Thursday, March 31, 2005

Diduga, Pemberlakukan Kode Akses SLJJ Tetap 1 April 2005

JAKARTA- Perubahan kode akses sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) diduga tetap diberlakukan pada 1 April 2005.
Namun, keputusan pemberlakukan kode akses itu, akan diikuti dengan beberapa persyaratan.
Perubahan kode akses SLJJ tersebut sudah diamanatkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan KM. 28 Tahun 2004. Penetapan itu diperkuat lagi dengan Keputusan Menhub tentang izin peyelenggaraan jaringan tetap PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) lewat KP.162 Tahun 2004 dan PT Indosat Tbk lewat KP. 203 Tahun 2004.
Demikian diungkapkan sumber Investor Daily dari kalangan regulator, Rabu (30/3).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, berdasarkan KM No. 28 Tahun 2004, perubahan kode akses SLJJ dilaksanakan per 1 April 2005. Untuk masuk ke jaringan SLJJ, PT Indosat Tbk akan menggunakan kode akses 011, sedangkan Telkom 017. Artinya, pengguna telepon harus menekan kode akses tersebut plus kode area dan nomor tujuan. Kondisi itu berbeda dengan saat ini yang hanya menggunakan kode area dan nomor tujuan.
Namun, bagi pengguna telepon seluler, untuk panggilan SLJJ tetap menggunakan kode yang berlaku saat ini.
Sementara itu, Menteri Telekomunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan A. Jalil menegaskan, pihaknya instansi yang bertanggungjawab terhadap industri telekomunikasi, baru akan mengumumkan kebijakan perubahan kode akses pada 1 April 2005. “Kami masih akan bertemu dengan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-red) untuk memutuskan masalah ini,” kata Sofyan, kepada wartawan, Rabu.
Menurut Menkominfo, kebijakan perubahan kode akses merupakan salah satu proses adjusment (penyesuaian) dari sistem monopoli ke multioperator yang membutuhkan biaya. Sehingga, dalam penetapan kebijakan nanti, pihaknya akan berupaya agar biaya yang timbul akibat perubahan itu dapat terdistribusi merata, dan tidak memberatkan salah satu pihak saja. Namun, Sofyan juga berkomitmen tetap menjaga kepastian hukum.
Sedangkan Anggota BRTI Suryadi Azis membenarkan bahwa pihaknya akan bertemu Menkominfo untuk menyusun putusan kebijakan perubahan kode akses. “Secara resmi, putusan tentang tentang perubahan kode akses ini akan diumumkan Menkominfo pada 1 April nanti,” ujar Suryadi, ketika ditemui Investor Daily.
Suryadi mengungkapkan, pihaknya tetap akan konsisten dengan rencana perubahan kode akses. Namun demikian, BRTI akan melihat kondisi Telkom dan masyarakat. “Kalau nanti masih perlu sosialisasi, ya kita pikirkan hal itu juga,”katanya.
Sementara itu, berkenaan dengan permasalahan kode akses, sebelumnya, Komisi V DPR meminta perubahan kode akses SLJJ Telkom ditunda minimal pada tahun 2005. Sebab, pemberlakukan perubahan kode akses dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja Telkom. Buntutnya, akan mempengaruhi penerimaan dividen pemerintah. Padahal, dividen tersebut telah dianggarkan dalam APBN tahun ini. Di samping itu, sebagai bahan pertimbangan, Anggota Komisi V DPR dari FKB, Abdullah Azwar Anas juga meminta perincian perhitungan biaya perubahan kode akses baik dari BRTI, Telkom maupun Indosat.

Dampak ke Masyarakat
Di tempat terpisah, Ketua Serikat Karyawan (Sekar) Telkom Wartono Purwanto menjelaskan, jika KM 2 tahun 2004 diberlakukan akan menimbulkan beberapa dampak kepada masyarakat selaku pengguna telepon. Dampak tersebut di antaranya; akan terjadi pembebanan biaya fasilitas telepon kepada masyarakat, terjadi potensi keresahan social sebagai akibat perubahan identitas pelanggan yang membutuhkan biaya dan keharusan merubah perilaku menggunakan telepon.Selain itu, dampak yang akan terjadi adalah terhambatnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah-daerah tertinggal dan pelanggan harus beruurusan dengan lebih dari satu operator saat mengalami masalah atau komplain. (tri/ed)

Kode Akses SLJJ Belum Diputuskan

JAKARTA- PT Indosat Tbk terus berupaya menggolkan perubahan kode akses sambungan langsung jarak jauh (SLJJ). Namun, pemerintah hingga kini belum berani memutuskan waktu pemberlakuan kode akses baru itu karena ada pihak yang merasa dirugikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmen) No. 28 Tahun 2004, perubahan kode akses SLJJ itu seharusnya mulai berlaku per 1 April 2005. Namun, keputusan itu alot mengingat ada dua kepentingan bisnis yang berseberangan antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Indosat Tbk.
"Pembicaraan ini belum ada keputusan (perubahan kode akses SLJJ). Kita baru proses sebaik mungkin. Tujuan kita menciptakan pasar yang kompetitif dan sehat di industri telekomunikasi. Jangan sampai beban besar mengarah ke satu pihak. Semua harus dipikirkan hati-hati dan kita akan mencari penyelesaian yang terbaik. 1 April akan kita umumkan," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan Djalil usai rapat dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan direksi PT Telkom, di Jakarta, Rabu (23/3) malam.
Rencananya, rapat itu akan menetapkan jadwal perubahan kode akses SLJJ. "Nanti (Rabu) malam ada undangan dari Kominfo. Mestinya soal penetapan kode akses SLJJ. Kalau tidak ditetapkan sekarang, waktunya kapan lagi," kata Suryatin Setiawan, direktur bisnis PT Telkom, di Jakarta, Rabu (23/3) siang.
Menurut Suryatin, pihaknya mengajukan opsi perubahan kode akses itu dilakukan lima tahun lagi. Alasannya, PT Telkom harus mengubah perangkat telekomunikasi sentral telepon otomat (STO) di seluruh Indonesia. Untuk mengubahnya, PT Telkom membutuhkan dana sekitar Rp 3,5 triliun. "Padahal, Telkom tahun ini tidak mengalokasikan dana untuk itu," jelas Suryatin.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmen) No. 28 Tahun 2004, perubahan kode akses SLJJ dilaksanakan per 1 April 2005. Untuk masuk ke jaringan SLJJ, Indosat akan menggunakan kode akses 011, sedangkan Telkom 017. Artinya, pengguna telepon harus menekan kode akses tersebut plus kode area dan nomor tujuan. Kondisi itu berbeda dengan saat ini yang hanya menggunakan kode area dan nomor tujuan.
"Tidak saja hanya dana, tapi juga butuh waktu. Tanpa sosialisasi, perubahan ini akan membingungkan pelanggan. Pelanggan harus menghafal kode akses. Ini bisa chaos. Opsi yang realistis adalah menunda perubahan itu selama lima tahun," jelas Suryatin.
Sesungguhnya, menurut Suryatin, Telkom juga menawarkan opsi lain. Bila berlaku 1 April 2005, Telkom tetap menggunakan kode akses seperti saat ini. Namun bagi Indosat harus menggunakan kode 011 plus kode area dan nomor tujuan.
Meski tampak sederhana, bagi PT Telkom tidak mudah untuk mengubah kode akses SLJJ. Selain mengubah seluruh sentral otomat telepon, perusahaan milik negara itu harus menyosialisasikan kode akses baru ke masyarakat.
Dari sisi bisnis, masuknya Indosat ke bisnis telepon jaringan telepon itu akan 'membunuh' PT Telkom. Perubahan kode akses itu memiliki implikasi perampasan basis pelanggan Telkom yang sudah ada. "Pelanggan itu akan dijadikan basis pelanggan bersama antara Telkom dan Indosat," kata Danrivanto Budijanto, pengamat telekomunikasi.
Danrivanto menjelaskan penundaan pemberlakuan kode akses memang akan memperlambat kematian Telkom. Namun, perubahan itu tetap akan berdampak negatif terhadap Telkom dalam beberapa waktu yang akan datang. "Itu akan tetap membunuh Telkom tapi secara pelan-pelan," kata dia.
Pendapat berbeda diungkapkan Sutrisman, corporate services director PT Indosat Tbk. Menurut dia, perubahan kode akses dapat dilakukan dengan mudah. Dia lantas merujuk pengalaman Indosat ketika mengubah kode akses 00 menjadi 001 dan 008 pada 1994.
Dia menambahkan, Indosat melihat ada usaha untuk menunda pemberlakuan kode akses SLJJ baru. Dalam pandangan Indosat, implementasi perubahan kode akses SLJJ Telkom dari 0 menjadi 017 tidak ada masalah teknis dan tidak memerlukan biaya besar. "Berdasarkan perhitungan Indosat, perubahan kode akses itu hanya membutuhkan waktu dua bulan dan biaya sekitar Rp 100 miliar," ujar dia di hadapan Komisi V DPR, Selasa (22/3) malam.
Menyangkut perubahan kode akses, Sutrisman menambahkan, pihaknya akan mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. Namun, mengingatkan pemerintah telah memiliki ketetapan KM 28 Tahun 2004 tentang fundamental technical plan nasional, seluruh penyelenggara menggunakan format kode akses yang seragam, yakni SLI 00X, SLJJ 01X, ITKP (VOIP) 010XY.
"Kami akan manut keputusan pemerintah itu. Kita diminta untuk berkompetisi pada setiap tingkat layanan di lokal SLJJ, SLI, dan juga jasa lainnya," jelas dia.

Perebutan Kue Bisnis
Perubahan kode akses SLJJ itu terkait masuknya PT Indosat Tbk sebagai penyelenggara jaringan telepon tetap. Sebelum Indosat masuk ke pasar ini, PT Telkom merupakan satu-satunya pemain yang menyelengarakan jaringan telepon tetap. Berdasarkan data Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) kue bisnis telekomunikasi di Indonesia beromzet sekitar Rp 40 triliun. Kue bisnis itu terbagi atas jaringan telepon tetap, internet, dan seluler.
Dari 'kue' bisnis sebesar itu, jaringan telepon tetap pada 2003 mencapai Rp 6 triliun dan pada 2004 diperkirakan Rp 9 triliun, baik berupa fixed wireline (kabel) maupun fixed wireless (tanpa kabel).
Sebelum era duopoli, PT Telkom praktis menguasai sepenuhnya pasar telepon tetap, termasuk bisnis SLJJ. Sebaliknya, Indosat memonopoli sambungan langsung internasional (SLI) yang kuenya pada 2003 hanya Rp 2 triliun. Namun, setelah pemerintah membuka pasar telekomunikasi, dua operator itu bisa saling memasuki dua jaringan bisnis tersebut.
Untuk masuk jaringan SLI, PT Telkom telah membangun gerbang (gateway) dan mengandalkan satelit sendiri. Sebaliknya, Indosat seharusnya juga membangun jaringan telepon tetap seantero Indonesia untuk bisa menggarap kue SLJJ.
Untuk masuk bisnis SLJJ, Indosat harus menjaring pelanggan yang menjadi basis pelanggan Telkom yang berkisar sembilan juta satuan sambungan telepon (SST). Tentunya, Indosat tak akan mudah menggapai itu karena belum memiliki insfrastruktur seperti milik Telkom.
Dalam bisnis telepon tetap tanpa kabel, Indosat memanfaatkan teknologi code division multi acces (CDMA) lewat produknya StarOne. Itu pun masih terbatas di Jakarta dan Surabaya. Hingga kini, perusahaan yang 41,94% sahamnya dikuasai ST Telemedia (Singapura) itu baru mampu menjaring sekitar 100 ribu pelanggan per Februari 2005.
Sebaliknya, Telkom yang lebih dulu mengeluarkan produk sejenis lewat produk TelkomFlexy mampu menggaet 1,6 juta pelanggan. Telkom juga memiliki sembilan juta pelanggan telepon tetap dengan kabel.

Tunda Lima Tahun
Sumber Investor Daily mengungkapkan, pemerintah memberikan masa transisi lima tahun Telkom untuk mengubah kode akses SLJJ. Telkom menyanggupi semua biaya perubahan dan pelaksanaan beberapa butir kebijakan pemerintah lainnya, termasuk interkoneksi. "Nanti, operator tidak akan sulit lagi melakukan kerjasama interkoneksi dengan Telkom, karena hal itu, termasuk dalam salah satu catatan kebijakan kode akses dia (Telkom)," kata sumber tersebut.
Keputusan itu, menurut sumber, telah disepakati bersama, baik oleh PT Indosat Tbk selaku pemain baru SLJJ maupun regulator. Sehingga, keputusan itu, akan segera diumumkan ke publik dalam waktu dekat.
Hasil keputusan itu telah sejalan dengan kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi V DPR RI dan BRTI yang digelar 7 Maret 2005. "Penundaan diupayakan agar tidak memberatkan operator dan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan pemberlakuan akses yang seimbang," kata Sofyan Mile, ketua Komisi V DPR.(tri/ed)

