunia tanpa alasan apapun harus mengadopsi hasil rekomendasi ini EIR guna lebih mendorong investasinya kepada energi terbarukan dan ramah lingkungan,” ujar Ginting
Guna mencari jawaban apakah Bank Dunia akan mengadopsi rekomendasi EIR tersebut, hari ini (22/7) Walhi bersama LSM lainnya akan menyerukan hal tersebut dengan melakukan aksi dari Bundaran HI menuju Kantor Bank Dunia di kawasan Sudirman. Kejadian ini bertepatan dengan ulang tahun Bank Dunia yang ke-60. (c51)

Terkait JORR, DPR Akan Panggil Tiga Walikota

Jakarta- Lambatnya penyelesaian pembangunan beberapa ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR), lantaran terhambat pembebasan lahan membuat Komisi IV DPR RI berencana memanggil 3 walikota untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka adalah Walikota Jakarta Selatan, Bekasi dan Jakarta Timur.
Rencana itu dilontarkan Komisi IV usai melakukan kunjungan kerja lapangan pada proyek pembangunan ruas tol Veteran – Ulujami dan hankam Raya – Jati Asih (E1 seksi 3), kemarin (21/7)
Walikota Jakarta Selatan akan dipanggil sehubungan dengan masih adanya lahan yang belum dibebaskan pada ruas tol Veteran – Ulujami, karena belum adanya kesepakatan harga ganti rugi. Masalah itu bertambah pelik dengan adanya sengketa di antara keluarga pemilik lahan. Tercatat, dari 344 kepala keluarga (KK), 3 KK belum bersedia menerima ganti rugi sesuai yang telah diputuskan Walikota Jakarta Selatan. Jumlah keseluruhan lahan yang belum dibebaskan itu mencapai 0,8 hektare.
Menurut Pimpinan Proyek (pimpro) Veteran – Ulujami, Poncoyono, ketiga pemilik lahan tersebut tidak sepakat dengan nilai yang ditawarkan Jasa Marga sesuai dengan keputusan Walikota Jakarta Selatan, yaitu sebesar Rp 2,2 juta/m2, dan meminta harga sebesar Rp 3 juta/m2. “Padahal, NJOP (nilai jual objek pajak) untuk lahan-lahan tadi berkisar Rp 1 – 2 juta/m2. Jadi, tidak wajar kalau kita menuruti kemauan mereka,” ujar Poncoyono.
Menurut catatan Investor Daily, dalam penyelesaian kasus ini, Jasa Marga juga sudah menitipkan konsinyasi Rp 18,4 miliar ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Poncoyono mengatakan, dengan adanya masalah tersebut, saat ini, penyelesaian pembangunan ruas Veteran – Ulujami baru 75 %. Padahal, seharusnya sudah mencapai 80 %. Jika masalah pembebasan lahan tersebut bisa diselesaikan dengan cepat, maka ruas tersebut akan bisa diselesaikan dalam waktu yang tidak lama. Nantinya, ruas tersebut akan menghubungkan secara menerus mulai dari Jalan Tol Serpong-Pondok Aren dengan Ruas Jalan Tol Pondok Pinang-TMII, ruas W1 arah Kebon Jeruk dan Jalan Tol Jagorawi.
Masalah serupa juga menjadi kendala pada proyek pembangunan ruas E1 Seksi 3 (Hankam Raya-Jati Asih) sepanjang 4 km. Inti persoalannya sama. Masih ada warga yang belum bersedia melepaskan lahannya karena tidak cocok dengan harga yang ditawarkan.
Pimpro E1 seksi 3, Sunarto Sastrowiyoto mengatakan, warga menuntut harga ganti rugi yang tinggi. Padahal, sesuai kesepakatan warga dengan Tim Tanah dari Depkimprasil, besarnya ganti rugi rata-rata hanya Rp 800 ribu per meter.
Dia memperkirakan, lahan yang belum dibebaskan berkisar 9 ha atau senilai Rp 50 miliar. “Kalau nuruti keinginan warga nilainya jadi membengkak hingga mencapai Rp 120 miliar. Artinya besarnya harga tanah naik sebesar 2,5 kali lipat dari ketentuan semula,” tegas Sunarto.
Hal ini, lanjut dia, sangat memberatkan. Mengingat, 5 bulan lalu, Jasa Marga juga telah mengeluarkan biaya untuk pembebasan lahan. Belum dikabulkannya permintaan sebagian warga itu menyebabkan pekerjaan ruas tol ini menjadi tertunda, karena praktis lahan-lahan itu ditutup oleh warga. Menurut jadwal, progres fisik pekerjaan E1 Seksi 3 harus sudah selesai 37% . Kenyataannya, hingga kini, yang terealisasi baru 25%.
Menurut Sunarto, permasalahan itu telah dilaporkan ke Kimpraswil selaku Tim pembebasan tanah..
Dengan adanya masalah-masalah pembebasan lahan tersebut, pihak Jasa Marga, khususnya pimpro ruas tol Veteran-Ulujami dan E1 Seksi 3 (Hankam Raya- Jati Asih) memohon dukungan kepada Tim Komisi IV DPR yang dipimpin Wakil Ketua Komisi, Erman Suparno, guna penyelesaian masalah tersebut.
Namun, Erman menyatakan, tidaklah mudah menyelesaikan suatu masalah di era reformasi ini. Untuk menyelesaikan masalah itu, diperlukan pendekatan sosial budaya, ekonomi dan hukum. “Ketiganya harus seimbang. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Karena masalah JORR sudah menjadi kesepakatan nasional maka masing-masing pihak harus ada yang mengalah,” tandas Erman.
Ia menambahkan, untuk mengantisipasi hal serupa di masa mendatang, masalah pembebasan lahan seharusnya diatur dalam UU Jalan. (kwh)

Pemerintah Usahakan Pemulihan PLTU Ombilin

JAKARTA- Guna mengatasi krisis listrik yang terjadi di Sumatera, Pemerintah telah menyiapkan rencana jangka pendek dan menengah, yaitu memulihkan keandalan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin secara menyeluruh dan membangun pembangkit-pembangkit baru yang menggunakan sumber daya uap atau gas.
“Untuk jangka pendek, kita usahakan pemulihan PLTU Ombilin dan juga interkoneksi dari Palembang Timur yang nantinya bisa disalurkan ke Utara, Sumatera Barat. Sedangkan untuk jangka menengah, kita akan kembangkan PLTG atau PLTGU yang relatif cepat pembangunannya,” ungkap Dirjen LPE, Yogo Pratomo, Rabu (21/7) di Jakarta.
Menurut Yogo, selain disebabkan oleh terganggunya operasi PLTU Ombilin unit 1 dan 2, krisis listrik di Sumatera saat ini terutama disebabkan oleh turunnya permukaan air di waduk-waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)-PLTA Sumatera. Tercatat, sistem Sumatera Barat-Riau memiliki kapasitas pembangkit 562,5 MW dengan beban puncak mencapai 490 MW yang yang sebagian besar dipasok oleh PLTA Singkarak, Maninjau dan Koto Panjang dengan total kapasitas 367,5 MW, serta PLTU Ombilin sebesar 160 MW. Akibat penurunan muka air, pasokan listrik dari ketiga PLTA itu pun berkurang.
Sejak pasokan listrik PLTU Ombilin terganggu, lanjut Yogo, PLTA yang tadinya hanya digunakan untuk memasok listrik di saat beban puncak malam hari, harus pula dioperasikan pada siang hari. Padahal, biasanya air waduk yang digunakan untuk mengoperasikan PLTA-PLTA tersebut ditampung dulu di siang hari dan baru digunakan malam harinya. “Makanya, Sumatera butuh pembangkit baru yang bukan hydro,” ujarnya.
Selain itu, untuk mengatasi gangguan yang terjadi pada PLTU Ombilin penyelesaiaan pembangkit baru yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Talang Duku, PLTG Simpang Tiga dan PLTG Palembang Timur dengn daya terpasang total 154 MW juga dipercepat. Kemudian, direncanakan pula untuk menambah pasokan sebesar 100 MW dari PLTG mobile 2 x 20 MW di Borang dan melanjutkan proses kontrak sewa PLTG 3 x 20 MW di Teluk Lembu, Pekanbaru. Upaya meningkatkan kontrol terhadap kualitas batubara Ombilin juga terus dilakukan sebagai bagian dari upaya memulihkan keandalan PLTU Ombilin secara menyeluruh.
Terkait upaya membangun pembangkit baru, Yogo menambahkan bahwa kini pemerintah tengah menyusun peraturan pemerintah (PP) yang di dalamnya terkandung klausul bagi masuknya investor swasta. Aturan tersebut, kata dia, akan menjadi dasar bagi pengeluaran izin prinsip dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). “Saat ini, investasi swasta masih terbentur tidak adanya izin investasi yang bisa dikeluarkan oleh DESDM yang masih mengacu pada Keppres 7/1998 yang tidak applicable. Sekarang PP tersebut sedang diproses di Setneg, dari kita sudah clean, kalau itu selesai, maka kita bisa terbitkan izin prinsip, bisa di Sumatera, Kalimantan, atau pun Jawa,” tuturnya. (fai)






Akhir 2005, Proyek Perluasan Bandara Hasanuddin Dimulai

MAKASSAR- Akibat lonjakan penumpang yang terjadi sejak pertengahan tahun 2001, menjadikan pemanfaatan kapasitas bandara Hasanuddin saat ini mencapai batas maksimal. Jangka pendek, sangat diperlukan adanya penambahan kapasitas bandara, artinya harus merubah master plan yang memperkirakan pemanfaatan fasilitas bandara baru maksimal pada tahun 2007.
”Perluasan bandara Hassanudin kemungkinan dipercepat semester kedua 2005 yang semula direncanakan baru mulai 2006. Saat ini, perubahan master plan bandara sudah final, satu tahun kedepan diselesaikan rencana teknis secara terperinci. Setelah selesai, tahun berikutnya proyek baru dapat dilaksanakan,” kata M.M. Saliwir, Kepala Cabang Bandara Hasanuddin, di Makassar, belum lama ini.
Realisasi perluasan bandara Hasanuddin, sesuai dengan master plan lama Angkasa Pura I, telah menyediakan lahan seluas 540 ha. Saat ini luas bandara sebesar 2.400 ha. Proyek bandara sepenuhnya dilaksanakan Pemerintah dengan sistem government to government dan setelah pelaksanaan proyek selesai, baru dilimpahkan kepada Angkasa Pura I. “Penyerahan ke Angkasa Pura I, dengan perhitungan penyertaan modal pemerintah,” jelas Saliwir.
Faktor utama dipercepatnya perluasan bandara karena melonjaknya penumpang yang diluar dugaan. Saliwir menampik pendapat bahwa suatu saat penumpang pesawat yang melonjak tinggi saat ini akan berpindah ke moda lainnya seperti laut atau darat. Saliwir membenarkan, lonjakan penumpang bandara sebagai pintu gerbang wilayah timur ini meningkat pesat penyebab utamanya adalah perpindahan moda laut dan darat ke udara. Namun, bisa saja dengan membumbungnya harga BBM menyebabkan moda udara menjadi mahal, sehingga mengurangi penumpang. Hal ini, dapat saja peluang tingkat pengembalian investasi tidak sesuai dengan harapan nantinya.
Membumbungnya jumlah penumpang, jelas Saliwir perlu diantisipasi pengelola bandara. Untuk kebutuhan sangat mendesak, jelas Saliwir, Cabang Makassar telah mengajukan pemanfaatan maksimal kapasitas bandara Hasanuddin, salah satunya dengan menambah jumlah kursi tunggu. Saat ini, kapasitas kursi untuk jam padat, antara 10:00 pagi hingga 14:00 siang, jumlah penumpang meningkat 20% setara dengan 1.054 orang, sehingga kapasitas kursi maksimal terisi. Kondisi saat ini, luas tempat duduk 1.800 meter persegi, akan ditambah 400 meter persegi menjadi 2.200 meter persegi.
“Memang bicara ideal 2,5 hingga 3,5 meter persegi per penumpang, untuk 1.000 penumpang diperlukan luas 2.600 meter persegi. Perlu diperhatikan, tidak semua mendapat tempat duduk, disediakan 70% dari kapasitas total di atas 3.000-an meter. Sambil menunggu pelaksanaan grand strategy, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan mendesak seperti ini, usulan telah diajukan kepada direksi,” jelas Saliwir.
Ia mengatakan, perlu adanya pengaturan slot time penerbangan. Dengan pengaturan jadwal penerbangan, akan semakin terukur. “Tidak ada yang disalahkan, tetapi tetapi perlu adanya pengaturan secara bersama, baik operator, angkasa pura, agen dan pemerintah,” jelasnya.
Saliwir mengharapkan, kalau ada agen yang nakal harus di-black list oleh operator. Sementara, untuk memperkecil jumlah calo, pengelola Bandara mengecek antara nama tiket dengan KTP. Jika tidak sama, akan diusut dan diberitahukan kepada penumpang. Karena tiket dengan nama berbeda kalau terjadi accident tidak mendapat penggantian.

2004, Pendapatan Flat
Pendapatan Cabang Hasanuddin, per tahun mencapai Rp 130 miliar dan kontribusi pendapatan terbesar berasal dari kontribusi aero yakni 85% dan non aero hanya 15%.
Saliwir mengatakan, terkait pendapatan, memang masa liburan mengalami lonjakan penumpang, tetapi tingkat load factor penumpang pesawat juga tidak 100%, artinya dengan jumlah pesawat yang ada masih dapat terlayani. Dengan tidak bertambahnya jumlah pesawat, berarti tidak berpengaruh besar pada pendapatan aero, yang merupakan pendapatan utama cabang Hasanuddin. Tidak hanya itu, tingginya jumlah pesawat yang melintas karena Ujung Pandang merupakan bandara transit, sehingga tidak banyak berpengaruh, pada pendapatan aero.
“Tahun 2004 akhir, diperkirakan pendapatan aero masih flat saja, non aero tidak terlalu significan mempengaruhi pendapatan total Hasanuddin,”ungkap Saliwir.
Menyinggung charge penumpang yang masuk ke bandara dimasukan ke dalam airport tax, Saliwir menolak. Ia mengatakan lebih tepat charge tersebut dinamakan Passenger Service Charge/PSC (pungutan yang dikenakan penumpang untuk pelayanan jasa bandara). Dan itu, lanjut Salawir, bersifat cost recovery atau dikembalikan kepada pelayanan penumpang. “Bukan tax, lebih tepat passenger service charge dan non profit karena bersifat cost recovery,” jelas Saliwir.
Angkasa Pura-pun, lanjut Saliwir, dalam penentuan tarif charge tidak secara otoriter, tapi melalui evaluasi lembaga lainnya seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tarif PSC penumpang dikenakan Rp 15.000 dengan jumlah penumpang berangkat per hari rata-rata 3.000 penumpang kontribusinya sebesar Rp 45 juta per hari. Untuk satu bulan mencapai Rp 1,35 miliar. Namun dipertimbangkan pula bahwa investasi untuk peralatan keamanan dan back up personil keamanan memerlukan biaya tidak sedikit. Misalnya saja, untuk investasi X Ray diperkirakan memakan Rp 2,5 miliar dan setiap 8 tahun diganti, belum lagi investasi walk flow Rp 800 juta serta metal detector. Masih ditambah biaya personil security per bulan serta biaya pelatihan sumber daya manusia. (har)

Pelanggan Selular 2004 Bakal Capai 28 Juta Nomor

Sampai Juni lalu sudah lebih dari 23 juta nomor. Asosiasi memperkirakan jumlahnya sampai akhir tahun 2004 akan mencapai sekitar 28 juta nomor. Jumlah ini naik drastis dari tahun lalu yang mencapai lebih dari 18 juta nomor

JAKARTA – Asosiasi di industri telekomunikasi seluler di Indonesia melihat penetrasi pasar industri ini masih rendah dibandingkan populasi penduduk. Karenanya, peluang pasar ini masih sangat besar selama iklim persaingan tetap dijaga dan tidak perlu banyak diatur oleh regulator atau pemerintah.

“Penetrasi pasar sampai saat ini baru 14 – 15%. Padahal di kawasan rata-rata 30 – 40%. Jadi, peluang pasarnya masih sangat besar,” ujar Johnny Swandi Syam, ketua umum Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), pada pembukaan Indonesian Cellular Show di Jakarta, Rabu (21/7).

Untuk jumlah pelanggannya, Johnny mengatakan sampai Juni lalu sudah lebih dari 23 juta nomor. Asosiasi biasanya menetapkan batas atas untuk perkiraan jumlah pelanggan sampai akhir tahun. Asosiasi memperkirakan jumlahnya sampai akhir tahun 2004 akan mencapai sekitar 28 juta nomor.

Tahun lalu, jumlah pelanggan seluler di Indonesia mencapai lebih dari 18 juta nomor.

Perkiraan jumlah pelanggan untuk tahun 2004 sebesar itu, tutur Johnny, menunjukkan masih rendahnya penetrasi pasar seluler di Indonesia. Tapi ia percaya minimal 28 juta pelanggan akan tercapai atau sekitar 20 – 25% dari populasi. Pada tahun 2007, diperkirakan meningkat jadi sekitar 30% dari populasi. Tinggal tergantung kecepatan pembangunan dan perbaikan kualitas oleh operator.

Johnny mengharapkan industri ini tetap dibiarkan tumbuh sesuai mekanisme pasar, atau tidak terlalu banyak diatur. Ia juga mengharapkan terus ada perbaikan kebijakan dari pemerintah atau badan yang mengatur ini, seperti BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia).

Rudiantara, sekjen ATSI menambahkan, industri seluler Indonesia sudah terbiasa berkompetisi secara langsung. Tapi yang penting dijaga adalah iklim usaha dan juga level berkompetisi yang sama. Bila ada perbedaan itu dengan teknologi seluler lain, dalam jangka panjang akan menimbulkan masalah. Tapi ia percaya keduanya akan tetap tumbuh.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Postel Djamhari Sirat mengatakan industri seluler memang terdesain untuk kompetisi penuh tanpa banyak campur tangan pemerintah.

Hal tersebut menimbulkan ketersediaan yang luas dan pada akhirnya harga produk semakin terjangkau bagi penggunanya. Hal ini juga tak lepas dari dukungan vendor yang jumlahnya banyak. Luasnya ketersediaan itu juga membuat masyarakat pengguna punya banyak pilihan produk dan layanan.

Jhonny mengatakan industri ini paling minimal menyerap bisnis senilai Rp 25 triliun per tahunnya. Peluang pasar yang masih sangat besar memungkinkan operator terus meningkatkan infrastrukturnya.

“Kalau itu terjadi, pasarnya besar sekali karena pelanggan bertambah kalau operator juga menambah kapasitas. Saat ini sisi suplai masih keteteran sedang permintaannya tinggi,” tukas Johnny.

Rudiantara mengakui kalau industri ini belum ideal. Saat ini masih banyak komplain masuk seperti masalah blank spot dan atau drop call. Menurut Rudiantara, investasi operator untuk pembenahan infrastruktur dalam 2 tahun terakhir mencapai US$ 1 miliar.

Dominasi Entri Level
Dari sisi handset, Robby Darmasetiawan, ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) mengatakan, perkiraan pertumbuhan tahunan dari asosiasi sebesar 30 – 50%
Jumlah ini hanya mengikuti pertumbuhan dari operator.

“Pertumbuhan pelanggan seluler 6 juta dalam setahun tidak sama di sisi handset. Karena satu pelanggan bisa punya lebih dari satu nomor. Kami perkirakan saat ini ponsel baru mencapai 50 – 60% dari pasar. Jadi, perkembangan pasar replacement (penggantian) yang belum ada,” tutur Robby pada konferensi pers sesuai pembukaan.

Biasanya, lanjut Robby, pengguna yang entri level mau naik tingkat ke mid end. Karenanya, tahun depan pasar replacement diperkirakan akan besar.

Namun demikian, pasar ponsel di Indonesia tetap dipandang sebagai pasar ponsel entri level. Saat ini, dominasinya masih sekitar 60%. Pasar replacement di mid end, diperkirakan oleh Robby bisa berkembang sampai 30% pada tahun depan.

Karena pasar ponsel Indonesia masih didominasi ponsel entri level, maka perkembangan teknologi di ponsel pun diarahkan vendor untuk terdapat di ponsel entri level itu.

Semisal teknologi kamera. Robby mengatakan nantinya juga bisa terdapat di ponsel entri level. Begitu pula dengan layar warna 65 ribu warna. Perbedaan mungkin akan terdapat dalam besar resolusinya.

Tapi untuk teknologi terbaru seperti EDGE (Enhanced Data rate for GSM Evolution) dan push to talk, baru bisa didapat di ponsel high end. (one)




Indosat Tambah 1,4 Juta Pelanggan Seluler

JAKARTA-Hingga Juni 2004, PT Indosat Tbk telah membukukan pertambahan pelanggan sebanyak 1,4 juta. Dengan penambahan tersebut, maka jumlah pelanggan seluler perseroan telah mencapai 7,37 juta.
Demikian diungkapkan Hasnul Suhaimi, Direktur Pemasaran Seluler, PT Indosat Tbk kepada wartawan, kemarin (21/7).
Hasnul optimistis target pelanggan sebesar 2,5 hingga 3 juta pada akhir tahun 2004 ini akan berhasil direalisasikan perseroan. Adapun upaya perusahaan untuk mendongkrak penambahan pelanggan, antara lain dilakukan dengan terus-menerus melakukan peningkatan kualitas layanan. Disamping itu, perseroan juga telah menawarkan tarif yang menarik.
“Penurunan harga dapat berdampak pada penambahan pelanggan. Demikian juga, dengan penambahan cost untuk inovasi layanan, ternyata juga telah diimbangi dengan penambahan pendapatan,” kata Hasnul.
Lebih lanjut, mengenai pendapatan perseroan per semester pertama 2004, Hasnul belum bersedia memberikan gambaran. Namun, dia mengungkapkan adanya perkembangan penggunaan short message services (SMS), sehingga diperkirakan sumbangan pendapatan SMS akan meningkat dari kisaran 21-22% menjadi 23-25%.
Penambahan tersebut, selain disebabkan karena penggunaan SMS semakin dikenal, juga disebabkan karena banyaknya program yang mendorong penggunaan SMS tersebut pada akhir-akhir ini. Dia menyebutkan program tersebut, seperti digelarnya program Akademi Fantasi Indonesia (AFI), pemilu maupun kuis.

Luncurkan Layanan Mentari to Mentari
Indosat juga telah menggelar acara dalam rangka softlaunch layanan Mentari to Mentari (M2M) tranfer. M2M merupakan layanan inovatif dari Indosat yang memungkinkan sesama pengguna Mentari melakukan isi ulang dengan cara mengambil jumlah pulsa yang dikirim melalui Plain SMS (ke depan dapat digunakan dengan menggunakan menu browser) dari si pentransfer. Layanan ini diharapkan akan melengkapi serangkaian layanan yang memberikan kemudahan dan inovasi baru dalam berteknologi seluler.
Yudi Rulanto, SVP Seluler Marketing PT Indosat, mengatakan bahwa pihaknya memang terus berupaya memberikan kenyaman bagi seluruh pelanggan termasuk dengan menghadirkan layanan M2M ini. “Ini bentuk nyata kami, dalam mewujudkan Mentari menjadi kartu yang semakin lengkap,” kata Yudi.
Dijelaskan pula, M2M Tranfer adalah fasilitas terbaru yang dimiliki Mentari, namun layanan ini, sementara hanya baru dapat digunakan di wilayah Jabotabek dan Jawa Timur. Fasilitas ini, sebelumnya, telah dipelopori IM3, kini tercatat IM3 tengah dalam proses peningkatan layanan dengan memperbaiki kebijakan yang lebih baik. (tri)

Per Juni 2004, Pendapatan Telkomsel Naik 37%

Hingga saat ini total pelanggan Telkomsel mencapai sekitar 12,5 juta. Dalam beberapa tahun kedepan, perseroan optimistis perkembangan tetap tinggi, karena penetrasi seluler di Indonesia dinilai masih rendah.

JAKARTA-Per Juni 2004, PT Telkomsel membukukan kenaikan pendapatan hingga 37% dibandingkan periode yang sama tahun 2003. Tercatat, pendapatan tersebut 102% dari target yang ditetapkan perseroan per semester pertama 2004 ini.
“Kenaikan ini, disebabkan, salah satunya, karena kenaikan jumlah pelanggan,” kata Bajoe Narbito, Direktur Utama PT Telkomsel, kepada wartawan, kemarin (21/7), di Jakarta.
Hingga akhir pertengahan tahun 2004, perseroan telah berhasil menggaet tambahan pelanggan sebanyak 2,9 juta atau separuh lebih dari target sepanjang tahun yang sebesar 5 juta pelanggan. Menurut Bajoe, pencapaian pelanggan separuh lebih tersebut merupakan satu strategi perusahaan dalam mendongkrak pendapatan. “Kami selalu berupaya agar semester I banyak pelanggan, sebab, kalau kita banyak pelanggan di bulan Desember, nanti belum bisa menghasilkan uang,” kata Bajoe.
Dengan adanya tambahan di atas, hingga saat ini total pelanggan Telkomsel mencapai sekitar 12,5 juta. Dalam beberapa tahun kedepan, perseroan optimistis perkembangan tetap tinggi, karena penetrasi seluler di Indonesia dinilai masih rendah. “Jumlah pelanggan seluler seluruhnya hanya sekitar 22 juta, sehingga hanya sekitar 10% dibandingkan jumlah penduduk yang sebesar 220 juta,” katanya.
PT Telkomsel selama tahun buku 2003 mencatat pendapatan bersih sebesar Rp 4,237 triliun, naik 52% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sedang total pendapatan operasional tercatat Rp 11,146 triliun. Akhir 2003, Telkomsel telah melayani 9,6 juta pelanggan (sekitar 1 juta merupakan pelanggan kartu HALO (pasca bayar) dan sisanya pengguna Simpati (pra bayar). Hal ini berarti telah terjadi penambahan jumlah pelanggan baru sekitar 3,6 juta dari sebelumnya 6 juta pelanggan di akhir 2002.
Realisasi Capex
Terkait belanja modal (capital expenditure) yang tahun ini dianggarkan sebanyak US$ 600 juta , hingga pertengahan tahun ini, perseroan mengaku telah merealisaikan sebanyak US$ 250 juta. Dana itu terutama dialokasikan untuk peningkatan infrastruktur dalam hal perluasan coverage dan kapasitas jaringan. Tahun ini, perseroan telah membangun sekitar 1.400 hingga 1.500 base tranceiver station (BTS) baru.

Gandeng BCA
kemarin PT Telkomsel dan PT Bank Cetral Asia Tbk, telah menandatangani kerjasama layanan mobile banking m-BCA Telkomsel. Dengan layanan ini, diharapkan pelanggan Telkomsel yang sekaligus nasabah BCA dapat menikmati fasilitas untuk melakukan berbagai transaksi perbankan BCA melalui ponsel dengan kartu seluler Telkomsel.
“Kerjasama ini, merupakan sesuatu nilai tambah bagi peningkatan dan kemudahan pelayanan pelanggan dan nasabah dari kedua perusahaan,” kata Bajoe.
Disisi lain, D.E. Setijoso, Presiden Direktur BCA mengatakan bergabungnya Telkomsel telah membuat jaringan mobile banking BCA semakin luas. Sehingga, lebih banyak nasabah BCA yang bisa menggunakan layanan ini. “BCA ingin memberikan convenient dalam sistem pembayaran,” kata Setijoso, kemarin.
Lebih lanjut, Telkomsel merupakan pelopor layanan mobile banking sejak tahun 2000. kini perseroan telah bekerjasama dengan 8 bank, yakni Bank Bni, Bank mandiri, Bank Danamon, Bank Panin, Bank Buana, HSBC, dan Citibank. Kini pelanggan Telkomsel yang telah menikmati mobile banking sekitar 175.000 pelanggan dan adanya kerjasama dengan BCA, diharapkan angka itu akan bertambah menjadi 225.000 pelanggan.

Agak Terlambat
Diakui kedua perusahaan, kalau kerjasama tersebut dinilai agak terlambat. Menurut Setijoso, hal itu terjadi karena kehati-hatian BCA. Perseroan yang kini memiliki 6 juta rekening mengatakan sangat memperhitungkan risiko bila terjadi masalah, dalam melakukan bekerjasama dengan Telkomsel yang merupakan market leader di bisnis seluler. “Kalau kerjasama dilakukan langsung raksasa, nanti kalau terjadi sesuatu sulit diatasi,” kata Setijoso.
Sedangkan, menurut Bajoe, keterlambatan kerjasama terjadi karena pihaknya mmbutuhkan persiapan dalam menjalani langkah kerjasa dengan BCA yang memiliki karakter unik. “Perseroan membutuhkan waktu banyak untuk melakukan integrasi,” ujarnya. (tri)



Pemerintah Harus Segera Tangani Kasus Minamata

JAKARTA - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Longgena Ginting menyerukan, agar Pemerintah segera menangani kasus minamata yang terjadi pada masyarakat sekitar Teluk Buyat. Hal ini merupakan akibat fatal dari pencemaran logam berat Merkuri di Teluk oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
“Menjangkitnya penyakit minamata telah menjadi kasus nasional yang hendaknya harus segera ditangani oleh Pemerintah. Kami sudah sejak lama melaporkan temuan tersebut ke DESDM dan KLH guna memverifikasinya, namun prosesnya sangat lambat dan hingga saat ini belum ada tindakan serius dari pihak perusahaan sendiri maupun Pemerintah,” jelas Ginting.
Ia menambahkan, pihaknya sudah 2 kali melakukan penelitian tentang terjadinya kasus tersebut, dan berdasarkan 8 penelitian yang ada 7 diantaranya menyatakan bahwa Teluk Buyat memang positif tercemar Merkuri. “Bahkan, temuan kami juga menunjukkan logam arsen yang sangat berbahaya bagi kesehatan dalam jumlah lebih dari ambang batas yang telah ditentukan,” kata Ginting.
Menurut Ginting, masyarakat di sekitar Teluk Buyat selain terganggu kesehatannya, juga telah kehilangan mata pencahariannya, belum lagi dengan ekosistem yang telah rusak. “Bahkan ekosistem tersebut hampir tidak bisa pulih kembali, mengingat limbah yang terbuang selama belasan tahun sudah terakumulasi dan menimbulkan kerusakan yang berat sekali,” tutur Ginting.
Dikatakan Ginting, keberanian NMR membuang tailing-nya ke laut hingga menimbulkan akibat yang fatal seperti itu, hanya terjadi di Indonesia. Pasalnya, di Indonesia memiliki standar penanganan lingkungan dan juga sistem hukum yang lemah. “Mereka tahu betul bahwa standar penanganan lingkungan dan juga sistem hukum kita yang lemah, sehingga mereka berani melakukannya di Indonesia. Jika mereka berani menerapkannya di negaranya sendiri Amerika, pasti mereka sudah masuk penjara,” ujarnya.
Ditambahkan Ginting, sebenarnya pembuangan limbah tailing ke laut hanya cocok untuk negara-negara sub-tropik, yang mana suhunya stabil atau tidak ada perbedaan mencolok antara permukaan laut dan dalam laut. “Beda dengan Indonesia yang termasuk negara tropik, penerapan pembuangan limbat seperti itu sangat tidak aman,” jelas Ginting.

Amandemen KK
Berkaitan dengan hal tersebut, Ginting mengatakan sebagai program jangka panjang hendaknya Pemerintah perlu segera me-review atau amandemen Kontrak Karya (KK) yang telah berlaku selama 23 tahun. “Untuk jangka panjang, Pemerintah harus mengamandemen seluruh isi KK yang nyata-nyata tidak menguntungkan Indonesia,” ujar Ginting.
Menurut dia, KK tersebut telah berlaku sejak zaman Orde baru yang dilingkupi KKN, yang mana kontrak-kontrak tersebut hanya menguntungkan kroni-kroni Orde Baru. Dikatakan Ginting, isi dari KK tersebut juga sangat tidak menguntungkan Indonesia, baik dari segi royalti maupun tanggung jawab perusahaan pemilik KK yang sangat terbatas. “Program pasca tambang (mine closure) misalnya, itu nggak diatur dalam KK. Jadi perusahaan-perusahaan pemegang KK beranggapan bahwa setelah 3 atau 4 tahun menanam pohon, operasi tambang mereka sudah tuntas dengan baik, padahal seharusnya tidak sesempit itu,” tuturnya. (c51)

PGN Buka Pasar Baru di Kawasan Indonesia Timur

JAKARTA - Meningkatnya kebutuhan gas di kawasan Indonesia Tengah dan Timur, mendorong PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk membuka pasar baru di kawasan tersebut. Untuk melaksanakan strategi tersebut, PGN telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pembelian gas dengan PT Medco E&P International senilai US$ 3 miliar untunk jangka waktu 20 tahun.
“Selama ini, sudah ada permintaan gas yang besar di kawasan teersebut. Namun, belum bisa dipenuhi akibat belum dikembangkannya ladang sumber gas di sana. Karena itu, kami pun menandatangani MoU dengan Medco senilai US$ 3 miliar untuk jangka waktu 20 tahun. Dengan adanya suplai dari Medco, PGN akan dapat memenuhi kebutuhan pasar tersebut, terutama bagi perusahaan yang membutuhkan energi besar seperti perusahaan pembangkit listrik, perusahaan tambang, dan juga kawasan
industri,” kata Corporate Secretary PGN, Widyatmiko Bapang, dalam siaran persnya yang diterima Investor Daily, Rabu (21/7), di Jakarta.
Dikatakan Widyatmiko, pasokan gas Medco yang berasal dari lapangan Senoro Toli Luwuk Sulawesi Tengah tersebut, akan dibeli melalui pipa maupun pengapalan dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG). Volume penyaluran gas itu sendiri direncanakan bertahap hingga mencapai volume 350 MMSCFD. “Pasokan gas dari Medco akan dibeli melalui pipa maupun pengapalan dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) dan volume penyaluran gas itu sendiri direncanakan bertahap hingga mencapai volume 350 MMSCFD,” tutur Widyatmiko.
Menurut Widyatmiko, pihaknya selain melakukan pembelian dari lapangan Senoro tersebut, PGN juga tengah melakukan pembahasan yang mengarah ke pembelian gas dari lapangan Donggi Luwuk Sulawesi Tengah yang juga dikelola oleh Medco bersama Pertamina. “Tujuan dari pembelian ini tak lain untuk memastikan tersedianya suplai gas dalam jangka panjang untuk kawasan Indonesia Tengah dan Timur,” ujar Widyatmiko.
Widyatmiko menuturkan, distribusi gas kepada para pelanggan PGN itu sendiri diperkirakan bisa direalisasikan pada tahun 2008 untuk jangka waktu 20
tahun juga.
Widyatmiko menambahkan, dengan tersedianya suplai gas tersebut diharapkan akan bisa memberikan kontribusi penjualan dan laba yang sangat signifikan bagi PGN dalam jangka waktu yang panjang. Kedepan, PGN masih akan terus secara agresif melakukan perluasan jalur suplai untuk memastikan ketersediaan suplai gasnya. Widyatmiko juga menilai, dengan tingkat kebutuhan gas di kawasan Timur yang terus meningkat dan masih belum dapat dipenuhi saat ini, pembelian gas ini akan semakin memperkuat posisi PGN sebagai pemain utama dalam pengadaan dan distribusi gas di Indonesia.
Sebelumnya, manajemen Medco memang mengaku bahwa pihaknya melalui dua anak perusahaannya, yaitu PT Medco E & P Indonesia (PT Mepi) sebuah perusahaan Joint Operating Body (JOB) Pertamina – Medco Madura Pty Ltd selaku operator blok Madura Jawa Timur dan PT Medco E & P Lematang selaku operator blok Lematang Sumatera Selatan, tengah melakukan penandatangan kontrak jual beli gas dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) di Surabaya.
Medco melalui PT Mepi, nama pengganti untuk PT Exspan Nusantara terhitung sejak 19 April 2004 dengan 14 wilayah kerja migas di 8 provinsi dan 22 kabupaten di Indonesia, akan memasok gas sebanyak 200 mmcfd (juta kaki kubik per hari, red) ke PGN dengan nilai US$ 260 juta selama 15 tahun, mulai dari tahun 2006 – 2021. Sedangkan dari PT Medco E & P Lematang, Medco akan memasok gas sebanyak 100 mmcfd dengan nilai US$ 1,030 miliar selama 11 tahun, mulai dari tahun 2006 – 2017. Kedua kontrak jual beli tersebut merupakan kontrak baru. (c51)



Newmont Minahasa Raya Bantah Buang Limbah Merkuri

“Kami bahkan tidak tahu apakah ada sumber merkuri di NMR, kami juga tidak menemukan merkuri dalam sampel yang kami analisa.”

Jakarta - Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya (NMR), Richard B Ness, membantah perusahaanya menjadi sumber pencemaran merkuri di Teluk Buyat, Minahasa. Menurut dia, NMR yang dalam operasinya sama sekali tidak menggunakan merkuri, dan menggunakan peralatan penyaring logam berat, tidak mungkin menimbulkan pencemaran seperti yang dituduhkan masyarakat dan LSM baru-batu ini.
“Kami bahkan tidak tahu apakah ada sumber merkuri di NMR, kami juga tidak menemukan merkuri dalam sampel yang kami analisa,” ujarnya, dalam konperensi pers, Rabu (21/7) di Jakarta. Menurut Ness, perusahaannya secara rutin melakukan studi lingkungan di perairan Teluk Buyat dan sekitarnya sesuai aturan yang ditetapkan Pemerintah.
Senior Manajer Lingkungan Hidup NMR, Kadar Wiryanto menambahkan, sumber merkuri mungkin berasal dari tempat lain. Sumber merkuri tersebut, ujar dia, mungkin berasal dari tanah dan batuan setempat yang secara alami memang mengandung merkuri. Selain itu, di sekitar daerah operasi NMR juga terdapat penambang-penambang liar yang menggunakan merkuri dalam operasinya. “Kita tidak menuduh siapa-siapa, tapi yang pasti kami tidak menggunakan merkuri untuk proses pengambilan emas,” kata dia.
Terkait proses pengambilan emas, Kadar menegaskan bahwa sisa batuan hasil proses (tailing) disaring dan melalui proses detoksifikasi untuk menghilangkan racun lainnya. Setelah itu, tailing dengan kadar racun yang telah diminimalisir tersebut baru dibuang ke laut. “Pembuangan tailing ke laut tersebut sudah melalui kajian mendalam dan dipantau sesuai apa yang ada di amdal. Kami juga diawasi oleh Pemerintah, jadi semua operasi terkontrol,” cetusnya.
Kadar menegaskan pula bahwa pihaknya membuka kesempatan pada siapa saja yang ingin melakukan penelitian mengenai pencemaran oleh perusahaan.
Terpisah, manajer Proyek NMR, Bill Long dalam siaran persnya yang diterima redaksi Investor Daily, Rabu (21/7), di Jakarta, menegaskan, berdasarkan pemantauan independen yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Daerah dan juga program pemantauan internal NMR sendiri, operasi tambang NMR telah memenuhi bahkan melebihi ketentuan lingkungan hidup, sehingga tidak mengakibatkan gangguan kesehatan di sekitar Teluk Buyat.
Diungkapkan Long, pihaknya menggunakan sianida untuk mengolah bijih emas, sesuai dengan pengolahan yang aman dan ramah lingkungan yang mengikuti standar internasional. Menurut Long, dalam proses tersebut juga terdapat tahap detoksifikasi untuk mengolah limbah tailing sebelum ditempatkan secara aman di laut dengan kedalaman lebih dari 80 meter dan sejauh 1 kilometer dari pantai. Bahkan berdasarkan program pemantauan internal dan eksternal menunjukkan, kandungan logam berat di dalam air telah memenuhi standar untuk taman laut. “Sesuai standar internasional, kami gunakan sianida untuk mengolah bijih emas. Di dalam proses tersebut terdapat proses detoksifikasi,” kata Long.

Tidak Lamban
Terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menolak dikatakan lamban menanggapi kasus yang terjadi di Minahasa tersebut.
Menurut dia, sebelum dimulainya operasi NMR, DESDM telah menerapkan ketentuan Amdal dan berpegang pada pelaksanaannya. Dengan masuknya laporan soal pencemaran, pihaknya akan berkoordinasi dengan departemen kesehatan dan akan menerjunkan tim langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian. “Amdal itu sudah ada sebelum proyek dimulai. Apa betul itu akibat pembuangan tailing? Sekarang dengan kejadian ini kita harus teliti lagi dengan baik,” katanya.
Saat ini, NMR tengah mengkaji kemungkinan dilakukannya langkah hukum terhadap para pelapor. Tuduhan sebagai pencemar, ujar Kadar, bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik bagi perusahaan dan seluruh karyawannya. “Kita sedang kaji secara mendalam, soalnya kasus hukum Newmont bukan hanya terkait hukum Indonesia, tapi juga hukum AS,” ujarnya.
NMR telah mengoperasikan tambang emas Mesel di Ratatotok sejak 1996 dan kini berencana untuk mengakhiri operasinya pada Oktober 2004, akibat cadangan bijih telah habis. Rencana penutupan tambang NMR tersebut telah disetujui Pemerintah Indonesia setelah melalui proses konsultasi yang intensif dan cukup memakan waktu dengan para pemangku kepentingan termasuk anggota masyarakat setempat, serta Pemerintah Kabupaten dan Provinsi. NMR berkomitmen untuk menutup tambang secara bertanggung jawab dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat. (c51/fai)