Wednesday, January 31, 2007

Penggunaan Ponsel Menjurus ke Konsumerisme?

Tren Pertumbuhan Seluler 2007 (Bagian 2- Habis)

Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan pengguna seluler di Tanah Air, kita dihadapkan pada kondisi mengenaskan dalam pemanfaatan seluler. Penggunaan seluler yang tidak lagi mengenal profesi, jenis kelamin, maupun batas usia, disebut-sebut mulai tak terkendali. Penggunaan telepon seluler (ponsel) yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup (life style) seseorang, semakin menjurus ke arah yang kurang produktif.
Asmiati Rasyid, dosen dari sekolah tinggi di Bandung terheran-heran dengan perilaku pembantunya di rumah yang kini lebih suka menghabiskan gajinya untuk membeli pulsa. Padahal sebelumnya, si pembantu ini rajin mengirimkan gajinya ke kampung halaman untuk membeli kambing untuk dipelihara orangtuanya.
Belum lagi, anak-anak sekolah juga tidak asing lagi dengan penggunaan ponsel. Anak-anak sekolah yang di antaranya masih duduk di tingkat sekolah dasar kini terlihat tidak lagi canggung meminta jatah uang untuk membeli pulsa.
Secretary General Indonesia Telecommunication Users Group (IDTUG) Muhamad Jumadi Idris mengaku miris dengan penggunaan ponsel yang tidak terkendali untuk kebutuhan yang kurang produktif. Dia juga melihat gejala konsumerisme melalui ponsel banyak ditemui di daerah perkotaan.
Penggunaan seluler di kalangan anak-anak, misalnya, bahkan telah memaksa dia untuk lebih jeli memilih sekolah yang tepat untuk anaknya. “Saya memilih sekolah yang membuat aturan, anak-anak hingga kelas V atau VI baru boleh membawa handpone,” ungkap Jumadi.
Tidak terbatas karena alasan konsumerisme, penggunaan seluler di kalangan anak sekolah dinilai kontraproduktif. “Bisa jadi, handpone malah digunakan untuk main game, dan ini mengganggu kegiatan belajar mereka,” tambah Jumadi.

Tak Perlu Khawatir
Di sisi lain, pengamat telematika Roy Suryo melihat pemborosan akibat belanja pulsa tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, pemborosan belanja telekomunikasi hanya merupakan pergeseran jenis konsumsi.
“Ini pergeseran saja, misalnya, kalau dulu anak-anak kecil suka jajan, kini mereka lebih memilih menggunakan handpone,” kata Roy.
Namun demikian, baik Jumadi maupun Roy Suryo menyakini peranan alat telekomunikasi masih positif terhadap perkembangan ekonomi.
“Adanya fasilitas telekomunikasi otomatis menghidupkan perekonomian suatu daerah. Aktivitas bisnis di suatu daerah akan meningkat seiring kehadiran layanan telepon. Itu tidak diragukan lagi,” papar Roy.
Roy juga menyakini perhitungan International Telecommunication Union (ITU) bahwa pertumbuhan densitas (perbandingan jumlah SST untuk 100 penduduk) telepon tetap sebesar 1% akan menyebabkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara setempat sebesar 3%, juga berlaku untuk seluler.
Terkait peran positif seluler ini, Jumadi menggambarkan pentingnya alat telekomunikasi bagi seseorang ketika dia bekerja jauh terpisah dari keluarganya. Dan yang tak kalah pentingnya, sarana komunikasi tersebut dinilai juga sangat mendukung kegiatan bisnis pemiliknya.
“Handphone di tangan seorang tukang ojek bisa berguna, karena dengan handpone tersebut dia bisa menerima order dari pelanggannya,” kata Jumadi.
Namun demikian, Direktorat Jenderl Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) Depkominfo tetap akan mencari data yang akurat terkait masalah ini. Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel Gatot S Dewa Broto mengatakan, pihaknya telah menjadwalkan riset khusus untuk meneliti penggunaan layanan telekomunikasi terhadap kontribusi ekonomi.
“Kami usulkan riset tersebut dilakukan pada 2008. Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengingatkan masyarakat, bila memang terjadi pemborosan dalam penggunaan layanan telekomunikasi,” kata Gatot.

ARPU Menurun
Di sisi lain, para operator seluler memperkirakan pada 2007, angka penggunaan rata-rata per pelanggan (ARPU) seluler per tahun akan turun dibandingkan 2006.
Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja menegaskan, pihaknya masih mampu mempertahankan nilai ARPU sebesar Rp 86 ribu. “Tahun ini, diperkirakan akan menurun 8%,” ujarnya.
Kaizad Harjee, deputy president director PT Indosat Tbk bahkan memperkirakan, ARPU Indosat bakal turun 5 hingga 10%. “ARPU kami di kisaran Rp 60 ribu,” katanya.
ARPU operator seluler nomor tiga terbear, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) juga diperkirakan turun. Persentase penurunannya nyaris sama dengan Indosat, yakni di kisaran 5-10%. Hanya saja, besaran ARPU XL pada 2007, ditaksir sekitar Rp 55 ribu, padahal pada 2006, masih berkisar Rp 60 ribu. (trimurti/edo rusyanto)

Labels:

Tuesday, January 30, 2007

Sulitnya Memastikan Pelanggan Riil Seluler

Tren Pertumbuhan Seluler 2007: (Bagian 1 dari 2 tulisan)


TORA Sudiro diapit dua wanita cantik berkulit kuning langsat. Sekelebat sudut mata Tora mengerling. Penuh makna. Dua wanita cantik berbalut busana pekat menatap penuh gelora.

Adegan tersebut bukan cuplikan film layar lebar atau sinetron Dunia Tanpa Koma dimana Tora berperan sebagai pemimpin redaksi (pemred) sebuah majalah. Itu adalah penggalan iklan program perusahaan seluler yang menawarkan layanan menelepon tarif murah dengan bonus pulsa. Siang maupun malam.
Kini telah menjadi tren, para operator seluler menawarkan pulsa telepon seluler dengan tarif murah pada jam-jam tidak sibuk atau istilah para operator seluler, off peak. Menelepon mulai pukul 22.00 hingga pagi hari, pukul 06.00, dibanderol dengan tarif separuh harga dibandingkan jam-jam sibuk (peak hours).
Bagi operator, jurus pemasaran seperti itu tidak merugikan. Pasalnya, jika konsumen menelepon pada larut malam hingga dini hari, selain meningkatkan pendapatan, juga itung-itung mengaktifkan jaringan yang idle. Namun, perilaku pengguna seluler di Tanah Air, mayoritas tidak menelepon pada jam-jam tersebut. Para operator menyebutkan, mayoritas pelanggan menelepon pada jam-jam sibuk berkisar mulai pukul 08.00 hingga 19.00. Selebihnya, frekuensi melorot.
Ragam merayu konsumen daftarnya masih berderet. Inti resepnya pada tarif murah dan embel-embel bonus. Tidak tanggung-tanggung, bonusnya bisa berupa sedan mewah keluaran terbaru.

Terus Tumbuh
Pasar seluler di Tanah Air seakan tak pernah sepi. Lima tahun terakhir tumbuhnya rata-rata bisa mencapai 67%. Tahun 2006, tumbuh dari 45 juta (2005) menjadi 60 juta. Dan, tahun ini Asosiasi Telepon seluler Indonesia (ATSI) memperkirakan bertumbuh menjadi 80 juta. Maklum teledensitas seluler masih di bawah 30% dari total 240 juta penduduk Indonesia.
Dua operator besar, yakni PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk, pada 2007, mematok target perolehan pelanggan masing-masing sekitar sembilan juta dan enam juta. "Tahun 2007, Telkomsel menginvestasikan capex sebesar US$ 1,5 miliar (sekitar Rp 14 triliun,red) untuk menambah sekitar 5.000 BTS baru untuk menyukseskan program melayani kecamatan di 100% kecamatan Kalimantan dan sekitar 60-70% di Sulawesi," ujar Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja.
Sementara itu, Indosat menyiapkan dana sekitar US$ 1 miliar pada 2007. "Di antaranya untuk membangun 3.500 - 4.000 BTS di seluruh Indonesia," ujar Adita Irawati, division head Public Relations PT Indosat.
Sedangkan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), menurut Vice President Public and Marketing Communication Telkom Muhammad Awaluddin, pada 2007 memproyeksikan tambahan pelanggan Flexi hingga dua juta. "Layanan Flexi yang di tahun 2006 berhasil meraih 4,1 juta Satuan Sambungan Flexi (SSF), diproyeksikan tumbuh + 47% menjadi 6,023 juta SSF pada akhir 2007 dengan proyeksi produksi pulsa 43,253 juta menit dan SMS (Short Massage Service) 1,122 juta SMS," kata Awaluddin.

Bersaing Ketat
Kini, tercatat sembilan operator telekomunikasi bersaing ketat memperebutkan pelanggan di Tanah Air. Mereka terdiri atas PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Mobile-8 Telecom Tbk (Mobile-8), PT Bakrie Telecom Tbk, PT Sampoerna (eks Mandara), PT Hutchison CP Telecomunications, dan PT Natrindo Telepon Seluler.
Belanja modal (capital expenditure/capex) yang disiapkan para operator besar pada 2007, diperkirakan mencapai US$ 4,5 miliar atau setara dengan Rp 45 triliun (kurs Rp 10.000/dolar AS). Uang sebanyak itu digunakan untuk memperluas infrastruktur dan strategi pemasaran.
Para operator getol membidik segmen menengah bawah. Kelompok ini lebih besar ketimbang segmen atas. Konsumen diberi kemudahan mengaktifkan seluler, bahkan cukup dengan uang Rp 15 ribu seseorang sudah bisa menelepon ke seantero Nusantara dan ditelepon dari segala penjuru dunia.
Meruyaknya seluler dalam sendi-sendi masyarakat merupakan konsekuensi dari agresivitas para operator telekomunikasi. Bayangkan, sejak diperkenalkan 12 tahun lalu, nomor yang kini beredar sudah lebih dari 60 juta. Dibandingkan dengan telepon kabel, angka itu fantastis. Maklum, telepon kabel yang sudah dikenal lebih dari 100 tahun di Indonesia, baru sembilan juta satuan sambungan.
Kemudahan seluler untuk dibawa-bawa oleh penggunanya menjadi daya tarik utama calon konsumen memilih layanan dengan teknologi global system for mobile telecommunication (GSM) itu. Fitur paling digemari adalah layanan pesan singkat (short message service/SMS). Bukan semata karena tarifnya lebih rendah dibandingkan berbicara, SMS juga lebih efektif karena menggunakan bahasa tulis.
SMS bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan penggunanya. Di tengah masyarakat kita jumpai seorang pedagang yang menerima order melalui SMS. Sopir taksi dan tukang ojek memanfaatkannya untuk memperoleh penumpang. Ibu rumah tangga menggunakan SMS untuk pesan sayuran kepada mbok tukang sayur. Sang direktur dan manajer bisa memberi perintah kepada stafnya. Wartawan terbantu untuk memobilisasi ide dan mewawancari narasumbernya. Pokoknya, masih segudang manfaat positif dari SMS. Tergantung yang memegang kendali ponselnya.
Tapi tunggu dulu. Adakah faktor negatifnya? "Saya terpaksa memecat pembantu saya karena dia menghabiskan uang belanja untuk membeli pulsa," ujar Yoeniar, seorang manajer di Jakarta.
Kasus itu mungkin bukan satu-satunya. Coba tengok kasus yang menimpa Gandi, seorang eksekutif di Jakarta. "Tagihan telepon rumah saya mencapai Rp 6,5 juta dalam satu bulan. Setelah ditelusuri, pembantu saya menelepon ke seluler berjam-jam," ujar dia.