Wednesday, March 30, 2005

Diajukan, Uji Materiil Regulasi Kode Akses SLJJ

Jakarta- Kelompok Masyarakat Peduli Telekomunikasi yang dipelopori Serikat Karyawan (Sekar) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mengajukan judicial review (hak uji materiil) tiga keputusan menteri terkait regulasi kode akses sambungan langsung jarak jauh (SLJJ).
Permohonan yang didaftarkan ke Mahkamah Agung RI, Selasa (29/3) tersebut meminta uji materiil terhadap pertama, keputusan menteri (KM) 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 4 tahun 2001 tentang Penetapan RencanaDasar Teknis Nasional 2000. Kedua, KM 29 tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 20 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi. Ketiga, KM 30tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 21 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
“Ketiga Keputusan Menteri Perhubungan tersebut patut diduga secara obyektif mengabaikan prinsip-prinsip hokum, yaitu melanggar dan bertentangan, mengurangi, dan memodifikasi peraturan-peraturan terkait yang lebih tinggi. Sehingga berpotensi menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat,pelanggan dan pengguna layanan telepon SLJJ, serta negara selaku pemilik mayoritas saham Telkom,” jelas Ketua Sekar Telkom Wartono Purwanto, kepada Investor Daily, Selasa, di Jakarta.
Ia memberi contoh keberadaan butir EE ayat 4.2 KM 28 tahun 2004 yang dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Pada KM tersebut dikatakan, penyelenggara jasa telekomunikasi akan membayar ke masing-masing penyelenggara jaringan telekomunikasi yaitu jaringan asal, jaringan transit, dan jaringan terminasi. Sedangkan dalam PP No 52 tahun 2000 disebutkan, biaya interkoneksi dikenakan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi asal sehingga penyelenggara jaringan telekomunikasi asal wajib membayar ke penyelenggara jaringan transit dan atau jaringan terminasi.
Menurut Wartono, ada indikasi bahwa perubahan atas serangkaian ketentuan yang lebih tinggi sengaja didesakkan dalam rangka menggolkan implementasi penghapusan kode akses “0” yang selama ini digunakan dan menggantinya dengan “01X”.
Sekar Telkom menilai aturan itu tidak adil dan sangat merugikan masyarakat karena akan membuat rumit penggunaan SLJJ.
“Sekar menduga ada serangkaian upaya sistematis di jalur regulasi yang dilakukan oleh operator tertentu dengan maksud memperoleh keuntungan bisnis besar-besaran melalui jalan pintas,” ungkap dia.
Maklum, omzet bisnis SLJJ per tahunnya diperkirakan mencapai sekitar Rp 5 triliun.
Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga Sekar Telkom Dodi M Gozali menambahkan, upaya yang dilakukan oleh Sekar Telkom kali ini adalah dilatari oleh keinginan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan industri telekomunikasi di Tanah Air. Sehingga, “Keputusan Menkominfo untuk menunda pelaksanaan perubahan kode akses atau keputusan mengimplementasikan kode akses baru pada 1 April 2005 tidak relevan. Kami berharap dibuat aturan baru,” kata Dodi.
Sekar Telkom, kata Dodi, sama sekali tidak menolak kompetisi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, berdasarkan KM No. 28 Tahun 2004, perubahan kode akses SLJJ dilaksanakan per 1 April 2005. Untuk masuk ke jaringan SLJJ, PT Indosat Tbk akan menggunakan kode akses 011, sedangkan Telkom 017. Artinya, pengguna telepon harus menekan kode akses tersebut plus kode area dan nomor tujuan. Kondisi itu berbeda dengan saat ini yang hanya menggunakan kode area dan nomor tujuan.
Menurut Wartono, jika diimplementasikan, akan memaksa pelanggan yang saat ini sekitar sembilan juta untuk mengikuti prosedur yang rumit. Sehingga, berpotensi mengakibatkan kegagalan panggil yang tinggi dan berdampak pada anjloknya mutu layanan.
Selain itu, kata dia, paa umumnya investor hanya tertarik menyelenggarakan SLJJ di daerah yang potensial maka untuk daerah yang kurang potensial pertumbuhan danpenetrasi telepon tidak bisa diharapkan. (ed)


‘Tidak Perlu Judicial Review’
Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi mengatakan, pengajuan judicial review tidak perlu dilakukan karena ada indikasi Menkominfo akan menunda pelaksanaan perubahan kode akses SLJJ. “Ini juga aneh, biasanya judicial review dilakukan tehradap aturan lebih tinggi, seperti undang-undang,” ungkap Heru, kepada Investor Daily, Selasa.
Ia menambahkan, sebagai jalan tengah,kode akses SLJJ harus dibuka secara bertahap dimulai di kota-kota besar. “Kalau ditunda lima tahun lagi, kompetisi juga jadi ikut tertunda,” tukasnya.
Menurut dia, masuknya operator lain di luar Telkom di bisnis SLJJ, pasti akan mengubah perilaku konsumen. Namun,”Konsumen akan memilih operator yang memberi layanan dengan kualitas lebih baik dan harga lebih murah.”
Ia mensinyalir, ada dua operator lagi yang berminat dan segera masuk bisnis SLJJ.
Menkominfo Sofyan Djalil sebelumnya mengatakan, " Tujuan kita menciptakan pasar yang kompetitif dan sehat di industri telekomunikasi. Jangan sampai beban besar mengarah ke satu pihak. Semua harus dipikirkan hati-hati dan kita akan mencari penyelesaian yang terbaik. 1 April akan kita umumkan." (Investor Daily, 24/3).(ed)



Perjalanan Judicial Review Sekar Telkom

Maret 2004
Mengkaji lahirnya KM 28 tahun 2004, KM 29 tahun 2004 dan KM 30 tahun 2004.

10 September 2004
Mengirim surat audiensi ke Menteri Perhubungan

7 Januari 2005
Bertemu dan berdiskusi dengan Menteri Perhubungan Hatta Radjasa.

12 Januari 2005
Mengirim surat ke Presiden RI tentang kajian Sekar Telkom.

17 Maret 2005
Direksi Telkom dan Indosat dipanggil Menteri Perhubungan membahas kode akses SLJJ.

23 Maret 2005
Jajaran Direksi dan Komisaris Telkom serta BRTI dipanggil Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil di Jakarta. Menkominfo menyatakan belum ada keputusan apakah akan mengimplementasikan perubahan kode akses SLJJ atau menunda implementasinya. Menteri berjanji 1 April akan mengumumkan keputusannya.

29 Maret 2005
Sekar Telkom dan Kelompok Masyarakat Peduli Telekomunikasi mengajukan judicial review KM 28 tahun 2004, KM 29 tahun 2004 dan KM 30 tahun 2004 ke Mahkamah Agung RI.

Sumber: Sekar Telkom

Tuesday, March 29, 2005

Tahap Rekonstruksi Fastel Telkom di NAD Tuntas Akhir 2005

Direktur Bisnis Jasa PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Suryatin Setiawan:

Bencana alam yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan sebagian wilayah Sumatera Utara (Sumut) pada 26 Desember 2004, meluluhlantakan fasilitas telekomunikasi di NAD. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) harus bekerja keras memperbaiki kerusakan yang menimpa sekitar 90 ribuan satuan sambungan telepon dan 20 sentral telepon otomat (STO).
Direktur Bisnis Jasa Telkom Suryatin Setiawan kepada wartawan Investor Daily Edo Rusyanto, baru-baru ini, menuturkan bahwa proses tanggap darurat bagi fastel di NAD telah rampung Maret ini. Kapasitas prasarana telekomunikasi Telkom di NAD meningkat 33,5% dari semula sebelum bencana 98.984 satuan sambungan telepon(SST) menjadi 131.237 SST. Peningkatan tersebut terjadi setelah Telkom membangun 18 base transceiver station (BTS) baru dengan kapasitas 44.100 (SST).
Selanjutnya, Telkom memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi yang diperkirakan tuntas akhir 2005.
Petikannya.


Kendala tersulit apa yang dihadapi Telkom guna memulihkan infrastruktur telekomunikasi di NAD dan Sumut?

Sebetulnya pada saat bencana terjadi, tidak semua lokasi alat dan gedung PT Telkom rusak total. Kerusakan parah terjadi di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan pantai. Tapi akibat gempa, sama sekali tidak ada pasokan listrik. Ada sistem back up dan batteray, tapi itu tidak bisa bertahan lama. Padahal akibat terisolirnya dan terganggunya transportasi ke Aceh pada awal-awal bencana, sulit sekali mendapatkan bahan bakar. Jadi, sumber pasokan listrik inilah yang menjadi kuncinya. Pada saat kejadian, sistem telekomunikasi kami yang menggunakan CDMA, Telkom Flexi masih bisa beroperasi. Tapi dengan batteray terbatas. Pada saat yang bersamaan, permintaan hubungan ke Aceh melonjak tinggi sekali. Traffic meningkat luar biasa. Semua orang ingin berbicara ke Aceh, tapi tidak bisa terhubung ke sana. Jadi, seakan-akan telekomunikasi ke sana mati total. Namun sebetulnya, tidak semua perangkat rusak. Hanya tidak bisa dioperasikan karena tidak ada catu daya listrik. Tapi banyak juga perangkat kami yang rusak total, terutama yang berdekatan dengan pantai. Karyawan kami dan keluarganya, juga banyak yang menjadi korban.


Bagaimana manajemen perusahaan menyikapi kendala-kendala itu?
Di situlah pentingnya koordinasi dan komunikasi. Saya belajar banyak soal itu. Contohnya begini. Kami akan mengirimkan satu genset untuk dikirimkan ke Meulaboh dari Medan. Tapi tidak bisa langsung ke Meulaboh. Penerbangan saat itu tidak mungkin. Akhirnya diputuskan untuk dikirimkan dulu via Banda Aceh. Untuk mendapatkan tempat di penerbangan, baik pesawat bantuan sipil atau militer juga sulit. Akhirnya, biar tidak kelamaan dikirimkan saja ke Aceh via darat karena transportasi darat ternyata memungkinkan. Tapi, begitu genset sudah di Aceh, sulit juga untuk mengirimkannya ke Meulaboh. Pesawat ke Meulaboh saat itu banyak terutama menggunakan helikopter. Tapi, prioritas saat itu adalah pasokan logistik, tenaga dan bantuan medis, dan lainnya. Kami menyadari itu. Tentu saja kami terus mencari informasi, alternatif terbaik untuk ke Meulaboh sampai akhirnya diperoleh informasi jalur Medan-Meulaboh via Tapaktuan sudah bisa dilalui karena jalur yang putus di Bakungan sudah bisa dipulihkan. Akhirnya, genset itu dikirim lagi via Medan untuk seterusnya ke Meulaboh. Jadi, koordinasi dan informasi itu penting sekali.


Berapa total biaya yang dikeluarkan PT Telkom untuk memulihkan infratstruktur telekomunikasi di NAD dan Sumut?
Prinsipnya, kami ingin memulihkan sesegera mungkin telekomunikasi di daerah bencana. Karena itu, semua upaya terbaik dan yang memungkinkan, telah dan akan kami lakukan. Kalau soal angkanya, saya kurang tahu persis. Tapi itu nanti pasti ada datanya dan akan diaudit. Jelas tinggi, dan mahal sekali. Kami juga sampai menghabiskan ratusan jam terbang menggunakan pesawat carter untuk mengirimkan perangkat dan tenaga ke lokasi. Belum lagi, opportunity lost dari billing yang tidak ditagihkan. Kalau dihitung-hitung, mungkin sekitar Rp 200 miliar. Sangat besar.


Pascabencana, jaringan telepon tetap kabel (fixed wireline) Telkom di NAD diubah seluruhnya ke jaringan tetap tanpa kabel (fixed wireless) Telkom Flexy?
Seluruh daerah yang terkena bencana di Aceh seluruhnya diubah dengan menggunakan Flexy. Sekarang, penambahannya 18 base transceiver station (BTS) dulu.
Logikanya jelas, kalau terjadi gempa lagi dan tetap menggunakan wireline, bebannya berat. Sekarang harus wireless yang tidak ada urusan dengan tanah yang retak karena melalui udara.
Aceh memang harus wireless. Terutama pantai barat yang rawan gempa.


Bagaimana langkah Telkom selanjutnya?
Sekarang, masuk tahap rehabilitasi yang kita harapkan selesai Mei 2005. Setelah itu, tahap rekonstruksi yang kita plot sampai akhir tahun.
Dalam tahap rekonstruksi, Telkom berpikir bagaimana network (jaringan telepon) dan fasilitas Telkom didesain ulang. Hal penting yang harus dilakukan adalah menerapkan wireless dulu.
Tidak hanya itu. Tidak mungkin lagi kantor Telkom dibangun di dekat pantai. Kalau terjadi seperti di Meulaboh, finish. Jadi kita cari kantor jauh dari pantai.
Kemudian menaruh perangkat di lantai atas, gedungnya mesti tahan gempa skala 7 richter. Terus network operation-nya mesti ditaruh di suatu tempat yang terpusat. Kita sedang berpikir, apakah ditaruh di Lhokseumawe atau di Banda Aceh. Kalau di Banda Aceh tataruangnya diulang semua dan yang dekat pantai dijadikan area bakau, mungkin Banda Aceh masih menjadi pilihan. Kalau tidak, kita cari tempat di pantai timur Aceh.
Dari pengalaman di Aceh ini nantinya kami akan menyusun semacam Standard Operating Proceedures (SOP), untuk melakukan recovery disaster semacam itu. Bagaimana kita bisa melakukan mobilisasi secara cepat dan efektif. Coba lihat pengalaman di Aceh itu, bagaimana informasi bisa dilakukan secara berantai dan efektif melalui Posko yang dibentuk darurat di Medan, juga bisa langsung ke saya. Posko itu bisa langsung berdiri. Bagaimana nanti kita mengorganisir SDM, alat, menjaga perangkat agar tetap hidup, me-manage informasi yang simpang siur. Ah, terlalu banyak pelajaran yang dipetik dari bencana di Aceh ini. Bukan hanya pengalaman pahit saja, tapi ada pengalaman berharga di balik bencana ini.


Bagaimana prosesnya para pelanggan di NAD menukar wireline dengan wireless?
Nomor telepon pelanggan telepon tetap kabel (wireline) yang tidak bisa dihidupkan lagi akan kami tukar dengan wireless TelkomFlexy.
Caranya, cukup dengan menunjukkan identitas dan cocok dengan data pelanggan yang kita. Memang persoalannya bagaimana konsumen masih memiliki data-data. Kami akan lihat data di Telkom. Jangan mempersulit konsumen.


Bagaimana persaingan bisnis sepanjang 2005?
Persaingan di tahun 2005 makin ketat karena pelanggan tidak melihat seluler atau CDMA (code division multi access), bagi pelanggan lihatnya wireless saja. Di sisi lain, masuknya tiga pemain baru – Maxis ke Lippo Telecom, Telecom Malaysia ke XL dan Hutchison ke Cyber Access Communication, belum efektif. Kehadiran mereka akan terasa pada 2006. itupun, jika mereka memang betul-betul investasi dan ada dananya. Tahun 2006 akan terjadi persaingan yang lebih ketat lagi.


