Friday, August 26, 2005

Telkom Perbaiki Langganan Intagjastel

Semarang - PT Telkom Divisi Regional (Divre) IV Jawa Tengah/DIY memperbaiki tata cara berlangganan layanan informasi tagihan jasa telkomunikasi (Intagjastel), agar kalangan pelanggan telepon lebih nyaman menerima layanan tersebut.
"Setelah berjalan sekitar satu tahun di Divre IV Jateng/DIY, Intagjastel yang dikelola Telkom bekerjasama dengan mitra akhirnya tata cara berlanganannya diperbaiki," kata Kepala Divre IV Jateng/DY Tri Djatmiko di Semarang, Kamis(25/8).
Menurut Tri, perbaikan sistem dilakukan tanpa ada maksud tertentu, tetapi semata-mata sebagai upaya Telkom dalam meningkatkan layanan di berbagai bidang Intagjastel, karena jika dulu ada kesan setengah memaksa kepada pelanggan untuk berlangganan, kini kondisinya dibalik melalui pelanggan yang meminta layanan Intagjastel. Ia mengatakan, mekanisme perubahan dimulai dari penawaran kembali ke pelanggan dengan cara menyisipkan formulir permintaan berlangganan Intagjastel pada "Intagjastel Existing" yang selama ini dikirim ke pelanggan.
"Masa penawaran ke pelanggan selama dua bulan yang dilakukan pada periode pengiriman Intagjastel September 2005 dan Oktober 2005. Pengembalian formulir tidak dipungut biaya, mekanismenya dapat dikembalikan melalui Pos atau Plasa Telkom terdekat dengan batas waktu 31 Oktober 2005," katanya, seperti ditulis Antara.
Dengan demikian, jelas dia, hanya pelanggan yang mengembalikan formulir sampai 31 Oktober 2005 yang selanjutnya dinyatakan berlangganan Intagjastel, sedangkan pengirimannya dilanjutkan bulan berikutnya. Dia mengatakan, kalangan pelanggan telepon yang tidak mengembalikan formulir Intgjastel dinyatakan berhenti berlangganan, sehingga pengiriman Intagjastel sejak Desember 2005 akan dihentikan. Ia mengatakan, pelanggan Intagjastel di Jateng/DIY sampai Agustus 2005 sebanyak 282 ribu, sedangkan Flexy 1,1 juta pelanggan yang terdiri atas 720 ribu pelanggan kabel dan 380 pelanggan Flexy. "Mitra yang diajak berkerjasama dalam pelayanan Intagjastel selama ini adalah PT Datanet menguasai wilayah Yogyarakrta, Solo, Semarang, Salatiga, dan Ungaran, sedangkan PT Intercity Kerlipan (Pekalongan dan Purwokerto)," katanya. Menurut dia, Telkom selama ini hanya mematok tarif langganan Intagjastel sebesar Rp 1.500 per pelanggan, lebih murah dibandingkan operator lain yang mematok biaya sebanyak Rp 2.500 per pelanggan. (ed)

Labels:

Saturday, August 20, 2005

Investor Minati 12 Proyek Infrastruktur di Jabar

Bandung - Investor asing dan dalam negeri peserta Jawa Barat Infrastructure Summit 2005 (JIS 2005) yang berlangsung 18-19 Agustus 2005, hanya meminati 12 proyek dari 58 proyek yang ditawarkan oleh Pemprov Jawa Barat (Jabar). Menurut Ketua Kadinda Jabar Iwan Dermawan Hanafi, di Bandung, Jum`at (19/8), ke-12 proyek yang diminati tersebut, seperti, pembangunan kawasan industri berikat di Karawang seluas seribu hektare dengan nilai US$ 70 juta oleh Artagraha dan Cina. Di bidang penyusunan studi kelayakan rinci dalam rangka investasi sistem penyediaan air oleh United Engineers (Singapura) dan Keppel Coorporation Limited Singapura tentang pengelolaan sampah dan air bersih. Kemudian Golden Concord Holding Limited dari Hongkong tentang power plant corporation dan Kiikforum Inc asal Korea tentang pembangunan di bidang infrastruktur di Jabar. Di bidang pembangunan infrastruktur lainnya, ada kesepakatan bersama antara Pemprov Jabar dengan Sam-An Engineering Consultans Co Ltd, Korea. Menurut dia, setelah melakukan nota kesepakatan bersama (MoU) maka diharapkan kondisi keamanan Indonesia tetap kondusif hingga investor tersebut dapat berinvestasi di Jabar. Ia menegaskan, di dalam investasi tersebut diharapkan Pemprov Jabar dengan Pemprov DKI Jakarta melakukan koordinasi. Sebelumnya, seperti ditulis Antara, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan mengatakan, selain infrastruktur, Pemprov Jabar juga menawarkan peluang investasi lainnya di bidang agribisnis dan bisnis kelautan. Danny mengatakan, Jabar yang berpenduduk hampir 40 juta jiwa, membutuhkan investasi yang sangat besar untuk membangun daerahnya. Salah satunya dalam mendukung pembangunan ekonomi, yaitu ketersediaan infrastruktur wilayah. Untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur wilayah tersebut, menurut gubernur, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun dengan pendekatan kemitraan pemerintah dan swasta, kebutuhan anggaran untuk pengembangan infrastruktur tersebut, katanya, dapat menjadi aktivitas yang mampu memberi keuntungan, baik bagi swasta, pemerintah dan terutama bagi masyarakat yang dilayani. (ed)

Labels:

Monday, August 15, 2005

JIS Targetkan Rp 10 Triliun Investasi Infrastruktur

Jakarta- Ketua Bidang Investasi Kadinda Jawa Barat Ade Sudrajat menegaskan, Jabar Infrastructure Summit (JIS) 2005 yang akan diadakan di Bandung 18-19 Agustus, sedikitnya akan menyerap investasi Rp 10 triliun.
“Proyek yang ditawarkan sekitar 54 proyek dengan nilai investasi Rp 44 triliun.Namun, kami perkirakan sedikitnya Rp 10 triliun sehingga dapat menyerap 50 ribu tenaga kerja di Jawa Barat (Jabar),” jelas Ade Sudrajat, kepada Investor Daily, saat dihubungi via telepon, Minggu (14/8) malam.
Ia menegaskan, ke-54 proyek tersebut meliputi enam bidang. “Untuk proyek tol ada lima ruas, sedangkan pelabuhan laut ada dua yakni di Cikalong Tasikmalaya dan Cirebon. Sedangkan pelabuhan udara satu di Majalengka,” ujar Ade.
Ade yang juga wakil ketua pelaksana JIS menegaskan, untuk proyek pembangkit listrik geothermal di Tangkuban Perahu, Cisolok Sukabumi dan Gunung Ciremai, Cirebon. JIS 2005 juga menawarkan proyek instalasi pengolahan air limbah di Majalaya dan Cimahi, proyek waduk di Sadawarna/Subang, Indramayu dan Jati Gede. Juga ada proyek lainnya seperti telekomunikasi dan perkebunan.
Menurut Ade, JIS 2005 membatasi jumlah peserta working group (para investor) sebanyak 200 seat. Sedangkan undangan yang akan hadir disediakan sekitar 400 undangan. “Kami terpaksa menolak peserta, karena kapasitas terbatas,” kata dia.
JIS 2005 yang akan dibuka oleh Menko Perekonomian Aburizal Bakrie itu, diikuti calon investor domestik dan luar negeri. “Sebanyak 45% berasal dari Cina, Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Korea, Jerman dan Inggris,” tutur dia.

Belajar Dari IIS
Ade menuturkan, JIS 2005 belajar di Indonesia Infrastructure Summit 2005 yang digelar 17-18 Januari. “Salah satunya, kami mengumpulkan Kabiro Hukum se Jabar untuk mengupas perda-perda yang menghambat investasi. Hasilnya, mereka sepakat membuat perizinan satu pintu,” ungkapnya.Selain itu, kata Ade, pihaknya juga membentuk Jabar Fund. “Lembaga itu didukung beberapa sekuritas di antara Merrillynch, Tri Megah, AAA Securities, dan Danawibawa Artha Cemerlang,” katanya. (ed)

Labels:

Mendongkrak Teledensitas Dengan Telkom Flexi

TELEDENSITAS telepon di Tanah Air masih rendah. Saat ini, dari 200-an juta jiwa penduduk, teledensitas masih di bawah 5%. Bahkan, masih ada sekitar 400 ribu lebih desa yang belum terjangkau fasilitas telekomunikasi (fastel).
Kemampuan pemerintah membangun fastel amat terbatas. Tidak heran jika pada 2003, pemerintah membuat program kewajiban pelaksanaan universal (universal service obligation /USO). Hasilnya, pada 2003, pemerintah membangun sebanyak 3.010 satuan sambungan telepon (SST) mencakup wilayah Sumatera (1.009 SST), Kalimantan (573 SST), Kawasan Timur Indonesia/KTI (1.388 SST), dan Jawa-Banten (40 SST). Sedangkan pada 2004, pemerintah hanya membangun 2.620 SST. Artinya, dalam dua tahun, pemerintah hanya membangun 5.630 SST.
Melihat masih rendahnya pembangunan tersebut, skema pembiayaan program USO pun diubah. Sejak tahun 2005, selain dari APBN yang jumlahnya relatif kecil yakni sekitar Rp 5 miliar – Rp 45 miliar, pemerintah meminta kontribusi dari para operator telepon. Besarannya, 0,75% dari pendapatan kotor. Jika program itu berjalan mulus, setidaknya pemerintah mengantungi sekitar Rp 400-an miliar. Suatu angka yang besar untuk program USO. Namun, menurut Ditjen Postel Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) Basuki Yusuf Iskandar, lima tahun ke depan pemerintah membutuhkan Rp 5,1 triliun untuk penetrasi telepon ke seluruh desa di Tanah Air hingga 2009.
Sementara itu, operator telepon PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Indosat Tbk dan PT Bakrie Telecom ‘diwajibkan’ membangun 18.823.556 SST hingga 2009. (lihat tabel)
Kewajiban operator membangun sambungan telepon tentu saja disesuaikan dengan kemampuan finansial mereka. Selain, tentunya mempertimbangkan daya serap pasar terhadap produk mereka. Untuk apa membangun banyak sambungan, sementara respons konsumen nihil.
Di tengah itu semua, Telkom melenggang dengan gagasan brilian. Lahirlah telepon mobilitas terbatas (fixed wireless access/FWA) Telkom Flexi dengan teknologi code division multiple access (CDMA)2000 1X pada akhir 2002. Pelanggan mendapat pilihan menggunakan Flexi prabayar (Trendy) atau Flexi pascabayar (Classy). Manajemen mengklaim dengan penggunaan teknologi tersebut memungkinkan pengembangan jaringan telepon secara cepat dengan investasi lebih rendah dibandingkan jaringan telepon tetap (fixed wireline).
Hal itu terbukti dengan pesatnya pertumbuhan Telkom Flexi. Pada akhir 2003, Telkom berhasil menjual 467.933 satuan sambungan flexi (SSF). Padahal, pada sepanjang 2003, total penambahan telepon tetap Telkom sekitar 654 ribu SST. “Memang sebagian besar adalah kontribusi Telkom Flexi,” tutur Mundarwiyarso, head of corporate communication Telkom. Artinya, lebih dari separuh pertumbuhan telepon tetap Telkom berasal dari Telkom Flexi.
Pertumbuhan terus berlanjut di tahun 2004. Menurut data BUMN yang pertamakali masuk bursa pada 14 November 1995 itu, pada 2004, pertumbuhan pelanggan telepon tetap mencapai sekitar 1,5 juta SST. Pada 2004, pertumbuhan telepon tetap Telkom hanya 4,2% menjadi 8.559.350 SST. Sedangkan Telkom Flexi tumbuh 439,8% menjadi 1.429.368 SSF. Total sambungan berbayar Telkom mencapai 9.988.718 SST atau tumbuh 17,8% dibandingkan tahun 2003.
Pesatnya pertumbuhan Telkom Flexi dengan slogan bukan telepon biasa, sesungguhnya bisa mendorong penetrasi telepon lebih cepat. Dengan kata lain, peningkatan teledensitas telepon di Tanah Air dapat terbantu. Citra sebagai telepon bergerak dalam satu kode area tertentu, mendorong calon konsumen memilih Telkom Flexi ketimbang telepon seluler (GSM/global system for mobile communication). Terlebih, dari sisi pentarifan, citra yang muncul di kalangan masyarakat adalah lebih murah dibandingkan tarif GSM.
Tidak heran jika hingga pertengahan 2005, pelanggan Telkom Flexi sudah tembus ke angka tiga juta dan diperkirakan bakal tembus 4,5 juta pada akhir 2005. Suatu angka yang setimpal dibandingkan investasi yang telah dikeluarkan Telkom. BUMN itu diperkirakan telah mengeluarkan sekitar Rp 2,5 triliun untuk pengembangan Telkom Flexi.