Pelanggan Riil
Sudah menjadi rahasia umum seseorang memiliki lebih dari satu nomor telepon seluler. Bahkan, orang yang sama memiliki tiga jenis nomor telepon yakni telepon tetap kabel (fixed line), telepon tetap nirkabel (fixed wireless access/FWA), dan seluler (GSM maupun CDMA). Sebenarnya ada satu jenis lagi yaitu telepon satelit. Namun karena jenis ini amat minim, kali ini diabaikan dahulu.
Menjawab berapa pelanggan riil merupakan sesuatu yang amat sulit di negeri ini. Data yang hampir pasti hanya pada pelanggan pascabayar. Ironisnya hampir 99% pengguna seluler maupun FWA adalah pelanggan prabayar. Kebijakan registrasi prabayar yang diterapkan pemerintah mulai akhir 2005 juga belum maksimal. Maksudnya, perilaku konsumen mendaftarkan identitas yang sesungguhnya masih diragukan. Maklum, fitur untuk registrasi bisa diisi sembarangan oleh konsumen.
Faktor lain untuk mendapat data riil berapa pengguna seluler juga dipengaruhi oleh tingkat kartu hangus (churn). "Karena faktor churn besar yakni sekitar 20% maka pengguna riil atau orang yang menggunakan kartunya sekitar 80% dari 60 juta pelanggan seluler yang kini ada," tutur pengamat telekomunikasi Roy Suryo, kepada Investor Daily, Kamis (18/1).
Pengamat lainnya, Heru Sutadi menegaskan, penetrasi seluler sesuai dengan nature-nya, adalah penetrasi yang semu. "Satu orang bisa memiliki lebih dari satu nomor, angka pengguna yang 60 juta itu bisa jadi memang pengguna nya tidak benar-benar 60 juta," tutur Heru.
Bahkan, menurut Lukman Adjam, sekjen Himpunan Pemerhati Praktisi Telematika Indonesia (HPPTI), pelanggan aktif layanan cellular service yang mencakup GSM, CDMA, dan FWA total sekitar 30 juta. "Kartu beredar mungkin sudah lebih dari 60 juta. Hal itu lebih karena aturan sistem distribusi yang dikemas bersama voucher isi ulang yang mewajibkan distributor mengambil nomor perdana," tuturnya. (edo rusyanto)

Labels:

Sunday, January 28, 2007

Arpeni Angkut Batu Bara Tanjung Jati B

JAKARTA: Perusahaan pelayaran PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (Arpeni) siap mengangkut empat juta ton batu bara menggunakan kapal berbendera Indonesia dari Kalimantan Timur ke Tanjung Jati B, menyusul pencabutan izin kapal asing MV Jawa Power oleh Dephub untuk mengangkut batubara di dalam negeri.
“Arpeni selalu siap sedia dengan kapal berbendera Indonesia untuk mengangkut batubara dari Kalimantan Timur ke Tanjung Jati B,” ujar Ronald Nangoi, corporate secretary Arpeni, di Jakarta, baru-baru.
Menurut Ronald, sejak September hingga Desember 2006, Arpeni telah melakukan delivery 15 kali pengapalan atau mengangkut satu juta ton batu bara asal Kalimantan Timur ke Tanjung Jati B, Jepara (Jawa Tengah) dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia.
Dia mengatakan, Arpeni untuk mengangkut batubara itu menyiapkan kapal jenis Panamax berbagai tipe yakni gear (memilik crane) dan gearless (tanpa crane). Kedua tipe itu cocok untuk kondisi pelabuhan pemuatan di Kalimantan Timur dan pelabuhan bongkar di Tanjung Jati B.
Sedikitnya, lanjut dia, ada enam kapal yang dipersiapkan untuk mengangkut batubara itu yakni tiga tipe gearless masing-masing MV Indrani (69.611 DWT), MV Citrawati (69.332 DWT) dan MV Suryawati (69.124 DWT) serta tiga tipe gear yakni MV Dewi Umayi (61.190 DWT), MV. Dewi Urmila (63.640 DWT) dan MV Banowati (63.638 DWT).
Sebelumnya Dephub diketahui membatalkan izin Permohonan Pemakaian Kapal Asing (PPKA) atas MV Jawa Power berbendera Singapura untuk mengangkut batu bara dari Samarinda ke Pelabuhan Tanjung Jati B, Jepara, Jawa Tengah.
Pembatalan izin PPKA itu dikeluarkan melalui telegram No. 12/PHBL-07 oleh Pelaksana Harian Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Dirlala), Ditjen Perhubungan Laut, 18 Januari 2007.
Telegram Dirlala itu ditujukan kepada Kepala Kantor Pelabuhan Sangata itu mencabut surat Dirjen Perhubungan Laut No. AL.571/61/2/257/06, 20 Desember 2006 tentang soal pemberian izin PPKA MV Jawa Power.
Dirlala menginstruksikan bila kapal itu sedang melaksanakan pemuatan batu bara diminta segera dibongkar kembali karena hal itu melanggar Instruksi Presiden (Inpres) No. 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.
Aktivitas angkutan laut tersebut jelas melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. KM.71/2005 yang mewajibkan angkutan batu bara di dalam negeri diangkut oleh kapal berbendera Indonesia. (ed)

Investor Daily, Sabtu, 27 Januari 2007

Saturday, January 27, 2007

Registrasi Pelanggan Seluler Prepaid Diminta Bertahap

Jakarta-PT Telkomsel akan mengkaji ulang pola yang cocok untuk mendata pelanggan seluler prabayar (prepaid) yang saat ini secara nasional mencapai 45 juta pelanggan.
Manajemen Telkomsel menilai sistem pendataan ulang tersebut memungkinkan apabila hanya sebatas registrasi. Namun, kalau menyangkut validasi pelanggan, dipastikan Telkomsel sebagai operator yang memiliki pelanggan paling besar, mengalami sejumlah kendala.
Menurut Suryo Hadiyanto, corporate communication Telkomsel, seyogyanya pendataan prepaid sebatas wilayah tertentu, misalnya khusus area Jakarta. Ia mengatakan, setelah dianggap berhasil dan melakukan evaluasi matang terhadap hal itu, barulah diterapkan secara nasional.
Saat ini, Telkomsel telah meregistrasi pengguna seluler prepaid seperti yang dilakukan dalam promosi Simpati zone. Telkomsel mengajak agar pelanggan mau meregistrasi. Tidak ada sanksi bagi mereka yang tidak meregistrasi.
“Kita saat ini mendata ulang dengan melibatkan semua dealer. Secara teknis masih belum ditentukan solusi tepatnya, agar tidak memerlukan biaya yang mahal dan memungkinkan secara cepat dapat didata ulang," paparnya.
Terpisah, eksekutif komunikasi PT Excelcomindo Pratama (XL) Ventura Elisawati menegaskan, keharusan meregistrasi pengguna prepaid akan berpengaruh terhadap pertumbuhan pelanggan XL. “Sedikit banyak pasti berpengaruh. Kemungkinan hanya beberapa bulan,” ujar Ventura.
Ia menegaskan, XL yang kini memiliki sekitar 4,5 juta pelanggan sedang menyusun antisipasi jika regulasi meregistrasi pelanggan prepaid diterapkan.
Saat ini, rata-rata pelanggan prepaid pada tiga operator seluler terbesar-- Telkomsel, XL dan Indosat, mencapai lebih 90% dari total pelanggan mereka. (har/ed)

Investor Daily, 3 September 2005

Friday, January 26, 2007

‘Tarif Interkoneksi Harus Diperjelas’

Jakarta-Anggota Komite Nasional Telekomunikasi Indonesia (KNTI) Srijanto Tjokrosoedarmo meminta agar pemerintah memperjelas tarif interkoneksi telepon. Hal itu agar kajian bagi hasil PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dengan wartel bisa mencapai titik temu.
"Interkoneksi perlu diperjelas dahulu karena DPI belum disetujui," ujar Srijanto, di Jakarta, Kamis (25/1).
Jika sudah disetujui, tambah dia, harus diumumkan kepada masyarakat.
DPI adalah Daftar Penawaran Interkoneksi yang disusun para operator telekomunikasi. Penerapan tarif interkoneksi harus dimulai 1 Januari 2007 menyusul dikeluarkannya Peraturan Menteri No. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 tentang Interkoneksi. Aturan tersebut menghapuskan komponen airtime dalam tagihan biaya yang harus dibayar pengguna telepon. Imbas penghapusan airtime, menurut Vice President Public and Marketing Communication Telkom Muhammad Awaluddin, item biaya airtime pada lembar tagihan pelanggan dan rincian data wartel juga harus dihapus.
Dia mengakui, ada konsekuensi perubahan software aplikasi yang harus dilakukan oleh pihak wartel dengan tidak diaktifkannya lagi pencatatan airtime.
Awaluddin mengakui, Telkom mengkaji ulang besaran bagi hasil (revenue sharing) dengan pengusaha wartel. "Saat ini kami matangkan di internal Telkom, prinsipnya kami akan berusaha mencapai solusi yang bersifat win-win," ujarnya.
Menurut Srijanto, dalam merumuskan bagi hasil, Telkom hendaknya melibatkan Asosiasi Pengusaha Wartelkom Indonesia (APWI).
Ia menilai, bagi hasil yang ditetapkan antara Telkom dengan wartel nantinya minimal sama dengan yang berlaku saat ini. " Untuk sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) minimal sama dengan sebelumnya. Untuk tarif lokal, disamakan dengan Telkom Flexi," tutur Srijanto yang juga pengusaha wartel.
Rasio bagi hasil Telkom-wartel saat ini adalah 70%:30%. Wartel mendapat 10% pendapatan airtime dari setiap percakapan yang dilakukan dari wartel pengguna telepon Public Switch Telephone Network (PSTN) Telkom ke seluler.
Hingga kini, besaran dana airtime yang dibayarkan operator seluler kepada para pengusaha wartel sebesar Rp 105 miliar. Setelah dikurangi biaya, dana yang disalurkan kepada pengusaha wartel sekitar Rp 62 miliar. (ed)

Investor Daily, 26 Januari 2007

Thursday, January 25, 2007

FIR 13 Proyek Tol Mencapai 19%

JAKARTA-Tingkat pengembalian investasi (financial interest of return/FIR) 13 proyek tol yang akan ditender minggu ketiga Juni 2005 mencapai 19%. “Financial interest of return tiga belas proyek tol tahap dua nanti sekitar 14-19%. Jumlah itu tidak berbeda jauh dengan enam ruas tol yang ditender Januari lalu,” tutur Ketua Tim Pengadaan Investasi Jalan Tol Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Eduard T Pauner, kepada Investor Daily, Selasa (7/6).
Ia menjelaskan, saat ini sudah ada beberapa calon investor yang mencari informasi mengenai keberadaan ke-13 proyek yang tersebar di berbagai daerah itu. Namun, tambah dia, seberapa besar minat calon investor asing baru akan terlihat saat tender dibuka.” Kita offering ,setelah dua bulan baru kita lihat,” katanya.
Proyek senilai Rp 34 triliun itu, lanjut Eduard, antara lain meliputi ruas tol Pasirkoja-Soreang (15,0 Km), Semarang-Demak (25,0 Km), Jogja-Solo (45,0 Km) dan Jogja-Bawen (104,0 Km). (lihat tabel)
Menurut Eduard, calon investor lokal dan asing yang gagal mengikuti tender tahap pertama Januari 2005, dapat mengikuti tender tahap dua.
”Pada tender tahap pertama ada investor Korea dan keduanya gagal. Kalau ikut lagi di tahap dua tidak apa-apa,” tutur dia.
Sementara itu, menyinggung perkembangan tender enam ruas tol, menurut Eduard, saat ini seluruh ke-18 konsorsium yang lolos tahap pertama telah mengambil dokumen tender.”Semuanya mengambil dokumen. Tadinya kita khawatir jangan-jangan mereka mundur. Itu menunjukkan minatnya cukup tinggi. Kita lihat apakah mereka akan mengembalikan pada Agustus 2005,” tukas dia.
Eduard menambahkan, pemenang tender enam ruas tol akan diumumkan Desember2005.