Masih terjadi perang tarif?
Tarif wireless sangat ketat. Ini persaingan bebas, program akan disambut program. Namun, sesungguhnya belum perang tarif, tapi perang-perangan tarif. Perang tarif itu teknik yang dipakai oleh pendatang baru. Pendatang baru jika mau melawan dengan coverage (jangkauan) tentu susah maka tarif dulu yang dimainkan. Tapi dia (pendatang baru) tentu ada keterbatasan ‘nafas’. Tapi kita lihat saja, sekarang dah mulai reda. *

Thursday, March 24, 2005

Telkom Tambah 500 BTS Flexy

Jakarta-Hingga akhir 2005, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) bakal membangun 500 base transceiver station (BTS) untuk telepon fixed wireless Telkom Flexy di seluruh Indonesia. Di sisi lain, Telkom mengincar 1,7 juta pelanggan baru sepanjang tahun ini.
Guna mewujudkan rencana tersebut, Telkom menyiapkan dana senilai Rp 1,7 triliun.
“Penambahan BTS tersebut guna menambah kapasitas dan coverage (jangkauan) Flexy yang bolong-bolong. Seperti di wilayah grosir Medan, kita perkuat jangkauannya,” tutur Direktur Bisnis Jasa Telkom Suryatin Setiawan, kepada Investor Daily, di Jakarta, Rabu (23/4).
Menurut dia, selain BTS, dari Rp1,7 triliun dana yang disediakan juga diperuntukan membangun repeater (alat penerus sinyal) untuk masuk ke pelosok wilayah.
Suryatin mengaku hingga Februari 2005 pelanggan flexy telah bertambah menjadi 1,65 juta. “Kita masih confident terhadap pertumbuhan CDMA fixed wireless Flexy. Akhir 2003 kita baru ada 200 ribuan pelanggan, tapi akhir 2004 telah mencapai 1,5 juta pelanggan. Dan, hingga Februari 2005 telah mencapai 1,65 juta pelanggan,” tutur Suryatin.
Optimisme menggaet 1,7 juta pelanggan, kata Suryatin, mencuat seiring makin luasnya jangkauan Telkom Flexy. “Pelanggan sangat sensitif dengan coverage dan kualitas. Kita improvement di segala sisi. Termasuk SMS lintas operator kita terus perbaiki, server kita upgrade dan pipanya kita gedein, itu akan menambah kenyamanan pelanggan,” tukasnya.
Menurut dia, Telkom Flexy adalah media bagi Telkom untuk terus meningkatkan pertumbuhan customer base. “Jumlah pelanggan itu tumbuh lewat Flexy. Dulu lewat wireline yang kini mereda hanya sekitar 300-400 ribu satuan sambungan telepon per tahun. Sekarang pertumbuhan pelanggan diambil dari Flexy,” tambahnya.

Mitra PBH
Suryatin mengaku, hingga saat ini Telkom belum menambah mitra pembangunan infrastruktur. “Kita punya tiga mitra infrastruktur yaitu Ericsson, Samsung dan Motorola. Sampai sekarang kita masih menggunakan itu. Dalam waktu dekat kita review. Tapi, tahun ini dipastikan masih menggunakan tiga mitra itu,” jelas dia.
Sedangkan mitra pola bagi hasil (PBH) dengan pemda-pemda dan swasta domestik, jelas Suryatin, untuk sementara akan distop dahulu. “Kita baru saja ketemu dengan mitra-mitra PBH Flexy. Dan kita sepakat untuk review, lihat dulu karena mungkin ada masalah spesifik. Apa yang harus diperbaiki dalam kerjasama PBH Flexy. Sementara kita me-review maka permintaan baru PBH Flexy kita stop dulu. Permintaan tidak begitu banyak, tapi ada,” tandasnya.
Menurut Suryatin, persoalan yang di-review beragam. Tergantung daerah mitra berada. “Bisa soal dana, coverage yang kurang dan bagaimana menjual Flexy trendy,” katanya.
Ia menargetkan review bagi mitra PBH akan tuntas dalam dua-tiga bulan mendatang. “Sekarang sudah dibentuk tim. Jika diperoleh apa masalah besarnya dan bisa diamendemen perjanjiannya, barulah kita buka mitra baru,” kata Suryatin.
Saat ini Telkom memiliki 20 mitra PBH. (ed)

Kode Akses SLJJ Belum Diputuskan

JAKARTA- PT Indosat Tbk terus berupaya menggolkan perubahan kode akses sambungan langsung jarak jauh (SLJJ). Namun, pemerintah hingga kini belum berani memutuskan waktu pemberlakuan kode akses baru itu karena ada pihak yang merasa dirugikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmen) No. 28 Tahun 2004, perubahan kode akses SLJJ itu seharusnya mulai berlaku per 1 April 2005. Namun, keputusan itu alot mengingat ada dua kepentingan bisnis yang berseberangan antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Indosat Tbk.
"Pembicaraan ini belum ada keputusan (perubahan kode akses SLJJ). Kita baru proses sebaik mungkin. Tujuan kita menciptakan pasar yang kompetitif dan sehat di industri telekomunikasi. Jangan sampai beban besar mengarah ke satu pihak. Semua harus dipikirkan hati-hati dan kita akan mencari penyelesaian yang terbaik. 1 April akan kita umumkan," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan Djalil usai rapat dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan direksi PT Telkom, di Jakarta, Rabu (23/3) malam.
Rencananya, rapat itu akan menetapkan jadwal perubahan kode akses SLJJ. "Nanti (Rabu) malam ada undangan dari Kominfo. Mestinya soal penetapan kode akses SLJJ. Kalau tidak ditetapkan sekarang, waktunya kapan lagi," kata Suryatin Setiawan, direktur bisnis PT Telkom, di Jakarta, Rabu (23/3) siang.
Menurut Suryatin, pihaknya mengajukan opsi perubahan kode akses itu dilakukan lima tahun lagi. Alasannya, PT Telkom harus mengubah perangkat telekomunikasi sentral telepon otomat (STO) di seluruh Indonesia. Untuk mengubahnya, PT Telkom membutuhkan dana sekitar Rp 3,5 triliun. "Padahal, Telkom tahun ini tidak mengalokasikan dana untuk itu," jelas Suryatin.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmen) No. 28 Tahun 2004, perubahan kode akses SLJJ dilaksanakan per 1 April 2005. Untuk masuk ke jaringan SLJJ, Indosat akan menggunakan kode akses 011, sedangkan Telkom 017. Artinya, pengguna telepon harus menekan kode akses tersebut plus kode area dan nomor tujuan. Kondisi itu berbeda dengan saat ini yang hanya menggunakan kode area dan nomor tujuan.
"Tidak saja hanya dana, tapi juga butuh waktu. Tanpa sosialisasi, perubahan ini akan membingungkan pelanggan. Pelanggan harus menghafal kode akses. Ini bisa chaos. Opsi yang realistis adalah menunda perubahan itu selama lima tahun," jelas Suryatin.
Sesungguhnya, menurut Suryatin, Telkom juga menawarkan opsi lain. Bila berlaku 1 April 2005, Telkom tetap menggunakan kode akses seperti saat ini. Namun, bagi Indosat harus menggunakan kode 011 plus kode area dan nomor tujuan.
Meski tampak sederhana, bagi PT Telkom tidak mudah untuk mengubah kode akses SLJJ. Selain mengubah seluruh sentral otomat telepon, perusahaan milik negara itu harus menyosialisasikan kode akses baru ke masyarakat.
Dari sisi bisnis, masuknya Indosat ke bisnis telepon jaringan telepon itu akan 'membunuh' PT Telkom. Perubahan kode akses itu memiliki implikasi perampasan basis pelanggan Telkom yang sudah ada. "Pelanggan itu akan dijadikan basis pelanggan bersama antara Telkom dan Indosat," kata Danrivanto Budijanto, pengamat telekomunikasi.
Danrivanto menjelaskan penundaan pemberlakuan kode akses memang akan memperlambat kematian Telkom. Namun, perubahan itu tetap akan berdampak negatif terhadap Telkom dalam beberapa waktu yang akan datang. "Itu akan tetap membunuh Telkom tapi secara pelan-pelan," kata dia.
Pendapat berbeda diungkapkan Sutrisman, corporate services director PT Indosat Tbk. Menurut dia, perubahan kode akses dapat dilakukan dengan mudah. Dia lantas merujuk pengalaman Indosat ketika mengubah kode akses 00 menjadi 001 dan 008 pada 1994.
Dia menambahkan, Indosat melihat ada usaha untuk menunda pemberlakuan kode akses SLJJ baru. Dalam pandangan Indosat, implementasi perubahan kode akses SLJJ Telkom dari 0 menjadi 017 tidak ada masalah teknis dan tidak memerlukan biaya besar. "Berdasarkan perhitungan Indosat, perubahan kode akses itu hanya membutuhkan waktu dua bulan dan biaya sekitar Rp 100 miliar," ujar dia di hadapan Komisi V DPR, Selasa (22/3) malam.
Menyangkut perubahan kode akses, Sutrisman menambahkan, pihaknya akan mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. Namun, mengingatkan pemerintah telah memiliki ketetapan KM 28 Tahun 2004 tentang fundamental technical plan nasional, seluruh penyelenggara menggunakan format kode akses yang seragam, yakni SLI 00X, SLJJ 01X, ITKP (VOIP) 010XY.
"Kami akan manut keputusan pemerintah itu. Kita diminta untuk berkompetisi pada setiap tingkat layanan di lokal SLJJ, SLI, dan juga jasa lainnya," jelas dia.

Perebutan Kue Bisnis
Perubahan kode akses SLJJ itu terkait masuknya PT Indosat Tbk sebagai penyelenggara jaringan telepon tetap. Sebelum Indosat masuk ke pasar ini, PT Telkom merupakan satu-satunya pemain yang menyelengarakan jaringan telepon tetap. Berdasarkan data Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) kue bisnis telekomunikasi di Indonesia beromzet sekitar Rp 40 triliun. Kue bisnis itu terbagi atas jaringan telepon tetap, internet, dan seluler.
Dari 'kue' bisnis sebesar itu, jaringan telepon tetap pada 2003 mencapai Rp 6 triliun dan pada 2004 diperkirakan Rp 9 triliun, baik berupa fixed wireline (kabel) maupun fixed wireless (tanpa kabel).
Sebelum era duopoli, PT Telkom praktis menguasai sepenuhnya pasar telepon tetap, termasuk bisnis SLJJ. Sebaliknya, Indosat memonopoli sambungan langsung internasional (SLI) yang kuenya pada 2003 hanya Rp 2 triliun. Namun, setelah pemerintah membuka pasar telekomunikasi, dua operator itu bisa saling memasuki dua jaringan bisnis tersebut.
Untuk masuk jaringan SLI, PT Telkom telah membangun gerbang (gateway) dan mengandalkan satelit sendiri. Sebaliknya, Indosat seharusnya juga membangun jaringan telepon tetap seantero Indonesia untuk bisa menggarap kue SLJJ.
Untuk masuk bisnis SLJJ, Indosat harus menjaring pelanggan yang menjadi basis pelanggan Telkom yang berkisar sembilan juta satuan sambungan telepon (SST). Tentunya, Indosat tak akan mudah menggapai itu karena belum memiliki insfrastruktur seperti milik Telkom.
Dalam bisnis telepon tetap tanpa kabel, Indosat memanfaatkan teknologi code division multi acces (CDMA) lewat produknya StarOne. Itu pun masih terbatas di Jakarta dan Surabaya. Hingga kini, perusahaan yang 41,94% sahamnya dikuasai ST Telemedia (Singapura) itu baru mampu menjaring sekitar 100 ribu pelanggan per Februari 2005.
Sebaliknya, Telkom yang lebih dulu mengeluarkan produk sejenis lewat produk TelkomFlexy mampu menggaet 1,6 juta pelanggan. Telkom juga memiliki sembilan juta pelanggan telepon tetap dengan kabel.

Tunda Lima Tahun
Sumber Investor Daily mengungkapkan, pemerintah memberikan masa transisi lima tahun Telkom untuk mengubah kode akses SLJJ. Telkom menyanggupi semua biaya perubahan dan pelaksanaan beberapa butir kebijakan pemerintah lainnya, termasuk interkoneksi. "Nanti, operator tidak akan sulit lagi melakukan kerjasama interkoneksi dengan Telkom, karena hal itu, termasuk dalam salah satu catatan kebijakan kode akses dia (Telkom)," kata sumber tersebut.
Keputusan itu, menurut sumber, telah disepakati bersama, baik oleh PT Indosat Tbk selaku pemain baru SLJJ maupun regulator. Sehingga, keputusan itu, akan segera diumumkan ke publik dalam waktu dekat.
Hasil keputusan itu telah sejalan dengan kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi V DPR RI dan BRTI yang digelar 7 Maret 2005. "Penundaan diupayakan agar tidak memberatkan operator dan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan pemberlakuan akses yang seimbang," kata Sofyan Mile, ketua Komisi V DPR.(tri/ed)

Friday, March 18, 2005

“ Saya Tidak Yakin Tender Infrastruktur Transportasi Digelar Maret”

Enggartiasto Lukito, Anggota DPR Komisi V



PELAKSANAAN tender sembilan proyek infrastruktur sektor transportasi di bawah Departemen Perhubungan (Dephub) diperkirakan meleset dari rencana, Maret 2005.
Proyek-proyek tersebut meliputi; perluasan terminal 1 bandara Soekarno-Hatta, fasilitas pemrosesan kargo dan industri terpadu bandara Soekarno-Hatta, bandara Kualanamu Medan Baru, bandara Lombok Baru, pelabuhan Bojonegara, pelabuhan Tanjung Priok di Ancol Timur, pengembangan pelabuhan Tanjung Perak di Teluk Lamong dan pelabuhan Balikpapan.
Enggartiasto Lukito, anggota Komisi V DPR kepada wartawan Investor Daily Edo Rusyanto, Rabu (16/3) di Jakarta, menyatakan bahwa banyak aspek yang harus dibenahi terlebih dahulu, di antaranya soal peraturan yang mendukung kepercayaan investor.
Menteri Perhubungan (Menhub) Hatta Rajasa sebelum pelaksanaan Indonesia Infrastructure Summit 2005, pada 17-18 Januari, mengaku optimistis aturan pendukung seperti PP Pelayaran bakal rampung sebelum konferensi tingkat tinggi tersebut. Faktanya, dari sekitar sembilan peraturan, mulai dari peraturan pemerintah (PP) hingga peraturan presiden (Perpres) belum semuanya rampung.
Petikannya.


Kenapa Anda tidak yakin tender-tender infrastruktur dephub tidak dapat dilaksanakan Maret?
Saya tidak yakin bisa selesai dalam waktu singkat karena proses persiapan tender memakan waktu. Kecuali prakualifikasi tender untuk fasilitas kargo bandara Soekarno-Hatta. Aspek-aspek yang harus dipersiapkan atau dibenahi di antaranya mencakup aturan pendukung dan aspek teknis proyek.
Misalnya tender akses kereta api ke bandara. Apanya yang akan ditender? Pembuatan relnya saja atau operatornya?Kkonon kabarnya PTKA dan Angkasa Pura akan membentuk perusahaan joint venture.
Aspek lainnya adalah kesiapan manajemen BUMN terkait dan birokrasi Kantor Menneg BUMN selaku penanggungjawab BUMN-BUMN.
Lalu, study kelayakannya bagaimana? Saya pikir tidak bisa dalam waktu singkat. Sehingga kalau Maret akan dilaksanakan tender, saya pesimis bisa dilakukan.