Tantangan
Telkom Flexi tidak bermain sendiri di area bisnis FWA. Ada dua pemain lainnya, yakni Indosat dengan Star One dan Bakrie Telecom dengan Esia. Hingga kini, kedua pesaing itu masih belum mampu mengejar Telkom Flexi. Jika Esia mengaku mengantongi 250 ribu pelanggan, Star One justru terseok-seok dengan hanya mengantungi sekitar 70 ribu pelanggan.
Di tengah laju pertumbuhan yang signifikan, Telkom Flexi justru mendapat tantangan dari sisi regulasi. Pemerintah berniat memindahkan frekuensi Telkom Flexi dari 1.920-1.980 MHz. Sehingga, pelanggan yang berada di area Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten, yang menggunakan handset (terminal) single frekuensi 1.900 MHz, harus mengganti terminalnya. Saat ini Telkom Flexi juga beroperasi di frekuensi 800 MHz.
Nasib serupa juga menimpa Star One, milik Indosat.
Jika pemindahan terwujud, Telkom akan menanggung biaya sekitar Rp 1,3 triliun yang terdiri atas biaya penggantian perangkat sekitar Rp 561,58 miliar, penggantian handset Flexi CDMA Rp 756,06 miliar, biaya optimasi (tuning) menara pemancar (base transceiver station/BTS) sebesar Rp 14,5 miliar.

Jalan Terus
Meski direpotkan dengan rencana pemindahan frekuensi – dengan alasan frekuensi 1.920-1.980 MHz untuk layanan seluler generasi ketiga (3G), menurut Wakil Direktur Utama Telkom Garuda Sugardo, pembangunan dan pengembangan Telkom Flexi tetap jalan terus.
Flexi ditargetkan memberi kontribusi pendapatan Rp 2,5 triliun pada 2005. Tahun ini, Telkom menyiapkan Rp 1,7 triliun untuk pengembangan Flexi. Sebagian besar dana diperuntukkan menambah 500 BTS. Sepanjang dua tahun terakhir, Telkom telah mengeluarkan dana lebih dari Rp 2 triliun untuk pengembangan Flexi.
Melihat pesatnya perkembangan Telkom Flexi, seyogyanya pemerintah cukup bijaksana dalam menelurkan kebijakan. Mengingat di satu sisi, penetrasi telepon di Tanah Air dapat terbantu. Sehingga masyarakat dapat mengakses fastel yang dibutuhkannya. (edo rusyanto)

Labels:

Saturday, August 13, 2005

Perlu Keseriusan dan Konsistensi Pemerintah

PEMBANGUNAN infrastruktur butuh dana besar. Sepanjang lima tahun (2005-2009) diperkirakan menghabiskan sekitar Rp 1.303 triliun.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sadar betul bahwa tanpa infrastruktur yang baik, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia sulit tercapai. Saat meresmikan tol Cikampek-Padalarang II beberapa waktu lalu, di Bandung, SBY menegaskan, guna mendukung pembangunan infrastruktur dirinya membuat peraturan presiden (perpres) No 36 tahun 2005 2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Fasilitas Umum. Guna mendukung rencana pembangunan infrastruktur pemerintah bahkan menggelar Indonesia Infrastructure Summit (IIS) pada 17-18 Januari 2005 dan segera disusul IIS kedua pada November 2005. Semangat pembangunan memang harus terus menyala. Sehingga upaya memperbaiki kondisi infrastruktur seperti jalan, kereta api, pelabuhan, bandara, telekomunikasi dan listrik, dapat berjalan mulus.
Hingga 60 tahun Indonesia merdeka, kondisi infrastruktur tersebut bisa dibilang masih mengenaskan. Hingga kini, Indonesia baru memiliki jalan tol sepanjang 600 kilometer (km). Padahal, negara tetangga seperti Malaysia mampu membangun lebih dari 1.500 km. Apalagi negeri tirai bambo, Cina, mampu membangun puluhan ribu kilometer jalan tol. Demikian pula infrastruktur kelistrikan. Setiap hari kita mendengar kabar pemadaman bergilir di beberapa daerah di Tanah Air. Bahkan, belakangan ini pemadaman bergilir terjadi di Ibu Kota RI, DKI Jakarta. Memprihatinkan.
Sedangkan perkembangan infrastruktur telekomunikasi juga tidak kalah memprihatinkan. Operator telekomunikasi baru berhasil merealisasikan tingkat penetrasi telepon tetap di kisaran 4,5% dan seluler 14%. Pencapaian ini dinilai masih jauh dari mencukupi bila dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Dalam kondisi penetrasi yang rendah ini, pemerintah berkomitmen setidaknya semua desa dapat terjangkau telepon. Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, pada tahun 2009, seluruh perdesaan dapat terjangkau telepon bila tersedia dana sekitar Rp 5,1 triliun. Namun, sumber pendanaan yang ada, kini baru berasal dari dana program universal service obligation (USO), senilai Rp 2 triliun.
Pemerintah berupaya mencari sumber pendanaan lain untuk menutup selisih Rp 3 triliun. Tapi, bila upaya mencari dana untuk menutupi kekurangan ini gagal, pemerintah terpaksa akan memundurkan target hingga 2015.
Program USO telah dimulai sejak 2003 dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 45 miliar. Tahun 2003, total pembangunan sebanyak 3.010 satuan sambungan telepon (SST). Kemudian, tahun 2004, dengan dana Rp 45 miliar, pemerintah hanya merealisasikan pembangunan fastel USO sebanyak 2.620 SST.
Namun, pada tahun 2005 ini, pembangunan fastel USO tidak ada. Sebab dana APBN, yang hanya sebesar Rp 5 miliar, akan dialokasikan untuk biaya pemeliharaan dan perawatan fastel. Sedangkan, dana kontribusi USO 0,75% dari pendapatan operator telekomunikasi, yang penarikannya direncanakan tahun ini, diperkirakan baru bisa digunakan pada 2006.
Di sisi lain, Suryadi Aziz, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengatakan, operator telekomunikasi sebenarnya telah berhasil mencapai target pembangunan telepon tetap sesuai dengan komitmen yang tercantum dalam lisensi penyelenggaraan jaringan tetap dan jasa telepon dasar (modern licencing). Tercatat, PT Telkom Tbk telah membangun lebih dari 12 juta sambungan telepon yang meliputi jaringan telepon kabel dan tanpa kabel. Sedangkan, telepon seluler, PT Telkomsel telah memiliki 16 juta pelanggan pada akhir 2004.
Demikian juga dengan PT Indosat Tbk, dalam kurun waktu 2004-2008, berkomitmen membangun jaringan telepon tetap sebanyak 3.250.000 SST. Pada tahun 2004 ini, Indosat telah menyelesaikan pembangunan telepon fixed line sebanyak 566.912 SST atau membukukan kelebihan target sebesar 66.912 SST. Sedangkan, untuk seluler, per akhir 2004, perusahaan ini telah memiliki sekitar 9,7 juta pelanggan.
Sementara itu, PT Bakrie Telecom, salah satu perusahaan operator telepon tetap mengaku sudah membangun 300 ribu SST atau melebihi 25% dari komitmen dalam modern licensing pada tahun 2004. Selanjutnya, perseroan yang masih beroperasi di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten ini, menargetkan mampu membangun jaringan telepon sebanyak 500 ribu SST pada tahun 2005 ini.

Konsistensi Regulasi
Sebagai negara berkembang, kondisi infrastruktur Indonesia memang harus terus ditingkatkan. Pada IIS Januari 2005, pemerintah menawarkan 91 proyek infrastruktur senilai US$ 22,5 miliar. Proyek tersebut meliputi; proyek jalan tol (US$ 9,428 miliar), air minum (US$ 709 juta), kereta api, pelabuhan dan bandara (US$ 1,485 miliar), telekomunikasi (US$ 1,6 miliar), ketenagalistrikan (US$ 5,897 miliar) dan gas (US$ 2,888 miliar).
Seiring penawaran tersebut, pemerintah ‘berbenah’ guna menarik dana calon investor masuk ke proyek-proyek yang ditawarkan. Beberapa regulasi telah dikeluarkan rezim SBY. Di antaranya adalah Perpres No 36 tahun 2005 2005 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
Selain menyusun peraturan, pemerintah juga harus konsisten menjalankannya. Sektor jalan tol mendapat pengalaman berharga baru-baru ini. Saat pemerintah berharap menarik investor asing untuk membiayai proyek-proyek jalan tol melalui tender investasi. Para investor asing yang tergabung dalam beberapa konsorsium justru hengkang, meski telah lolos tahap prakualifikasi. Menurut pengamat, kepergian calon investor tidak terlepas dari ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengimplementasikan UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan. Undang-Undang tersebut memberi kepastian akan kenaikan tarif jalan tol setiap dua tahun sekali. Namun, sejak kenaikan terakhir pada Juni 2003, pemerintah belum bersedia menaikkan tarif pada tahun ini. Memang, rencana sudah disusun untuk menaikkan sebesar 15%. Namun, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto masih ragu-ragu, setelah mendapat ‘tekanan’ dari berbagai kalangan.
“Kami menunggu hasil evaluasi Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT,red). Setelah itu surat keputusan menteri akan saya tandatangani,” ujar Djoko Kirmanto, baru-baru ini.Harapan seluruh rakyat adalah agar pembangunan berjalan lancar dan kesejahteraan dapat dinikmati segala lapisan warga Ibu Pertiwi. Dirgahayu Republik Indonesia. (edo rusyanto dan trimurti)

Labels:

AP II Ingin Ambilalih Bandara Pangkalpinang

Jakarta - PT Angkasa Pura (AP) II ingin mengambilalih pengelolaan Bandara Depati Amir Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung untuk dikembangkan sesuai pertumbuhan ekonomi dan penumpang di kawasan itu. "Keinginan itu masih akan diusulkan kepada pemerintah. Kita bersedia jika pemerintah setuju. Kami ingin perpanjang landasan dan perluas terminalnya," kata Dirut PT AP II Eddie Haryoto, menjawab pertanyaan Antara, di Jakarta, Jumat (12/8). Tidak hanya itu, tegas dia, jika pemerintah membolehkan, statusnya akan ditukar dengan Bandara Kijang di Tanjungpinang yang penerbangannya hanya sekali per minggu. Sementara itu, Sekretaris Perusahaan AP II Kasmin Kamil menambahkan, pihaknya akan mengembangkan Bandara Depati Amir Pangkalpinang dengan dana sendiri. "Jadi, biar kami tak terkesan selalu mendapatkan sarana dan prasarana limpahan dari pemerintah seperti selama ini," kata Kasmin. Menurut dia, lalu lintas pergerakan penumpang dan pesawat dari dan ke Pangkalpinang dalam empat tahun terakhir tumbuh signifikan dan kini per harinya mencapai 16-20 kali penerbangan. "Bahkan dalam masa ramai, bisa bertambah 50%," katanya. Oleh karena itu, pihaknya berminat mengelola bandara yang berstatus Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Perhubungan itu guna disesuaikan dengan permintaan yang ada. "Jadi, ekuitas Angkasa Pura II sendiri yang akan mendanai pengembangannya, bukan dari pemerintah," tukasnya. Namun, Kasmin belum bisa menyebut angka investasi untuk pengembangan bandara itu. Ia mengatakan, kondisi di Pangkalpinang sangat berbeda dengan Bandara Kijang di Tanjungpinang, yang hanya melayani penerbangan sekali per minggu. "Jadi, kalau diizinkan oleh pemerintah dan pihak terkait lainnya, nantinya status Bandara Kijang akan dikembalikan ke UPT, sedangkan Pangkalpinang akan ditingkatkan menjadi komersial," katanya. Selama ini, BUMN pengelola bandara itu mengelola 10 bandara di kawasan barat Indonesia secara komersial dengan target pendapatan tahun ini Rp 1,5 triliun atau lebih tinggi dari target tahun lalu Rp 1,3 triliun. Pencapaian pendapatan PT AP II pada 2004 sebesar Rp 1,5 triliun dengan laba bersih Rp 419,411 miliar. Karena itu, wajar jika pada tahun ini, perseroan mematok pencapaian pendapatan Rp 1,7 triliun dan target laba sekitar Rp 631 miliar. (ed)

Labels:

Thursday, August 04, 2005

Telkom Takkan Kurangi Sahamnya di Telkomsel

JAKARTA - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) tidak berniat mengurangi kepemilikan sahamnya di Telkomsel, operator seluler terbesar di Indonesia. Telkom juga tidak akan mendesak Singtel untuk melepas kepemilikannya di Telkomsel.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama (Dirut) Telkom Arwin Rasyid menjawab pertanyaan Investor Daily, dalam pertemuan antara direksi Telkom dan pemimpin redaksi media massa di Jakarta, Rabu (3/8).
Saat ini komposisi kepemilikan Telkomsel terdiri atas 35% (Singtel) dan 65% (Telkom).
Selain bermitra langsung, Telkom dan Singtel juga bermitra tidak langsung dalam proyek kerjasama operasi (KSO) Telkom Divre VII wilayah Indonesia Bagian Timur. Singtel menggandeng Bukaka dan memperoleh hak mengoperasikan Divre VII hingga 2010.
Komitmen untuk tidak melepas saham di Telkomsel, menurut Arwin, didasari pertimbangan bahwa prospek bisnis seluler sangat bagus. Telkomsel hingga semester pertama 2005 menguasai 54% pangsa pasar seluler di Tanah Air. Tahun ini, pasar seluler diperkirakan tumbuh menjadi 50 juta pengguna. Dan, ujar Arwin, akan melesat menjadi 90 juta pengguna pada 2010, dengan teledensitas 38%. Sedangkan pertumbuhan telepon tetap hingga 2010 baru mencapai 18 juta, dengan teledensitas7,7%. “Jadi, Telkom tidak akan mengurangi porsi sahamnya, dan kami juga tidak minta Singtel (Singapore Telecommunications, red) untuk melepasnya,” ungkap mantan Wakil Dirut BNI itu.
Pernyataan Arwin ini dikemukakan terkait dengan rencana pemerintah untuk meninjau ulang batasan kepemilikan asing di perusahaan telekomunikasi. Bahkan, Wapres Jusuf Kalla pekan lalu menyatakan niat pemerintah untuk membeli kembali saham PT Indosat Tbk yang berada di tangan publik maupun di Singapore Technologies Telemedia. Di PT Indosat Tbk, pemerintah memiliki saham 14,69%.
Arwin menegaskan, Telkom tetap membutuhkan kehadiran Singtel. Telkom masih memerlukan injeksi modal dan transfer teknologi dari perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Asean itu. Pada 2004, Singtel memiliki pendapatan sebesar US$ 7,5 miliar dengan pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) US$ 3,7 miliar.
Tentang kondisi keuangan Telkom, Arwin menyebut bahwa perseroan memiliki EBITDA sebesar Rp 22 triliun, dengan utang sekitar Rp 17,9 triliun. “Umumnya, perusahaan berhak mendapat plafon kredit tiga kali dari EBITDA. Jadi, Telkom sebenarnya berhak memperoleh kredit Rp 60 triliun lebih,” ujar Arwin.
Hingga 30 Juni 2005, Telkomsel masih mendominasi kontribusi bagi pendapatan Telkom yang mencapai 33,1%, disusul pendapatan telepon tetap (fixed phone) dengan porsi 27,86%, pendapatan interkoneksi 18,06%, dan jasa jaringan 13,9%. Pendapatan dari jasa seluler tercatat Rp 6,41 triliun, sedangkan telepon tetap sebesar Rp 5,47 triliun. Pada periode tersebut, total pendapatan usaha Rp 19,34 triliun. Dengan EBITDA sebesar Rp 11,63 triliun dan EBITDA margin 60%.Telkom kini memiliki pelanggan telepon tetap 12,09 juta nomor, telepon tetap nirkabel Telkom Flexi 3,46 juta nomor, serta pelanggan telepon seluler (Telkomsel) mencapai 22 juta nomor.
Komposisi pemilik saham Telkom terdiri atas, pemerintah Indonesia (51,19%), pemodal asing (45,85%) dan pemodal nasional (2,96%). (pd/ed)

Labels:

Wednesday, August 03, 2005

Dilema di Balik Kenaikan Tarif Jalan Tol

Pemerintah berniat menaikkan tarif jalan tol sebesar 15% pada Agustus ini. Konsekuensi dari kenaikan tersebut bagi operator jalan tol harus meningkatkan pelayanan. Muaranya, kenyamanan dan keamanan pengguna jasa jalan tol benar-benar dapat terwujud.
Benarkah kenaikan tarif tersebut membuat pemerintah dilema?
Undang-Undang (UU) No 38 tahun 2004 tentang Jalan yang diundangkan sejak Oktober 2004, dalam pasal 48 ayat (3) menyebutkan, pemerintah dapat menaikkan tarif jalan tol setiap dua tahun sekali. Dan, sebagai catatan, pemerintah terakhir menaikkan tarif jalan tol pada Juni 2003, bahkan sebelumnya pemerintah menaikkan tarif jalan tol pada 1996.
Sebagai implementasi UU No 38 tahun 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menelurkan peraturan pemerintah (PP) No 15/2005 tentang Jalan Tol dan Peraturan Presiden (Perpres) No 36/2004 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Rumus penyesuaian adalah "Tarif Baru = tarif lama (1 + inflasi)" yang diatur dalam pasal 68 ayat (1) PP No 15. Penyesuaian cukup diputuskan Menteri Pekerjaan Umum (PU) setelah mendengar pertimbangan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), badan yang menurut UU No 38 tahun 2004 adalah organ di bawah Menteri PU, dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada Menteri PU. Tugasnya melaksanakan sebagian kewenangan pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol.
Sebelumnya, kenaikan tarif tol diputuskan melalui keputusan presiden (Keppres) yang kekuatan hukumnya di bawah UU dan PP, sehingga selalu mengundang pro kontra dan politisasi berbagai pihak termasuk parlemen. Pasalnya, UU Jalan dan PP Jalan Tol sebelumnya tidak mengatur tegas mengenai masa penyesuaian tarif itu. Kemudian melalui PP No 40/2001 kenaikan tarif ditetapkan setiap tiga tahun sekali. Namun, formula kenaikan tidak disebutkan secara jelas, sehingga tetap mengundang kontroversi.
Poin terpenting lain ada dalam Perpres No 36/2004 yang menyebutkan bahwa jalan tol termasuk kepentingan umum. Perpres itu mengatur, tanah yang sudah ditetapkan untuk pembangunan kepentingan umum (termasuk jalan tol) tidak boleh lagi ditransaksikan kecuali atas izin Pemda. Bila dalam 90 hari tidak tercapai kesepakatan harga dengan pemilik tanah, Presiden berhak mencabut hak atas tanah tersebut.
Kini, setelah semestinya Juni 2005, pemerintah berniat menaikkan tarif jalan tol pada Agustus 2005. Dilema terjadi manakala pemerintah berniat membangun jalan tol sepanjang 1.600 kilometer (km) mulai 2005 hingga 2009. Tim Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur (TPPI) memperkirakan, kebutuhan dana untuk sektor jalan tol sekitar Rp 85,2 triliun.
Bagaimana tidak dilematis, kemampuan pemerintah mendanai pembangunan jalan tol amat terbatas. Dari total kebutuhan investasi yang diperkirakan menelan dana Rp 85,2 triliun. Pemerintah hanya sanggup kurang dari 20%-nya saja. Selebihnya, mengharapkan partisipasi swasta domestik dan asing.
Pebisnis domestik maupun asing tentu berharap investasinya menguntungkan. Karena itu, mereka membutuhkan kepastian hukum guna investasinya berjalan lancar. Bagi pebisnis jalan tol, ada dua aspek penting guna memuluskan investasinya. Pertama, kepastian soal tarif dan kedua, kepastian soal pembebasan lahan.
Sesungguhnya, kedua hal tersebut telah diakomodasi oleh UU No 38 tahun 2004, PP No 15 tahun 2005 dan Perpres No 36 tahun 2005.
Namun, saat ini sedang diuji kesungguhan komitmen pemerintah dalam menjalankan regulasi yang dibuatnya sendiri. Kepastian kenaikan tarif misalnya. Jika pemerintah tidak melaksanakan amanat UU No 38 tahun 2005, bisa jadi membuat calon investor bergidik menggelontorkan uangnya di Tanah Air. Bagaimana mungkin mengembalikan investasi jika untuk tarif saja tidak ada kepastian. Belum lagi dalam pengadaan lahan. Keruwetan pembebasan lahan yang bermuara pada kemacetan pembangunan jalan tol, tentu saja mengganggu investasi yang telah ditanamkan.

Sulit Terwujud
Apabila kepastian dua hal tersebut tidak ada, mimpi membangun 1.600 km jalan tol sulit terwujud dalam rentang waktu lima tahun ke depan. Hingga kini saja, pemerintah baru mampu membangun sekitar 600 km jalan tol, bandingkan dengan Malaysia dan Cina yang mampu membangun ribuan bahkan puluhan ribu jalan tol. Padahal, Presiden SBY mahfum bahwa dengan infrastruktur yang baik, termasuk jalan tol, roda perekonomian bakal dapat bergulir lebih cepat. Ujung-ujungnya, diharapkan pemerataan kesejahteraan rakyat negeri kepulauan ini dapat terwujud.
Ketidakpercayaan investor jangan sampai terulang seperti pada kasus hengkangnya empat investor asing; Hongkong Land BV (Belanda), William Indonesia LLC (Amerika Serikat), Archipelago Investment Pte (Singapura), dan Asian Corporate Finance Fund (Cayman Aislands), malah melepas kepemilikannya di PT Marga Mandala Sakti (MMS), pengelola jalan tol Tangerang - Merak (72,5 km), kepada PT Astratel Nusantara (34%) dan Citigroup Financial Products Inc (20%). Sejak keempat investor itu masuk ke MMS pada 1996 mereka baru sekali mendapat kenaikan tarif pada 2003. Padahal, sebelum masuk keempat investor dijanjikan kenaikan tarif setiap tiga tahun (sebelum keluar UU Jalan dan PP Jalan Tol yang baru). Tapi, karena janji tinggal janji, perseroan mengalami kerugian akumulatif Rp 603 miliar sampai dilepas kepada Astra dan Citigroup.
Kita percaya, pemerintah dan operator jalan tol yang saat ini eksis, seperti PT Jasa Marga dan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, mampu memenuhi tuntutan masyarakat agar meningkatkan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan tol. Jika itu terwujud, jangankan naik 15%, naik 25% seperti kenaikan sebelumnya pun, para pengguna jalan tol yang sekitar 85% adalah pemilik kendaraan pribadi, tidak akan rewel. (edo rusyanto)