Bingung Ganti Rugi
Terpisah, Walikota Bekasi Akhmad Zurfaih mengaku, kebingungan menghadapi penyelesaian ganti rugi lahan warga di Kelurahan Jatiwarna, Jatiasih, Jatimekar dan Jakamulya yang terkena proyek Jakarta Outher Ring Road (JORR) ruas Hankam-Cikunir yang hingga kini belum tuntas. Di satu sisi, Walikota Bekasi telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) nomor: 593.83/Kep-Bipem/V/2004, tertanggal 21 Mei 2004, tentang penetapan harga tertinggi tanah warga yang terkena proyek pembangunan ruas jalan JORR Hankam-Cikunir hasil kesepakatan bersama, katanya di Bekasi, kemarin. Maksudnya, sebelum SK Walikota Bekasi itu ditertibkan sudah terjadi kesepakatan antara pemilik tanah dengan PT Jasa Marga yakni, nilai ganti rugi sebesar Rp 1,350 juta per meter persegi berstatus sertifikat. Sedangkan tanah berstatus girik sebesar Rp 1,250 juta per meter persegi, namun belakangan PT Jasa Marga keberatan karena ganti rugi dinilai terlalu tinggi akhirnya proses pembayaran bertele-tele. "Besaran ganti rugi lahan ratusan warga itu kan atas dasar kesepakatan bersama, tetapi PT Jasa Marga belum mau membayar karena menganggap harga tanah terlalu tinggi, nah terus bagaimana ini," katanya, seperti dilansir Antara. Sedikitnya, 300 warga yang memiliki lahan sekitar 11,5 hektare di keempat kelurahan itu mendesak PT Jasa Marga segera membayar ganti rugi, namun hingga kini belum ada tanda-tanda bakal terealisir dengan berbagai alasan yang kurang masuk akal. PT Jasa Marga menganggap besaran ganti rugi yang tertuang pada SK Walikota Bekasi terlalu tinggi dan tidak sesuai kenyataan di lapangan, padahal sebelumnya sudah terjadi kesepakatan antara pemilik tanah, Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pemkot Bekasi dengan Tim Jasa Marga. "Masalah itu yang membuat saya bingung, karena para korban gusuran JORR minta ganti rugi sesuai Surat Keputusan Walikota, tapi PT Jasa Marga merasa keberatan dengan harga tersebut," kata Akhmad Zurfaih. Seandainya, persoalan ganti rugi terus berlarut-larut tidak ada ujung pangkalnya maka orang nomor satu di jajaran Pemkot Bekasi itu mengatakan, silakan selesaikan langsung dengan korban gusuran JORR. Terkait dengan belum adanya kesepakatan soal besarnya ganti rugi, beberapa waktu lalu, Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan investigasi di Bekasi guna mengetahui harga tanah milik ratusan warga di keempat kelurahan tersebut, namun belum ada kabar selanjutnya. Sementara itu, anggota P2T Pemkot Bekasi Ichsan Said berpendapat, investigasi oleh BPK merupakan langkah maju dengan harapan pelaksanaan ganti rugi tanah warga segera terealisasi karena sudah terkatung-katung belasan tahun silam. "Tim BPK turun ke lapangan mengecek kebenaran harga jual tanah warga korban JORR itu langkah bagus, biar ganti rugi cepat dibayar karena kasihan mereka yang bertahun-tahun menunggu pembayaran," kata Ichsan Said.

Sementara itu, Zakirudin Chaniago, kuasa hukum korban JORR di keempat kelurahan tersebut menilai PT Jasa Marga tidak serius menuntaskan pembayaran ganti rugi tanah masyarakat terbukti sudah bertahun-tahun terbengkalai bahkan belum ada titik terang. PT Jasa Marga juga diduga melanggar Keputusan Presiden (Keppres) nomor: 55/1993 tentang pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Pada Keppres itu antara lain menyebutkan, lahan warga yang terkena pembebasan untuk kepentingan umum terlebih dahulu diberikan ganti rugi, namun PT Jasa Marga main serobot mengakibatkan para pemiliknya marah dan memblokir ruas jalan JORR di wilayah Bekasi. "Saya atas nama korban JORR kecewa pembayaran ganti tanah warga tidak jelas," katanya. (ed)



13 Proyek Tol Tender Tahap II

Palembang-Indralaya (24,5 Km)
Cilegon-Bojanegara (31,0 Km)
Sukabumi-Ciranjang (31,0 Km)
Pasirkoja-Soreang (15,0 Km)
Semarang-Demak (25,0 Km)
Jogja-Solo (45,0 Km)
Jogja-Bawen (104,0 Km)
Solo-Mantingan (58,0 Km)
Mantingan-Ngawi (27,0 Km)
Ngawi-Kertosono (84,0 Km)
SS Waru-Tg. Perak Tahap II (23,0 Km)
Probolinggo-Banyuwangi (156,0 Km)

Bagian-bagian JORR 2 (114 Km)

Investor Daily, 28 Juni 2005

Pengamat Optimistis Direksi Baru Dongkrak Kinerja Telkom

JAKARTA-Sejumlah pengamat telekomunikasi optimistis direksi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) periode 2005-2010 dapat mendongkrak kinerja perseroan.
Terpilihnya Arwin Rasyid yang mantan Direktur Utama PT Bank Danamon Tbk, sebagai dirut Telkom, diharapkan menciptakan sinergi kompetensi bidang finansial dan telekomunikasi yang akan memberikan dampak positif bagi perkembangan Telkom. Di samping itu, kembalinya Garuda Sugardo sebagai wakil dirut Telkom juga diyakini memberikan prospek cerah bagi perkembangan bisnis Telkom.
Pendapat tersebut terangkum dari Asmiyati Rashid, pendiri Center for Telecommunications Regulation Study (Citrus), Mas Wigrantoro Roes Setiyadi Ketua Masyarakat Telematika (Mastel), pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia Heru Sutadi dan Ketua Umum BUMN Wacth Naldy Nazar Haroen.
Asmiyati mengatakan, kompetensi Arwin di bidang finansial akan melengkapi kompetensi direksi Telkom lainnya yang lebih banyak memiliki latar belakang teknis bidang telekomunikasi. Arwin diharapkan dapat memperbaiki berbagai indikator finansial Telkom.
Sedangkan Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengungkapkan, Garuda akan mampu mem-back-up Arwin yang masih belum tahu seluk-beluk industri telekomunikasi. Selain itu, pada tahap awal, Garuda juga akan dapat berkoordinasi di kalangan internal Telkom dan menyakinkan karyawan untuk menerima Arwin.
Bagi Naldy, jika Arwin mampu meyakinkan Serikat Karyawan (Sekar) Telkom serta bisa mengkonsolidasikan persoalan yang ada, dirinya dapat optimistis Telkom bertumbuh lebih baik.”Apalagi jika didukung Garuda Sugardo yang memiliki pengalaman di industri telekomunikasi,” katanya.
Mas Wig mengaku tidak khawatir terhadap bisnis Telkom ke depan. Masuknya Garuda, kata Mas Wig, diyakini bisnis Telkom akan melejit. Garuda yang sebelumnya sudah memiliki pengalaman di Indosat, Telkomsel maupun Telkom dinilai sangat mumpuni dalam menjalankan bisnis telekomunikasi.
Sementara itu, Heru Sutadi berpendapat, dengan kondisi Arwin yang tidak memiliki latarbelakang telekomunikasi maka Garuda siap meng-handle kegiatan teknis operasional Telkom. Tapi, Heru berharap Arwin dapat secepatnya belajar untuk memahami persoalan telekomunikasi, dan khususnya masalah di lingkup Telkom.
Berkaitan dengan posisi Garuda, Asmiyati mengingatkan peran Garuda tidak boleh menenggelamkan Arwin. Dia menggarisbawahi terciptanya sinergi yang baik, baru akan terwujud bila antara direksi benar-benar saling menghormati kompetensi masing-masing. Peneliti dari Bandung ini khawatir Arwin yang tidak memiliki latarbelakang telekomunikasi akan diremehkan, sehingga, dia tidak bisa menampilkan perfoma-nya secara optimal.
Arwin, lanjut dia, harus bisa menunjukkan jiwa kepemimpinannya di Telkom. “Arwin seorang kapten di PT Telkom, dia harus bisa mengendalikan semua orang di PT Telkom, sedangkan Garuda selaku Wadirut tetap merupakan orang nomer dua saja di Telkom di bawah Arwin,” tegasnya.

Butuh Regulasi kuat dan Tegas
Di sisi lain, Mas Wig menyarankan kehadiran orang semacam Garuda harus diikuti dengan keberadaan regulator yang kuat dan tegas. Menurut Mas Wig, kehadiran sosok Garuda sebagai pelaku pasar yang lihai, berjiwa pendobrak dan selalu memiliki ide baru itu, mesti disikapi dengan adanya regulasi yang kuat dan tegas. “Kalau tidak, saya yakin nanti Telkom akan tumbuh kuat, tapi operator lainnya akan mati,” ujarnya.Hingga saat ini, pengamat menilai regulasi telekomunikasi yang diterapkan pemerintah masih lemah. Kelemahan itu, juga terlihat dari peran Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) saat ini. Ditambah lagi, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang ternyata tidak memiliki kekuatan semakin menunjukkan kendornya pengawas di sektor ini. Mas Wig berharap, pemerintah segera merombak BRTI, baik dari sisi keanggotaannya maupun pijakan hukumnya. “BRTI yang hanya didasari landasan hukum dari Keputusan Menteri (KM) harus diperkuat menjadi lembaga yang dilegitimasi dengan Keputusan Presiden (PP),” katanya. (tri/ed)

Investor Daily, 27 Juni 2005

Arwin-Garuda Pimpin Telkom

Jakarta- Duet Arwin Rasyid dan Garuda Sugardo terpilih menjadi Direktur Utama (Dirut) dan Wakil Dirut PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), pada Jumat (24/6),di Jakarta.
Nama Arwin Rasyid mencuat Kamis (23/6) sebagai kandidat Dirut Telkom. Namun, sosok pria kelahiran Roma Italia, 22 Januari 1957 itu cenderung tidak diperhitungkan menempati posisi menggantikan Kristiono. Jumat (24/6) pagi, duet Arwin-Garuda masih beredar sebagai pemimpin BUMN telekomunikasi berpendapatan Rp 33,9 triliun (2004). Menjelang pelaksanaan RUPS, Jumat pukul 13.30 Wib, nama Arwin --yang sempat dijagokan menjadi dirut Indosat, menghilang. Justru kabar yang merebak adalah duet John Welly-Garuda.
Segala rumor yang beredar di kalangan wartawan sirna, kala Roes Aryawijaya wakil pemerintah dalam RUPS kemarin, membuka amplop putih hasil pembahasan Tim Penilai Akhir (TPA), pada pukul 18.03 Wib. “Dalam rangka revitalisasi Telkom, dirut lama Kristiono…digantikan dirut baru Arwin Rasyid,” ujar Roes,sambil membaca surat dari TPA di hadapan peserta RUPS, di Jakarta, kemarin.
Mendengar ucapan Roes, sontak Sekjen Sekar Telkom Wisnu Adhi Wuryanto, mempertanyakan alas an pemerintah memilih mantan Dirut Bank Danamon yang sahamnya dimiliki Temasek Singapura itu. “Tanpa mengurangi rasa hormat kepada bapak Arwin Rasyid, saya ingin bertanya alasan pemerintah memilih Arwin Rasyid,” ujar Wisnu. Pertanyaan yang dilontarkan tersebut,kata Wisnu, untuk menunjukkan kepada duet Arwin-Garuda bahwa Sekar Telkom peduli kepada perusahaan tersebut.
Menurut Wisnu, Sekar menolak karena Arwin bukan orang Telkom dan tidak faham telekomunikasi. Apalagi, Arwin telah ditolak untuk menduduki posisi dirut Indosat, sebuah perusahaan telekomunikasi yang lebih kecil ketimbang Telkom. “Telkom harus dipimpin oleh orang yang mengerti dan faham, taruhannya terlalu besar walau dikasih waktu. Kita akan minta bargaining, karena kompetisi di depan mata,” kata Wisnu.
Roes meminta agar Sekar Telkom dan pihak-pihak lainnya memberi kesempatan kepada Arwin Rasyid. “Tolong beri kesempatan pada pemimpin untuk perlihatkan profesionalnya mulai hari ini. Kita akan tinjau kalau tidak mampu,” ungkap Roes.
Arwin sempat melontarkan pernyataan serupa saat tanya jawab dengan wartawan pada pukul 19.10 Wib. “Saya fahami aspirasi Sekar Telkom.Beri saya kesempatan.Saya mau belajar. Tapi, jangan harap saya jadi ahli telekomunikasi. Saya berharap Telkom lebih jaya. Saya berharap dinamika bersama antara telekomunikasi dan perbankan ini akan membuat Telkom lebih jaya dan baik,” kata dia.
Menurut Arwin, Telkom harus menghadapi tantangan penetrasi di perdesaan yang masih rendah. Penetrasi telepon tetap di Indonesia baru mencapai 4% dan seluler 13%. Sedangkan di negara lain, seperti Cina, dengan Gross Domestik Produk (GDP) yang sama penetrasi mereka sudah mencapai 26%.
Tantangan juga berkaitan dengan tercatatnya perseroan di New York Stock Exchange (NYSE) yang memberikan konsekuensi kepatuhan terhadap peraturan yang lebih ketat. Kemudian, seiring dengan deregulasi, Telkom juga akan menghadapi tantangan persaingan bisnis yang semakin ketat, terutama pascamasuknya perusahaan-perusahaan telekomunikasi dunia, seperti Maxis dan Huchitson.
Bagi pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia Heru Sutadi, setelah gagal di PT Indosat Tbk, usaha pihak tertentu memasukkan Arwin sebagai dirut dalam sektor telekomunikasi tidak berhenti. “Dan, itu akhirnya masuk ke Telkom. Harusnya Telkom sebagai perusahaan yang sudah mendunia jangan mau menerima begitu saja. Meski memiliki banyak pengalaman tapi Arwin orang bank,sehingga nampaknya Telkom akan mengalami masa-masa berat ke depannya,” kata Heru, kepada Investor Daily, kemarin.

Dividen 50%
Di sisi lain, RUPS Telkom telah menyetujui pembayaran dividen sebesar 50% dari laba bersih tahun buku 2004 atau sebesar Rp 3,06 triliun. Pembayaran dividen sudah termasuk dividen interim sebesar Rp 143,373 miliar atau Rp 7,112 per saham yang telah dibayarkan perseroan pada 6 Januari 2005. Sedangkan, pembayaran sisa dividen untuk pemegang saham publik akan dibayarkan sekaligus pada 3 Agustus 2005. Sedangkan, dividen saham untuk pemerintah akan dibayar dalam dua tahap.
RUPS juga memutuskan sisa laba 2004 sebanyak Rp 2,88 triliun(47%) akan digunakan untuk pengembangan bisnis perusahaan, Rp 61,29 miliar (1%) program kemitraan, dan Rp 122,58 miliar (2%) untuk dana cadangan perusahaan. Selanjutnya, untuk menjamin usaha yang berkelanjutan, perseroan menetapkan anggaran investasi sebesar Rp 6,1 triliun. Dana tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur Rp 5,6 triliun dan investasi jangka panjang Rp 568 miliar. Kemudian, anggaran untuk investasi anak perusahaan yang bergerak di bidang seluler (PT Telkomsel) disetujui sebesar US$ 700 juta.
Sementara itu, terkait kasus PT Telkom di Kejaksaan Agung, Arwin mengatakan, tidak akan memberikan pendapat apapun. Namun, dia meminta agar diterapkan azas praduga tak bersalah (presumption of innocent). Di lain pihak, manajemen berjanji untuk kooperatif dalam memberikan informasi dan data kepada Kejaksaan Agung.

Laporan ke SEC
Perseroan juga mengumumkan bahwa hingga penyelenggaraan RUPS, laporan keuangan konsolidasian untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004 belum memuat pengungkapan tentang rekonsiliasi terhadap prinsip akuntansi yang berlaku di Amerika Serikat (rekonsiliasi US GAAP).
Hal tersebut dikarenakan perseroan masih dalam proses menjawab surat yang diterima dari Divisi Corporate Finance US Securities and Exchange Commision (SEC) sehubungan dengan review SEC terhadap disclosure yang terkandung dalam annual reportform 20-F Telkom tahun 2003 (20-F2 003). (tri/ed)


Susunan Direksi Telkom
Arwin Rasyid (Direktur Utama/Chief Executive Officer)
Garuda Sugardo (Wkl Dirut/Chief Operational Officer)
Arief Yahya (Direktur Enterprises &Whole Sale)
Guntur Siregar (Direktur Consumer)
Abdul Haris Nasution (Direktur Infrastruktur)
Rinaldi Firmansyah (Direktur Keuangan)
John Welly (Direktur SDM).

Investor Daily, 25 Juni 2005

Operator Tol Diminta Tingkatkan Pelayanan

Jakarta- Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, pihaknya belum akan menaikkan tarif tol apabila operator jalan tol belum dapat meningkatkan layanan minimum kepada pengguna jalan. "Untuk itu saya telah minta kepada pengelola jalan tol tersebut, untuk mengajukan langkah-langkah yang akan diambil untuk meningkatkan pelayanannya,"kata Menteri PU Djoko Kirmanto di Jakarta, Kamis (23/6). Djoko mengakui telah menerima surat dari para pengelola tol yang tergabung dalam Asosiasi Tol Indonesia (ATI) yang menyatakan tarifnya sudah dua tahun tidak naik, sehingga mereka minta disesuaikan. Kenaikan setiap dua tahun sekali itu memang sesuai dengan amanat dari Undang-Undang tentang Jalan No. 38 tahun 2005, sehingga pemerintah harus memenuhi usulan tersebut. Dengan catatan, kewajiban operator tol sebagai pengelola juga harus dipenuhi. "Jangan hanya minta tarifnya naik. Tetapi mereka juga harus meningkatkan layanannya. Seperti layanan derek saat mobil mogok yang terlalu lama," ujarnya.
Pada awal Juni, Menteri PU menuturkan, kenaikan tarif jalan tol dalam kota masih dikaji oleh tim internal DPU. Diharapkan dalam dua bulan ketentuan kenaikan tarif jalan tol sudah final. “ Saat ini telah dibentuk tim internal PU untuk mengkaji untuk semua ruas. Hal ini agar penyesuaian tarif dapat diberlakukan secara komprehensif,” ungkap Djoko Kirmanto.
Besaran tarif, kata dia, mempertimbangkan jumlah inflasi serta beberapa hal yang berpengaruh lainnya. “Saat ini belum dapat diinformasikan mengenai besaran idealnya,” tambahnya. Mengenai berapa ruas yang layak untuk dinaikan tarifnya, menurut Djoko, hampir seluruhnya, kecuali tiga ruas. Jalan tol yang siap untuk dinaikkan itu rata-rata tarifnya belum pernah disesuaikan sejak ditetapkan 20 Juni 2003. "Bahkan terdapat ruas yang belum pernah dinaikan pada 1992, sementara di Serang belum naik sejak tahun 1993," kata Menteri PU, seperti ditulis Antara.
Sedangkan tiga ruas yang tarifnya belum akan dinaikan di antaranya Tol Jakarta-Cikampek, Tol Sedyatmo, dan Tol Jagorawi karena baru ditetapkan sekitar awal 2004, sehingga belum sampai dua tahun.
Terpisah, Corporate Secretary PT (Persero) Jasa Marga Hengky Hermawan mengatakan, pihaknya tetap mengusulkan kenaikkan tariff untuk ruas tol Jagorawi. “Sejak dibangun hingga kini, jika hanya ruas tol Jagorawi seperti semula dibangun memang sudah break event point. Namun, kami telah membangun pengembangan di Jagorawi. Biaya-biaya itu belum kembali modal,” kata Hengky, saat dihubungi Investor Daily, kemarin.
Menurut dia, pembangunan infrastruktur di beberapa ruas Jagorawi sebagai bagian peningkatan pelayanan kepada pengguna jalan tol. “Ruas Jagorawi terakhir kali mengalami kenaikan tariff pada tahun 1992,” tambah dia.
Sebelumnya, Hengky pernah mengatakan bahwa untuk ruas tol dalam kota yang dikelola Jasa Marga, besaran kenaikkannya sebesar Rp 500, sehingga menjadi Rp 4.500. “Hal itu mengacu pada UU Jalan, bahwa kenaikan tarif dilakukan dua tahun sekali,” kata Hengky, saat itu.
Menurut Hengky, kenaikan menjadi Rp 4.500 tersebut, telah mempertimbangkan adanya kenaikan tingkat inflasi. Untuk tol dalam kota terakhir kali mengalami kenaikkan pada tahun 2003.
Selain Jasa Marga, pada pertengahan April 2005, penyelenggara jalan tol swasta, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) juga mengusulkan kenaikan tarif tol dalam kota Jakarta (Jakarta Intra Urban Tollways). Citra Marga mengusulkan kenaikkan dilakukan pada Juni 2005 sebagai penyesuaian terhadap laju inflasi. Usulan CMNP tersebut mengacu pada UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. “Tarif tol mustinya naik pada 13 Juni 2005 ini sebesar inflasi. Sesuai UU No. 38 Tahun 2004 disebutkan untuk tarif tol, dilakukan adjustment (penyesuaian) setiap dua tahun sekali terhadap laju inflasi,” kata Direktur Utama Citra Marga Daddy Hariadi, ketika itu. (ed)

Investor Daily, 24 Juni 2005

Dugaan KKN Tak Hambat Pemilihan Direksi Telkom

Jakarta-Rencana penyidikan dugaan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di tubuh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) oleh Kejaksaan Agung, tidak menghambat rapat umum pemegang saham (RUPS) Telkom, pada 24 Juni2005.
“Suatu dugaan yang belum memiliki dasar hukum yang kuat, kita tidak boleh menilai orang itu sebagai terhukum,” kata Ketua BUMN Watch Naldy Nazar Haroen, di Jakarta, Rabu (22/6).
Dia menambahkan, bila kasus dugaan itu dijadikan alasan untuk mengganti direksi maka pemerintah harus memberikan alasan yang tepat.
Sementara itu, Ketua Hubungan Antarlembaga Sekar Telkom Doddy M Gozali mengatakan, Sekar Telkom belum memiliki pernyataan resmi tentang kandidat direksi perseroan secara personal. Namun, dia menegaskan, sejauh ini Sekar sangat mendambakan jajaran direksi dan komisaris yang bersih, memiliki komitmen pada good corporate governance (GCG) dan profesional. “Direksi baru diharapkan mampu menjaga Telkom untuk bisa eksis di pasar domestik dan regional,” kata Doddy, kepada Investor Daily, kemarin.
Doddy juga mengakui, Sekar Telkom tidak memiliki kekuatan berkaitan dengan sukses kepemimpinan di perseroan. Di samping itu, Sekar juga memilih untuk tidak terseret pada situasi yang tidak menentu (turbulance) menjelang pemilihan direksi. Sekar, lanjut dia, hanya menginginkan proses pemilihan direksi dapat berjalan dengan baik, sehingga, dapat menempatkan jajaran direksi sesuai harapan mereka.

51 Nama
Sementara itu, Sekretaris Menneg BUMN Richard Claproth menyatakan, ada sekitar 51 calon yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) untuk memperebutkan posisi direksi di Telkom.
“Saya memperoleh informasi lewat sms (pesan singkat) ada 51 nama. Tapi, saya baca di koran tadi pagi ada 21 nama,” kata Richard.
Namun, Richard mengaku tidak mengetahuinya siapa saja yang menjadi calon dalam seleksi tersebut. Sebab, meskipun dia Ketua Tim Fit and Proper Test Kementerian BUMN, namun, ia tidak ikut serta dalam semua proses uji kelayakan dan kepatutan tersebut. “Mungkin saya tidak diikutsertakan karena saya tidak mengerti masalah telekomunikasi,” tambah dia.
Naldy Nazar Haroen mengatakan, untuk menghasilkan orang-orang yang cocok menduduki kursi direksi Telkom, proses pemilihan direksi perlu diawali dengan pembentukan tim fit and proper yang berintegritas dan kompeten. Dia berpendapat penetapan tim fit and proper mesti dilakukan konsultan independen. Dan, dalam menjalankan tugasnya tim tersebut akan diawasi menteri.

Pertumbuhan Nasional
Sementara itu, pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia Heru Sutadi mengatakan, kehadiran wajah baru memimpin Telkom akan mampu lebih mendorong Telkom sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Merujuk pernyataan dengan International Telecommunication Union (ITU), setiap pertumbuhan 1% infrastruktur telepon akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi sebesar 3%,” kata dia, kemarin.
Alasannya, tambah Heru, kehadiran orang baru akan melahirkan gagasan-gagasan dan strategi baru.
Salah satu kemampuan Telkom mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan memperluas pembangunan satuan sambungan telepon kabel (fixed line) di Tanah Air.
Selain itu, “Telkom harus mampu berkompetisi secara sehat dengan operator lainnya. Regulator telah membuat aturan yang mendorong kompetisi di bisnis telekomunikasi,” kata Heru.Saat ini, Telkom telah membangun sekitar sembilan juta lebih satuan sambungan telepon (SST) kabel dan sekitar tiga juta SST telepon bermobilitas terbatas (fixed wireless access/FWA). (tri/ed)

Investor Daily, 23 Juni 2005

Wednesday, January 24, 2007

Perlu Keseriusan Menawarkan Proyek Infrastruktur

KESERIUSAN pemerintah menawarkan proyek infrastruktur sedang diuji. Tuntutan dari investor agar investasi mereka aman, bukan perkara mudah untuk memenuhinya.
Perangkat aturan yang mendorong kemudahan investasi, kepastian hukum hingga jaminan keuntungan berinvestasi, menjadi topik utama. Maklum, dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur hingga 2010, tidak tanggung-tanggung, Rp 1.303 triliun. Kemampuan pemerintah tidak lebih dari Rp 252 triliun. Kocek investor dalam negeri pun nyaris tak mampu memenuhi sisanya. Lagi-lagi, gantungan harapan masih berada pada investor asing. Dan, bicara soal investor asing, mau tidak mau pemerintah berhadapan dengan tuntutan seperti diuraikan di atas.
Salah satu ajang menggaet investor asing adalah Indonesia Infrastructure Summit. Pada Januari 2005, pemerintah menggelar forum itu dengan menawarkan 91 proyek senilai US$ 22,5 miliar (setara Rp 202,5 triliun). Hasilnya? Bisa dibilang gagal. Pemerintah mengaku, kegagalan itu akibat regulasi yang ada belum sepenuhnya menjamin proses tender berjalan transparan, bertanggung jawab, adil dan kompetitif.
Setahun berselang, menjelang penghujung 2005, pemerintah mengumandangkan niat menggelar event sejenis di Februari 2006 dengan menawarkan proyek senilai US$ 57,5 miliar (setara Rp 517,5 triliun). Dan, pada penutupan tahun 2005, pemerintah mengisyaratkan pemunduran jadwal event yang kini dilabeli Indonesia Infrastructure Summit & Exhibition (IISE) II, hingga pertengahan 2006. Ada apa gerangan?
Meski telah mengeluarkan aturan pendukung investasi, seperti Peraturan Presiden (Perpres) No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi PelaksanaanPembangunan untuk Kepentingan Umum dan Perpres No 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, arus modal untuk infrastruktur belum terlalu deras. Pemerintah masih harus menuntaskan sejumlah aturan di sektor infrastruktur. Seperti perundangan di bidang pelabuhan (Revisi UU No 21/1992 tentang Pelayaran), rancangan undang undang kereta api hingga perundangan mengenai bandara (revisi UU No 15/1992 tentang Penerbangan).
Kesempatan swasta membangun atau mengelola infrastruktur transportasi semakin terbuka. Misalnya saja untuk sektor perkeretaapian. Pada RUU yang sedang dibahas, investor swasta dapat mengoperasikan bisnis perkeretaapian. Khususnya untuk pengelolaan jasa angkutnya.
Revisi terhadap perundangan yang ada kini masih berada di parlemen. Rentang waktu untuk menuntaskan perundangan itulah tampaknya yang menjadi salah satu faktor penting kenapa ajang infrastructure summit diundur.
Pada sektor jalan tol, pemerintah juga meliberalisasi peraturan yang ada. Selain terkait pembebasan lahan, dimana pemerintah memberi kelonggaran yang amat luas. Pemerintah juga merevisi dokumen perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT). Proses revisi aturan itu masih berlangsung. Hal krusial yang direvisi adalah soal pembagian risiko dalam investasi jalan tol, antara pemerintah dan calon investor. Investor dipikat dengan kepastian penerapan tarif tol di awal dan penyesuaiannya, pengelolaan risiko dan dukungan pemerintah, obligasi penjaminan (performance bond), dan unsolicited project. Selain itu, pemerintah berupaya mengalokasikan dana pengadaan tanah melalui APBN dan juga mengupayakan pembentukan dana tanah yang sifatnya bergulir (revolving fund) untuk mengurangi risiko investor. Upaya merevisi PPJT merupakan pilihan paling moderat. Maklum, pada tender pertengahan 2005, dari enam ruas yang ditawarkan, hanya empat yang diminati calon investor. Bahkan, dari 13 ruas tol pada prakualifikasi tender akhir 2005, hanya empat ruas tol yang diminati lebih dari tiga konsorsium. Untuk pelaksanaan tender sedikitnya harus ada tiga peminat pada setiap ruas. Di sektor jalan tol, untuk investasi sepanjang 1.786 kilometer (km) dibutuhkan sekitar RP 100 triliun lebih.Tanpa perundangan yang kondusif bagi penanaman modal para investor, boleh jadi arus modal bakal tersendat. Ini dilematis bagi pemerintah. Di satu sisi harus meliberalisasi perundangan dengan konsekuensi ada modal yang masuk. Dan, di sisi lain, melonggarkan peluang hegemoni asing di sektor infrastruktur dalam negeri. Pemerintah tentu harus pandai-pandai menutup ‘kerugian’ akibat penguasaan asing terhadap infrastruktur di Tanah Air. (edo rusyanto)
Investor Daily, 4 Januari 2006

Telkom Kaji Bagi Hasil Dengan Wartel

Jakarta - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mengkaji ulang besaran bagi hasil (revenue sharing) dengan pengusaha wartel.
Vice President Public and Marketing Communication Telkom Muhammad Awaluddin mengatakan, Telkom mengkaji berbagai alternatif besaran revenue sharing yang akan ditawarkan kepada wartel melalui asosiasi-asosiasi yang merepresentasikannya. "Saat ini kami matangkan di internal Telkom, prinsipnya kami akan berusaha mencapai solusi yang bersifat win-win," ujarnya, di Jakarta, Rabu (24/1).
Menurut Awaluddin, dengan adanya kebijakan penghapusan komponen air time, maka per 1 Januari 2007 item biaya air time pada lembar tagihan pelanggan dan rincian data wartel juga harus dihapus.
Dia mengakui, ada konsekuensi perubahan software aplikasi yang harus dilakukan oleh pihak wartel dengan tidak diaktifkannya lagi pencatatan air time. "Termasuk kemungkinan penyediaan perangkat self-metering," katanya.
Ia menjelaskan, rasio bagi hasil Telkom-wartel sebelumnya adalah 70%:30%. Selama ini, lanjutnya, wartel mendapat 10% pendapatan air time dari setiap percakapan yang dilakukan dari wartel pengguna telepon Public Switch Telephone Network (PSTN) Telkom ke seluler.
Penghapusan airtime terjadi setelah pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri No. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 tentang Interkoneksi.

Terhadap Seluler
Awaluddin menuturkan, penghapusan komponen air time untuk percakapan telepon PSTN Telkom ke seluler tidak akan menurunkan tarif hubungan telepon tetap ke seluler. "Karena kewajiban Telkom menyerahkan air time kepada penyelenggara seluler digantikan dengan kewajiban baru berupa beban interkoneksi terminasi ke penyelenggara seluler yang besarannya hampir sama dengan besaran air time," ujar Awaluddin.
Selama ini, besarnya biaya percakapan lokal dari telepon tetap ke seluler (Fixed to Mobile/F2M) terdiri atas biaya komponen PSTN plus biaya air time yang seluruhnya diserahkan ke penyelenggara seluler sebagai beban interkoneksi. Pascapemberlakuan PM 08/26, biaya percakapan dari telepon PSTN ke seluler terdiri atas biaya originasi F2M plus beban terminasi F2M yang besarnya mengacu pada ketentuan Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) sebagai pengganti komponen biaya air time. Bila dicermati, kata dia, total biaya yang harus dikeluarkan oleh pelanggan untuk percakapan lokal telepon PSTN ke seluler sebetulnya sama saja.
"Jadi, dari sisi jumlah biaya yang harus dibayarkan, sebenarnya tidak ada pengaruh hilangnya komponen biaya air time terhadap biaya percakapan lokal PSTN ke seluler, " ujarnya. (ed)
Investor Daily, Rabu, 25 Januari 2007

Layanan 3G, Telkomsel Posisi 10 Besar Dunia

Jakarta-PT Telkomsel hingga awal Januari 2007 membukukan 1,7 juta pelanggan seluler generasi ketiga (3G). Jumlah tersebut menempatkan Telkomsel di posisi ke-10 dari 159 operator yang telah mengimplementasikan layanan 3G.
”Hal ini menjadikan kami sangat optimistis dengan perkembangan layanan 3G di Indonesia,” ungkap Direktur Operasi Telkomsel Alan Ho, pekan lalu.
Ia juga menambahkan, jumlah pelanggan Telkomsel tersebut terhimpun dalam empat bulan sejak diluncurkan.
Data UMTS Forum menyebutkan, saat ini jumlah pelanggan 3G di seluruh dunia mencapai 100 juta pelanggan. Sebagian besar yakni 50,4% tersebar di Eropa Barat dan 47,8% di Asia Pasifik. Sisanya kurang dari 2% di Eropa Timur, Afrika, Timur Tengah, Amerika latin, Amerika Utara, AS, dan Kanada.
Saat ini 159 negara telah mengimplementasikan teknologi 3G. Posisi 10 besar dunia mencakup Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Cina, Italia, Inggris, Prancis, Jerman, dan Indonesia.
Pertumbuhan pelanggan 3G secara global selama tiga tahun terakhir meningkat secara signifikan. Pada akhir 2004, jumlah pelanggan 3G sebesar 16 juta, berkembang menjadi 50 juta pada akhir 2005 dan akhir 2006 mencapai 100 juta pelanggan. Hingga akhir 2007 diperkirakan meningkat 175% menjadi 275 juta pelanggan.
Sementara itu, mengenai total jumlah pelanggan Telkomsel, sebelumnya Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja mengatakan, pada 2007, pihaknya menargetkan meraih 50% dari pertumbuhan pelanggan seluler yang diperkirakan mencapai 18 juta. Dia menjelaskan, hingga kini, Telkomsel membukukan 35 juta pelanggan.


Tambah 1.500 BTS
Alan Ho menjelaskan, sebagai bagian dari rangkaian penggelaran layanan 3G ke berbagai kota di Indonesia secara cepat, Telkomsel meluncurkan layanan 3G di Balikpapan, Jumat (12/1). Tahun 2007, katanya, Telkomsel berencana menambah sekitar 1.500 node b (base transceiver station/BTS 3G) dengan alokasi investasi sekitar US$ 1,5 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Sedangkan total belanja modal Telkomsel pada 2007 mencapai sekitar US$ 1,5 miliar.
Layanan di Balikpapan melengkapi daerah yang sudah dilayani Telkomsel menjadi 30 kota. Telkomsel menggelar sekitar 1.000 node b yang tersebar di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Purwokerto. Selain itu di Surabaya, Malang, Medan, Palembang, Pematang Siantar, Bukittinggi, Lubuk Pakam, Jangto, Banda Aceh, Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik.
BTS juga tersebar di Samarinda, Pekanbaru, Batam, Tanjung Pinang, Denpasar, Mataram, Makassar, dan Balikpapan.
Alan mengatakan, sebagai kota sentra bisnis di Kalimantan dan salah satu sentra bisnis di Indonesia Timur -- di samping kota Makassar, Sulawesi – pihaknya yakin kehadiran layanan 3G Telkomsel sangat ditunggu-tunggu masyarakat Balikpapan. “Apalagi saat ini telah banyak pengguna ponsel di Balikpapan yang telah menggunakan ponsel-ponsel terbaru berkemampuan 3G,” katanya.
Menurut dia, kehadiran layanan 3G Telkomsel juga dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Balikpapan sebagai solusi kebutuhan bisnis mereka untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sejalan dengan pengembangan bisnisnya. Transfer data kecepatan tinggi, download dalam hitungan detik, dan video conference merupakan ragam layanan 3G yang dapat dimanfaatkan sebagai pendongkrak keunggulan kompetitif bisnis suatu perusahaan.
Seiring dengan percepatan penggelaran jaringan 3G di Indonesia, Telkomsel juga telah menambah tiga negara akses internasional call 3G via akses IDD Call 007 yakni Swedia, Belanda, dan Jepang. Dengan demikian jangkauan komunikasi internasional 3G Telkomsel menjadi 15 negara. Selain ketiga negara itu, Telkomsel juga melayani jangkauan ke Singapura, Malaysia, Filipina, Taiwan, Australia, Hong Kong, Jerman, Belgia, Prancis, Arab Saudi, Italia, dan Yunani.
Telkomsel memperpanjang tarif promo 3G hingga 31 Januari 2007. Tarif promo atau gratis layanan 3G Telkomsel meliputi gratis 5 menit pertama setiap berkomunikasi video call, dan mobile TV live. Sedangkan mobile video kontennya gratis, hanya dikenakan streaming Rp 12/kilobyte. (ed)

Investor Daily, edisi Senin, 15 Januari 2007

Tuesday, January 23, 2007

Asing Bidik Pasar Seluler Indonesia

Jakarta-Agresifitas investor asing memasuki pasar telekomunikasi Indonesia terus berlanjut. Tahun ini, transaksi terbesar pembelian saham perusahaan operator lokal diperkirakan dilakukan oleh Altimo, Rusia, senilai US$ 2 miliar.
Perusahaan investasi bidang telekomunikasi itu dikabarkan mengincar PT Indoprima Mikroselindo (Primasel). “Altimo kemungkinan masuk ke perusahaan milik Sinar Mas,” ujar sumber Investor Daily yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Gandhi Sulistyano, chairman Sinar Mas Group menuturkan, pihaknya membuka diri untuk bekerja sama dengan pihak luar. “Tawaran Altimo merupakan peluang,” tutur dia, Selasa (9/1/2007). Namun, jelas Gandhi, dirinya belum mendengar Altimo menggandeng Sinar Mas. “Saya harus cek dahulu. Saya baru mendengar dari Anda,” ujar Gandhi.
Investasi sektor telekomunikasi, khususnya sektor seluler, pada 2007, bakal mencapai sekitar US$ 4 miliar. Angka itu selaras dengan perkiraan masih tingginya pertumbuhan pelanggan seluler di 2007.
Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja memperkirakan, pada 2007, pelanggan seluler akan tumbuh sekitar 18 juta. Sementara itu, di sector telepon tetap diperkirakan tumbuh 40% dibandingkan tahun 2006.
Menurut Dirut PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Arwin Rasyid, pertumbuhan telekomunikasi di Tanah Air masih cukup prospektif. “Bahkan pada 2010 saya perkirakan bisa mencapai 110 juta pelanggan,” katanya, baru-baru ini.
Dihubungi terpisah, T Hendry Andrean, kepala riset PT Financorpindo Nusa mengatakan, dirinya baru mendengar tentang rumor masuknya Altimo ke Sinar Mas. Sebaliknya, dia mengaku pernah mendengar Altimo akan masuk ke perusahaan telekomunikasi besar di Indonesia.
Namun demikian, dia menilai prospek bisnis Altimo di Indonesia tetap besar meskipun investor Rusia tersebut tidak menggandeng perusahaan telekomunikasi besar. “Investor asing pasti tahu, dengan tingkat penetrasi kita saat ini, prospek bisnis telekomunikasi masih tetap besar,” kata Hendry, di Jakarta, kemarin.
Gelombang serbuan asing ke industri telekomunikasi Indonesia paling terasa pada awal tahun 2000-an. Puncaknya pada 2005, saat itu, dua perusahaan Malaysia dan satu perusahaan Hong Kong, memborong mayoritas saham operator seluler dengan nilai transaksi sekitar US$ 534 juta.

Minat Rusia
Jika Altimo merealisasikan minatnya berinvestasi, perusahaan itu menjadi pionir perusahaan Rusia yang masuk ke Indonesia. Altimo berniat akan menanamkan investasi hingga US$ 2 miliar di industri telekomunikasi Indonesia. Vice President Altimo Kirill Babaev mengatakan, pihaknya siap berinvestasi dengan cara menggandeng mitra lokal.
Namun, Altimo tidak berminat memiliki porsi saham secara mayoritas, meskipun mereka menginginkan ikut berpartisipasi di dalam manajemen. “Kami hanya menginginkan porsi, mungkin sebesar 25-30%, yang kami percaya dapat membuka ruang yang cukup untuk mendapatkan hak dalam mengambil keputusan,” papar Kirill.
Terkait perusahaan mana akan dijadikan partner lokal, Kirill mengatakan, pihaknya baru bisa menyebutkan pada akhir semester pertama 2007.
Analis Sinarmas Securitas Alfiansyah, sebelumnya, menilai, sangat sulit bagi Altimo untuk masuk ke perusahaan telekomunikasi besar, seperti PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, dan PT Excelcomindo Pratama Tbk. Karena, tiga perusahaan tersebut telah dimiliki pemain besar dari Singapura dan Malaysia. “Altimo hanya bisa menunggu sampai investor tersebut melepaskan sahamnya, dengan harga tinggi tentunya, untuk bisa masuk ke perusahaan-perusahaan terbesar itu,” kata Alfiansyah.
Peluang Altimo, lanjut Alfiansyah, banyak tertumpu ke perusahaan telekomunikasi dengan skala lebih kecil dan relatif baru, seperti PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Mobile-8 Telecom Tbk. “Mereka masih butuh dana untuk mengembangkan jaringan telekomunikasi. Keterbatasan dana mereka menjadi peluang bagi Altimo untuk masuk,” ujar Alfiansyah.
Sementara itu, PT Indoprima Mikroselindo (Primasel) yang mayoritas sahamnya dikuasai Sinarmas Grup tersebut telah menyelesaikan proses merger dengan PT Wireless Indonesia (WIN) pada pertengahan Oktober 2006. Primasel menjadi perusahaan survival pascamerger, sedangkan WIN melebur.
Direktur Primasel Ubaidillah Fatah mengatakan, Primasel akan meluncurkan produk seluler berbasis teknologi code division multiple access (CDMA) secara komersial pada Februari-Maret 2007.
Ubaidi mengungkapkan, pada tahap awal perseroan akan menghadirkan layanan di wilayah Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Perseroan siap mengincar segmen pelanggan kelas ekonomi menengah ke bawah, di tiga kota tersebut.
Dalam kurun empat tahun ke depan, lanjut Ubaidi, perseroan mematok sekitar enam juta pelanggan. Pada saat yang bersamaan, kinerja jaringan akan didukung oleh 2.000 base transceiver station (BTS). (tri/ed)

2007, Pemerintah Tawarkan Proyek Senilai Rp 63 T

JAKARTA – Sepanjang 2007, pemerintah melelang proyek senilai Rp 63,09 triliun proyek infrastruktur jalan tol, telekomunikasi, pengolahan air minum, dermaga ferry, dan bandara. Proyek sebanyak 19 unit itu tergolong yang siap dibangun pada 2007.
Menurut Hisnu Pawenang, kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), saat ini, sejumlah investor sedang memenuhi semua persyaratan kontrak perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT). Dia mengakui, belum semua investor yang telah ditetapkan sebagai pemenang tender mampu melengkapi persyaratan kontrak. Bahkan, dia menyatakan sejumlah investor kesulitan dalam pendanaan.
“Sulitnya mencari dukungan pendanaan bank, merupakan persoalan internal para investor,” ujar dia, akhir pekan lalu.
Bagi Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto, pihaknya memfokuskan kelanjutan pembangunan jalan tol Trans-Jawa (Merak–Banyuwangi) sepanjang 1.200 kilometer (km). Kini, jalan tol Trans-Jawa yang belum ditentukan pengerjaanya hanya ruas tol Solo-Ngawi dan Ngawi–Kertosono. Sedangkan mayoritas pembangunan jalan tol baru sepanjang 763 km telah teken kontrak.
Ia memperkirakan, hingga akhir tahun 2009 pembangunan jalan tol di Indonesia setidaknya mencapai 1.000 hingga 1.200 km. “Kalau target operasional, kita harus lebih obyektif. Saya pikir 1.000 – 1.200 km saja sudah bagus,” ungkap Djoko, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut data Departemen PU, proyek tol yang telah diteken kontraknya sebanyak 12 proyek dengan total panjang 385 km. Total investasi untuk proyek yang telah teken kontrak mencapai Rp 30 triliun lebih. Tidak hanya itu, proyek jalan tol yang dalam proses persiapan tender mencapai 683 km dengan total 18 proyek.
Kini, kata dia, jalan tol Trans-Jawa yang telah beroperasi sepanjang 649 km. Sedangkan yang dibangun melalui pendanaan swasta sepanjang 148 km. Selebihnya sepanjang 431 km dibangun oleh PT Jasa Marga (Persero). Sementara itu, ruas tol yang sedang dalam pembangunan sebanyak tujuh ruas dengan panjang 85 km. Rencananya penyelesaian pembangunan bervariasi sekitar tahun 2006 – 2008.

Proyek Air Minum
Sementara itu, Amri Dharma, anggota Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP-SPAM) memaparkan, dalam waktu dekat pihaknya melelang proyek air minum untuk wilayah kota Dumai senilai Rp 350 miliar. Ia menambahkan, Januari 2007, proyek itu masuk tahap prakualifikasi.
Amri mengatakan, selain proyek air minum Dumai, BPP SPAM juga mendorong percepatan pelelangan proyek air minum Kota Tangerang dan Kabupaten Bandung. Ketiga proyek tersebut pernah ditawarkan dalam ajang Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition (IICE) November 2006. nilai total ketiga proyek tersebut Rp950 miliar dengan total kapasitas penyediaan air sebanyak 1.320 liter/detik. Pemerintah menawarkan konsesi pengelolaan hingga 25 tahun.
Dia menjelaskan, untuk proyek air minum Kabupaten Tangerang yang masuk prakualifikasi sejak 21 Desember 2006, peminat atau calon investor dapat mengambil dokumen lelang pada 2-9 Januari tahun 2007. Selasa (9/1) tender proyek itu sudah mulai proses menjaring daftar pendek peminat serius (short list).
Kini, jelas dia, pihaknya menunggu persiapan penetapan bentuk kerja sama antara pemerintah dan swasta. Opsi bentuk kerja sama yang ditawarkan mencakup skema built transfer and operated (BTO) dan konsesi.
Data BPP SPAM menyebutkan, sejumlah investor asing yang meminati ketiga proyek air minum diantaranya, Babcock & Brown Asia pacific (Singapura) , Thames Water (Perancis), XEPEX Australia (Australia), Pan Asian Water Solutions Limited (China), AQUATEC - Maxon Pty. Ltd (Singapura), EarthTech, dan Tyco Earth taech Malaysia Sdn. Bhd (Malaysia), Gamuda Bhd.

Kebutuhan Telekomunikasi
Sementara itu, di sektor telekomunikasi, pemerintah segera melelang mega proyek serat optik Palapa Ring. Proyek senilai US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 15 triliun itu, menurut Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar, sudah mengantongi tiga peminat. “Tiga investor itu adalah PT Telkom, PT Bakrie Telecom, dan PT WIN,” ujar Basuki, pekan lalu.
Ia memperkirakan, masih ada investor lokal dan asing lainnya yang berminat terhadap proyek ini. Konsep jaringan Palapa Ring terdiri atas 7 + 1 buah cincin yang menghubungkan 33 provinsi dan 440 kabupaten di Indonesia. Infrastruktur tersebut meliputi kurang lebih 35.280 km jaringan backbone bawah laut (submarine cable) dan kurang lebih 20.737 jaringan backbone darat (inland cable) dengan kapasitas unlimited (320 Gps-40 Tbps).
Dihubungi terpisah, Dirut Telkom Arwin Rasyid menegaskan, pihaknya berminat ikut tender Palapa Ring karena proyek tersebut dapat melengkapi jaringan yang sudah dimiliki Telkom. Selain itu, “Tentunya akan menambah sumber pendapatan Telkom,” tutur Arwin, pekan lalu.
Proyek Palapa Ring dapat memperkuat infrastruktur telekomunikasi Indonesia.

Bangun Sendiri
Sementara itu, untuk tahap pertama proyek bandara Kuala Namu, Medan, pemerintah berniat membangun sendiri proyek senilai Rp 3,6 triliun. PT Angkasa Pura (AP) II selaku perpanjangan tangan pemerintah akan menyediakan dana Rp 1,3 triliun untuk membangun sisi darat (land side). Pemerintah akan merogoh kocek Rp 2,3 triliun untuk sisi udara (air side).
Pembangunan tahap pertama yang berkapasitas 8 juta penumpang per tahun, diharapkan rampung paling lambat 2010.
Proyek pengganti bandara Polonia, Medan itu, menurut Direktur Operasi dan Teknik AP II I Gusti Made Dhordhy, kini memasuki tahap penyusunan detail desain. Ia memperkirakan, pada Oktober 2007, tender pengerjaan fisik proyek tersebut sudah bisa digelar.
Kehadiran investor swasta secara penuh pada proyek bandara Kuala Namu kemungkinan baru pada pembangunan tahap II di 2010.
Di sisi lain, proyek infrastruktur sektor transportasi dermaga ferry Margagiri-Ketapang yang menghubungkan pulau Jawa dengan Sumatera, terpaksa masih terus dikaji. Saat ini, proyek senilai Rp 236,2 miliar itu memasuki studi kelayakan. Semenjak ditawarkan pada IICE 2006, hingga kini, proyek tersebut belum memperoleh respons dari calon investor. (har/tri/c98/ed)

cat: Diterbitkan di koran Investor Daily, Senin, 8 Januari 2007

Bakrie Telecom Perkuat Jajaran Manajemen

Jakarta-PT Bakrie Telecom Tbk memperkuat jajaran manajemen dengan menggaet Muhammad Buldansyah sebagai deputy chief executive officer bidang operasi yang meliputi jaringan, teknologi informasi, technical value addes services, dan supply chain management.
Anindya N Bakrie, presiden direktur (Presdir) Bakrie Telecom menjelaskan, kehadiran Danny –panggilan akrab Buldansyah – akan membantu manajemen merealisasikan rencana pengembangan layanan ke seluruh Nusantara. Sejak Desember 2006, pemerintah memberi lisensi nasional kepada Bakrie Telecom.
Danny sebelumnya berkiprah di PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) sebagai Direktur Jaringan yang mengawasi bidang perencanaan dan pengembangan jaringan, implementasi jaringan baru, network operation center, teknologi informasi, regulatory, dan billing system plan.
Selama 18 tahun, pria lulusan Institut Teknologi Bandung tahun 1988 ini memegang beragam posisi di AT&T Network system Belanda, Arab Saudi maupun Indonesia. Karirnya di XL dijalani selama 10 tahun dengan puncaknya sebagai direktur jaringan sejak 2005.
Anindya memandang Danny sebagai figur yang tepat untuk menangani bidang operasi yang menjadi salah satu urat nadi keberlangsungan sebuah perusahaan telekomunikasi. “Kami ingin membuktikan bahwa peningkatan kualitas jaringan yang berkesinambungan memang menjadi prioritas utama kami,” ujar Anindya, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, akhir pekan lalu.
Bakrie Telecom bermaksud mengajukan Danny sebagai deputy president director pada rapat umum pemegang saham luar biasa mendatang. Dengan demikian jajaran board of director anak usaha PT Bakrie Brothers Tbk itu akan terdiri atas para profesional berpengalaman luas di bidang telekomunikasi.Sebelumnya, Bakrie Telecom pada awal Januari 2007 telah menarik Erik Meijer sebagai deputy chief executive officer bidang sales, marketing & customer relationship. (ed)
cat:Diterbitkan di koran Investor Daily, Senin, 8 Januari 2007

CSN Gandeng Malaysia Garap Pelabuhan Bitung

Jakarta-PT Cahya Saguna Niketana (CSN), operator bongkar muat terminal petikemas pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara (Sulut) berniat mengandeng investor Malaysia untuk mengembangkan terminal tersebut.
“Kami menggandeng Jasib Shipyard & Engrg SDN Bhad untuk menambah investasi di Bitung,” ujar Ifiandiaz Nazsir, direktur utama (Dirut) CSN kepada Investor Daily, di Jakarta, Kamis (4/1).
Ia menjelaskan, investasi yang akan ditanamkan untuk peralatan bongkar muat sekitar US$ 3 juta. Sejak beroperasi September 2004, CSN telah menginvestasikan dana sekitar US$ 6 juta.
Menurut Ifiandiaz, alat bongkar muat yang akan disiapkan Jasib terdiri atas satu container crane, dan dua unit rubber tyred gantry crane (RTG). Jika kerja sama itu terwujud, jelasnya, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV selaku pengelola Pelabuhan Bitung, tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli alat-alat tersebut. “Jasib akan bersedia berbagi keuntungan dalam pengelolaan bongkar muat kapal,” tambah dia.
Investor asal Malaysia tersebut, tutur Ifiandiaz, memiliki pengalaman cukup luas. Hingga kini, katanya, Jasib mengelola pelabuhan North Port Klang, Kuching Port, Johor Port, Kuantan Port, dan Labuan Port. Keseluruhannya merupakan pelabuhan di Malaysia.
Sementara itu, terkait tren bongkar muat di Pelabuhan Bitung, menurut dia, terus bertumbuh. “Saat awal kami beroperasi, paling tinggi 1.700 Teus per bulan. Kini, bisa mencapai 4.000 Teus per bulan,” ujarnya.
Ia optimistis, pada 2007, arus bongkar muat di terminal petikemas itu bisa mencapai 100.000 Teus. Terkait tarif yang diberlakukan CSN, dia menjelaskan, untuk peti kemas ukuran 20 kaki sebesar Rp 263 ribu dan ukuran 40 kaki sebesar Rp 383 ribu.
“Jika besaran tarif konsisten bahkan ada kenaikkan secara reguler, kami optimistis investasi yang sudah ditanam dapat kembali modal dalam tujuh tahun,” ungkap Ifiandiaz.
(ed)

cat: diterbitkan di koran Investor Daily, Jumat, 5 Januari 2007

CSN Gandeng Malaysia Garap Pelabuhan Bitung

Jakarta-PT Cahya Saguna Niketana (CSN), operator bongkar muat terminal petikemas pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara (Sulut) berniat mengandeng investor Malaysia untuk mengembangkan terminal tersebut.
“Kami menggandeng Jasib Shipyard & Engrg SDN Bhad untuk menambah investasi di Bitung,” ujar Ifiandiaz Nazsir, direktur utama (Dirut) CSN kepada Investor Daily, di Jakarta, Kamis (4/1).
Ia menjelaskan, investasi yang akan ditanamkan untuk peralatan bongkar muat sekitar US$ 3 juta. Sejak beroperasi September 2004, CSN telah menginvestasikan dana sekitar US$ 6 juta.
Menurut Ifiandiaz, alat bongkar muat yang akan disiapkan Jasib terdiri atas satu container crane, dan dua unit rubber tyred gantry crane (RTG). Jika kerja sama itu terwujud, jelasnya, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV selaku pengelola Pelabuhan Bitung, tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli alat-alat tersebut. “Jasib akan bersedia berbagi keuntungan dalam pengelolaan bongkar muat kapal,” tambah dia.
Investor asal Malaysia tersebut, tutur Ifiandiaz, memiliki pengalaman cukup luas. Hingga kini, katanya, Jasib mengelola pelabuhan North Port Klang, Kuching Port, Johor Port, Kuantan Port, dan Labuan Port. Keseluruhannya merupakan pelabuhan di Malaysia.
Sementara itu, terkait tren bongkar muat di Pelabuhan Bitung, menurut dia, terus bertumbuh. “Saat awal kami beroperasi, paling tinggi 1.700 Teus per bulan. Kini, bisa mencapai 4.000 Teus per bulan,” ujarnya.
Ia optimistis, pada 2007, arus bongkar muat di terminal petikemas itu bisa mencapai 100.000 Teus. Terkait tarif yang diberlakukan CSN, dia menjelaskan, untuk peti kemas ukuran 20 kaki sebesar Rp 263 ribu dan ukuran 40 kaki sebesar Rp 383 ribu.
“Jika besaran tarif konsisten bahkan ada kenaikkan secara reguler, kami optimistis investasi yang sudah ditanam dapat kembali modal dalam tujuh tahun,” ungkap Ifiandiaz.
(ed)

cat: diterbitkan di koran Investor Daily, Jumat, 5 Januari 2007

Pertengahan 2007, Telkom Pilih Operator Satelit

Jakarta- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) kini menjajaki produsen satelit Cina dan Rusia, sebelum memesan satelit Telkom-3.
"Kami akan memutuskan operator mana yang dipilih pada pertengahan 2007," tutur Direktur Utama (Dirut) Telkom Arwin Rasyid kepada Investor Daily, di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Arwin, hingga kini Telkom telah meluncurkan sembilan satelit. Tujuh di antaranya telah habis masa orbit. Dua satelit yang aktif adalah Telkom 1 dan Telkom 2 yang diluncurkan pada November 2005.
"Untuk satelit yang ke-10 ini sudah saatnya kami beralih ke Cina atau Rusia. Harganya jauh lebih murah," tegas Arwin. Seluruh satelit yang dimiliki Telkom dibuat oleh produsen Amerika Serikat. Biaya total untuk Telkom 2 mencapai US$ 147 juta.
Arwin pernah menjelaskan bahwa kebutuhan satelit di dalam negeri Indonesia masih sangat tinggi. Mulai untuk kebutuhan telepon jarak jauh, telepon seluler, siaran televisi hingga untuk transaksi perbankan.
Ada sekitar 27 satelit asing yang beroperasi di wilayah angkasa Indonesia. Hanya beberapa saja operator satelit milik Indonesia, salah satunya Telkom.
"Permintaan transfonder satelit di dalam negeri terus meningkat. Saat ini, kebutuhan transfonder di dalam negeri sekitar 120 hingga 130 transfonder," katanya beberapa waktu lalu.
Telkom Grup pada 2006 butuh 20 transfonder dan lima lagi pada 2007.
Sebelumnya, Wadirut Telkom Garuda Sugardo mengatakan, peran satelit di Indonesia masih sangat penting mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Satelit bersifat broadcast (cakupan luas) dan cepat, maka dalam mendukung pembangunan, satelit merupakan pilihan teknologi komunikasi yang penting.
Dalam kaitan penetrasi Internet, Garuda mengatakan bahwa karena satelit merupakan sarana transmisi, maka bisa mengirim semua jenis layanan multimedia, di antaranya TV, telepon, video conference dan Internet. Internet sekarang sudah banyak digunakan di ibukota kabupaten, dan berkembang dengan baik misalnya di Merauke, Sabang dan kabupaten-kabupaten lainnya.
Secara bisnis, peluang satelit masih terbuka lebar. "Yang diperlukan sekarang adalah komitmen dan fokus, baik dari sisi operator satelit maupun regulasi," ujar Garuda. (ed)

Telkomsel Telusuri Penyebab Kerusakan Jaringan

Jakarta- Manajemen PT Telkomsel dan Siemens saat ini masih menelusuri secara lengkap terkait gangguan jaringan yang melumpuhkan layanan seluler Telkomsel selama 30 Desember hingga 31 Desember 2006.
“Pada waktunya akan kami sampaikan kepada masyarakat dan dilaporkan kepada pemerintah,” ujar siaran pers manajemen Telkomsel yang diterima Investor Daily, Senin (1/1).
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja menegaskan, pihaknya mengalami kerusakan jaringan dan pihaknya terus menyempurnakan layanan agar normal kembali. “Untuk itu kami mohon maaf atas terjadinya ketidaknyamanan layanan Telkomsel,” tutur Kiskenda.
Soetikno Teguh, seorang pelanggan Telkomsel di Bandung mengaku dirugikan oleh kerusakan jaringan tersebut. “ Saya amat sangat dirugikan karena janji dengan rekanan menjadi berantakan dan memalukan sekali,” tukasnya, Minggu (31/12).
Menurut dia, Telkomsel terlalu menonjolkan jangkauan (coverage) namun melupakan sisi kualitas layanan. “Hal ini sangat merugikan konsumen,” tegasnya. Saat ini, Telkomsel memiliki lebih dari 32 juta pelanggan di Tanah Air.
Selain Teguh, pelanggan lainnya di Jakarta, Heti seorang ibu rumah tangga, mengaku terganggu berkomunikasi dengan keluarganya. “Saya tidak tahu kenapa sulit sekali menelepon dengan kartu Simpati,” katanya.
Terkait hal itu, Kiskenda menegaskan, “Kami sedang menyiapkan pemberian program diskon antarpelanggan Telkomsel sebagai bentuk penghargaan atas pengertian seluruh pelanggan terhadap ketidaknyamanan layanan ini.”
Siaran pers Telkomsel menyebutkan, ketidaknyamanan menggunakan seluler Telkomsel terjadi akibat adanya overload pada sub-system Intelligent Network (IN). Hal tersebut mulai terdeteksi pada Sabtu (30/12) pukul 23.00 WIB yang berdampak pada sulitnya sebagian pelanggan pre-paid (Simpati dan Kartu As) dan post paid Kartu Halo yang mengaktifkan fitur Halo Cek untuk melakukan panggilan keluar (out going call), pengiriman SMS (out going SMS), dan pengisian ulang atau pengecekan pulsa. Namun demikian, pelanggan tersebut masih dapat menerima panggilan masuk (incoming call) dan menerima SMS (incoming SMS).
Kondisi ini, jelas manajemen Telkomsel, dianggap serius dan luar biasa sehingga dalam penanganannya pun dilakukan secara khusus di bawah kendali kantor pusat Telkomsel dengan bantuan Tim Siemens (Selaku vendor IN) yang langsung melibatkan kantor pusat Siemens di Jerman.
Mengingat hingga Minggu (31/12) pukul 10.00 WIB, IN masih belum full recovery, Telkomsel memutuskan untuk memisahkan fungsi IN dari seluruh network sekaligus memberi fasilitas free call tanpa ada pemotongan pulsa untuk Simpati dan Kartu As. Namun guna menghindari terjadinya kepadatan traffic (kongesti), lama setiap pembicaraan dibatasi maksimum tiga menit.
Kebijakan ini ternyata direspons positif oleh pelanggan namun berakibat cukup fatal dimana sebagian pelanggan tidak mendapat sinyal karena beberapa MSC mengalami kongesti. Sehingga dengan sangat terpaksa pada pukul 12.30 WIB fungsi IN dikembalikan kepada posisi semula dimana secara pararel sedang dilakukan perbaikan-perbaikan termasuk mengembalikan fungsi MSC yang kongesti.
Mengingat sebagian perbaikan sistem sudah siap serta mempertimbangkan kebutuhan pelanggan dalam menyambut datangnya tahun baru 2007, maka pada pukul 18.00 WIB Minggu (31/12), kembali dilakukan pemisahan fungsi IN dari seluruh network dengan kebijakan layanan free call ditambah free SMS tanpa pemotongan pulsa kepada pelanggan Simpati dan kartu As.

Fungsi IN mulai normal kembali pada pukul 24.00 WITA untuk Area dari Kalimantan ke arah timur sedangkan area lainnya normal kembali pukul 24.00 WIB. Adapun seluruh sistem termasuk sistem isi ulang dapat normal kembali pada Senin (1/1) pukul 01.00 WIB. (ed)