Kabarnya masih ada ganjalan untuk aturan pendukung?
Aspek krusial yang perlu dibenahi adalah peraturan pendukungnya. Misalnya soal PP Pelabuhan dan PP Jalan Tol.
Aturan soal pelabuhan penting dibuat segera. Ada pemda yang merasa bisa mengelola pelabuhan laut secara langsung. Dia mengacu pada Undang-undang Otonomi Daerah. Tapi ada Undang-undang Pelayaran yang menyebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan ditangani oleh dephub. Seperti di daerah saya di Cirebon. Walikota semula ngotot akan mengelola pelabuhan. Tapi setelah diskusi bahwa besarnya dana operasional dan APBD tidak memungkinkan baru disadari bahwa pemda tidak bisa mengelola langsung. Kalau pemda mau investasi silakan. Misalnya, di Teluk Lamong, jika BUMD nya mau masuk silakan. Tapi gak realistis karena terbentur kemampuan APBD nya. Sebenarnya, keuntungan pemda bisa dari retribusi, pajak dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Itu bisa menjadi pemasukan langsung.
Sedangkan peraturan untuk jalan tol, DPR pernah tanyakan dan dijawab menteri PU bahwa prosesnya sudah rampung tinggal diteken Presiden.

Bagaimana jika dikaitkan dengan kesiapan pemda dimana lokasi proyek berada?
Menteri perhubungan harus turun tangan. Seperti di Teluk Lamong. Saat DPR melakukan kunjungan ke Jawa Timur, keikhlasan Pemprov Jawa Timur belum jelas untuk soal lahan. Menhub harus menuntaskan persoalan Pemprov Jawa Timur dan Pelindo. Pemprov Jatim inginnya lokasi pengembangan pelabuhan Tanjung Perak di Madura. Pelindo inginnya di Kali Lamong. Jika di Madura, bagaimana dengan akses pendukung seperti prasarana jalan?
Termasuk juga dalam persiapan tender bandara internasional Lombok. Proyek itu tidak mudah. Semangat boleh saja, tapi pemerintah harus ada prioritas.


Ada investor asal Malaysia yang berminat membangun bandara Kualanamu Medan. Tapi, ada catatan mesti mendapat konsesi 25 hingga 60 tahun. Menurut Anda?
Hal itu sebuah minat yang positif. Namun, perlu juga dicermati. Nilai investasi bandara Kualanamu versi Menhub kan membutuhkan dana Rp 2,25 triliun. Apa saja yang akan dibangun? Apakah bandara saja atau sarana dan prasarana penunjang seperti akses jalan tol? Lalu bagaimana dengan pengelolaan pergudangan di seputar bandara? Itu harus diperhatikan oleh kita.

Bagaimana pengelolaan bandara dan pelabuhan laut saat ini?
Bicara soal pengelolaan bandara oleh PT Angkasa Pura yang terpenting adalah bagaimana pemberian pelayanan kepada pengguna jasa. Mengutip pernyataan tajam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pelayanan bandara kurang memuaskan, sudah semestinya pengelola bandara introspeksi. Harus dibenahi sumber daya manusia pengelola bandara. Angkasa Pura harus mampu membuat pelayanan menjadi nyaman. Misalnya saja soal pengaturan taksi di Bandara Soekarno Hatta. Banyak dikeluhkan tidak nyaman oleh pengguna jasa. Menhub harus turun tangan membenahi kenyamanan pengelolaan bandara.
Sedangkan untuk pelabuhan laut, seperti yang dikatakan Ketua Umum INSA Oentoro Suryo bahwa 50% dari 150 pelabuhan di Indonesia tidak efisien dan tak menguntungkan bagi kepentingan ekonomi nasional. Harus memacu menhub untuk terus membenahi para pengelola pelabuhan yakni Pelindo. Demikian juga dengan Kantor Menneg BUMN selaku penanggung jawab BUMN harus turun tangan membenahinya. *

Takkan Ada PHK Karyawan Sampoerna

Besok, Presdir HM Sampoerna Beri Penjelasan

JAKARTA-Philip Morris International (PMI) berjanji tidak akan melakukan rasionalisasi atau pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) setelah mengakuisisi perusahaan rokok tersebut. Para pegawai, termasuk pegawai harian, tetap dipertahankan.

Komitmen untuk mempertahankan karyawan Sampoerna tersebut diutarakan manajemen PMI saat menemui Menko Perekonomian Aburizal ‘Ical’ Bakrie di gedung Departemen Keuangan, Jakarta, Rabu (16/3). Presiden PMI Asia Pasifik Matteo Pellegrini dan Direktur Pelaksana HM Sampoerna Angky Camaro bertemu Aburizal untuk melaporkan akuisisi 40% saham HM Sampoerna (HMSP) oleh PMI.

Menurut Ical, jaminan tidak adanya rasionalisasi itu penting karena perubahan kepemilikan saham kerap diikuti restrukturisasi. Pascaakuisisi, sejumlah karyawan mengaku cukup resah, khawatir terjadinya PHK atau perubahan kebijakan yang bisa merugikan karyawan. Menurut sejumlah sumber, keresahan juga melanda level manajer ke atas karena takut tergusur dari jabatannya.

Selain menjamin tidak ada rasionalisasi, manajemen PMI juga berkomitmen untuk tetap bekerjasama dengan karyawan Sampoerna serta mempertahankan warisan budayanya.

Dalam diskusinya dengan perwakilan Philip Morris, Ical mempertanyakan ke mana HM Sampoerna akan dibawa. "Mereka katakan pada saya tidak akan membuang pegawai termasuk pegawai harian. Saya minta jangan sampai dibuat mesinisasi, biarkan seperti sekarang," lanjutnya.

Ia menambahkan, tarif pajak atau cukai dari produk rokok sigaret tangan dan rokok yang dibuat dengan mesin juga harus tetap dibedakan. “Kalau sama, nanti akan beralih semua ke rokok mesin,” tuturnya. Hal tersebut perlu dihindari, mengingat industri rokok sigaret tangan menyerap tenaga kerja sangat besar.

Ical mengungkapkan pula, jika PMI mengambil alih seluruh saham HM Sampoerna, investasinya akan mencapai US$ 5,2 miliar. “Itu merupakan kepercayaan yang luar biasa terhadap kondisi perekonomian dalam negeri," papar Ical. Untuk itu, pemerintah berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan Philip Morris. Masuknya investasi ini juga dipercaya akan meningkatkan confidence level dunia internasional.

Bisnis Minyak
Sementara itu, penjualan saham Sampoerna masih terus diperbincangkan kalangan pebisnis dan pelaku pasar modal. Tanda tanya seputar ke mana keluarga Sampoerna akan putar haluan bisnis dan kenapa saham itu dijual tetap menjadi teka-teki. Selain rumor bakal menekuni bisnis infrastruktur dan telekomunikasi, ada kabar keluarga Sampoerna masuk ke bisnis minyak.

Ical termasuk yang belum mengetahui rencana bisnis keluarga Sampoerna. “Saya belum mendengar rencana-rencana bisnis Sampoerna, termasuk kabar untuk berinvestasi di sektor infrastruktur,” tuturnya.

Di tempat terpisah, pengamat pasar modal Roland Haas menilai riskan jika keluarga Sampoerna berniat menggeluti bisnis pembangkit listrik. Ia mengacu pada kinerja PT Perusahaan Listrik Negara saat ini yang masih merugi.
Sedangkan jika terjun di bidang consumer goods, kata Roland, peluangnya relatif kecil. Tingkat persaingan di sektor ritel sangat ketat dan marginnya relatif kecil. “Meski volume penjualan cukup besar, margin relatif kecil. Jauh dibandingkan margin perusahaan-perusahan rokok,” ungkapnya.
Head of Research PT Rifan Financindo Haryajid Ramelan juga mengakui sulit untuk mengetahui ke mana arah investasi keluarga Sampoerna setelah menjual sahamnya ke Philip Morris.
Untuk bisa meraba arah investasinya, kata dia, sebaiknya perlu dibuka kembali beberapa skenario investasi yang dilakukan Putera Sampoerna sebelum krisis moneter 1997-98. Ketika masuk ke Astra International, Putera Sampoerna terlihat serius menekuni investasi di bidang otomotif. Kendati demikian, kata Haryajid, bukan berarti Putera masih melakukan investasi Astra International. Itu hanya sebagai benang merah untuk sebuah pertanyaan, apakah mungkin Putera Sampoerna juga ikut terlibat dalam pembelian saham PT Bank Permata atau beberapa investasi lain di Astra.
Sedangkan mengenai kemungkinan Putera Sampoerna ingin tetap menguasai saham yang dimiliki publik, Roland Haas menilai hal itu juga sulit dilakukan. “Sebab, sekitar 30% saham dikuasai oleh investor asing dan sisanya oleh lokal,” katanya.

Menyinggung tentang isu terjadinya share swap (pertukaran) antara saham HMSP dan saham Philip Morris, Roland Haas yakin tidak mungkin terjadi. “Itu kecil kemungkinannya. Selain Sampoerna butuh cash, Philip Morris juga sudah tidak ada growth-nya,” ujarnya.

Di luar bisnis inti rokok, HM Sampoerna juga menggeluti bisnis penerbangan (PT Sampoerna Air Nusantara), properti (PT Graha Sampoerna, PT Taman Dayu), ritel (PT Alfa Retailindo Tbk, PT Sumber Alfaria Trijaya), percetakan (PT Sampoerna Printpack), investasi (PT Sampoerna Investment Corporation), finansial (PT Vinasa Investment), distribusi (PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas), dan makanan (Sampoerna Food Product Indonesia). Sampoerna juga memiliki bisnis telekomunikasi di Singapura lewat Transmarco dengan kepemilikan saham 66%.
Penjelasan Direksi
Sementara itu, Komisaris Sampoerna Ekadharmajanto Kasih menegaskan, dalam waktu dekat keluarga Sampoerna akan memberikan penjelasan tentang alasan penjualan saham dan langkah bisnis apa yang akan ditempuh. “Mungkin Jumat besok. Pak Michael (predir HM Sampoerna) yang akan memberi penjelasan, “ ungkapnya kepada Investor Daily, Rabu (16/3).

Ekadharmajanto yang juga mantan direktur keuangan Sampoerna memastikan, keluarga Sampoerna tetap komitmen berinvestasi di Indonesia. “Keluarga belum bilang apa-apa. Yang pasti tetap komit di Indonesia. Dalam satu dua hari akan memberikan penjelasan, saat ini sedang diatur oleh Niken (Niken Rachmad, head of corporate communication Sampoerna, red),” tuturnya.

Niken Rachmad menambahkan, keluarga akan segera memberikan penjelasan. “Saya lega akhirnya mereka bersedia memberikan penjelasan. Mudah-mudahan dua hari lagi. Atau paling lambat Jumat (18/3) sebagai batas penyerahan saham. Supaya tidak mengganggu crossing saham atau teknis transaksi. Tidak fair bagi Philip Morris,” ujarnya.
Menurut Ekadharmajanto, crossing saham pasti akan berlangsung sesuai pernyataan Philip Morris. “Jika Philip Morris menyatakan Jumat batas transaksi, saya rasa akan on time,” kata dia.

Sedangkan Angky Camaro saat ditanya kapan pelaksanaan RUPS berkaitan pergantian pemegang saham pengendali Sampoerna, mengaku belum dijadwalkan. Namun, pihaknya akan menggelar paparan publik April mendatang, untuk menjelaskan pengalihan kepemilikan saham perusahaan rokok tersebut.
Vice President Head of Research BNI Securuties Adrian R Setiamihardja menjelaskan, manajemen Sampoerna harus menjelaskan ke publik secara detail alasan penjualan 40% saham pendiri. Menurut Adrian, setelah pengumuman penjualan saham, harga saham HMSP di BEJ langsung melonjak Rp 1.600 dari Rp 8.900 menjadi Rp 10.500.
Tapi, peningkatan harga itu tidak selalu menguntungkan investor. Alasannya, peningkatan saham seketika selalu rentan terkoreksi, dan tren ini berpotensi merugikan investor yang ikut-ikutan memburu saham Sampoerna. Selain itu, kata Adrian, seharusnya transaksi HMSP dengan Phillip Morris dilakukan bukan pada hari libur (Sabtu). Lagi pula, sebelum transaksi, BEJ mestinya melakukan suspensi dahulu, untuk memberikan waktu bagi investor. (rie/ed/mc/c65/alf/aby)

Thursday, March 17, 2005

“Saya Tidak Yakin Tender Infrastruktur Transportasi Digelar Maret”

Enggartiasto Lukito, Anggota DPR Komisi V

PELAKSANAAN tender sembilan proyek infrastruktur sektor transportasi di bawah Departemen Perhubungan (Dephub) diperkirakan meleset dari rencana, Maret 2005.
Proyek-proyek tersebut meliputi; perluasan terminal 1 bandara Soekarno-Hatta, fasilitas pemrosesan kargo dan industri terpadu bandara Soekarno-Hatta, bandara Kualanamu Medan Baru, bandara Lombok Baru, pelabuhan Bojonegara, pelabuhan Tanjung Priok di Ancol Timur, pengembangan pelabuhan Tanjung Perak di Teluk Lamong dan pelabuhan Balikpapan.
Enggartiasto Lukito, anggota Komisi V DPR kepada wartawan Investor Daily Edo Rusyanto, Rabu (16/3) di Jakarta, menyatakan bahwa banyak aspek yang harus dibenahi terlebih dahulu, di antaranya soal peraturan yang mendukung kepercayaan investor.
Menteri Perhubungan (Menhub) Hatta Rajasa sebelum pelaksanaan Indonesia Infrastructure Summit 2005, pada 17-18 Januari, mengaku optimistis aturan pendukung seperti PP Pelayaran bakal rampung sebelum konferensi tingkat tinggi tersebut. Faktanya, dari sekitar sembilan peraturan, mulai dari peraturan pemerintah (PP) hingga peraturan presiden (Perpres) belum semuanya rampung.
Petikannya.


Kenapa Anda tidak yakin tender-tender infrastruktur dephub tidak dapat dilaksanakan Maret?
Saya tidak yakin bisa selesai dalam waktu singkat karena proses persiapan tender memakan waktu. Kecuali prakualifikasi tender untuk fasilitas kargo bandara Soekarno-Hatta. Aspek-aspek yang harus dipersiapkan atau dibenahi di antaranya mencakup aturan pendukung dan aspek teknis proyek.
Misalnya tender akses kereta api ke bandara. Apanya yang akan ditender? Pembuatan relnya saja atau operatornya?Kkonon kabarnya PTKA dan Angkasa Pura akan membentuk perusahaan joint venture.
Aspek lainnya adalah kesiapan manajemen BUMN terkait dan birokrasi Kantor Menneg BUMN selaku penanggungjawab BUMN-BUMN.
Lalu, study kelayakannya bagaimana? Saya pikir tidak bisa dalam waktu singkat. Sehingga kalau Maret akan dilaksanakan tender, saya pesimis bisa dilakukan.


Kabarnya masih ada ganjalan untuk aturan pendukung?
Aspek krusial yang perlu dibenahi adalah peraturan pendukungnya. Misalnya soal PP Pelabuhan dan PP Jalan Tol.
Aturan soal pelabuhan penting dibuat segera. Ada pemda yang merasa bisa mengelola pelabuhan laut secara langsung. Dia mengacu pada Undang-undang Otonomi Daerah. Tapi ada Undang-undang Pelayaran yang menyebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan ditangani oleh dephub. Seperti di daerah saya di Cirebon. Walikota semula ngotot akan mengelola pelabuhan. Tapi setelah diskusi bahwa besarnya dana operasional dan APBD tidak memungkinkan baru disadari bahwa pemda tidak bisa mengelola langsung. Kalau pemda mau investasi silakan. Misalnya, di Teluk Lamong, jika BUMD nya mau masuk silakan. Tapi gak realistis karena terbentur kemampuan APBD nya. Sebenarnya, keuntungan pemda bisa dari retribusi, pajak dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Itu bisa menjadi pemasukan langsung.
Sedangkan peraturan untuk jalan tol, DPR pernah tanyakan dan dijawab menteri PU bahwa prosesnya sudah rampung tinggal diteken Presiden.

Bagaimana jika dikaitkan dengan kesiapan pemda dimana lokasi proyek berada?
Menteri perhubungan harus turun tangan. Seperti di Teluk Lamong. Saat DPR melakukan kunjungan ke Jawa Timur, keikhlasan Pemprov Jawa Timur belum jelas untuk soal lahan. Menhub harus menuntaskan persoalan Pemprov Jawa Timur dan Pelindo. Pemprov Jatim inginnya lokasi pengembangan pelabuhan Tanjung Perak di Madura. Pelindo inginnya di Kali Lamong. Jika di Madura, bagaimana dengan akses pendukung seperti prasarana jalan?
Termasuk juga dalam persiapan tender bandara internasional Lombok. Proyek itu tidak mudah. Semangat boleh saja, tapi pemerintah harus ada prioritas.


Ada investor asal Malaysia yang berminat membangun bandara Kualanamu Medan. Tapi, ada catatan mesti mendapat konsesi 25 hingga 60 tahun. Menurut Anda?
Hal itu sebuah minat yang positif. Namun, perlu juga dicermati. Nilai investasi bandara Kualanamu versi Menhub kan membutuhkan dana Rp 2,25 triliun. Apa saja yang akan dibangun? Apakah bandara saja atau sarana dan prasarana penunjang seperti akses jalan tol? Lalu bagaimana dengan pengelolaan pergudangan di seputar bandara? Itu harus diperhatikan oleh kita.

Bagaimana pengelolaan bandara dan pelabuhan laut saat ini?
Bicara soal pengelolaan bandara oleh PT Angkasa Pura yang terpenting adalah bagaimana pemberian pelayanan kepada pengguna jasa. Mengutip pernyataan tajam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pelayanan bandara kurang memuaskan, sudah semestinya pengelola bandara introspeksi. Harus dibenahi sumber daya manusia pengelola bandara. Angkasa Pura harus mampu membuat pelayanan menjadi nyaman. Misalnya saja soal pengaturan taksi di Bandara Soekarno Hatta. Banyak dikeluhkan tidak nyaman oleh pengguna jasa. Menhub harus turun tangan membenahi kenyamanan pengelolaan bandara.
Sedangkan untuk pelabuhan laut, seperti yang dikatakan Ketua Umum INSA Oentoro Suryo bahwa 50% dari 150 pelabuhan di Indonesia tidak efisien dan tak menguntungkan bagi kepentingan ekonomi nasional. Harus memacu menhub untuk terus membenahi para pengelola pelabuhan yakni Pelindo. Demikian juga dengan Kantor Menneg BUMN selaku penanggung jawab BUMN harus turun tangan membenahinya. *

“Saya Tidak Yakin Tender Infrastruktur Transportasi Digelar Maret”

Enggartiasto Lukito, Anggota DPR Komisi V

PELAKSANAAN tender sembilan proyek infrastruktur sektor transportasi di bawah Departemen Perhubungan (Dephub) diperkirakan meleset dari rencana, Maret 2005.
Proyek-proyek tersebut meliputi; perluasan terminal 1 bandara Soekarno-Hatta, fasilitas pemrosesan kargo dan industri terpadu bandara Soekarno-Hatta, bandara Kualanamu Medan Baru, bandara Lombok Baru, pelabuhan Bojonegara, pelabuhan Tanjung Priok di Ancol Timur, pengembangan pelabuhan Tanjung Perak di Teluk Lamong dan pelabuhan Balikpapan.
Enggartiasto Lukito, anggota Komisi V DPR kepada wartawan Investor Daily Edo Rusyanto, Rabu (16/3) di Jakarta, menyatakan bahwa banyak aspek yang harus dibenahi terlebih dahulu, di antaranya soal peraturan yang mendukung kepercayaan investor.
Menteri Perhubungan (Menhub) Hatta Rajasa sebelum pelaksanaan Indonesia Infrastructure Summit 2005, pada 17-18 Januari, mengaku optimistis aturan pendukung seperti PP Pelayaran bakal rampung sebelum konferensi tingkat tinggi tersebut. Faktanya, dari sekitar sembilan peraturan, mulai dari peraturan pemerintah (PP) hingga peraturan presiden (Perpres) belum semuanya rampung.
Petikannya.


Kenapa Anda tidak yakin tender-tender infrastruktur dephub tidak dapat dilaksanakan Maret?
Saya tidak yakin bisa selesai dalam waktu singkat karena proses persiapan tender memakan waktu. Kecuali prakualifikasi tender untuk fasilitas kargo bandara Soekarno-Hatta. Aspek-aspek yang harus dipersiapkan atau dibenahi di antaranya mencakup aturan pendukung dan aspek teknis proyek.
Misalnya tender akses kereta api ke bandara. Apanya yang akan ditender? Pembuatan relnya saja atau operatornya?Kkonon kabarnya PTKA dan Angkasa Pura akan membentuk perusahaan joint venture.
Aspek lainnya adalah kesiapan manajemen BUMN terkait dan birokrasi Kantor Menneg BUMN selaku penanggungjawab BUMN-BUMN.
Lalu, study kelayakannya bagaimana? Saya pikir tidak bisa dalam waktu singkat. Sehingga kalau Maret akan dilaksanakan tender, saya pesimis bisa dilakukan.


Kabarnya masih ada ganjalan untuk aturan pendukung?
Aspek krusial yang perlu dibenahi adalah peraturan pendukungnya. Misalnya soal PP Pelabuhan dan PP Jalan Tol.
Aturan soal pelabuhan penting dibuat segera. Ada pemda yang merasa bisa mengelola pelabuhan laut secara langsung. Dia mengacu pada Undang-undang Otonomi Daerah. Tapi ada Undang-undang Pelayaran yang menyebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan ditangani oleh dephub. Seperti di daerah saya di Cirebon. Walikota semula ngotot akan mengelola pelabuhan. Tapi setelah diskusi bahwa besarnya dana operasional dan APBD tidak memungkinkan baru disadari bahwa pemda tidak bisa mengelola langsung. Kalau pemda mau investasi silakan. Misalnya, di Teluk Lamong, jika BUMD nya mau masuk silakan. Tapi gak realistis karena terbentur kemampuan APBD nya. Sebenarnya, keuntungan pemda bisa dari retribusi, pajak dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Itu bisa menjadi pemasukan langsung.
Sedangkan peraturan untuk jalan tol, DPR pernah tanyakan dan dijawab menteri PU bahwa prosesnya sudah rampung tinggal diteken Presiden.

Bagaimana jika dikaitkan dengan kesiapan pemda dimana lokasi proyek berada?
Menteri perhubungan harus turun tangan. Seperti di Teluk Lamong. Saat DPR melakukan kunjungan ke Jawa Timur, keikhlasan Pemprov Jawa Timur belum jelas untuk soal lahan. Menhub harus menuntaskan persoalan Pemprov Jawa Timur dan Pelindo. Pemprov Jatim inginnya lokasi pengembangan pelabuhan Tanjung Perak di Madura. Pelindo inginnya di Kali Lamong. Jika di Madura, bagaimana dengan akses pendukung seperti prasarana jalan?
Termasuk juga dalam persiapan tender bandara internasional Lombok. Proyek itu tidak mudah. Semangat boleh saja, tapi pemerintah harus ada prioritas.


Ada investor asal Malaysia yang berminat membangun bandara Kualanamu Medan. Tapi, ada catatan mesti mendapat konsesi 25 hingga 60 tahun. Menurut Anda?
Hal itu sebuah minat yang positif. Namun, perlu juga dicermati. Nilai investasi bandara Kualanamu versi Menhub kan membutuhkan dana Rp 2,25 triliun. Apa saja yang akan dibangun? Apakah bandara saja atau sarana dan prasarana penunjang seperti akses jalan tol? Lalu bagaimana dengan pengelolaan pergudangan di seputar bandara? Itu harus diperhatikan oleh kita.

Bagaimana pengelolaan bandara dan pelabuhan laut saat ini?
Bicara soal pengelolaan bandara oleh PT Angkasa Pura yang terpenting adalah bagaimana pemberian pelayanan kepada pengguna jasa. Mengutip pernyataan tajam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pelayanan bandara kurang memuaskan, sudah semestinya pengelola bandara introspeksi. Harus dibenahi sumber daya manusia pengelola bandara. Angkasa Pura harus mampu membuat pelayanan menjadi nyaman. Misalnya saja soal pengaturan taksi di Bandara Soekarno Hatta. Banyak dikeluhkan tidak nyaman oleh pengguna jasa. Menhub harus turun tangan membenahi kenyamanan pengelolaan bandara.
Sedangkan untuk pelabuhan laut, seperti yang dikatakan Ketua Umum INSA Oentoro Suryo bahwa 50% dari 150 pelabuhan di Indonesia tidak efisien dan tak menguntungkan bagi kepentingan ekonomi nasional. Harus memacu menhub untuk terus membenahi para pengelola pelabuhan yakni Pelindo. Demikian juga dengan Kantor Menneg BUMN selaku penanggung jawab BUMN harus turun tangan membenahinya. *

Karyawan Sampoerna Resah

Peta Industri Rokok Takkan Berubah
JAKARTA –Sebagian dari 30.000 karyawan PT HM Sampoerna dilanda keresahan menyusul akuisisi 40% saham perseroan milik keluarga Sampoerna oleh Philip Morris International. Mereka tetap dihantui adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) atau perubahan kebijakan yang merugikan karyawan.
Sejumlah karyawan pabrik rokok Sampoerna di Rungkut Surabaya yang dihubungi Investor Daily, Selasa (15/3), tidak hanya terkejut atas penjualan saham, tapi juga takut adanya ancaman PHK. “PHK karena kenaikan harga BBM memang sudah ada, tapi yang langsung akibat akuisisi belum ada. Tapi nggak tahu nanti, sebab semuanya bisa berubah setiap saat,” kata Nurahman, salah satu karyawan.Menurut dia, para karyawan khawatir adanya perlakuan yang tidak sama terhadap karyawan sebelum dan sesudah PMI masuk. “Tapi kita lihat nantilah,” ungkapnya, yang dibenarkan beberapa karyawan lainnya.Ketakutan PHK juga menghantui karyawan Sampoerna lainnya, Tini. “Yang paling dicemaskan karyawan adalah ancaman PHK, kalau perusahaan ini mayoritas dimiliki orang lain di luar keluarga Sampoerna,” ujar Tini.
Manajemen Sampoerna sadar bahwa akuisisi PMI terhadap Sampoerna bisa memicu keresahan karyawan. Itulah sebabnya, manajemen memandang perlu dilakukannya sosialisasi tentang akuisisi kepada karyawan. Menurut Head of Corporate Communications Sampoerna Niken Rachmad, sejak Senin (14/3) hingga akhir pekan ini, manajemen Sampoerna akan menyosialisasikan soal akuisisi kepada 30 ribu karyawan Sampoerna. "Respons karyawan cukup baik. Namun, umumnya mempertanyakan apakah setelah akuisisi akan terjadi perubahan di Sampoerna. Apakah akan ada perubahan direksi? Kita gak tahu soal perubahan direksi, kita lihat saja langkah pemegang saham baru nanti, " tutur Niken kepada Investor Daily, tadi malam (15/3).
Para karyawan khawatir karena masuknya asing cenderung diikuti langkah-langkah efisiensi, termasuk pemangkasan karyawan. Apalagi, manajemen Sampoerna mengaku bahwa industri rokok semakin menghadapi tekanan berat. “Antara lain akibat tingginya beban gaji karyawan, lonjakan biaya operasional karena harga BBM naik, tekanan kenaikan cukai, lemahnya daya beli konsumen, serta peraturan yang ketat di industri rokok,” ujar seorang manajemen yang enggan disebut namanya.
Itulah yang diduga sebagai pemicu keluarga Sampoerna menjual 40% saham dan mulai melirik bisnis lain, seperti bisnis penerbangan, apartmen, hotel, infrastruktur, dan ritel.

Peta Tak Berubah
Sementara itu, sejumlah kalangan dan analis menyebut bahwa pascaakuisisi PMI terhadap Sampoerna, peta kekuatan industri rokok tidak akan mengalami perubahan secara signifikan.

Ketua Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan, akuisisi itu tidak berpengaruh signifikan terhadap pangsa pasar rokok keretek dalam jangka pendek bila PMI tidak mengganti PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (Panamas) selaku distributornya.
“Soalnya, PMI tentu perlu beradaptasi agar familiar dengan pasar rokok keretek di dalam negeri,” ujar Ismanu kepada Investor Daily, Selasa malam (15/3).
PT Panamas adalah perusahaan distribusi rokok yang 90% sahamnya dimiliki HM Sampoerna. Pada 10 Januari 2005, PT PMI menunjuk Panamas untuk menjual produk-produknya (Marlboro dan Longbeach Mild).
Menurut Ismanu Soemiran, arah strategi pasar yang bakal diterapkan PT PMI sejauh ini belum bisa ditebak. “Strategi pasar PMI dalam menggarap pasar rokok keretek baru kelihatan dalam tiga hingga lima tahun mendatang,” tuturnya.
Dari sudut investasi, kata dia, akuisisi saham HM Sampoerna oleh PT PMI punya nilai positif karena hal itu menunjukkan tumbuhnya kepercayaan investor global terhadap industri keretek di Indonesia.
Yang harus dicermati, menurut Ismanu, strategi dan orientasi pasar PT PMI jangan sampai mengorbankan pangsa keretek di dalam negeri. “Justru harus sebaliknya, mampu meningkatkan ekspor keretek, sebab tidak mudah bagi PT PMI mengubah karakteristik konsumen di dalam negeri,” paparnya.
Dia berharap pemerintah tetap membantu dan menjaga kelangsungan sigaret keretek tangan (SKT) Sampoerna yang pengerjaannya membutuhkan keahlian tersendiri, bersifat tradisional, dan padat karya. “Ini termasuk pagar sosial. Jangan sampai kecolongan,” tandasnya.

Senada dengan Ismanu, Head of Research BNP Paribas Peregrine Ferry Wong mengatakan, akuisisi Philip Morris akan membuat kompetisi pemasaran rokok di perkotaan makin ketat yang harus dihadapi Gudang Garam dan Djarum Kudus.

Ferry Wong memprediksi, Gudang Garam, Sampoerna dan Djarum akan tetap menguasai 70% pangsa pasar rokok nasional. “Selain itu, Sampoerna akan menguasai sekitar 23-24% pangsa pasar, dari level 19,4% saat ini. Dengan menguasai 23-24% pangsa pasar, Philip Morris akan menjadi pemain kedua terbesar setelah Gudang Garam,” ujar Ferry kepada Investor Daily.

Ferry menambahkan, Gudang Garam dan Djarum memiliki segmen pasar yang berbeda dengan Sampoerna dan Philip Morris. Gudang Garam dan Djarum akan tetap menguasai daerah perdesaaan, sedangkan Philip Morris yang akan mengakuisisi Sampoerna bermain di perkotaan.

Gudang Garam saat ini fokus di rokok produksi mesin. Rokok mesin mencapai 84% dari total penjualan Gudang Garam. Sedangkan Sampoerna memproduksi rokok lentingan, yang mencapai 60-70%, dengan produk unggulan Dji Sam Soe.

Dengan target pasar yang berbeda, kata Ferry, tidak banyak perubahan peta industri rokok nasional. Hanya saja kompetisi di industri akan makin ketat seiring dengan agresivitas dari perusahaan-perusahaan rokok untuk menguasai pasar.
Menurut Ferry, melakukan akusisi terhadap Sampoerna merupakan strategi Philip Morris untuk mendapatkan jaringan distribusi Sampoerna yang cukup kuat. Selain itu, Philip Morris juga akan memanfaatkan produk-produk iklan dari Sampoerna untuk mempromosikan produk Philip Morris, Malboro.
Sedangkan Niken Rachmad menyatakan bahwa Sampoerna setelah diakuisisi Philip Morris International (PMI) tetap akan menempatkan bisnis rokok sebagai bisnis utama. "Perseroan tetap menjalankan bisnis industri rokok. Apalagi produksi rokok sedang bagus-bagusnya," tutur dia.
Tidak Delisting
Secara terpisah, Dirut PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) Erry Firmansyah menegaskan bahwa transaksi akuisisi Philip Morris terhadap Sampoerna sudah memenuhi aturan. “Sejauh ini kami tidak melihat sesuatu yang mencurigakan dari transaksi tersebut," katanya.
Tentang kemungkinan HM Sampoerna Tbk (berkode saham HMSP) delisting dari bursa atau go private setelah sahamnya dikuasai PMI, Erry menyatakan bahwa manajemen PMI tidak akan melakukan hal itu. "Saya sudah bertemu dengan manajemen Philip Morris Indonesia. Mereka berkomitmen agar Sampoerna tetap menjadi perusahaan terbuka yang tercatat di bursa," kata Erry.Menurut Erry, akusisi yang dilakukan PMI memberikan dampak positif yang sangat besar ke pasar saham. Head of Research PT BNI Securities Adrian Rusmano berpendapat, Sampoerna lebih baik jika tetap menjadi perusahaan terbuka. Sebab, dengan begitu, perseroan lebih mudah memperoleh pinjaman dana. “Bila Sampoerna go private justru akan rugi," katanya.
Sedangkan Head of Research PT Rifan Financindo Haryajid Ramelan menilai, saat ini harga saham HMSP sudah terlampau mahal. Dari sisi valuasi, pada harga Rp 10.150, price to earning ratio HMSP sudah mecapai 20 kali dengan price to book value 7,9 kali. “Ini sudah mahal dibanding saham rokok lain seperti Gudang Garam," tandasnya.
Sementara itu, mengenai kemungkinan keluarga Sampoerna masih memiliki 30% saham PT HMSP hal itu bisa saja terjadi. Ia menjelaskan, bila melihat likuiditas transaksi saham HMSP setelah berita akuisisi ini merebak, terlihat jumlah order beli dan jual sangat terbatas. Ini menandakan, peredaran saham HMSP sudah menipis. "Ini berarti sudah ada pihak yang telah mengumpulkan saham ini sejak lama," katanya.
Misteri
Hingga kini, motif penjualan 40% saham keluarga Sampoerna tetap misteri dan memunculkan spekulasi. Sejumlah kalangan dekat keluarga Sampoerna menilai, Presdir HMSP Michael Joseph Sampoerna paling berperan dalam perubahan drastis di bisnis keluarga Sampoerna, termasuk penjualan saham itu.
“Menilik pendidikan dan wawasan bisnisnya, Michael Sampoerna memang dimungkinkan lebih memilih ekspansi ke bisnis lain di luar rokok seperti properti di luar negeri terutama di Singapura. Putera Sampoerna sendiri selama ini sangat jarang di Indonesia dan lebih banyak di Singapura mengurusi bisnisnya,” ungkap sumber Investor Daily. Sumber lain yang dekat dengan keluarga Sampoerna pun baru tahu tentang rencana penjualan saham dalam dua hari terakhir. Dia juga tidak tahu persis motivasi keluarga Sampoerna menjual sahamnya ke PMI. “Hanya keluarga Sampoerna saja yang tahu. Para direktur pun tidak tahu alasan penjualan itu,” katanya.Niken Rachmad juga mengaku tidak mengetahui strategi bisnis apa yang akan dilakukan keluarga Putera Sampoerna pascapenjualan sahamnya di Sampoerna. "Saya banyak mendapat pertanyaan dari rekan-rekan wartawan tentang bagaimana bisnis keluarga Sampoerna selanjutnya. Saya tidak tahu, saya kan bukan sekretaris keluarga Putera Sampoerna," katanya. (ed/alf/az/ros)

Tuesday, March 15, 2005

Keluarga Sampoerna Raup Rp 18,5 Triliun

JAKARTA – Philip Morris International Inc (PMI) mengakuisisi 40% saham PT HM Sampoerna Tbk milik keluarga Sampoerna senilai Rp 18,6 triliun. Philip Morris masih akan melakukan penawaran tender atas seluruh sisa saham HM Sampoerna, sehingga total nilai akuisisi diperkirakan mencapai Rp 48 triliun (US$ 5,2 miliar).

Belum ada penjelasan yang memuaskan ihwal skenario besar di balik mega transaksi yang menghebohkan dunia pasar modal tersebut. Baik keluarga Sampoerna, manajemen Philip Morris, maupun manajemen HM Sampoerna hanya memberikan penjelasan formal yang memberi kesan bahwa itu adalah transaksi bisnis murni.

Presiden Philip Morris Indonesia (PI) Alexander Reisch di Jakarta, Senin (14/3), membeberkan, PMI membeli saham Sampoerna dengan harga premium Rp 10.600, atau 20% di atas harga saham HM Sampoerna pada penutupan perdagangan di BEJ, Kamis (10/3), sebesar Rp 8.850. Dari 40% saham atau 1.753.200.000 lembar yang diakuisisi tersebut, seluruhnya milik keluarga Sampoerna, termasuk Dubuis Holdings Limited Mauritius, perusahaan yang dikendalikan Putera Sampoerna, presiden komisaris HM Sampoerna. Dengan penjualan itu, keluarga Sampoerna meraup dana sedikitnya Rp 18,5 triliun.

Jika penawaran tender atas sisa seluruh saham Sampoerna terealisasi, berarti total transaksi akuisisi PMI terhadap perusahaan rokok terbesar ketiga di Indonesia itu mencapai Rp 48 triliun. “Itu termasuk utang bersih sekitar Rp 1,5 triliun,” ungkap Alexander.

Perjanjian jual-beli (sale and purchase agreement) 40% saham telah ditandatangani kedua pihak, Sabtu (12/3), tapi negosiasinya dimulai Rabu (9/3). Sedangkan penawaran tender diharapkan rampung dalam 90 hari.

Sebelum diakuisisi PMI, kepemilikan saham HM Sampoerna berada di tangan Dubuis Holding sebesar 33,28%, Norbax Inc AS 4,72%, PT Lancar Sampoerna Bestari 5,34%, Boedi Sampoerna 2%, Soetjahjono Winarko 0,02%, dan publik 54,64%.


Siasat Cerdik
Transaksi ini tak urung mengejutkan dunia bisnis, khususnya pelaku pasar modal. Selain nilai transaksinya yang fantastis, mereka bertanya-tanya motif transaksi yang sesungguhnya, mengingat HM Sampoerna merupakan perusahaan yang berkinerja excellent. Pihak keluarga Sampoerna belum berhasil dihubungi. Namun lewat siaran persnya, Putera Sampoerna menyebut bahwa akuisisi ini merupakan perkembangan yang sangat baik bagi para pemegang saham dan karyawan. Pascaakuisisi, Putera Sampoerna bakal didaulat sebagai penasihat khusus direksi.

Presiden dan CEO PMI Andre Calantzopoulos menyatakan, investasinya di Sampoerna merupakan taktik untuk memperluas bisnis rokoknya di Indonesia, pasar rokok terbesar kelima di dunia. “Pengumuman ini menunjukkan kepercayaan kami terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan industri rokok di masa datang,” ujarnya.

Presiden PMI wilayah Asia Pasifik Matteo Pellegrini menambahkan, pihaknya siap bekerjasama dengan karyawan Sampoerna dan PMI berambisi memasuki segmen pasar rokok kretek yang besar dan menguntungkan. “Kami akan melakukan investasi di infrastruktur Sampoerna dan terus meningkatkan ekuitas merek dagang Sampoerna yang sudah sangat kuat dan terkenal,” ungkapnya.

Manajemen HM Sampoerna termasuk yang terkejut atas akuisisi ini. Head of Corporate Communications Sampoerna Niken Rachmad mengaku, manajemen Sampoerna baru diberitahu soal perjanjian jual-beli saham pada Minggu (13/3) malam. “Saya tidak tahu apa alasan para pendiri menjual sahamnya ke Philip Morris,” katanya kepada Investor Daily.
Sumber Investor Daily menyebutkan, pasti ada skenario besar dalam penjualan saham HM Sampoerna kepada PMI. “Putera Sampoerna adalah pebisnis yang amat cerdik. Ia tidak akan melepas begitu saja seluruh kepemilikannya. Saya perkirakan, ia memiliki sekitar 51% saham lewat bursa,” katanya. Ia menyangsikan seluruh saham Putera Sampoerna akan dilepas ke PMI.
Seorang pemain industri rokok justru mempertanyakan sikap PMI jika kelak menguasai mayoritas saham Sampoerna. “Apakah PMI akan menerapkan konsep seperti Marlboro yang tidak beriklan di media elektronik?” tutur dia.
Ia melihat masuknya PMI adalah bagian dari pergeseran persaingan industri rokok internasional. Saat ini persaingan industri rokok global yang didominasi rokok putih cukup ketat. “Produsen rokok putih tadi bergeser ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di sisi lain, ini juga menunjukkan pasar rokok kretek Indonesia menjadi lahan investasi bagi produsen rokok putih,” katanya.
PMI, kata dia, boleh jadi tergiur kepiawaian Sampoerna menguasai pangsa pasar industri rokok di Tanah Air. Dengan produksi sekitar 41 miliar batang pada 2004, Sampoerna diperkirakan menguasai sekitar 19,4% pangsa pasar rokok, sedikit di bawah PT Gudang Garam Tbk dan PT Djarum.
Niken Rachmad berharap, selama periode transisi kegiatan bisnis berjalan lancar dan kelak tidak ada pemutusan hubungan kerja. Momok PHK kontan menghantui karyawan Sampoerna setelah mendengar Sampoerna dicaplok PMI. “Yang paling dicemaskan karyawan adalah ancaman PHK, kalau perusahaan ini mayoritas dimiliki orang lain di luar keluarga Sampoerna,” ujar Tini, salah seorang pekerja kelinting rokok di pabrik Rungkut.
Soal apakah pascaakuisisi akan membuat Sampoerna lebih ekspansif, menurut Niken, hal itu tergantung pemegang saham PMI. “Bisa saja masuknya Philip Morris membuat pangsa pasar Sampoerna lebih besar,” tuturnya.
Yudy Rizard Hakim, Head of Public Relation HM Sampoerna mengatakan, akuisisi PMI masih harus melewati beberapa tahapan seperti rapat umum pemegang saham (RUPS) dan kepastiannya baru tanggal 18 Maret. “Jadi masih dimungkinkan adanya perubahan, kita tunggu saja,” katanya.
Tak Langgar Aturan
Sementara itu, Sekjen Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) Djoko Santoso Sunu menilai, pengalihan 40% saham HM Sampoerna kepada PMI tidak melanggar aturan.
Ini mirip penjualan saham pemerintah di PT Bank Central Asia (BCA) Tbk kepada Farallon Indonesia, yang tanpa harus melakukan tender offer. “Kecuali, kalau PMI membeli saham investor publik, itu harus dilakukan tender offer,” papar dia.
Sedangkan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meminta rencana akuisisi PMI atas 40% saham HM Sampoerna agar mematuhi peraturan Bapepam Nomor IX.H.1 mengenai pengambilalihan perusahaan terbuka.

Sementara itu, pengamat hukum pasar modal Indra Savitri mengakui, rencana pengambilalihan 40% saham HM Sampoerna oleh Philip Morris Indonesia masih sumir. “Kalau menurut saya, pengambilalihan itu masuk kategori apa dulu, apakah sebagai pemegang saham pengendali atau untuk mengembangkan bisnisnya. Artinya, perlu ditelusuri skenario transaksi itu,” lanjut dia.

Berdasarkan peraturan Bapepam nomor IX.H.1, dalam pengambilalihan perusahaan terbuka, pengendali perusahaan terbuka yang baru wajib melakukan penawaran tender untuk seluruh sisa saham perusahaan terbuka tersebut. Kecuali, pertama, pemegang saham telah melakukan transaksi pengambilalihan perusahaan terbuka dengan pengendali baru perusahaan terbuka. Kedua, saham yang dimiliki pihak lain yang telah mendapatkan penawaran dengan syarat dan kondisi yang sama dari pengendali perusahaan terbuka. Ketiga, saham yang dimili pihak lain yang pada saat bersamaan juga melakukan penawaran tender atas saham perusahaan yang bersangkutan.
Berdampak Positif
Kalangan analis umumnya menilai positif akuisisi PMI terhadap HM Sampoerna. Roland Has, pengamat saham dan pasar modal mengatakan, akuisisi itu bertujuan untuk mengembangkan bisnis PMI karena industri rokok di negara maju, termasuk Amerika Serikat, masuk kategori sunset industry. “Gross rate Philip Morris tidak terlalu besar, sehingga mereka cari peluang di Indonesia,” ujar Roland.

PMI memilih Sampoerna karena pertimbangan bisnis dan kekuatannya di sektor rokok putih. PMI bisa memanfaatkan jaringan dan sumber daya Sampoerna untuk mengembangkan produknya. Sebaliknya, Sampoerna ingin mengembangkan produknya ke kawasan regional. Namun, lanjut Roland, tidak ada nilai tambah lain yang bisa diperoleh dari akuisisi Philip Morris. Bahkan, beban biaya Sampoerna akan kembali meningkat.

Analis KUO Capital Raharja, Edwin Sinaga, memperkirakan, pascaakuisisi ini saham HM Sampoerna akan terus diminati para investor. “Harga saham ini diperkirakan terus menguat dan akan diburu oleh investor,” katanya.

Analis Anugerah Securindo Indah David MJ Ferdinandus berpendapat, masuknya PMI akan berpengaruh positif terhadap HM Sampoerna. “Perusahaan ini akan lebih kuat dan mempunyai modal yang besar untuk bersaing dengan kompetitornya,” ujarnya.

Edwin dan David memandang, industri rokok saat ini belum termasuk sunset industry, tapi justru sedang mengalami perbaikan. “Meski saat ini marak larangan merokok, kinerja perusahaan rokok tetap berpotensi membaik,” ujar David.(ed/asp/alf/hg/aby/ros)

Telkom Bentuk Unit Investasi Merger dan Akuisisi

Jakarta-PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) akan membentuk unit khusus investasi merger dan akuisisi. “Dalam struktur perusahaan yang baru nanti ada unit yang khusus ngurusin investasi, merger dan akuisisi. Itu menjadi bagian strategi perusahaan,” tutur Direktur Utama Telkom Kristiono, kepada Investor Daily, di sela pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Divre II Telkom Jakarta di Serpong, Tangerang, Kamis (14/4).
Menurut Kristiono, akuisisi bagian dari strategi Telkom untuk masuk ke suatu pasar telekomunikasi. “Kita bisa dari nol yakni membangun baru sama sekali. Atau kita membeli perusahaan lain. Perbedaannya, jika dari nol membutuhkan waktu lama dan risikonya lebih besar dan memang lebih murah,” kata dia.
Ia menambahkan, akuisisi lebih cepat prosesnya dan lebih cepat untuk memperbesar pasar, walau sudah barang tentu lebih mahal biayanya. “Semua ada risikonya. Tergantung dari kondisi bisnis mana yang dipilih,” tukas dia.
Saat didesak apakah saat ini sedang mengincar perusahaan telekomunikasi di negeri jiran, Kristiono mengatakan, “Kita belum menentukan. Karena prioritas kita ke pasar Indonesia yang potensinya masih cukup besar. Terlebih, penetrasi industri telekomunikasi masih kecil. Sehingga peluangnya masih besar.”
Kristiono menambahkan, “Saya tidak bisa mengatakan ada atau tidak yang sedang due diligence. Karena very confidential. Contohnya, jika disebutkan Telkom sedang menjajaki pembelian suatu perusahaan, pasti harganya menjadi mahal.”
Namun, jelas dia, Telkom juga terus mempelajari pasar luar negeri. “Kalau memang ada peluang yang tingkat risikonya tidak besar dan skalanya masih bisa di-manage, kita lakukan,” papar dia.
Meski memprioritaskan pasar domestik, kata Kristiono, pihaknya tidak bisa menyatakan baru akan masuk ke pasar regional, 2 atau 3 tahun lagi. “Bisa saja tiba-tiba, ada yang bilang ada perusahaan yang mau jual sebagian sahamnya. Kita terima informasi seperti itu dadakan. Kalau begitu, kita bisa langsung study. Jadi kita tidak bisa menyatakan 2 atau 3 tahun lagi baru masuk regional,” kata Kristiono.
Pastinya, jelas dia, Telkom ingin tumbuh 25% per tahun, untuk menjaga itu, perusahaan tidak bisa hanya bergantung pada pertumbuhan organik. Perseroan jug harus didukung oleh pertumbuhan pendapatan nonorganik yaitu melalui merger dan akuisisi.
Tahun 2003, Telkom berhasil mencatat laba bersih Rp 6,087 triliun. Sedangkan, pendapatan usaha naik 30,3% menjadi Rp 27,11 triliun, beban usaha Rp 15,13 triliun dan laba usaha Rp 11,97 triliun. Pendapatan terbesar berasal dari pendapatan telepon tak bergerak Rp 8,897 triliun dan selular Rp 8,459 triliun. Tahun 2004, Telkom diperkirakan membukukan kenaikan pendapatan sebesar 26% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan tersebut terutama didukung oleh pendapatan seluler. Telkom mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 14 triliun tahun ini. Capex tersebut merupakan capex konsolidasi antara Telkom dan anak perusahaan. Diperkirakan, setengah dari dana belanja modal akan dipergunakan oleh PT Telkomsel,anak usaha Telkom. (ed)

Tuesday, March 08, 2005

Menanti Merger Pelindo

Oleh : Edo Rusyanto
Wartawan Investor Daily

SIANG itu, Kamis (17/2/2005), ruang rapat Komisi V DPR, di gedung DPR-MPR RI Jakarta dipenuhi jajaran direksi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia(Pelindo) I hingga IV.Kehadiran mereka bukan untuk berdemonstrasi. Para direksi pengelola pelabuhan di Tanah Air itu sedang terlibat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR.
Layaknya RDP-RDP lainnya di Gedung DPR-MPR RI, sesungguhnya para anggota DPR telah mengantongi apa yang akan diutarakan para direksi BUMN tersebut. Termasuk wacana menggabungkan (merger) ke-4 BUMN yang mengantongi pendapatan Rp 3,75 triliun pada tahun 2004 tersebut.
Sebelum RDP itu, wacana penggabungan Pelindo sempat dilontarkan Menneg BUMN Sugiharto saat membuka rapat kerja Pelindo II, Senin (31/1). "Merger di lingkungan Pelindo dimungkinkan dengan tujuan meningkatkan kinerja dan efisiensi produksi perusahaan," kata Sugiharto.
Menneg BUMN mengaku sedang mengkaji merger ke-4 perusahaan yang mengelola total 107 pelabuhan.
Bagi pengamat transportasi Institut Teknologi Surabaya Saut Gurning, merger PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I-IV kemungkinan besar dapat dilakukan tahun ini.
“Lebih cepat lebih bagus. Kajian-kajian sudah ada dan saya lihat pemerintah juga ingin segera melakukan efisiensi serta mengurangi bujet untuk pelabuhan,” tutur Saut.
Saut menekankan, pelaksanaan merger Pelindo untuk menciptakan perusahaan pelabuhan yang mampu bersaing secara regional. Dan, pada akhirnya pengelola pelabuhan akan memberikan tarif yang murah bagi pengguna jasa pelabuhan. Ia menyarankan agar Pelindo harus melakukan rekonstruksi hubungan dengan instansi terkait pelabuhan, antara lain Bea dan Cukai, Kantor Imigrasi dan kepolisian.
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Pelindo III Rias Wisnoewardana menegaskan, masih banyak hal yang harus dilakukan manajemen Pelindo sebelum memutuskan merger.
Ia menambahkan, persoalan kultur juga harus dicermati sebelum memutuskan merger. Namun, kata dia, jika sudah dipertimbangkan masak-masak bahwa merger pada akhirnya untuk meningkatkan daya saing Pelindo, karyawan pasti mendukung merger.
Urusan gabung menggabung BUMN bukan perkara mudah. Tahun 2003, sempat mencuat kabar merger Pelindo III yang berkantor di Makassar dengan Pelindo IV yang berkantor di Surabaya.
Apa yang terjadi? Reaksi bertubi-tubi muncul untuk menggagalkan niatan tersebut. Merger dianggap kurang menguntungkan bagi Kawasan Timur Indonesia (KTI).
"Rencana merger Pelindo itu program Kantor Menteri Negara BUMN. Hanya saja, rencana ini pun sepertinya tidak sinkron dengan instansi terkait. Sebab, Departemen Perhubungan memiliki rencana pembangunan dan pengembangan pelabuhan di KTI yang jauh berbeda dan jauh lebih maju," kata Menteri Negara Percepatan Pembangunan KTI Manuel Kaisiepo, saat berdialog dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) se-KTI di Jakarta, Kamis (3/4/2003).
Sebagaimana dilansir Kompas, pada kesempatan sama Kadinda se-KTI juga menyampaikan hal senada. Kadinda se-KTI menilai kinerja kedua Pelindo masih lemah dan belum memberikan keuntungan bagi negara.
Hanya saja, upaya untuk peningkatan kinerja bukan harus dengan merger, dengan memusatkan pengelolaan di Surabaya. "Ini kebijakan yang sentralistis dan sangat menghambat kemajuan KTI," kata Ketua Kadinda Sulsel Aksa Mahmud.
Sebulan kemudian, gelombang penolakan kembali mencuat. Kali ini Badan Kerja Sama Pembangunan Regional se-Sulawesi (BKPRS) dengan tegas menolak rencana penggabungan Pelindo III dan Pelindo IV. Bahkan, penolakan itu dianggap harga mati. Tidak dapat ditawar lagi.
"Setelah bertemu dengan pemerintah provinsi se-Sulawesi, kami sepakat menolak rencana merger Pelindo III dan IV. Ini keputusan akhir yang tidak bisa ditawar lagi. Menggabungkan Pelindo III dan Pelindo IV sama saja dengan upaya membunuh KTI dan makin menenggelamkan daerah ini. Karena itu, tidak ada kompromi lagi, kami menolak," tegas Ketua Dewan Pembina BKPRS yang juga Gubernur Provinsi Gorontalo Fadel Muhammad, di Makassar, Sabtu (17/5/2003).
Pernyataan Fadel tersebut bak merespons hasil kajian sejumlah lembaga perguruan tinggi. Seminggu sebelumnya (12/5/2003), hasil kajian Lembaga Penelitian Universitas Airlangga Surabaya, Lembaga Penelitian Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya dan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar, diseminarkan di Hotel Sahid, Makassar.
Seminar menyimpulkan, pertama,merger merupakan salah satu alternatif dalam pengembangan perusahaan menuju pelabuhan berdaya saing global dan mempercepat pembangunan daerah, tapi perlu juga mempertimbangkan alternatif lain yaitu membentuk holding company. Kedua, merger belum saatnya dilakukan saat itu. Disarankan agar terlebih dahulu melakukan langkah-langkah perbaikan kinerja melalui reengineering.
Belakangan, kinerja keempat Pelindo terus membaik. (lihat tabel)
Setelah itu, wacana merger Pelindo lenyap bak ditelan bumi.
Baru, ketika Menneg BUMN beralih dari Laksamana Sukardi kepada Menneg Sugiharto, wacana itu kembali muncul.
Kali ini, direktur utama ke-4 Pelindo bak paduan suara menyatakan kesepakatannya untuk digabung. “Kami sependapat dengan rencana (merger) tersebut sepanjang pelaksanaan merger dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada pengguna jasa maupun masyarakat pada umumnya,” tukas A. Syaifuddin, dirut Pelindo I.
Baginya, merger harus dilakukan dalam kerangka mewujudkan improving efficiency, reducing cost, reducingbureaucracy, enhanching innovation dan improving performance.
Menggabung empat perusahaan bukan persoalan mudah. Menurut Dirut Pelindo IV Djarwo Surjanto, hal pokok yang harus dijawab melalui rencana merger pelabuhan ke depan adalah; pertama, berkaitan dengan otonomi daerah, bagaimana aspirasi pemerintah daerah (pemda) dapat diakomodasi tanpa harus mengganggu eksistensi pelabuhan. “Artinya, terbuka peluang bagi pemda untuk terlibat dalam kepemilikan dan pengelolaan pelabuhan sepanjang dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan,” katanya.
Hal pokok kedua, lanjut Djarwo, pelabuhan harus siap menghadapi persaingan global. “Tindak lanjut atas hal di atas harus dicermati secara komprehensif dan membutuhkan waktu yang tidak singkat,” katanya.
Oleh karena itu, Dirut Pelindo I Prayitno menegaskan, merger empat Pelindo perlu kajian yang lebih mendalam karena masing-masing pihak perlu melakukan pembenahan terutama mengenai manajemen dan keuangan masing-masing perusahaan. “Diharapkan akan membawa dampak positif karena adanya sinergi,” tukas Prayitno. Guna mencapai hal itu,peranan sumber daya manusia (SDM) di Pelindo menjadi kuncinya. Studi Society for Human Resources Management Foundation dan Towers Perrin pada tahun 2000 menyebutkan, ada tujuh penghalang utama dalam mencapai hasil dari merger atau sinergi yang diharapkan, yaitu; ketidakmampuan mempertahankan kinerja (keuangan), menurunnya produktivitas, perbedaan budaya antar-organisasi yang terlibat merger, hilang/mundurnya para karyawan andalan,persaingan atau pertentangan gaya/ego antaranggota manajemen, ketidakmampuan melakukan manajemen perubahan, lemahnya komunikasi dan ketidakjelasan tujuan merger atau sinergi. Lima dari tujuh hal di atas menyangkut SDM. Dalam merger yang dianggap sukses, SDM terlibat intensif dan mendapat perhatian serius sejak pre-deal dan due diligence. *

BKPM Kini di Bawah Menteri Perdagangan

JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi tugas tambahan kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu untuk mengoordinasikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
“Saya diberi tugas tambahan untuk mengurusi investasi,” kata Mari kepada Investor Daily di Jakarta, Jumat (4/3) malam. Mari mengaku kaget atas tugas tambahan itu yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 11/2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND). Apalagi, sejak BKPM dibentuk, baru kali inilah berada di bawah koordinasi Departemen Perdagangan (Depdag).
Ditanya apakah fungsi dan tugas BKPM nantinya akan berubah, Mari menjelaskan, ia sendiri tengah mempelajari perpres tersebut. “Saya kan bukan berlatar belakang birokrat sehingga harus belajar dulu dan tahu secara persis apa yang dimaksud koordinasi di sini,” kata dia.
Menurut staf Departemen Perdagangan, Budi Darmadi, Perpres No 11/2005 menyebutkan, dalam menjalankan tugasnya masing-masing LPND dikoordinasikan oleh menteri. “Dalam pasal 2 perpres disebutkan bahwa koordinasi meliputi perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi lain serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam kebijakan,” kata dia.
Perpres itu juga menyebutkan pertimbangan mengapa BKPM kini dikoordinasikan oleh Mendag. Yang jelas, kata dia, Depdag menjadi pusat indentifikasi permasalahan dan perumusan investasi. Sebab, kepala BKPM bukan setingkat menteri sehingga jika ada permasalahan dengan departemen teknis, yang mengoordinasikan adalah mendag.
Di tempat terpisah, Deputi Kepala BKPM Yus’an mengatakan, pengalihan koordinasi BKPM ke Depdag lebih bersifat administratif, bukan pengalihan tanggung jawab sepenuhnya. Sebab, kepala BKPM hingga saat ini tetap bertanggung jawab kepada menko Perekonomian atau langsung kepada presiden.
“Sebenarnya hal yang paling penting dan mendesak bukan ke mana dan kepada siapa BKPM bertanggung jawab dan berkoordinasi, tapi bagaimana caranya merealisasikan sistem pemberian izin satu atap (one roof service) sehingga pelaku bisnis tidak perlu bolak-balik berurusan dengan instansi lain kala mengurus izin investasi,” ungkapnya kepada Investor Daily, Sabtu (4/3).
Ia mengingatkan, selama status BKPM sebagai penyelenggara perizinan belum jelas, akan sulit memangkas birokrasi perizinan sebagaimana dikeluhkan pelaku bisnis.
Menurut Yus’an, lamanya pengurusan izin investasi sebenarnya terletak pada departemen teknis. Pengurusan izin di departemen teknis, kata dia, umumnya berbelit-belit, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Jadi, masalahnya bukan di BKPM. “Bayangkan, pengurusan izin investasi di departemen teknis bisa berbulan-bulan. Tak heran bila ada pengusaha menjadi frustrasi dan membatalkan niat berbisnis di Indonesia,” tegasnya.

Paling Lama
Data Bank Dunia tahun 2004 menunjukkan, proses perizinan usaha di Indonesia membutuhkan waktu 156 hari, paling lama di Asia Pasifik. Sementara itu, rata-rata perizinan usaha di kawasan ini butuh waktu 50 hari.
Ditanya tentang status BKPM yang kini berada di bawah koordinasi mendag, Yus’an mengatakan, kalau ditinjau dari segi pemberian insentif kepada pengusaha, BKPM lebih tepat berada di bawah koordinasi Departemen Keuangan (Depkeu). Sebab, Depkeu lebih berwenang dalam memberikan insentif pajak, pengurangan bea masuk, dan sebagainya.
Namun, kata dia, jika pertimbangannya untuk lebih menggenjot ekspor dan arus investasi masuk dari luar negeri, pengalihan BKPM ke Depdag sudah tepat. “Itu sudah benar dan tepat sekali. Karena Depdag mengurusi multisektor seperti perikanan dan pertanian, bukan seperti Depperin yang mengurusi satu industri,” katanya.
Untuk mendorong investasi masuk, kata Yus’an, pemerintah harus mempercepat penyelesaian rancangan undang-undang (RUU) Investasi. Ia mengatakan, RUU tersebut telah disiapkan lebih dari sembilan tahun oleh BKPM, namun hingga kini nasibnya terkatung-katung.
Salah satu usulan BKPM pada RUU itu adalah pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan sampai 50% dari yang berlaku saat ini (30%), untuk jangka tertentu dan wilayah tertentu. Usulan lainnya adalah pemberian perlakuan sama (equal treatment) antara pengusaha nasional dan asing. “Itu berarti kalau pengusaha nasional dapat insentif pajak, investor asing juga harus mendapatkannya,” tuturnya.

Kantor Promosi
Asisten Menko Perekonomian Muhammad Ikhsan mengatakan, pemerintah menilai BKPM lebih tepat di bawah koordinasi Depdag dibanding Departemen Perindustrian (Depperin) karena ruang lingkup Depdag lebih luas. “Depperin hanya mengurusi sektor industri,” kata dia di Jakarta, Sabtu.
Ia mengakui, kedua instansi tersebut mempunyai kantor promosi di luar negeri sehingga masing-masing kantor bisa dioptimalkan. “Jadi nantinya, Depdag dan BKPM ikut membantu instansi lain untuk mempromosikan komoditas dan iklim investasi di luar negeri, termasuk menarik wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia. Pokoknya ruang lingkup kerja BKPM dan Depdag akan diperluas,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, Depdag kini memiliki lima ITPC (International Trade Promotion Center) di Osaka, Dubai, Johannesburg, dan Sao Paolo. Total anggaran kelima ITPC itu mencapai Rp 14,53 miliar tahun 2003. Sedangkan Kantor Promosi Investasi yang dimiliki oleh BKPM tersebar di London, Amsterdam, Los Angeles, Nagoya, Taipei, dan Melbourne. Jumlah anggaran promosi untuk meningkatkan investasi mencapai Rp 46 miliar tahun 2005.
Menurut M Ikhsan, pengalihan BKPM ke Depdag akan memungkinkan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) saling berinterkasi dan bekerjasama lebih erat dengan BKPM, baik dalam meningkatkan ekspor dan menarik arus investasi asing di luar negeri. Selama ini, ketiga instansi ini dianggap kurang berkoordinasi. “Pengalihan koordinasi ini bukan berarti BKPM akan dilebur dengan Depdag,” kata dia.
Sementara itu, ekonom CSIS Pande Radja Silalahi menilai, pengalihan BKPM ke bawah Depdag merupakan perubahan fungsi BKPM yang nantinya akan lebih difokuskan sebagai lembaga promosi investasi dan perdagangan. “BKPM tampaknya akan dijadikan sebagai fasilitator atau lembaga promosi, tidak mengeluarkan perizinan,” kata dia.
Ia menilai, pengalihan itu merupakan upaya pemerintah untuk memangkas birokrasi dalam pengeluaran izin investasi. “Kalau semua dikoordinasi oleh mendag, saya kira lebih praktis,” kata dia.

Rangkap Jabatan
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Djimanto menyambut baik BKPM berkoordinasi dengan Depdag. Sebab, setiap kegiatan investasi ujung-ujungnya adalah menjual barang. “Mari Pengestu sebagai Menteri Perdagangan harus mampu meyakinkan investor asing bahwa produk yang diproduksi Indonesia bisa dipasarkan di dalam negeri dan pasar global. Sedangkan Departemen Perindustrian itu hanya sebagai lembaga pendukung. Jadi pengalihan itu sudah pas,” ujarnya.
Djimanto menilai, cakupan kerja BKPM di masa mendatang tidak akan banyak. “Ke depan, peran BKPMD (daerah) lebih besar sehingga BKPM hanya memonitor dan mencatat investasi yang masuk,” kata dia.
Ia mengusulkan, mendag sekaligus merangkap jabatan sebagai kepala BKPM karena secara teknis tidak banyak lagi pekerjaan di BKPM. Untuk menjual potensi Indonesia ke luar negeri, kata dia, dapat dikerjakan ITPC. “Jabatan rangkap akan lebih efisien. Kalau bisa dikerjakan satu orang, kenapa harus ada pejabat lain,” kata dia.
Meskipun mendag merangkap kepala BKPM, tegasnya, Indonesia jangan terlalu berharap investor asing segera masuk khususnya kelompok pengusaha yang tergabung dalam China Overseas (Cina Perantauan). Kini, kata Djimanto, tidak ada lagi pertimbangan rasial yang mendorong pengusaha untuk berinvestasi di suatu negara, kecuali pertimbangan keuntungan.
Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Muhammad Lutfie menilai, pengalihan koordinasi tersebut tidak masalah sepanjang menimbulkan sinergi yang baik. “Bagi pengusaha, yang terpenting adalah langkah untuk memangkas birokrasi perizinan,” kata bos Grup Mahaka itu.
Ia menegaskan, pengusaha tidak mempermasalahkan BKPM di bawah siapa, tetapi bagaimanan menggerakkan BKPM agar dapat menarik investor asing menanamkan modal di Indonesia. (dun/ton/ys/ls/ed)

Tuesday, March 01, 2005

30 Kasus Berindikasi KKN Libatkan Direksi BUMN

JAKARTA - Tim investigasi Kementerian Negara BUMN telah mengantongi sekitar 30 kasus berindikasi KKN yang melibatkan sejumlah direksi BUMN sepanjang tahun 2005. Temuan kasus tersebut merupakan laporan dari masyarakat, serikat pekerja, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

“Dari data awal yang kita peroleh hingga diajukan ke jenjang hukum yang tinggi, butuh waktu enam bulan. Sedangkan untuk diajukan ke Komisi Pemberantas Korupsi butuh waktu tiga sampai empat bulan saja,” tutur tenaga ahli Menneg BUMN Lendo Novo kepada Investor Daily, Senin (28/2).
Lendo menyatakan, dari 30-an kasus yang dilaporkan masyarakat, belum semua dilengkapi bukti-bukti. “Datanya banyak, tapi yang sudah cukup siap untuk diproses hukum sebanyak empat kasus, yang semuanya berindikasi KKN,” katanya.
Ia menambahkan, keempat kasus itu akan diajukan ke kejaksaan pada pertengahan Maret 2005. “Paling lambat akhir Maret akan kita ajukan,” ujarnya.
Ketika didesak BUMN mana saja dan siapa para direksi yang diduga terlibat KKN, Lendo enggan memberikan rincian. Alasan dia, khawatir para direksi kabur atau menghilangkan data-data penting.
Ada beberapa jenis KKN yang ditemukan tim investigasi. Antara lain berupa mark up biaya proyek dan pelanggaran tender untuk pengadaan barang. “Pada umumnya, korupsi dimulai dari proses pembelian yang di-mark-up, dan dimanipulasi tendernya. Mana ada direksi yang langsung korupsi, tapi dia harus bertanggung jawab,” kata Lendo.
Lendo menegaskan, tim investigasi Kementerian Negara BUMN berupaya semaksimal mungkin untuk menelusuri dugaan KKN yang disampaikan masyarakat. “Tim BUMN akan segera diresmikan oleh Menneg BUMN,” kata dia. Selama ini, tim tersebut masih bersifat informal.

Lendo yang terlibat dalam tim tersebut mengaku, apa yang telah ditelusuri tidak akan dimentahkan lagi. “Saya tidak mengenal drop kasus. Kita tidak ingin apa yang kita ajukan dibuang orang,” lanjut Lendo.

Menurut dia, Kementerian BUMN aktif bekerjasama dengan seluruh jaringan penegak hukum. “Kita juga siap melindungi nasib pelapor. Saat ini, kendala yang kita hadapi adalah pemilik data takut dipecat oleh direksinya atau atasannya. Sehingga, lebih baik diam daripada bicara,” tambahnya.

Usulan Parpol
Sementara itu, Lendo Novo mengungkapkan pula bahwa hingga saat ini sudah banyak nama calon direksi BUMN yang diajukan oleh masyarakat, termasuk dari partai politik (parpol). “Kita terima dari siapa saja. Ada yang berasal dari partai politik, publik, dan serikat pekerja,” ujarnya.
Ia menambahkan, semakin banyak calon yang diajukan makin baik, agar diperoleh calon yang benar-benar berkompeten. “Kita seleksi. Kantor Menneg BUMN akan menunjuk lembaga independen dan keputusannya menjadi hak prerogratif Menneg BUMN,” tutur Lendo.
Sedangkan bagi BUMN yang tercatat di lantai bursa, mekanisme pemilihan direksi disesuaikan dengan aturan pasar modal. “Dari tiga atau lima nama yang lolos disaring tim independen, Menneg BUMN akan mengajukan nama-nama calon dirut ke RUPS BUMN terkait,” katanya.
Seperti diberitakan harian ini, Senin (28/2), sejumlah parpol besar saat ini mengincar posisi sejumlah BUMN. Salah satu yang menjadi rebutan adalah PT Telkom.
Calon Dirut PLN
Sementara itu, sumber Investor Daily mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat akan terjadi pergantian dirut PLN. Ada tiga kandidat yang disebut-sebut sebagai calon kuat. Mereka adalah Ketua Komisi VII DPR Agusman Effendi, Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN Herman Darnel Ibrahim, dan Komisaris PLN Batam Hardiv Situmeang. Penggantian akan dilakukan setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM.
Dirut PLN saat ini, Eddie Widiono, sebenarnya belum habis masa jabatannya. Tidak jelas alasan penggantian tersebut.(ed/es)