Labels:

Masyarakat Minta Jaminan Kualitas Layanan Tol Ditingkatkan

Jakarta - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bambang Susantono dan Ketua DPP Organda Murpi Hutagalung, Selasa (2/8), meminta jaminan kualitas pelayanan operator jalan tol ditingkatkan. Pernyataan tersebut terkait rencana kenaikan tarif tol sebesar 15-16% pada Agustus ini.
Menurut Bambang, Menteri Pekerjaan Umum (PU) sebelum mengumumkan kenaikan tarif harus mempublikasikan terlebih dahulu alasan kenaikan, termasuk apakah ruas tol terkait sudah memenuhi syarat untuk dinaikkan. Publikasi itu, kata Bambang, merupakan bagian dari proses transparansi. Hal ini sebagai kompensasi karena badan regulator (Badan Pengatur Jalan Tol/BPJT) belum berfungsi optimal karena dua anggota dari unsur masyarakat belum dipilih. "Memang BPJT belum berfungsi penuh. Tapi pemerintah tetap dapat menyesuaikan tarif asal dilaksanakan secara transparan dan akuntabel terutama menyangkut kualitas pelayanan," kata Bambang, seperti dikutip Antara. Ia mengakui, kualitas layanan jalan tol saat ini masih kurang, tapi tidak dapat dipukul rata untuk semua ruas tol. Terdapat ruas yang selalu lambat dalam memperbaiki jalan. Perlu studi yang komprehensif terhadap ruas-ruas tol itu terlebih dahulu untuk melihat kualitas layanannya, termasuk apakah sudah memenuhi harapan masyarakat. Dengan demikian, kenaikannya tidak dapat dipukul rata-rata 16%, tapi harus disesuaikan dengan tingkat layanan yang diberikan. Menyangkut fungsi BPJT, Bambang mengatakan, harus dapat mempresentasikan keinginan masyarakat pengguna jalan tol, tapi juga peka terhadap usulan investor. Karena itu, BPJT seharusnya berdiri ditengah-tengah. Bambang membenarkan bahwa belum sepenuhnya keinginan masyarakat dapat dipenuhi penyelenggara jalan tol. Karena itu, BPJT ke depannya haruslah menjadi badan yang mampu mempresentasikan keinginan masyarakat agar penyelenggara tol memberikan pelayanan sesuai standar yang ditetapkan. "Tidak ada persoalan jika tarif ditetapkan 16% asalkan ada jaminan pelayanan kepada masyarakat juga ditingkatkan, tidak seperti saat ini," tuturnya. Namun, Ketua DPP Organda Murpi Hutagalung mengaku, sangat keberatan dengan rencana kenaikan tarif. Saat ini ongkos angkutan umum belum ada penambahan, sementara sudah dibebankan BBM, rencana kenaikan PPnBM, dan rencana kenaikan tarif 16%. Menurut dia, jumlah penumpang sejauh ini tidak bertambah.
Murpi mengatakan, kualitas pelayanan penyelenggara tol saat ini juga belum memuaskan, misalnya, masih sering terjadi kemacetan yang cukup lama sehingga merugikan pengusaha angkutan. Ia mengatakan, meskipun penyelenggara jalan tol telah menyediakan derek gratis, tapi tetap saja jika angkutan umum yang mogok harus dibebani biaya yang tidak sedikit. Seharusnya, kendaraan yang mogok tidak dikenakan biaya.
Tunggu OperatorSementara itu, Menteri Pekerjaan Umum masih menunggu operator jalan tol menyerahkan program kualitas pelayanan kepada pengguna jalan, sebelum nantinya mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif tol. Kualitas yang dimaksud di antaranya perluasan lajur jalan, penambahan pintu tol, penambahan gardu tol, informasi melalui kamera pemantau (CCTV), ambulance, derek gratis, serta berbagai fasilitas lain yang menguntungkan bagi pengguna jalan. Departemen PU akan mengeluarkan kebijakan agar setiap tahun masing-masing ruas tol menyampaikan program dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk rencana tindak (action plan). "Nanti akan ditampilkan di website sehingga dapat diakses masyarakat," tuturnya. Ia mengakui, terkait dengan program layanan masyarakat, baru PT Jasa Marga (BUMN Jalan Tol) yang menyampaikan program tersebut untuk tahun 2005, sedangkan operator lain masih ditunggu. Menurut Kahumas PT Jasa Marga, Zuhdi Saragih, program layanan masyarakat untuk delapan ruas tol yang akan dinaikan telah disampaikan kepada Menteri PU. Delapan ruas itu Belmera (Medan), Palikanci (Cirebon), Jagorawi, Janger (Jakarta-Tangerang), CTC (Tol Dalam Kota), Semarang, Padaleunyi (Bandung), dan Surabaya-Gempol. Sedangkan untuk tol yang tidak dikelola Jasa Marga di antaranya, Tangerang-Merak (Marga Mandala Sakti) dan Tol Dalam Kota (Tanjung Priok) Citra Marga Nushapala Perkasa (CMNP). Di samping Serpong-Pd Aren dan Surabaya-Gresik. (har/ed)

Labels:

Tuesday, August 02, 2005

Telkomsel Perketat Kerja Sama Content Provider

Jakarta-PT Telkomsel memperketat perjanjian kerja sama dengan content provider guna mengantisipasi fenomena SMS berisi pesan negatif atau bermodus penipuan (SMS spamming).
Menurut Corporate Communications Telkomsel Suryo Hadiyanto, pihaknya membuat perjanjian hukum yang melarang mitranya untuk mengisi layanan dengan hal-hal yang dilarang hukum dan moral, seperti pornografi, perjudian, dan sebagainya. ”Secara sistem pun dibangun persyaratan permission base di mana pihak provider hanya bisa mengirimkan content atas permintaan dan persetujuan pelanggan,” ujar Suryo, kepada wartawan, di Jakarta, Senin (1/8).
Sehingga, kata dia, layanan berbasis SMS yang dilakukan di jaringan Telkomsel bebas dari hal-hal yang melanggar hukum dan moral.
Sementara itu, General Manager Mobile Data Telkomsel Anyia Rumonda menegaskan, pihaknya pernah memberi surat peringatan kepada mitra content provider yang saat ini jumlahnya mencapai 213 perusahaan. ”Pernah ada yang menyimpang, langsung kami beri peringatan. Kami minta content-nya disesuaikan dengan perjanjian. Kami bisa memutuskan kontrak secara sepihak,” ujar Anyia.
Ia juga menambahkan, Telkomsel telah menelusuri secara intensif terhadap asal-usul SMS spamming. ”Dari hasil investigasi tersebut diindikasikan bahwa SMS tersebut berasal dari salah satu network operator selular di negara Eropa. Untuk itu, Telkomsel telah memblokir akses SMS spamming yang berasal dari luar negeri tersebut,” tuturnya.
Anyia menegaskan, Telkomsel tidak pernah merekomendasi maupun mendukung SMS spamming. Ia menghimbau kepada semua pelanggan untuk tidak merespons SMS spamming tersebut.
Aksi SMS spamming sebagian besar mengganggu pengguna telepon seluler. Menurut General Manager Corporate Communication Telkomsel Azis Fuedi, operator seluler bekerjasama saling menginformasikan, bahkan memblokir nomor-nomor tertentu yang dimanfaatkan mengirim SMS spamming. ”Jadi, jika ada laporan dari pelanggan. Para operator akan saling bekerjasama agar memblokir nomor telepon seluler yang digunakan untuk SMS spamming,” tukas Azis.
Selain itu, ujar dia, Telkomsel bekerjasama dengan perbankan untuk tidak merespons SMS spamming. ”Kami juga melakukan edukasi lewat media massa. Selain tentunya, membuka diri bagi pelanggan yang mau melapor apabila ada SMS spamming,” kata dia. Azis menambahkan, selain itu pihaknya juga bekerjasama dengan kepolisian. Meski, kata dia, untuk wilayah hukum yang menyangkut pidana, adalah urusan pihak kepolisian.
Saat ini, kata Azis, dari Grapari besar di Wisma Mulia, Jakarta pada bulan ini tercatat ada 22 pengaduan mengenai SMS spamming. ”Jumlah itu menurun dibandingkan sebulan sebelumnya,” kata dia. SMS spamming adalah SMS yang dikirim ke para pelanggan operator telekomunikasi oleh pihak tertentu dengan berbagai modus dan tujuan, tanpa seizin operator. Beberapa jenis SMS spamming yang sering muncul antara lain; promo produk dan layanan hingga SMS yang bersifat negatif seperti penipuan dan ajakan berjudi. SMS spammming bisa dari berbagai sumber, karena hal ini terkait dengan sifat jaringan telekomunikasi yang memiliki interkoneksi, baik secara nasional maupun internasional. Juga interoperability dengan platform jaringan lain seperti jaringan internet. (ed)

Labels:

Monday, August 01, 2005

Satelit Telkom 2 Diluncurkan Oktober

JAKARTA-Manajemen PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) memastikan bahwa peluncuran satelit Telkom 2 akan dilaksanakan dua bulan mendatang.
“Peluncuran satelit Telkom 2 akan diluncurkan Oktober 2005,” ujar Wakil Direktur Utama Telkom Garuda Sugardo, kepada Investor Daily, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah mendapat kepastian dari pabrikan satelit, Orbital Sciences Corporation AS bahwa ‘perbaikan’ satelit tersebut telah rampung.
Sebelumnya, Head of Corporate Communications Telkom Mundarwiyarso menegaskan, kepastian peluncuran satelit Telkom 2 menunggu pengecekan launch integration system roket peluncur. Semula, satelit tersebut akan diluncurkan pada minggu ketiga Juni 2005.
Satelit Telkom 2 merupakan pengganti satelit Palapa B4 Telkom. Peluncurannya akan dilakukan oleh Arianespace bersamaan dengan satelit milik Departemen Pertahanan Prancis.
Satelit senilai US$ 160 juta itu diperkirakan menghabiskan biaya sekitar US$ 62,9 juta untuk peluncurannya. Satelit akan diluncurkan di Tanjung Kourou Guyana Prancis.
Telkom 2 dipesan dari Orbital Sciences Corporation AS dan bakal menggantikan Palapa B-4 yang masa edarnya (life time) telah habis. Palapa B-4 telah diperpanjang hingga empat tahun. Saat ini, masih ada enam transfonder di B-4 yang seluruhnya dimanfaatkan untuk internal Telkom.
Posisi Telkom 2 pada 118 derajat lintang timur dan dalam operasinya akan memperluas ruang lingkup Telkom di kawasan Indonesia bagian barat, selain Asia Selatan dan daratan India. Satelit yang memiliki life time sekitar 15 tahun itu memiliki 24 transfonder.
Selain untuk internal Telkom, juga akan dimanfaatkan untuk melayani pelanggan komersial. Perbandingan yang disewakan dan dimanfaatkan sendiri sekitar 60 banding 40. Penyewa satelit Telkom di antaranya adalah kalangan perbankan dan stasiun televisi. Beberapa link Palapa B-4 pada Februari 2005 telah dipindahkan ke satelit China Star dan Telkom 1. (ed)

Labels: