Thursday, July 28, 2005

Telkom Pikul Biaya Pengalihan Flexi Rp 1,3 Triliun

Jakarta –Pengalihan frekuensi Telkom Flexi menimbulkan beban finansial sekitar Rp 1,3 triliun terhadap PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom).
Menurut Wakil Dirut Telkom Garuda Sugardo, komponen biaya tersebut terdiri atas; biaya penggantian perangkat sekitar Rp 561,58 miliar, penggantian terminal (handset) Flexi CDMA Rp 756,06 miliar, biaya optimasi (tuning) menara pemancar (base transceiver station/BTS) sebesar Rp 14,5 miliar.
“Pemerintah harus mencari jalan keluar sehingga tidak menimbulkan biaya bagi operator yang frekuensinya direlokasi dari 1.920 -1.980Mhz,” ungkap Garuda, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (27/7).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan A Djalil menuturkan, pemerintah tidak ingin membebani pelaku industri telekomunikasi dengan biaya akibat kebijakan pemindahan frekuensi. “Inti prinsipnya, industri harus di-support , diberikan kesempatan untuk berkembang, jangan dibebankan biaya-biaya yang tidak perlu,” kata Sofyan A Djalil. (Investor Daily, Selasa, 26/7).
Pemindahan frekuensi Flexi – termasuk juga Star One milik Indosat dan WIN, dari 1.920-1.980 MHz, menurut Sofyan A Djalil, sebagai bagian atas pembenahan frekuensi karena area itu ditujukan bagi seluler generasi ketiga (third generation/3G), sebagaimana ditentukan oleh International Mobile Telecomunication (IMT).
Biaya yang dipikul Telkom tersebut, kata Garuda, merupakan risiko yang harus dipikul Telkom, khususnya untuk wilayah Telkom Divisi Regional (Divre) II dan Divre III. Di wilayah tersebutlah pengguna Flexi dilayani lewat frekuensi 1.900 MHz.
Di kedua divre yang mencakup wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat itu, Telkom memiliki 641 menara pemancar (base transceiver station/BTS) dengan total pelanggan 1,08 juta satuan sambungan flexi (SSF). Hingga 27 Juli 2005, sekitar 850 ribu pelanggan (78%) menggunakan terminal Flexi Code Division Multiple Access (CDMA) 1.900. Sedangkan untuk daerah pengoperasian di divre-divre lain milik Telkom, Flexi beroperasi pada spectrum 800 MHz. Saat ini secara nasional pelanggan Flexi mencapai 3,7 juta SSF, terdiri atas 860.000 pelanggan Flexi Classy (pascabayar) dan 2,84 juta Flexi Trendy (pra bayar). Pengguna Flexi tersebar di 221 kota di Indonesia.

Kompensasi
Menurut Garuda, hingga kemarin pihaknya belum menerima surat resmi pemindahan frekuensi Flexi dari Menkominfo. Manajemen Telkom bahkan baru memperoleh penjelasan resmi, Selasa (26/7). Menyeruaknya perpindahan frekuensi Flexi terjadi Jumat (22/7), setelah media massa memberitakan pernyataan Menkominfo. Proses pemindahan tersebut mendapat tenggang waktu lima tahun. “Bagi Telkom cukup untuk me-recovery Flexi,” ujar dia.
Imbas dari pemindahan tersebut, bagi Telkom, selain harus merogoh kocek Rp 1,3 triliun, juga menanggung risiko migrasi pelanggan.
Menurut data Divre II Telkom, pascapemberitaan pemindahan frekuensi, penjualan selama tiga hari terakhir sejak 22 Juli mencapai 1.055 SSF. Sedangkan sebelum pemberitaan, rata-rata per hari 922 SSF.
Namun, ujar Garuda, pelanggan Flexi di Jakarta, Jawa Barat dan Banten tidak perlu resah. Dan, “Bagi pelanggan yang menggunakan Flexi CDMA 1.900 (single band,red) maka pada saat dilakukan perubahan frekuensi akan mendapat pergantian terminal yang setara,” jelas Garuda.
Saat disinggung kompensasi apa yang diharapkan Telkom, Garuda enggan menjawab rinci. “Kompensasi bias berupa lisensi atau biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi,” kata dia.
Namun, jelas Garuda, pihaknya menanti langkah selanjutnya dari Depkominfo. Pastinya, “Jika pemerintah bisa menata frekuensi 1.900 MHz maka semestinya juga bisa mengatur pengalokasian frekuensi 800 MHz,” tutur dia.
Sebagaimana diberitakan, pada frekuensi 800 MHz bercokol operator CDMA lainnya yakni Esia milik Bakrie Telecom.
Sebelumnya, Ketua Masyarakat Telekomunikasi Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengingatkan, regulator harus bersikap adil terhadap Telkom. “Untuk kebijakan pemindahan frekuensi, Telkom harus mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Sebab, pemindahan frekuensi Flexi merupakan tanggung jawab pemerintah. Di samping itu, Telkom juga harus dijauhkan intervensi kepentingan politik,” ujar dia.
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi menegaskan, meski Telkom menghadapi tantangan berat, badan usaha milik negara (BUMN) itu tetap akan mampu menjadi pemain telekomunikasi yang dominan. “Semua itu berpengaruh tapi saya yakin itu tidak akan membuat Telkom bangkrut atau rugi,” katanya.
Ia menilai, Telkom memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan aset yang memadai.
Menurut Garuda, meski menghadapi proses pemindahan frekuensi, pihaknya tetap membangun BTS di dua divre yang terkena imbas. (ed)

Labels:

Wednesday, July 27, 2005

Agustus, Tarif Semua Ruas Tol Naik 15%

JAKARTA- Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Djoko Kirmanto menegaskan, awal Agustus mendatang, semua ruas jalan tol di Indonesia naik 15%.
“Ya kemungkinan awal Agustus, akan diberlakukan kenaikan tarif untuk semua ruas tol,” ujar Menteri PU Djoko Kirmanto, di Jakarta, Selasa (26/7).
Menurut dia, sesuai dengan usulan para operator jalan tol, kenaikan yang dapat diterima adalah 15%. “Kurang lebih kenaikan 15% dan angka tersebut belum pasti, kalau jumlahnya ketemu 14,5% bagaimana?,” ungkapnya.
Djoko Kirmanto mengatakan, usulan kenaikan tarif tol telah dikaji Departemen Pekerjaan Umum (PU). Ia menyebutkan, semua operator tol berhak untuk mengusulkan kenaikan tarif, kecuali ruas tol Cikampek-Padalarang (Cipularang) dan Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi).
Menurut Menteri PU, kenaikan tarif telah dihitung secara hati-hati dan sesuai undang-undang yang berhak menaikan tarif adalah pemerintah. Tentunya kenaikan tarif akan memperhitungkan inflasi.
Menurut dia, rencana kenaikan tersebut tetap akan meminta tanggapan dari DPR. Selain itu, recana pemberlakukan kenaikan tarif juga akan dijadikan bahan kajian terbuka dari berbagai pihak.
Ia menambahkan, soal kenaikan tarif memang hak operator tetapi dilain sisi operator harus juga meningkatkan layanannya. Djoko mencontohkan, layanan yang harus ditingkatkan salah satunya adalah mempersiapkan ketersediaan mobil derek. PU menilai, dari data terkumpul, sudah mulai ada perbaikan pelayanan.
Soal mekanisme kenaikan tarif, Menteri PU mengatakan, dalam masa transisi ke Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), pemerintah berkoordinasi dengan BPJT, Dirjen Bina Marga dan Direktur Sistem Jaringan Jalan.
Saat ini, sesuai peraturan pemerintah (PP) No 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, BPJT berhak mengajukan besaran kenaikan tarif jalan tol. Saat ini, BPJT sedang dalam pembenahan. Masyarakat yang menyatakan minat menjadi anggota BPJT mencapai 20-an orang. DPU akan melakukan fit and proper terhadap semua peminat tersebut. Saat ini, untuk jabatan Ketua dan sekretaris telah ditunjuk, keduanya dari pejabat DPU. Sedangkan anggotanya terdiri atas empat personil, yakni masing-masing dua dari unsur pemerintah dan dua non pemerintah.

Harapan Operator
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (Citra Marga) Daddy Hariadi menegaskan, jika pemerintah mewujudkan niatnya menaikkan tarif 15% maka ruas tol yang dikelola Citra Marga – yakni Cawang-Tanjung Priok, akan naik sekitar Rp 500. “Untuk kelompok kendaraan umum yang semula Rp 4.000 naik menjadi Rp 4.500. Semestinya Rp 4.600, tapi guna mempermudah sistem pengembalian uang, dibulatkan ke bawah,” tutur Daddy, kepada Investor Daily, kemarin.
Ia menegaskan, kenaikan tarif tersebut sudah sesuai harapan operator jalan tol. Meski agak terlambat, mengingat tariff tol terakhir kali dinaikan pada Juni 2003 sebesar 25%, kata Daddy, kenaikan tariff tol kali ini adalah wujud komitmen pemerintah bagi pembangunan infrastruktur. “Kenaikan tarif itu juga mengakomodasi kepentingan pemerintah,” kata dia.
Kepentingan pemerintah, ujar Daddy, terkait dalam memberikan kepastian kepada calon investor jalan tol. Sebagaimana diamanatkan undang-undang, tarif tol harus dinaikkan setiap dua tahun sekali dengan mempertimbangkan besaran kenaikan inflasi. “Jika ada kepastian itu, akan mendorong minat calon investor,” tambah dia.
Daddy menegaskan, kepastian soal tarif dapat membantu pemerintah dalam menjaring calon investor guna membangun jalan tol sepanjang 1.600 kilometer (km), pada lima tahun ke depan.
Sebagaimana diberitakan, kemampuan pemerintah dalam menyediakan modal pembangunan tol amat terbatas. “Mau tidak mau pemerintah harus merangkul investor swasta, baik domestik maupun swasta asing,” ujar Daddy.

Perlu Diuji
Bagi Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Fatchur Rochman, komitmen pemerintah untuk menaikkan tariff tol secara berkala dua tahun sekali, masih harus diuji.
“Perlu diuji soal kepastian setiap dua tahun naik. Jangan sampai pemerintah ingkar janji. Beri kepercayaan kepada investor untuk datang ikut tender jalan tol. Kalau hanya mengambil formulir percuma saja,” kata Fatchur, kepada Investor Daily, kemarin.
Ia melihat, kenaikan tarif tol kali ini dari dua sisi. Pertama, “Itu janji pemerintah yang sudah ketinggalan. Selama 12 tahun tidak menaikkan tarif. Terakhir Juni tahun 2003 dengan besaran 25%. Lalu undang-undang diubah, investor menaruh harapan,” ujarnya. Kedua, lanjut dia, investasi tol tidak boleh mandek di 600 km seperti sekarang. “Kemampuan pemerintah terbatas. Sehingga butuh investor. Kenaikan tarif kali ini memberi harapan kepada investor baru. Kalau tarif nggak jelas, bagaimana nasib tender tol?,” tukas dia. (har/ed)

Labels:

Citra Marga Diduga Gandeng Sampoerna

Jakarta-Direktur Utama (Dirut) PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (Citra Marga) Daddy Hariadi menegaskan, pihaknya kemungkinan menjajaki keluarga Sampoerna guna mengikuti tender 13 ruas jalan tol akhir Juli 2005.
“Kami mendekati siapa saja sebagai calon investor, termasuk keluarga Sampoerna,” tukas Daddy, kepada Investor Daily, Selasa (26/7).
Ia mengaku saat ini sedang mempelajari ruas-ruas tol yang ditawarkan dalam tender tersebut. “Kami masih lihat-lihat. Kita paling ikut yang kecil. Tidak ada tenaga lagi. Mungkin kita gandeng Sampoerna. Bagi kita, sangat dimungkin berpartner dengan siapa saja,” tambah Daddy.
Ia menuturkan, Citra Marga memiliki pengalaman dalam membangun dan mengelola jalan tol. Sedangkan kekuatan finansial Citra Marga tidak memungkinkan jika mengikuti banyak tender ruas tol. “Kami sudah mengikuti tender tol tahap pertama, itupun dengan membentuk konsorsium,” ujar dia.
Pada tender enam ruas jalan tol yang digelar Departemen Pekerjaan Umum (DPU), Citra Marga membentuk dua konsorsium. Konsorsium pertama bersama Bakrie, Nindya Karya dan Istakakarya untuk menggarap proyek tol Cinere-Jagorawi. Sedangkan konsorsium kedua, bersama Hutama Karya, Perusahaan Perumahan, Waskita Karya, dan Semen Bosowa untuk menggarap proyek tol Depok-Antasari. Dalam konsorsium tersebut, CMNP menjadi majority investor (lead consortium).
Mengenai kesiapan mengikuti tender tol tersebut, menurut Daddy, pihaknya sudah menyiapkan dokumen tender. “Kita sudah siap dokumennya, nanti dimasukkan tanggal 8 Agustus 2005,” kata dia.
Sedangkan minat keluarga Sampoerna masuk bisnis jalan tol -- pascamenjual sebagian besar sahamnya di PT HM Sampoerna Tbk, mulai mencuat saat berupaya membeli saham pengelola ruas jalan tol Jakarta-Merak. Namun, keluarga Sampoerna kalah bersaing dengan PT Astra International Tbk.
Menurut Daddy, seiring rencana pemerintah menggelar tender tol tahap dua pada akhir Juli 2005, pihaknya akan mengincar ruas-ruas tol yang ada di Pulau Jawa. “Sampai saat ini, kepastian pengembalian investasinya masih cukup bagus,” kata dia.
Nilai tender investasi 13 proyek jalan tol yang akan digelar DPU melalui Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT), mencapai sekitar Rp 30 triliun. Lebih besar dibandingkan tender investasi enam ruas tol yang mencapai Rp 12,5 triliun.

Terlalu Berat
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Fatchur Rochman menilai, tender tol tahap pertama yang akan memasuki tahap pengajuan penawaran oleh 18 konsorsium pada 8 Agustus mendatang, memiliki persyaratan terlalu berat.
Pada tahap prakualifikasi tender, dari lebih 160 calon investor akhirnya membentuk 37 konsorsium dalam dan luar negeri, kemudian yang lolos prakualifikasi 18 konsorsium. Ia menyangsikan ke-18 konsorsium tersebut akan memasukan penawaran tender pada 8 Agustus.”Kalau memasukkan penawaran tender semua sesuai peraturan tender DPU, hal itu dapat menjadi tolok ukur bagi pemerintah. Kalau tidak sesuai harapan, perlu dikaji ulang,” tukas dia, kemarin.
“Saya takut tidak sesuai harapan. Karena syaratnya terlalu berat atau kurang standar,” tambahnya.
Syarat yang berat tersebut, kata dia, di antaranya adalah mengenai harga tanah. “Calon investor harus menaruh sejumlah uang. Kalau kurang, investor harus nambah. Saat investor melaksanakan konstruksi, harus menaruh non performance bond sebagai jaminan akan membangun ruas tol tersebut,” jelas Fatchur. Ia berharap, saat proses tender tidak ada lagi proses negosiasi. “Tender investasi jangan sampai seperti tender konstruksi. Pada tender investasi, uangnya dari investor. Sedangkan tender konstruksi uangnya dari pemerintah,” tutur dia. (ed)

Labels:

Monday, July 25, 2005

Telkomsel Bangun 400 BTS per Bulan

Jakarta-Manajemen PT Telkomsel menyatakan, mulai Juli hingga Desember 2005, pihaknya akan membangun 400 base transceiver station (BTS) per bulan. Pembangunan itu guna mengejar target menjangkau seluruh ibukota kecamatan di Tanah Air.
“Agustus 2005, seluruh IKK (ibukota kabupaten,red) akan terlayani. Sedangkan IKC (ibukota kecamatan,red) kami usahakan pada 2006,” tutur Direktur Utama (Dirut) Telkomsel Kiskenda Suriahardja, kepada Investor Daily, belum lama ini.
Saat ini, kata dia, layanan Telkomsel telah menjangkau sekitar 90% ibu kota kecamatan.
Namun, beberapa wilayah, seperti Telkomsel wilayah Jabotabek dan Banten, pada pertengahan Agustus 2005 telah mampu menjangkau 100% IKC.
Guna mewujudkan ekspansi, Telkomsel menyediakan dana belanja modal hingga US$ 700 juta pada 2005.
Menurut Kiskenda, Telkomsel memiliki tiga strategi guna menguasai pangsa pasar seluler domestik. Pertama, terus meningkatkan jangkauan sinyal hingga ke pelosok Tanah Air. Kedua, meningkatkan kualitas layanan. Dan, “Ketiga memasuki bisnis baru, seperti layanan 3G (seluler generasi ketiga,red),” ungkap mantan Kadivre II PT Telkom Tbk itu.
Soal layanan 3G, Kiskenda menuturkan, Telkomsel siap mengikuti tender lisensi frekuensi jika memang pemerintah berkehendak demikian. Pastinya, kata dia, setelah melaksanakan ujicoba layanan 3G pada Maret 2005. Pada Agustus mendatang, Telkomsel juga siap melakukan ujicoba layanan 3G di Batam dan Surabaya. “Kami sudah mendapat izin menggunakan 5 MHz untuk ujicoba 3G di Batam dan Surabaya,” kata dia. Dalam ujicoba layanan 3G, Telkomsel menggandeng tiga vendor yaitu Siemens, Nokia dan Ericsson.
Ia menambahkan, Telkomsel berharap pada 2006 sudah menyelenggarakan layanan komersial untuk 3G. Potensi pasar layanan tersebut, kata dia, membidik 3,5 juta pengguna general packet radio service (GPRS) Telkomsel.

Kesiapan Vendor
Pembangunan 400 BTS tersebut, ujar Kiskenda, bukan pekerjaan mudah. Perseroan melibatkan beberapa vendor. Seperti Siemens, Motorola, Nokia dan Ericsson.
Menurut General Manager Marketing and Business Development Ericsson Indonesia Sigit Permana, pihaknya siap mengerjakan permintaan Telkomsel untuk membangun 400 BTS per bulan. Meski, kata dia, jatah bagi Ericsson kemungkinan rata-rata 100 BTS per bulan pada Oktober hingga Desember 2005. “Awal tahun hanya 30 BTS dan terus meningkat menjadi 80 BTS pada Juli 2005,” kata Sigit, kepada Investor Daily, baru-baru ini.
Hingga akhir tahun 2005, Ericsson memperkirakan membangun 700 BTS bagi Telkomsel. Angka itu naik dua kali lipat dibandingkan 2004 yang baru mencapai 300-an BTS.
Menyinggung jumlah pelanggan, Kiskenda mengatakan, target internal Telkomsel adalah membukukan total pelanggan 25 juta hingga akhir 2005. Target tersebut merevisi target sebelumnya sebesar 22 juta. “Hingga Juli ini, Telkomsel telah meraih 22,5 juta atau meningkat lebih dari enam juta pelanggan, dari jumlah pelanggan akhir 2004,” tutur Kiskenda. Per Juli 2005, anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) itu menguasai pangsa pasar seluler hingga 55%. Sisanya diperebutkan PT Indosat Tbk dan PT Excelcomindo Pratama. (ed)

Labels:

Telkom Hadapi Tantangan Berat

JAKARTA - Manajemen PT Telekomunikasi Indonesia Tbk menghadapi tantangan berat menyusul dikeluarkannya Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang perpindahan frekuensi Flexi dan implementasi kode akses SLJJ.
Telkom diduga akan kehilangan pendapatan cukup besar dan berpotensi kehilangan 30% pelanggan Flexi-nya. Demikian rangkuman Investor Daily dari wawancara dengan pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia Heru Sutadi, Ketua Masyarakat Telekomunikasi Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dan analis Kuo Capital Edwin Sinaga, akhir pekan lalu.
Menurut Heru, pemberlakuan SK Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu juga berdampak pada komunitas warnet. “Komunitas warnet berpotensi meninggalkan layanan Speedy Telkom serta implementasi sistem kliring trafik telekomunikasi (SKTT),” katanya di Jakarta, Sabtu (23/7).
Terkait pemindahan frekuensi Flexi dari 1.900-1.980 MHz -- frekuensi untuk seluler generasi ketiga (3G), Telkom harus mensinkronkan fasilitas di base transceiver station (BTS)-nya. Telkom harus merogoh kocek sekitar Rp 100 juta-Rp 200 juta per BTS. Hingga kini, lebih dari 1.250 BTS Telkom melayani sekitar tiga juta pelanggan Flexi lebih di 216 kota.
“Dari sisi image, jika kompetitor Telkom memanfaatkan momentum perpindahan frekuensi yang notabene berpengaruh terhadap handset single band yakni hanya 1.900 MHz, akan terjadi migrasi dari Flexi. Saya perkirakan sekitar 30% pelanggan Flexi akan pindah,” tutur Heru.
Heru menyarankan agar perbaikan BTS dilakukan serempak. Jika tidak, image-nya akan buruk bagi pelanggan Flexi dan mendorong terjadinya migrasi. Pelanggan Flexi saat ini diperkiarakan sekitar tiga juta, itu berarti hampir 900.000 pelanggan berpindah ke operator lain. “Sehingga potential loss Telkom sekitar 900.000 kali angka penggunaan rata-rata per pelanggan (ARPU) yaitu sekitar Rp 100 ribu,” tambah dia. Dengan pengalian angka itu, potential loss Telkom sekitar Rp 90 miliar per bulan akibat migrasi, dan jika ditambah biaya ‘perbaikan’ BTS Rp 250 miliar, total potential loss Telkom sekitar Rp 340 miliar.
Dari sisi pendapatan, Flexi ditargetkan memberi kontribusi sekitar Rp 2,5 triliun pada 2005. Tahun ini, Telkom menyiapkan Rp 1,7 triliun untuk pengembangan Flexi. Sebagian besar dana diperuntukkan menambah 500 BTS. Sepanjang dua tahun terakhir, Telkom telah mengeluarkan dana lebih dari Rp 2 triliun untuk pengembangan Flexi. Sekitar 55% pelanggan Flexi adalah kelompok prabayar (Flexi Trendy) dan 45% pelanggan pascabayar (Flexi Classy).
Sedangkan mengenai implementasi kode akses sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), menurut Heru Sutadi, potential loss Telkom diperkirakan sekitar 3% pada jangka pendek.
Bisnis SLJJ memberikan kontribusi terhadap pendapatan Telkom sekitar 25% hingga 35%. Total pendapatan Telkom – non konsolidasi, sekitar Rp 23,5 triliun pada 2004. (lihat tabel).
Sedangkan dari sisi pendapatan interkoneksi – terkait implementasi SKTT, menurut Heru, Telkom diperkirakan akan kehilangan potensi pendapatan sekitar 20%. Tahun lalu, pendapatan interkoneksi Telkom sebesar Rp 6,1 triliun.
“Telkom cukup dominan dalam pelaksanaan settlement interkoneksi lewat SOKI. Jika SKTT diterapkan bisa jadi pendapatan Telkom berkurang 20% dari interkoneksi,” kata Heru.
Ia menjelaskan, untuk layanan internet Speedy, ancaman komunitas warung internet (warnet) untuk berpindah dari Speedy Telkom ke operator lain, harus direspons positif oleh Telkom. “Telkom harus menambah bandwith dan sebenarnya Telkom masih memiliki sekitar 2,5 giga byte (GB),” ungkap Heru. Telkom memiliki pendapatan sekitar Rp 4,8 triliun dari layanan data dan internet pada 2004.

Takkan Bangkrut
Menurut Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, meski Telkom menghadapi tantangan berat, BUMN itu tetap akan mampu menjadi pemain telekomunikasi yang dominan. “Semua itu berpengaruh tapi saya yakin itu tidak akan membuat Telkom bangkrut atau rugi,” katanya.
Ia menilai, Telkom memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan aset yang memadai.
Mas Wig mengingatkan, regulator harus bersikap adil terhadap Telkom. “Untuk kebijakan pemindahan frekuensi, Telkom harus mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Sebab, beroperasinya Flexi di alokasi 3G, juga merupakan tanggungjawab pemerintah. Di samping itu, Telkom juga harus dijauhkan intervensi kepentingan politik,” ujar dia.
Sementara itu, Edwin Sinaga mengatakan, dalam jangka pendek bisa saja berbagai kebijakan pemerintah -- termasuk pungutan 0,75% kontribusi operator untuk program universal service obligation (USO), akan berdampak negatif. “Ya mungkin, dalam jangka pendek earning berkurang,” kata dia.
Tapi, ujar Edwin, dalam jangka panjang kinerja Telkom tetap akan berkembang. Alasannya, industri telekomunikasi masih memiliki potensi yang sangat besar, karena tingkat penetrasi dalam industri ini masih rendah. Sedangkan, tentang kemampuan Telkom menghadapi kompetisi terlihat dari kesiapan infrastruktur perusahaan. “Telkom lebih duluan,” katanya.

Tak Perlu Resah
Wakil Dirut Telkom Garuda Sugardo mengatakan, kebijakan pemerintah merupakan hal yang biasa dan menjadi tantangan bagi manajemen untuk ke depan. “Saya rasa ini merupakan bagian dari reformasi industri telekomunikasi,” ujar dia, kepada Investor Daily, Sabtu (23/7).
“Saya yakin tujuannya baik, tetapi, implementasinya harus disesuaikan dengan industri telekomunikasi,” kata dia.
Tentang pemindahan frekuensi Flexi, kata Garuda, pelanggan dan para distributor tidak perlu resah, sebab pemindahan itu berlaku lima tahun.
Hingga akhir pekan lalu, kata dia, Telkom belum mendapat surat resmi pemindahan frekuensi Flexi.
Pemindahan frekuensi , jelas dia, akan berpengaruh pada pelanggan Flexi di kawasan DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. “Pelanggan yang menggunakan handset 1.900 MHz yang akan terkena dampaknya. Jumlahnya tidak terlalu banyak mungkin sekitar 400 ribu,” kata Garuda.
Selama lima tahun cukup bagi Telkom untuk melakukan pengkajian dan reengineering dari segi teknis, marketing, pelayanan dan penghitungan finansial. “Kalau pemindahan itu merupakan kebijakan pemerintah, mau tidak mau Telkom harus mengikuti, dan memang ada konsekuensi keuangan yang harus ditanggung Telkom,” tambah dia.
Garuda menekankan, pelanggan tidak boleh dirugikan. “Kebijakan pemerintah tujuannya baik yaitu untuk menyeragamkan frekuensi Flexi di seluruh Indonesia. Dampaknya yang harus diminimalisasi,” tukasnya. Ia menepis perkiraan adanya potensi kehilangan pendapatan akibat perpindahan frekuensi Flexi.
Menyinggung migrasinya pengguna layanan Speedy, menurut Garuda, pihaknya dalam waktu segera akan menambah pita (bandwith) Speedy.
“Permasalahannya pemakaian Speedy cukup besar, tapi kita segera menambah bandwith. Mudah-mudahan dalam waktu dekat dapat diatasi,” katanya.
Terkait implementasi kode akses SLJJ, menurut Garuda, masih dalam tahap pengkajian, termasuk kemungkinan membuka kerja sama untuk operasi SLJJ. “Kami mengerti, maksud pemerintah adalah memberi pilihan kepada masyarakat. Kami masih koordinasi dengan pemerintah. Itu kan perlu sosialisasi dan implementasinya bertahap,” ujar Garuda.
Ia menuturkan, Senin (25/7) baru mendapat informasi mengenai kepastian pelaksanaan kode akses SLJJ. Telkom berharap, implementasi itu mempertimbangkan azas manfaat, keadilan dan pemerataan. “Telkom telah membangun dengan investasi cukup besar, membangun customer based hampir 60 tahun,” ujarnya. Tanpa sosialisasi yang baik, kata dia, pembukaan kode akses SLJJ justru akan membingungkan masyarakat.Sedangkan terkait implementasi SKTT, Garuda mengaku belum mendapat informasi lebih jauh. “Ia mengaku SKTT akan berpengaruh bagi Telkom. Pengaruh baiknya juga mungkin ada,” kata dia. (tri/ed)

Labels:

Saturday, July 23, 2005

Investor Jalan Tol Butuh Kepastian Tarif

Jakarta - Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati menilai, investor yang masuk di jalan tol masih menginginkan iklim yang lebih pasti. "Mereka butuh kepastian baik di bidang tarif maupun masalah pengadaan lahan," kata Sri Mulyani saat dihubungi wartawan usai menghadiri pelantikan Kepala Badan Pertanahan Nasional dari Lutfi I Nasoetion kepada Joyo Winoto, Jumat (22/7). Di bidang tanah setidaknya sudah ada kepastian hukum dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No 36 tahun 2005 menggantikan Keppres No 55 tahun 1993. Namun, menyangkut tarif ke depannya harus ada kebijakan yang komprehensif melalui badan yang independen sehingga lebih obyektif dalam menentukan tarif. Saat ini memang telah berdiri Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sesuai UU Jalan No.38 tahun 2004, namun anggotanya masih terdiri atas dua orang dari kalangan pemerintah dan dua non-pemerintah. Tarif seharusnya dihitung dari biaya investasi dan perawatan di samping juga memperhatikan kemampuan daya beli dari masyarakat. Di antara dua hal ini harus ditentukan secara obyektif oleh badan tersebut. Namun, sekarang ini biasanya ditentukan mekanisme menteri masing-masing. "Harus ditata kembali tidak hanya jalan tol tetapi juga tarif listrik. Hal itu akan segera dibahas dalam forum Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI)," tuturnya, seperti dikutip Antara.
Pembebasan LahanSementara itu, PT Jasa Marga pada Agustus 2005 sudah mulai memasuki tahap pembebasan lahan untuk pekerjaan tiga ruas tol yang ditugaskan pemerintah yakni Bogor Ring Road, Gempol-Pasuruan, dan Semarang Solo. "Pengadaan lahan untuk tiga ruas itu akan bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah," kata Direktur Pengembangan dan Niaga PT Jasa Marga Frans S Sunito. Saat ini, PT Jasa Marga telah merampungkan land plan untuk pembangunan tiga ruas tersebut. “Kemudian tinggal menunggu Surat Penetapan Penggunaan Lahan (SP2L) barulah dilakukan upaya pembebasan,” jelas Frans. Ia juga menjelaskan, sesuai rencana jalan untuk pembangunan tol tersebut diusahakan tidak akan melalui kawasan permukiman. "Kita belajar pengalaman bahwa tidak mudah untuk membangun tol di atas lahan yang huniannya sudah padat," jelasnya. Namun, Frans meminta kepada pemerintah daerah untuk mulai menghentikan transaksi jual beli lahan pada koridor yang akan dilalui jalan tol, sehingga tidak memberi peluang kepada spekulan yang ingin mengambil manfaat dari proyek tol tersebut. Melalui Perpres No 36 tahun 2005 diharapkan penetapan harga dapat lebih adil diterima kedua pihak. Sesuai peraturan dimungkinkan untuk menunjuk penilai independen untuk menetapkan harga lahan yang wajar. Menurut Frans, sesuai PP No 15 tahun 2005 mengenai jalan tol, PT Jasa Marga diharuskan membebaskan seluruh lahan untuk tiga proyek tol tersebut sebelum memulai pekerjaan konstruksi. Berdasarkan pengalaman jika membebaskan lahannya hanya sebagian-sebagian justru lebih sulit seperti dalam kasus pengadaan lahan proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) yang tidak kunjung usai sehingga merugikan PT Jasa Marga karena jalan tersebut terlambat dioperasikan. (ed)

Labels:

Friday, July 22, 2005

Pekan ini, Pemerintah Tagih Dana USO

JAKARTA-Pemerintah pekan ini akan menagih kontribusi program universal telekomunikasi (universal services obligation/USO) kepada para operator telekomunikasi.
“Minggu-minggu ini, kita akan keluarkan tagihan,” kata Sofyan A Djalil, menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), di Jakarta, Kamis (21/7).
Operator telekomunikasi diwajibkan menyetor 0,75% pendapatan kotor Januari-Juni 2005.
Landasan hukum penagihan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 28 tahun 2005 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Depkominfo, tertanggal 5 Juli 2005.
Menkominfo menjelaskan, pemerintah akan memungut dana USO dalam dua tahap pembayaran. Sedangkan untuk periode Juli-Desember 2005, akan ditagih pada September dan Desember.
Mengenai potensi dana kontribusi USO, Menkominfo mengatakan, tergantung pada hasil penjualan operator tahun ini. Dia menggambarkan, bila tahun ini, nilai penjualan mencapai Rp 50 triliun maka dana kontribusi USO mencapai Rp 400 miliar.
Terkait penghitungan dana yang akan disetor, pemerintah menyerahkan proses tersebut kepada masing-masing operator (self assesment). Namun, Menkominfo mengingatkan, operator tidak boleh curang dalam menghitung dana kontribusi itu. Kecurangan, lanjut dia, akan dapat diketahui melalui perhitungan riil akhir tahun. Dan, apabila terbukti, operator bersangkutan bisa dituduh melakukan pembohongan publik.
Sofyan Djalil berharap operator tidak keberatan dengan kewajiban pembayaran ini. Karena, besaran kontribusi USO di Indonesia dinilai sangat kecil, bila dibandingkan dengan besaran yang diterapkan di negara lain. “Kalau, di negara lain bisa mencapai 3%-4%,” kata dia.
Sementara itu, manajemen PT Indosat mengaku bisa menerima keputusan pemerintah dalam kebijakan pembayaran kontribusi USO. Meskipun perhitungan pembayaran USO sejak awal tahun, sedikit di luar dugaan operator. “Kalau ketetapan begitu, mau diapain lagi, kita bayarkan saja,” kata Johny Swandy Sjam, direktur consumer market Indosat.
Terpisah, Direktur Corporate PT Excelcomindo Pratama (XL) Rudiantara menuturkan, operator yang baik adalah sudah mempersiapkan jauh-jauh hari kewajiban pembayaran dana USO. “Isu ini kan sudah beredar sejak jauh hari. Bagi XL, jika sudah menjadi keputusan kita akan ikuti saja,” ujar Rudiantara, kemarin.
Hal senada dilontarkan oleh manajemen PT Telkomsel.

Perbaiki Program
Sofyan juga berkomitmen akan memperbaiki program USO, setelah hasil program USO tahun 2003 dan 2004 dinilai tidak efisien. Tercatat, fasilitas telekomunikasi (fastel) hasil program USO sebelumnya banyak yang tidak dapat dimanfaatkan, karena tidak ada yang mengoperasikan.
“Dulu, Postel (Ditjen Postel,red) memang hanya membeli perangkat, dan suruh PSN (PT Pasifik Satelit Nusantara, salah satu operator pelaksana USO,red) memasang. Namun, tak ada yang operasikan. Kalau nanti, siapa yang punya USO (pelaksana USO,red) harus jamin paling sedikit 3-4 tahun,” kata Menkominfo.
Pemerintah juga merencanakan program USO secara terintegrasi, sehingga, program ini dapat menyediakan berbagai fasilitas layanan, seperti telepon perdesaan, internet, relay radio, dan sebagainya.
Menkominfo menambahkan penyediaan fasilitas USO dapat dilakukan di kantor pemerintah. Sehingga, nanti dimungkinkan, di satu kantor pemerintah dapat dibangun warnet, wartel dan layanan pos.
Di samping itu, pemerintah juga siap mengalokasikan dana untuk biaya operasional. Tercatat, selain mengandalkan dana kontribusi operator, pemerintah juga akan menggunakan dana up front fee (biaya bayar di muka) dari frekuensi seluler generasi ketiga (3G) dan dana public service obligation untuk PT Pos Indonesia.
Program USO dimulai pada 2003 dengan total pembangunan sebanyak 3.010 satuan sambungan telepon (SST) mencakup wilayah Sumatera (1.009 SST), Kalimantan (573 SST), KTI (1.388 SST), dan Jawa-Banten (40 SST). Teknologi yang digunakan pada proyek USO 2003 hanya dua jenis yakni portable fixed satellite (PFS) sebanyak 2.975 SST dan 35 SST lainnya menggunakan teknologi very small aperture terminal (VSAT). Sedangkan, tahun 2004 teknologi untuk pembangunan fastel USO diperluas, selain PFS dan VSAT juga teknologi radio, seluler, dan IP based dengan total kapasitas 2.620 SST. (tri/ed)

Labels:

Pemerintah Pastikan Flexi Keluar dari Alokasi 3G

JAKARTA-Pemerintah memastikan frekuensi Telkom Flexi akan dipindahkan dari alokasi frekuensi seluler generasi ketiga (3G). “Pita itu benar-benar akan didedikasikan untuk UMTS (universal mobile telecommunication services,red) 3G. Flexi harus keluar,” kata Sofyan A Djalil, menteri Telekomunikasi dan Informatika (Menkominfo), seusai membuka Workshop Layanan Seluler 3G, Kamis (22/7).
Pemerintah belum akan membicarakan kompensasi bagi perpindahan Flexi. Pemerintah hanya akan memberikan tolerensi waktu bagi proses perpindahan frekuensi ini. Namun, Menkominfo belum bersedia menyebutkan berapa lama toleransi waktu yang akan diberikan kepada Telkom.
Menkominfo yakin dengan masa transisi yang cukup, biaya penyesuaian (cost adjusment) atas perpindahan frekuensi menjadi tidak terlalu besar. Biaya-biaya itu di antaranya penyesuaian handset milik pelanggan Flexi yang saat ini mencapai sekitar tiga juta. Dengan transisi yang panjang diperkirakan biaya penyesuaian handset terselesaikan dengan sendirinya.
“Misal, kalau kita kasih waktu lima tahun. Handset yang ada sekarang, khan, sudah tidak dipakai lagi dalam lima tahun ke depan,” kata dia.
Pernyataan Menkominfo agak berbeda dengan sebelumnya. Semula Menkominfo berkomitmen tidak memindahkan frekuensi Flexi. Alasannya, pelanggan Flexi sudah cukup besar. Pemindahan frekuensi Flexi dikhawatirkan memberikan konsekuensi biaya besar. Tercatat, jumlah pelanggan Flexi yang sudah di kisaran tiga jutaan, 1,5 juta di antaranya merupakan pelanggan di frekuensi 1.900 MHz yang berada di alokasi frekuensi 3G, yakni, pelanggan di wilayah Jabotabek dan Jawa Barat.

Star One dan WIN Tergusur
Di sisi lain, bukan hanya frekuensi Flexi saja yang bakal tergusur dari alokasi frekuensi 3G, melainkan juga frekuensi Star One (milik PT Indosat) dan PT WIN. Pemerintah bertekad tidak akan membiarkan adanya penggunaan frekuensi berbeda di pita frekuensi yang sama. Alasannya, posisi frekuensi tersebut akan membuat mubazir sebagian frekuensi 3G. Tercatat, pita frekuensi 1.900 MHz yang diperuntukkan untuk frekuensi IMT-2000 core band (frekuensi 3G), telah ditumpangi frekuensi PCS 1900 (frekuensi Telkom Flexi, Star One, dan PT WIN).
Berkaitan dengan, kemungkinan perpindahan frekuensi Star One, Johnny Swandy Sjam, direktur consumer marketing Indosat mengatakan, kebijakan pemindahan frekuensi harus diikuti dengan pertimbangan kepentingan pelayanan. “Kalau dipindahkan, konsekuensinya seperti apa, kemana pindahnya , ini jangan sampai membuat pelayanan terganggu. Karena ini (frekuensi,red) yang akan dipindahkan sudah ada pelanggannya,” kata Johnny.
Sementara itu, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, ketua Masyarakat Telematika (Mastel) mengatakan, pemindahan frekuensi Flexi akan memberikan konsekuensi penggantian filter dan pemindahan frekuensi base transceiver station (BTS). Namun, pemindahan itu tidak memberikan konsekuensi kepada pelanggan untuk mengganti handset, karena perpindahan frekuensi masih tetap di area pita 1.900 Mhz. “Hanset hanya perlu sedikit di-setting,”tambah Mas Wig.
Terkait besarnya biaya, Mas Wig memprediksikan biaya yang cukup besar harus dikeluarkan Telkom untuk mengubah BTS dan filter. Sedangkan, biaya setting handset diperkirakan sebesar US$ 1 per handset.
Tentang pihak yang harus menanggung biaya, Mas Wig melihat pemerintah harus bertanggung jawab atas biaya migrasi Flexi. Sebab, beroperasinya Flexi di frekuensi 3G terjadi dengan persetujuan pemerintah pula. “Telkom berhak mendapatkan kompensasi dari pemerintah,” ujarnya.

Alokasi Frekuensi
Pemerintah berharap Agustus mendatang, sudah dapat mengalokasikan frekuensi 3G bagi para operator seluler. Sejauh ini, pemerintah juga sudah menyiapkan perangkat regulasi untuk mendukung kebijakan men-charge (membebankan biaya) alokasi frekuensi kepada operator melalui tender. Perangkat tersebut adalah, Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2005 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika.
“Memang tidak diatur secara detail, tapi yang penting kita bisa dapatkan up front fee baik melalui penentuan harga langsung maupun tender,” kata Sofyan.
Terpisah, anggota komisi V DPR Marwan Jafar mengingatkan pemerintah agar tidak tergesa menender ulang frekuensi yang telah dialokasikan kepada PT Cyber Access Communication (CAC) dan PT Natrindo Telepon Seluler (NTS). “Semestinya pemerintah mengevaluasi penerima lisensi. Jika tidak memenuhi kewajibannya, barulah ditentukan kebijakan selanjutnya,” kata Marwan, kemarin.Menurut Marwan, sekalipun dilakukan tender, maka itu ditujukan bagi operator yang belum mendapatkan lisensi 3G, seperti PT Indosat Tbk, PT Excelcomindo Pratama dan PT Telkomsel. (tri/ed)

Labels:

Pelanggan XL Bisa Tembus Lima Juta

Jakarta-Pelanggan seluler PT Excelcomindo Pratama (XL) diperkirakan bisa menembus lima juta pada akhir 2005.
“Sekarang saja sudah menembus empat jutaan pelanggan,” ujar Lambang Budi, manager regional sales operation Jabotabek XL, kepada Investor Daily, di Jakarta, Kamis (21/7).
Menurut Budi, pascamasuknya Telekom Malaysia ke XL, agresifitas pemasaran XL semakin meningkat. Ia menyebutkan langkah yang ditempuh untuk kawasan Jakarta-Bogor-Tangerang dan Bekasi (Jabotabek). “Di Jabotabek pemasaran makin agresif, awal tahun 2005 pelanggan XL masih 1,1 juta, saat ini sudah mencapai 1,6 juta dan hingga akhir tahun bisa mencapai 1,8 juta,” tambah Budi.
Ia menuturkan, sebagian besar pelanggan XL di kawasan Jabotabek didominasi oleh pelanggan prabayar. Untuk Jabotabek, pelanggan XL dilayani oleh sekitar 1.300 base transceiver station (BTS). “Hingga akhir tahun akan ditambah menjadi sekitar 1.400 BTS,” kata dia.
Budi menjelaskan, pangsa pasar (market share) XL di kawasan Jabotabek hampir sama dengan tingkat nasional yaitu sekitar 15%. “Kita masih nomor tiga,” ujarnya.
Jumlah pelanggan di Jabotabek merupakan yang terbesar dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Di Jawa Timur (Jatim) saja, XL baru memiliki sekitar 750 ribu pelanggan, dengan target hingga akhir tahun sebesar satu juta pelanggan. “Persaingan antara operator memang ketat, tapi potensi pasar di Jatim masih sangat besar yang bisa diraih. Dilihat dari jumlah penduduk sebesar 38 juta, sementara pelanggan selulernya baru lima juta. Masih banyak calon pelanggan potensial,” ujar GM Sales Operation East Area XL Kencono Wibowo, belum lama ini, di Surabaya.
Menurut Budi, persaingan di Jabotabek juga tidak kalah ketat. “Semua operator bersaing keras di Jabotabek,” kata dia.
XL memiliki produk pascabayar X-Plor, sedangkan kartu prabayar-nya adalah Jempol dan Bebas.

Gandeng Peterpan
Sementara itu, guna meningkatkan brand image kartu Bebas, XL menggandeng grup band Peterpan. Terhitung sejak 1 September 2005 hingga 1 Maret 2007, Peterpan menjadi duta XL khususnya untuk produk kartu Bebas.
“Kami berharap grup musik papan atas itu dapat menjadi jembatan penghubung untuk mengkomunikasikan produk Bebas ke konsumen,” kata CEO XL Christian Manuel de Faria, kemarin.
Sedangkan Direktur Corporate XL Rudiantara menambahkan, pemilihan Peterpan sebagai duta XL adalah karena segmentasi grup band itu sama dengan kartu Bebas milik XL, yakni anak muda usia 15 hingga 24 tahun.
Ia menegaskan, sinergi keduanya diharapkan akan menarik lebih banyak pengguna-pengguna baru kartu Bebas.
“Sekitar 90% pelanggan XL adalah pengguna kartu Bebas,” kata Rudiantara.
Pertengahan Januari 2005, Telekom Malaysia melalui TM International secara resmi masuk ke XL. Tahap pertama Telekom Malaysia mengakuisisi sebanyak 23,1% senilai US$ 265,7 juta, dan sisanya sebanyak 4,2% saham dihargai sebesar US$ 48,3 juta. Pascaakuisisi oleh TM International, komposisi pemegang saham XL terdiri dari; Telekomindo Primabhakti (60%), TM International (27,3%) dan Asia Infrastructure Fund (12,7%).TM belakangan juga menyatakan berniat menguasai 80% saham XL. Mengacu pada transaksi sebelumnya, setidaknya TM harus merogoh koceknya hingga US$ 600 juta untuk menguasai 80% saham XL. (ed)

Labels:

Thursday, July 21, 2005

Operator Telepon Wajib Setor 0,75% Pendapatan Kotor

JAKARTA-Operator telepon dalam waktu dekat diwajibkan menyetor 0,75% pendapatan kotornya bagi program kewajiban pelaksanaan universal (universal services obligation/USO) telekomunikasi.
Namun, “Penarikan dana USO masih menunggu keluarnya kepmen (keputusan menteri,red),” kata Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar kepada wartawan, Rabu (21/7).
Program USO bertujuan membangun fasilitas telekomunikasi (fastel) di perdesaan. Kini ada sekitar 43 ribu desa yang belum memiliki jaringan telepon. Kontribusi dana USO pada 2005 akan digunakan untuk pembangunan sambungan telepon di 4.500 desa, dan selanjutnya 5.100 desa pada 2006, dan sekitar 6.000 desa pada 2006. Hingga 2010, 43 ribu desa terpencil yang selama ini belum dapat menikmati sambungan telepon akan memiliki akses telepon. Diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk merealisasikannya mencapai Rp 2,14 triliun.
Ditjen Postel memperkirakan besaran dana kontribusi dari operator untuk program USO pada 2005 mencapai Rp 360 miliar, dengan basis pendapatan operator pada 2004. Kepastian penarikan dana tersebut mencuat setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani peraturan pemerintah (PP) No.28 Tahun2005, tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Pos dan Telekomunikasi (Postel) Depkominfo pada 5 Juli 2005.
PP tersebut mengatur tentang kewajiban USO telekomunikasi, biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, penetapan biaya dimuka (upfront fee) pelaksanaan tender layanan seluler generasi ketiga (3G). Menurut Direktur Utama PT Telkomsel Kiskenda Suriahardja, penarikan dana untuk USO kemungkinan baru terlaksana pada awal 2006. “Kami sih siap saja memenuhi aturan pemerintah. Namun, saya dengar baru berjalan tahun depan,” kata Kiskenda, kepada Investor Daily, baru-baru ini.
Pengesahan PP oleh Presiden, diperlukan seiring perpindahan Ditjen Postel dari Departemen Perhubungan ke Departemen Komunikasi dan Informatika. PP tersebut merupakan revisi dari PP No 14 Tahun 2000 yang berkenaan dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Revisi diperlukan untuk mencabut beberapa pasal tentang Postel, yang ketika itu masih berada di naungan Departemen Perhubungan.
Dana hasil pungutan dari operator itu akan menjadi tumpuan utama bagi kesinambungan pembangunan USO 2005. Sebab, dana program USO 2005 yang diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hanya untuk membiayai pemeliharaan dan operasional proyek USO 2003 dan 2004. Dana APBN 2005 untuk USO hanya Rp 5 miliar.
Saat ini fastel hasil program USO 2003 dan 2004, banyak yang berhenti beroperasi akibat terbentur masalah biaya operasional dan perawatan.

Diterima Operator
Sementara itu, meski belum mengetahui detail isi PP tersebut, Sekjen Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) Rudiantara mengatakan, pihaknya siap mematuhi regulasi pemerintah. “Kita akan tunduk kepada regulasi,” kata Rudiantara.
Tentang pelaksanaan program USO, sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A Djalil mengatakan, dalam pelaksanaannya nanti, pemerintah akan mengintegrasikan program USO berupa pemasangan telepon perdesaan dengan layanan pos, relai radio, maupun informasi lainnya. Namun, integrasi ini dipastikan akan menyedot dana yang lebih besar dari program sebelumnya yang terbatas pada pemasangan telepon.
Untuk itu, selain mengandalkan dana pungutan 0,75%, pemerintah juga akan mengantisipasi dana program USO dengan dana hasil up front fee (biaya lisensi frekuensi) dan dana public service obligation untuk PT Pos Indonesia.
Di sisi lain, sejumlah kalangan memiliki catatan kelemahan proyek USO tahun 2003 dan tahun 2004. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) melihat setidaknya masih ada tiga kelemahan dari realisasi proyek USO sebelumnya. Pertama, berkaitan dengan kriteria pelaksana proyek yang hanya menitikberatkan pada kegiatan pemasangan perangkat saja, bukan ke pelayanan (services). Hal itu mengakibatkan banyak proyek USO yang akhirnya macet, setelah masa garansi dari pelaksana proyek habis. “Kalau fastel rusak, ya macet,” katanya.
Berdasarkan fakta di lapangan banyak fastel hasil proyek USO 2003, yang bermasalah. Hal ini terjadi karena, pihak pelaksana sudah tidak bertanggung jawab lagi atas perawatan dan pengoperasian, setelah masa garansi yang hanya satu tahun terlewati.
Dua kelemahan lain, masing-masing, berkaitan dengan penempatan fastel yang biasanya berada di tempat kepala desa dan biaya pulsa yang tidak terjangkau masyarakat setempat.
Menurut Mas Wig, penempatan fastel yang biasanya berada di tempat kepala desa, turut menghambat efektifitas penggunaan USO ini. Untuk itu, dia berharap penempatan fastel USO dipindahkan ke tempat yang banyak dikunjungi masyarakat. Kemudian, terkait biaya pulsa fastel USO yang tidak terjangkau masyarakat, dia berharap pemerintah mencarikan solusi.
Program USO dimulai pada 2003 dengan total pembangunan sebanyak 3.010 satuan sambungan telepon (SST) mencakup wilayah Sumatera (1.009 SST), Kalimantan (573 SST), KTI (1.388 SST), dan Jawa-Banten (40 SST). Teknologi yang digunakan pada proyek USO 2003 hanya dua jenis yakni portable fixed satellite (PFS) sebanyak 2.975 SST dan 35 SST lainnya menggunakan teknologi very small aperture terminal (VSAT). Sedangkan, tahun 2004 teknologi untuk pembangunan fastel USO diperluas, selain PFS dan VSAT juga teknologi radio, seluler, dan IP based dengan total kapasitas 2.620 SST. (tri/ed)

Labels:

Wednesday, July 20, 2005

Agustus, Telkomsel Uji Coba 3G di Batam dan Surabaya

MAKASSAR-PT Telkomsel telah mendapat izin ujicoba seluler generasi ketiga (3G) di Batam dan Surabaya. "Kami akan uji coba Agustus dengan menggunakan frekuensi 5 Mega hertz (MHz)," ujar Kiskenda Suriahardja, dirut Telkomsel kepada Investor Daily, usai meresmikan Gedung Telkomsel Telecommunication Center (TTC), di Makassar, Selasa (19/7).
Ujicoba tersebut merupakan kelanjutan duakali uji coba di Jakarta.
Menurut Kiskenda, pada uji coba pertama berlangsung mulus. Sedangkan evaluasi untuk uji coba tahap kedua di Jakarta diperkirakan selesai akhir tahun ini.
Ia optimistis layanan komersial 3G Telkomsel akan beroperasi pada 2006. Anak usaha PT Telkom tersebut akan membidik 3,5 juta pengguna layanan GPRS di perseroannya.
Saat disinggung mengenai lisensi frekuensi 3G, Kiskenda menuturkan, dirinya belum tahu Telkomsel akan mendapatkan berapa besar. "Kita serahkan kepada pemerintah. Kami siap ikut tender jika pemerintah mengatur demikian," kata dia.
Lisensi frekuensi 3G yang dialokasikan pemerintah sebanyak 60 Mhz. Saat ini, tersisa 15 Mhz. Selebihnya dibagikan kepada beberapa operator, di antaranya sebanyak 15 MHz telah dialokasikan kepada PT Cyber Access Telecommunications (CAC), dan 10 MHz kepada Lippo Telecom.
Selain Telkomsel, yang telah melakukan ujicoba 3G adalah CAC. Sedangkan PT Indosat Tbk akan melakukan uji coba pada Agustus 2005 di Surabaya.
Kiskenda menegaskan, pihaknya mengalokasikan modal kerja tersendiri untuk layanan 3G. "Investasi di luar yang US$ 700 juta. Saya belum tahu berapa," jelas mantan Kadivre II Telkom itu.

Target 25 Juta
Kiskenda menjelaskan, Telkomsel menargetkan total pelanggan perseroan hingga akhir 2005 akan mencapai 25 juta pelanggan. Target tersebut merevisi target sebelumnya sebesar 22 juta. “Hingga Juli ini, Telkomsel telah meraih 22,5 juta atau meningkat lebih dari enam juta pelanggan, dari jumlah pelanggan akhir 2004,” tutur Kiskenda.
Ia menambahkan, dengan jumlah pelanggan tersebut, Telkomsel kini telah dipercaya melayani lebih dari 55% pengguna selular di Indonesia.

Resmikan TTC
Telkomsel meresmikan Gedung TTC Makassar yang merupakan pusat beroperasinya infrastruktur, seperti mobile switching centre (MSC), value added service (VAS), base station center (BSC), intelligent network (IN), dan information technology (IT).
Pembangunan TTC Makassar juga sebagai salah satu upaya Telkomsel menggelar high performance network secara menyeluruh melalui peningkatan kapasitas handling, ketersediaan transmisi dan penggelaran jaringan selular terluas. Di samping TTC di Makassar ini, Telkomsel telah mengoperasikan TTC di berbagai wilayah Indonesia, antara lain Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Solo, Batam, Manado, Denpasar, Banjarmasin, Balikpapan, dan Pontianak
Kiskenda menjelaskan, TTC Makassar menjadi sentral pelayanan jaringan yang di dalamnya terdapat MSC baru berkapasitas melayani hingga 1,7 juta pelanggan untuk wilayah Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara. Sedangkan, wilayah Sulawesi lainnya dilayani MSC Manado yang berkapasitas satu juta pelanggan. Sehingga jaringan Telkomsel untuk keseluruhan Sulawesi berkemampuan melayani hingga 2,7 juta pelanggan.
Kehadiran TTC Makasar ini, lanjut Kiskenda, juga sebagai wujud konsistensi kepedulian Telkomsel dalam komitmennya mendukung kemajuan wilayah bagian timur Indonesia, dalam hal penyediaan prasarana telekomunikasi selular berkualitas. Kini, di seluruh wilayah Sulawesi-Maluku-Papua, Telkomsel telah mengoperasikan sembilan MSC, yang terdiri atas, empat unit di Makassar, dua unit di Manado serta masing-masing satu unit di Ambon, Jayapura dan Timika. Keseluruhan MSC tersebut berkemampuan melayani 3,8 juta pelanggan.
Tercatat, saat ini pelanggan Telkomsel di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua telah mencapai sekitar 1,9 juta pelanggan dan khusus Sulawesi saja berjumlah sekitar 1,3 juta pelanggan.
MSC merupakan perangkat yang berfungsi untuk mensukseskan hubungan komunikasi antar pelanggan, baik yang menggunakan seluler ke fixed phone maupun antar sesama seluler. Kesembilan MSC di wiayah Sulawesi-Maluku-Papua didukung oleh 40 unit BSC beserta 639 unit BTS yang telah melayani seluruh Kabupaten, yakni 52 Kabupaten di Sulawesi, 16 Kabupaten di Maluku dan 29 Kabupaten di Papua. Sedangkan untuk melayani sampai tingkat kecamatan, Telkomsel akan menambah BTS baru sedikitnya 380 unit hingga akhir 2005 dan diharapkan di akhir 2006 seluruh kecamatan sudah terlayani. (ed)

Labels:

Tuesday, July 19, 2005

Prospek Pembangunan Jalan Tol Cukup Cerah?

PANJANG jalan tol di Tanah Air masih belum sebanding dengan jalan arteri. Tahun lalu, jumlah panjang tol baru sekitar 600 kilometer (km), sedangkan jalan arteri sekitar 26.000 km.
Tak heran jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad membangun 1.600 km jalan tol sepanjang lima tahun ke depan. Atau rata-rata sekitar 340 km per tahun. Tim Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur (TPPI) memperkirakan, kebutuhan dana untuk sektor jalan tol sekitar Rp 85,2 triliun untuk lima tahun kedepan (2005-2009). Bukan perkara mudah mengumpulkan dana sebesar itu.
Sejarah jalan tol di Indonesia, menurut Fatchur Rochman, ketua umum Asosiasi Tol Indonesia (ATI), dimulai saat pemerintah mengoperasikan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) sepanjang 48 km pada 1978. Jalan tol tersebut dibiayai oleh pemerintah. Hampir sekitar 10 tahun kemudian investor swasta mulai masuk ke bisnis jalan tol. Dan,hingga 1998 hasilnya terbangun 520 km jalan tol dengan komposisi;380 km atau 73% dimiliki oleh PT Jasa Marga dan 130 km atau 27% milik swasta. Pembangunan jalan tol sempat tertunda sejak itu hingga 2002. Tahun 2005 ini, Jasa Marga telah menyelesaikan ruas jalan tol Cikampek-Padalarang (Cipularang) tahap II sepanjang 41 km. Total panjang tol Cipularang mencapai 59 km.
Menurut Fatchur pembangunan jalan tol untuk membangun ekonomi daerah. Dan, pembangunan jalan tol adalah bagian dari sistem infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
Sepanjang 25 tahun sejarah jalan tol di Tanah Air hanya terbangun sepanjang 600 km dan hanya 20-an% yang dimiliki swasta. Bandingkan dengan Malaysia yang baru memiliki sejarah jalan tol kurang dari 20 tahun, namun telah berhasil membangun 1.500 km. Seluruh ruas tol tersebut dibangun oleh investor swasta bahkan dua ruas telah dijadikan jalan arteri.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat yakin jika infrastruktur dibangun dengan baik – termasuk jalan tol, pertumbuhan ekonomi bakal berkembang signifikan. Karena itu, khusus jalan tol pemerintah mendukung dengan percepatan regulasi. Di sektor pengadaan lahan, diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 36 Tahun 2005 tentang Pembebasan Lahan bagi Kepentingan Umum. Menurut Presiden, Perpres itu mendukung niat pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur yang macet selama krisis ekonomi tahun 1997. Pembebasan lahan bagi kepentingan umum termasuk jalan tol tidak mengabaikan kepentingan pemilik lahan. "Pemerintah menghormati hak individu dan tidak akan semena-mena. Penentuan besaran ganti rugi lewat musyawarah. Harga tanah tidak ditentukan pemerintah, tapi oleh tim independen,"jelas Presiden, saat memberikan sambutan peresmian tol Cipularang II, di Bandung, belum lama ini.
Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Djoko Kirmanto bahkan menegaskan bahwa Perpres tersebut memberi peluang kepada pemilik tanah untuk menjadi pemegang saham pada ruas tol tertentu. Seandainya pemilik tanah enggan menerima ganti rugi sejumlah uang atau tanah, pemerintah memberi kesempatan pemilik tanah menjadi pemegang saham pada ruas tol yang melintas di atas bekas tanah miliknya.
Langkah lain yang dilakukan pemerintah, menurut Djoko Kirmanto, adalah mengenai sistem pentarifan jalan tol. Jika sebelum krisis ekonomi tahun 1997, investor jalan tol belum mengetahui berapa besaran tarif yang akan diberlakukan. Pada saat ini, justeru investor diminta mengajukan besaran tarif jalan tol yang akan dibangun. Keputusan tarif jalan tol di tangan Menteri PU.
Secara perangkat hukum, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Dan, sesuai amanat perundangan, pemerintah awal Juli 2005 membentuk Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Badan itu memikul tugas menyelenggarakan tender jalan tol dan berhak merekomendasikan besaran kenaikan tarif jalan tol.
“Liberalisasi” perundangan tersebut bukan sekonyong-konyong lahir dari pemerintah. Kesemua itu tidak terlepas dari desakan calon investor, terutama investor asing. Bahkan, Kamar Dagang Eropa (Eurocham) berharap regulator independen di sektor infrastruktur dapat bekerja tanpa intervensi politik. Eurocham juga merekomendasikan agar tarif di bidang infrastruktur dapat disesuaikan dengan biaya investasi. Secara spesifik, tarif diharapkan juga dapat disesuaikan dengan risiko nilai tukar. Sejauh ini, masih banyak tarif bidang infrastruktur yang diformulasikan dengan regulasi pemerintah. Sehingga, sangat rawan dengan penyesuaian yang bersifat nonekonomi dan nonbiaya.
Respons pemerintah, seperti dituturkan Menteri Negara/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati, cukup akomodatif. Sri Mulyani berjanji akan membenahi regulator independen di sektor infrastruktur, termasuk BPJT.

Prospeknya
Melihat perangkat perundangan dan political will yang cukup besar dari pemerintah, rasanya prospek pembangunan jalan tol di Indonesia tergolong cerah. Bagaimana kenyataannya?
Pada 3 Januari 2005, pemerintah melalui DPU membuka tender enam ruas tol yang diperkirakan menelan investasi Rp 12 triliun. Proyek tender tol tahap I 2005 itu merupakan bagian dari rencana pembangunan tol sepanjang 1.500 kilometer (km) yang menghubungkan kota-kota di Jawa.
Keenam ruas tol tersebut meliputi; Medan-Binjai (20,5 km) di Provinsi Sumatera Utara; tol Makassar Seksi IV (11,0 km) di Provinsi Sulawesi Selatan; tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (56,0 km) di Provinsi Jawa Barat; tol Depok-Antasari (18,2 km) di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat; tol Cinere-Jagorawi (14 km) di Provinsi Jawa Barat; tol Cikarang-Tanjung Priok. (53 km) di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Setelah melalui proses awal, dari sekitar 167 calon investor – selanjutnya tergabung dalam 37 konsorsium, akhirnya lolos 17 konsorsium guna mengikuti tender lanjutan. Rencananya, pemenang tender akan diumumkan pada Desember 2005. Barulah pada tahun 2006 dilakukan pembangunan fisik proyek tersebut.
Menurut seorang calon investor, proses tender yang memakan waktu hingga satu tahun itu tergolong lama. Terjadi proses tarik menarik dalam penentuan siapa memenangi ruas tol mana. DPU mengaku, karena tender tersebut merupakan yang pertama mereka lakukan, wajar saja jika terjadi kekurangan-kekurangan. Padahal, pemerintah akan menender 13 proyek jalan tol pada akhir Juli 2005. Total investasi proyek tersebut sekitar Rp 30 triliun.
Menurut Djoko Kirmanto, pelaksanaan tender jalan tol nantinya akan dilakukan oleh BPJT. Ia optimistis rencana pemerintah membangun 1.600 km dapat terwujud. Minat calon investor tetap akan tinggi. Terlebih, menurut seorang calon investor, internal rate of return (IRR) ruas jalan tol di pulau Jawa mencapai sekitar 19%.
Namun, melihat keberadaan BPJT yang tergolong masih muda. Pemerintah seyogyanya segera melengkapi badan itu dengan struktur dan sistem administrasi yang mapan. Sebagaimana diamanatkan undang-undang, badan itu beranggotakan tiga unsur dari DPU dan tiga unsur dari masyarakat dan akademisi.
Kemapanan BPJT menjadi penting mengingat badan itu kelak mengurusi tender bernilai puluhan triliun. Kekhawatiran intervensi politik – dengan motif bisnis, terhadap badan tersebut sangat wajar. Misalnya, dalam penentuan pemenang tender ruas tol tertentu. Intervensi seperti itu harus dihindari. Karena itu, BPJT harus dibekali ”peluru” yang cukup guna memerangi intervensi terhadap mereka. Terlebih, saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang gencar memerangi praktik kolusi korupsi dan nepotisme (KKN). Tentu, harapan besar ada dipundak Menteri PU agar menata BPJT sebaik mungkin. (edo rusyanto)

Labels:

Friday, July 15, 2005

Perlu Badan Kliring Telekomunikasi Independen

JAKARTA-Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menilai, sistem kliring trafik telekomunikasi (SKTT) perlu diterapkan. Sistem itu mesti dikelola oleh lembaga independen.
“Namun, lembaga independen ini harus melalui penunjukan yang transparan, memiliki fungsi yang jelas dan tidak membebani industri,” kata Heru, kepada Investor Daily, Rabu (14/7).
SKTT merupakan gerbang interkoneksi dari berbagai operator telekomunikasi.
Ia menuturkan, polemik penerapan SKTT yang bermunculan selama ini, lebih disebabkan karena persoalan penunjukkan operator SKTT yang danggap tidak transparan. Sehingga, pemerintah harus menjernihkan proses pemilihan operator SKTT, sebelum menerapkan sistem tersebut.
Selanjutnya, bila persoalan penunjukkan operator selesai, pemerintah diharapkan dapat bersikap tegas dalam menerapkan kebijakan itu. Termasuk, pemerintah harus tegas terhadap industri telekomunikasi, yang masih menginginkan peran sistem otomasi kliring interkoneksi (SOKI) dilanjutkan. “Kalau operator SKTT sudah ditentukan dan itu bukan SOKI, maka SOKI memang tidak bisa dipakai lagi,” katanya.
Pemerintah pada 18 Februari 2004 menetapkan PT Pratama Jaringan Nusantara (PJN) sebagai pelaksana SKTT sesuai dengan SK Menhub No. PL.102/14 Phb-2004. PJN memenangi tender setelah menyingkirkan beberapa pesaing lainnya, meski mengajukan biaya kliring Rp 5,86 per call data record(CDR).
PJN yang semestinya sudah mampu melakukan ujicoba dan selesai Januari 2005, ternyata belum terwujud.
Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan, fungsi SKTT antara lain adalah, menyiapkan data perhitungan trafik telekomunikasi dan penyelesaian pembayaran (settlement of account) antarpenyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan CDR yang diberikan operator.
Selain itu, mengirimkan data perhitungan trafik telekomunikasi penyelesaian pembayaran. Fungsi lainnya adalah menyiapkan data kewajiban layanan universal untuk setiap penyelenggara jaringan dan tau atau jasa telekomunikasi.

Bentuk Baktitel
Terpisah, seorang sumber yang dekat dengan birokrasi telekomunikasi menuturkan, peliknya persoalan kliring antaroperator telekomunikasi harus dipecahkan secara hati-hati. Ia menyodorkan dua usul pemecahan, pertama pemerintah membatalkan dan mengambilalih kembali fungsi pelaksana SKTT, dengan konsekuensi tuntutan hokum dari PJN. “Hal ini tidak terlalu berat terutama untuk kerugian materil sepanjang telah dilakukan audit teknis oleh lembaga penilai independen,” katanya, kemarin.
Kedua, jelas dia, membentuk Badan Kliring dan Interkoneksi Trafik Telekomunikasi (Baktitel) dengan komposisi kepemilikan 51% pemerintah dan 49% para penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi. Selanjutnya, Baktitel mempertimbangkan kompensasi atas kerugian materil PJN. “Untuk itu, pemerintah harus menerbitkan Perpu pendirian Baktitel. Karena undang-undang telekomunikasi tidak mengatur hal itu,” tambah dia.
Sebagai alternatif saling menguntungkan, Baktitel harus melibatkan PJN di dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.
Menurut dia, struktur Baktitel bisa mirip dengan Federal Communication Committee (Amerika Serikat). Pengelola badan itu terdiri atas orang-orang independen (nonbirokrasi). “Selain itu, melibatkan unsur masyarakat dan akademisi,” kata dia.
Badan tersebut, ungkap dia, berpotensi memberi kontribusi terhadap pendapatan negara. “Jika dikenakan Rp 2 rupiah per call data record(CDR), sedangkan saat ini sedikitnya 200 juta call per day, pemasukan badan itu bisa mencapai Rp 114 miliar setahun,” katanya.
Menurut dia, melihat prospek itu, tidak heran jika banyak perusahaan yang melirik dan berminat mengelola kliring telekomunikasi. Saat ini sedikitnya ada sekitar 48 juta pelanggan telepon.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Dirjen Postel) Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, pemerintah akan mengelar uji coba SKTT lanjutan. Uji coba difokuskan pada faktor teknis dan finansial dari sistem tersebut. Diharapkan hasil uji coba akan menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan sistem kliring. (Investor Daily, 11/7)
Menanggapi rencana tersebut, Sarwoto Atmosoetarno, ketua Asosiasi Kliring Telekomunikasi (Askitel) mengatakan, Dirjen memang memiliki kewenangan untuk menguji SKTT. Dan, Askitel siap membantu uji coba tersebut. Operator anggota Askitel, lanjut dia, dapat membantu uji coba SKTT, terutama dari aspek teknis.
Namun, di sisi lain, Sarwoto menegaskan bahwa Askitel tidak akan memberikan approval (persetujuan) dalam uji coba SKTT itu. Askitel juga tidak akan ikut bertanggung jawab atas hasil uji coba. “Kita akan bantu tapi kita tidak bertanggung jawab terhadap approval teknis atau kelayakan dari SKTT,”ujar Sarwoto. (tri/ed)

Labels:

Thursday, July 14, 2005

Regulator Independen Infrastruktur Jangan Diintervensi Politik

JAKARTA- Kamar Dagang Eropa (Eurocham) berharap regulator independen di sektor infrastruktur dapat bekerja tanpa intervensi politik.

“Semuanya menyangkut banyak sekali peranan dari BUMN, BUMD untuk PDAM yang sangat dominan selama ini,” kata Menteri Negara/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi Pers seusai Acara Erope-Indonesia Infrastructure Forum di Jakarta, Rabu (13/7).

Sri menjelaskan, ketika investor ingin masuk ke sektor infrastruktur, mereka selalu mempertanyakan kebijakan pemerintah yang mendorong kompetisi. Calon penanam modal juga ingin mengetahui apakah badan usaha milik negara (BUMN) telah di-treatment dengan indikator tertentu. Serta, sejauh mana BUMN memiliki peranan sebagai regulator.

Menurut Kepala Bappenas, pemerintah menyambut positif rekomendasi Eurocham. Pemerintah sepakat membentuk dan membenahi institusi regulator yang ada di bidang infrastruktur. “Pemerintah, dalam forum KKPI yaitu komite kebijakan percepatan investasi dari berbagai menteri terkait, akan menindak lanjuti,” ujar Sri.

Saat ini sudah terbentuk badan regulator sektor infrastruktur yakni, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) di sektor telekomunikasi, Badan Pengatur Sistem Penyedia Air Minum (BPSPAM) di sektor air, dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) di sektor jalan tol.

BRTI melibatkan Departemen Komunikasi dan Informatika. Ketua BRTI adalah Direktur Jenderal Postel. Sedangkan BPSPAM dan BPJT melibatkan Departemen Pekerjaan Umum.

Sistem Tarif

Di sisi lain, Eurocham merekomendasikan agar tarif di bidang infrastruktur dapat disesuaikan dengan biaya investasi. Secara spesifik, tarif diharapkan juga dapat disesuaikan dengan risiko nilai tukar. Sejauh ini, masih banyak tarif bidang infrastruktur yang diformulasikan dengan regulasi pemerintah. Sehingga, sangat rawan dengan penyesuaian yang bersifat nonekonomi dan nonbiaya.

“Hal ini menyebabkan investor sangat segan masuk ke bidang-bidang yang tarifnya tidak di-adjust sesuai kondisi,” tambah Sri.

Menanggapi, rekomendasi di bidang tarif, dalam jangka panjang, pemerintah sepakat untuk mengaplikasikan tarif yang mencerminkan unsur biaya. Namun, dalam jangka pendek, kebijakan tarif masih akan mempertimbangkan keterjangkauan (affordability) masyarakat kelas bawah.

Berkaitan dengan masyarakat kelas bawah, pemerintah berupaya menerapkan kebijakan tarif yang dikaitkan dengan subsidi secara jelas. “Sehingga kalaupun masih ada subsidi, tentu perlu dipikirkan, ditanggung oleh siapa dan bagaimana mekanisme pembayaran subsidinya. Ini berlaku mulai tarif pintu tol, dan water (air). Kecuali untuk telekomunikasi dan listrik, yang dalam hal ini sudah ada mekanismenya,” ujar Sri.

Kendala Investasi

Sementara itu terpisah, Ketua BPSPAM Rahmad Karnadi mengatakan, kendala dalam menarik investasi sektor infrastruktur air ada tiga, yaitu tarif air yang rendah, ketersediaan air baku yang belum memadai serta manajemen yang harus dibenahi.

Soal tarif, kata Rahmad, saat ini masih jauh di bawah biaya produksi sehingga perusahaan manapun memang tidak ada yang untung dalam bisnis menjual air. Sedangkan ketersediaan air baku, tidak dapat diselesaikan secara instan karena menyangkut kendali berbagai departemen.

Sedangkan untuk soal manajemen, Rahmad mengakui, masih belum mendukung. Ia mencontohkan, dalam penghitungan meteran air masih banyak permainan antara petugas lapangan PDAM dengan manajemen. “Namun yang terpenting demand itu ada, dan kita persiapkan agar dapat investor tertarik berinvestasi,” paparnya, di Jakarta, kemarin.

Mengenai peran BPJT, menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, diantaranya adalah selaku pelaksana tender tol dan memberikan rekomendasi besaran tarif jalan tol.

“Kita masih terus membenahi BPJT,” kata Djoko, di Bandung, Selasa (12/7).

Kerja sama Bappenas-Eurocham

Sementara itu, acara Erope-Indonesia Infrastructure Forum yang digelar Rabu (13/7), menjadi ajang bagi Eurocham dan Bappenas untuk melakukan dialog konstruktif dengan fokus penanaman modal di bidang infrastruktur. Diskusi dibagi menjadi empat kelompok sektor bisnis sesuai dengan bidang peserta. Keempat kelompok itu terdiri atas, energi, telekomunikasi, transportasi serta air & sanitasi.

Jan Glinski, presiden director PT Alcatel Indonesia, yang juga merupakan pimpinan segmen telekomunikasi pada Kamar dagang Uni Eropa mengatakan, forum digelar untuk memberikan jawaban atas keraguan investor dalam berinvestasi di sektor infrastruktur.

Investor, lanjut Glinski, menginginkan jaminan dari pemerintah terhadap investasi mereka yang rata-rata merupakan investasi jangka panjang. “Investasi di sektor infrastruktur butuh waktu 25 hingga 30 tahun, sehingga, kami butuh perlindungan dari pemerintah,” katanya. (tri/har/ed)

Labels:

Wednesday, July 13, 2005

Pemerintah Berupaya Bangun 340 Km Tol per Tahun

BANDUNG-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, lima tahun ke depan pemerintah berupaya membangun jalan tol sepanjang 340 km per tahun.
"Itu (pembangunan tol 340 km, red) bagian dari rencana pemerintah membangun 1.667 km jalan tol dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur,"ujar Presiden, dalam sambutan peresmian jembatan laying Pasteur-Surapati (Pasupati) dan jalan tol Cikampek-Padalarang (Cipularang) II, di Bandung, Selasa (12/7).
Presiden menambahkan, selama 60 tahun Indonesia merdeka hanya mampu membangun 660 km jalan tol, atau rata-rata selama 27 tahun terakhir hanya membangun 24 km per tahun. Jauh tertinggal dari Malaysia dan Cina.
Menurut Presiden, tanpa infrastruktur yang baik, pembangunan ekonomi akan tersendat. Presiden membeberkan fakta sistem transportasi jalan yang kurang mendukung ketika masuk pelabuhan Tanjung Priok. "Karena lalulintas Cikarang-Tanjung Priok tersendat, arus ekspor dan impor bahan baku menjadi tersendat. Eksportir terancam denda oleh pembelinya," papar Presiden. Dia menambahkan, Malaysia dapat menjadi contoh. Negara itu perkonomiaannya tumbuh signifikan pascamembangun infrastruktur dengan baik.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Djoko Kirmanto mengatakan, untuk merealisasikan target 1.600 km jalan tol, pemerintah secara simultan menggandeng PT Jasa Marga dan investor swasta. "Kami mengundang swasta lewat lelang yang transparan," kata Djoko, dalam laporan pembangunan Cipularang II, kemarin.
Sebagaimana diberitakan, Departemen Pekerjaan Umum menggelar tender enam ruas tol pada Januari 2005, menunjuk Jasa Marga untuk mengerjakan tiga ruas tol dan akan menggelar tender 13 ruas tol pada akhir Juli 2005.
Menurut Djoko, guna mendukung investasi jalan tol, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Selain itu,"Kita sedang menyempurnakan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang dibentuk awal Juli 2005,"kata Djoko. BPJT adalah badan yang akan memikul tugas menyelenggarakan tender jalan tol dan berhak merekomendasikan besaran kenaikan tarif jalan tol.

Pembebasan Lahan
Tentang pembebasan lahan untuk mendukung pembangunan jalan tol, , Presiden menegaskan, dirinya menandatangani Perpres 36 Tahun 2005 tentang Pembebasan Lahan bagi Kepentingan Umum. Perpres itu, kata dia, mendukung niat pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur yang macet selama krisis ekonomi tahun 1997.
Menurut Presiden, pembebasan lahan bagi kepentingan umum termasuk jalan tol tidak mengabaikan kepentingan pemilik lahan. "Pemerintah menghormati hak individu dan tidak akan semena-mena. Penentuan besaran ganti rugi lewat musyawarah. Harga tanah tidak ditentukan pemerintah, tapi oleh tim independen,"jelas Presiden SBY.
Pemerintah memprioritaskan pembangunan jalan tol bagi masyarakat banyak. "Tidak benar anggapan sebagian masyarakat bahwa pembangunan jalan tol pro investor dan pemilik modal," tegas presiden.
SBY mencontohkan jalan tol Cipularang dan Pasupati sebagai bukti pembangunan memberikan dampak positif bagi masyarakat banyak. "Saat pembangunan, menyerap ribuan tenaga kerja dan menggerakkan roda perusahaan pemasok material," tutur presiden.
Sedangkan Menteri PU menambahkan, Pasupati dan tol Cipularang dapat meningkatkan citra positif pemulihan ekonomi nasional. "Sekaligus dapat menjadi lokomotif untuk menarik investasi," kata Djoko.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Hengki Herwanto menjelaskan, dengan dibukanya ruas tol Cipularang II diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah yg dilaluinya seperti Purwakarta, Plered, dan Cikalong Wetan. "Selain itu juga daerah-daerah yang dipermudah aksesnya seperti Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Sumedang dan sekitarnya," kata Hengki. Jalan tol Cipularang memiliki panjang total 59 km – Cipularang I dan II. Investasi yg dikeluarkan Jasa Marga sekitar Rp 2,3 triliun. Sedangkan Pasupati yang sepanjang 2,8 km menelan dana Rp 437 miliar dari dana pinjaman pemerintah Kuwait. (ed)

Labels:

Monday, July 11, 2005

Cipularang II, Proyek Prestisius Jasa Marga

PROYEK jalan tol Cikampek-Padalarang (Cipularang) II sepanjang 41 kilometer (km) merupakan prestasi tersendiri bagi PT (Persero) Jasa Marga. Sumber daya manusia (SDM) BUMN tersebut berhasil merampungkan pembangunan dalam waktu sekitar 12 bulan.
Menurut Direktur Utama PT Jasa Marga Syarifuddin Alambai, jalan tol Cipularang II memang proyek paling berat yang pernah dikerjakan BUMN tersebut, baik secara teknis maupun pembiayaan. Berat karena proyek harus dituntaskan dalam satu tahun, mulai 7 April 2004 sampai menjelang 24 April 2005 agar jalan itu bisa dilalui anggota delegasi peserta Konferensi Asia-Afrika ke-50 di Jakarta yang hendak melakukan tapak tilas pada 24 April di Bandung.
Pekerjaan proyek yang menelan investasi sekitar Rp 1,6 triliun itu, dibagi dalam sembilan seksi. Hal ini untuk mengintegrasikan sembilan seksi menjadi satu kesatuan proyek yang utuh dan bekerja secara simultan. Manajemen Jasa Marga menyebutkan,tantangan yang harus dihadapi pada saat pelaksanaan proyek meliputi beberapa aspek. Pertama, detail Engineering Design belum final dan untuk mengejar target waktu pelaksanaannya padasaat pelelangan digunakan Preeliminary Design, sehingga diperkirakan terjadi cost overrun setelah Final Design pada saat pelaksanaan. Kedua, manajemen pelaksanaan proyek di lapangan yang meliputi pengintegrasian proyek secara utuh, jalan kerja proyek untuk mobilisasi peralatan dan material, masing-masing Seksi maupun antarseksi, pengaturan kebutuhan pasokan material agar proyek tidak sudden death manakala semua Seksi membutuhkan material yang sama dalam jumlah besar pada waktu yang bersamaan, dan mekanisme penarikan dana proyek.
Ketiga, sistem informasi manajemen proyek beserta pengendalian dan pemantauannya. Terakhir, koordinasi eksternal dengan pihak/instansi yang terkait.
Proyek yang melibatkan ahli-ahli dari Tanah Air itu juga memiliki beberapa tantangan dan kelebihan dibandingkan proyek-proyek jalan tol Jasa Marga lainnya. 1). Kesulitan pembangunan; daerahnya merupakan wilayah pegunungan dan jurang. Ketinggian Padalarang di atas permukaan laut (dpl) mencapai 700 dpl sementara cikampek hanya 60 dpl. Kemudian, jenis tanahnya berbeda-beda. Pada saat kering seperti batu, namun jika kena air gampang hancur. Hal itu diatasi dengan sheet pile yakni baja yang ditanam di sepanjang lokasi tanah tersebut, yaitu didaerah Pasir Honje dulu merupakan bekas danau yang disebut "Kedung Purba".
2). Jembatan tertinggi di Indonesia hingga 60 meter dengan panjang 520 m. menaikkan girder tidak menggunakan crane karena terlalu tinggi. Namun memakai peralatan launcher yang didatangkan khusus dari Italia. 3). Pondasi jembatan menggunakan teknologi bore pile. 4). Menggunakan alat concrete paver dengan lebar 4 m dan 8 m. Alat itu mampu membuat jalan 40-60 m per jam. 5). Menggeser dengan memotong rel kereta yang beratnya berton-ton dengan hanya diberi waktu tiga jam oleh PT Kereta Api Indonesia. 6). Tim pembangunan proyek Cipularang II bekerja 24 jam termasuk pada hari libur. 7). Dibangun bangsa sendiri dengan melibatkan kontraktor dan konsultan nasional. 8). Menunjukkan dunia konstruksi tetap jalan sehingga bisa menarik investasi. 9). Biaya pembangunan dengan pola CPF. Keuntungannya tidak mengganggu cash flow Jasa Marga. Selain itu, sangat kecil kemungkinan diselewengkan, karena dengan sistem itu pembayarannya secara bertahap; bank akan membayar sesuai hasil pekerjaan. Ada empat bank nasional yang terlibat dalam pembangunan proyek tol ini yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, BCA, dan Bukopin.
Syarifuddin tidak menutupi kerisauannya akan beratnya pengerjaan proyek tersebut. "Tapi, mau bagaimana lagi? Kami tidak ditanya bisa atau tidak. Yang penting tol itu sudah harus selesai sebelum 24 April 2005," kata pria kelahiran Sugihwaras, Sumatera Selatan, 3 Juni 1942, yang dipercaya memimpin Jasa Marga sejak Mei 2001 itu.

Manajemen Proyek
Guna mengintegrasikan sembilan seksi menjadi satu kesatuan proyek yang utuh dan bekerja secara simultandengan kuantitas pekerjaan yang besar pada kondisi geografis yang berat (gunung dan jurang), diperlukan inovasi dan kreativitas dalam penerapan keterkaitan berbagai ilmu manajemen. Pendekatan manajemen yang dipakai dalam manajemen proyek Cipularang II adalah manajemen system,manajemen totalitas,manajemen situasi, manajemen keuangan dan manajemen risiko.
Manajemen system adalah kegiatan manajemen dalam hal perencanaan, organisasi, memimpin dan mengendalikan.Manajemen Totalitas merupakan suatu kegiatan menyeluruh secara utuh yang disebabkan adanya saling ketergantungan di antara masing-masing Seksi.
Manajemen Situasi digunakan karena situasi proyek dinamis setiap saatnya, oleh karena itu kadangkala pengendalian dan pemantauan harus bersifat luwes untuk situasi tertentu. Manajemen Keuangan terkait dengan cash flow keuangan kontraktor dalam penyediaan dan penarikan dana proyek. Manajemen Risiko diperlukan karena desain lengkap proyek ini dikerjakan bersamaan dengan pelaksanaan proyek, ada risiko cost.
Hasil dari penerapan manajemen tersebut, penyelesaian proyek secara simultan untuk 9 Seksi tepat waktu sesuai rencana yaitu satu tahun (April 2004-April 2005)dengan mutu yang memenuhi spesifikasi. Selanjutnya, value engineering yang dilakukan menghasilkan efisiensi cost overrun sebesar 64% terhadap cost overrun yang terjadi akbiat Final Design,sehingga total kenaikan biaya konstruksi hanya sekitar 10,5%.
Tol Cipularang II memiliki panjang 41 km termasuk empat jembatan utama,terbagi dalam dua jalur masing-masing dua lajur dengan lebar setiap lajur 3,6 meter,perkerasan yang dipakai adalah perkerasan kaku,bahu jalan memakai asphalt treated base, dan biaya konstruksi awal Rp 1,47 triliun.
Tol Cipularang II melanjutkan tol Cipularang tahap pertama yang dimulai dari Dawuan (di ruas tol Cikampek) sampai Sadang (Purwakarta Utara) sepanjang 12,5 km dan Cikamuning-Padaleunyi atau Padalarang By Pass sepanjang 6,5 km, yang menghabiskan investasi sekitar Rp 650 miliar. Cipularang I sudah beroperasi secara resmi sejak Januari 2004.
Untuk tarif tol Cipularang II, menurut Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Hengky Herwanto,pihak Jasa Marga mengusulkan Rp 355 per km. Sehingga tarif mulai dari pintu tol Pondok Gede Timur (Jatibening)-Cipularang-Padaleunyi (Padalarang-Cileunyi) keluar di Pasteur (Bandung) sepanjang 131 km ditetapkan Rp 29.000 untuk kendaraan golongan I, Rp 42.500 untuk kendaraan golongan II A, dan Rp 57.000 untuk kendaraan golongan II B.Tol Cipularang II rencananya diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Selasa (12/7) bertempat di Jembatan Layang Pasupati, Bandung. (edo rusyanto)

Labels:

Friday, July 08, 2005

PT Inti Perlu Kaji Pola Kerjasama Dengan Alcatel

Jakarta- PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) perlu mengkaji lebih seksama bentuk kerjasama dengan Alcatel Shanghai Bell (Cina). Namun, seorang eksekutif di anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) itu mengatakan, Alcatel Shanghai Bell berpeluang menjadi mitra Inti.
“PT Inti perlu mengkaji beberapa pilihan bentuk kerjasama,” kata Tikno Sutisna, senior general manager Inti, Kamis (7/7).
Sebelumnya, delegasi bisnis Alcatel Shanghai Bell saat mengunjungi Jakarta menegaskan, siap ekspansi usaha ke Indonesia. Sumbe Investor Daily yang cukup dekat dengan Alcatel menyebutkan, Alcatel Shanghai Bell berniat membentuk perusahaan baru (joint venture) dengan Inti. “Kemungkinan komposisi sahamnya 49% Alcatel Shanghai Bell dan selebihnya dimiliki Inti,” ujar dia, baru-baru ini.
Menurut Tikno, bentuk kerjasama dengan Alcatel Shanghai Bell dapat berupa pembentukan perusahaan patungan atau perusahaan asal Cina itu membeli saham Inti. Namun, kata dia, perlu juga dipertimbangkan keberadaan perjanjian kerja sama Inti dengan beberapa vendor lain yang telah berjalan selama ini.
Sumber Investor Daily lainnya menyebutkan, sebelum Alcatel Shanghai Bell, telah ada vendor asal Eropa yang menawarkan kerjasama sejenis kepada Inti. “Tapi, kerjasama dengan Alcatel cenderung cocok karena Inti dan Alcatel saling membutuhkan. Sedangkan dengan vendor asal Eropa, tidak ada kebutuhan yang sama,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kecocokan tersebut karena Alcatel butuh mitra produksi dan mendobrak pasar telekomunikasi Indonesia, setelah beberapa tahun belakangan kurang agresif menembus pasar Indonesia.
Menurut Tikno, kehadiran investor asing di industri telekomunikasi Indonesia harus mampu mendorong perkembangan pabrikan. “Selain itu, tentunya dapat menyerap tenaga kerja,”kata Tikno.
Bagi dia, semangat untuk itu harus ada di seluruh pelaku industri telekomunikasi. “Termasuk dari pemerintah,” katanya.
Karena itu, rencana masuknya Alcatel Shanghai Bell ke Inti, perlu dibarengi dengan pertimbangan untuk memajukan industri domestik.
Alcatel Shanghai Bell adalah perusahaan patungan antara Alcatel Prancis (49%) dan pemerintah Cina (51%). (ed)

Labels:

Wednesday, July 06, 2005

Setelah Cipularang, Jasa Marga Mengincar Lima Ruas Tol

PEKAN lalu, Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) mengisyaratkan tarif jalan tol Cikampek-Padalarang (Cipularang) II Rp 355 per kilometer (km). Besaran itu nyaris tidak jauh berbeda dengan usulan PT Jasa Marga, selaku operator yang membangun dan mengelola jalan tol sepanjang 41 km itu.
Direktur Utama PT Jasa Marga Syarifuddin Alambai menuturkan, pihaknya mengusulkan besaran tarif kepada Menteri PU. Antara lain, tarif tol Cawang - Bandung (pintu tol Pasteur) untuk kendaraan jenis sedan (golongan IA) akan mencapai Rp 29.000. Sementara, untuk kendaraan angkutan umum (golongan I AU) dikenakan tarif sebesar Rp 27.000, bus umum (golongan II A) sebesar Rp 42.500 dan truk besar (golongan II B) sebesar Rp 57.000.
Tol yang diselesaikan dalam 12 bulan, atau diselesaikan sekitar 3,5 km per bulannya, bagi PT Jasa Marga termasuk paling prestisius. Sejak dibuka pada April 2005, jalan tol tersebut terus dibenahi guna meningkatkan kenyamanan pengguna jalan yang menghabiskan investasi sekitar Rp 1,6 triliun itu.
Menurut Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Hengki Herwanto, jalan tol Cipularang II merupakan kelanjutan dari pembangunan jalan tol Cipularang Tahap I sepanjang 18 km yang terdiri dari Dawuan-Sadang (12 km) dan Padalarang-Bypass atau Cikamuning-Padalarang (6 km) yang sudah dioperasikan sejak tahun 2003. Proyek Jalan Tol Cipularang Tahap II, dimulai dari Sadang (Purwakarta Utara) dan berakhir di Cikamuning (Padalarang Barat).
Sehingga secara keseluruhan, jalan tol Cipularang menjadi 59 km. Bila ditambah tol Cawang - Cikampek (72 km) maka jarak Jakarta - Bandung melalui Cipularang menjadi sekitar 131 km.
Manajemen Jasa Marga mengaku, jika tariff tidak segera diberlakukan kerugian yang diderita BUMN tersebut makin besar. “Tiap hari kita rugi sekitar Rp 300 juta,” kata Hengky.
Kini, tim teknis gabungan Departemen Perhubungan dan DPU telah menuntaskan tugasnya. Dan, seperti di awal tulisan,Menteri PU segera menetapkan tarif pada pekan ini. Dengan demikian semua pengendara yang melewati jalan tol tersebut mulai dipungut tarif setelah sejak 26 April 2005 digratiskan.

Dampak Ekonomi
Kehadiran jalan tol Cipularang, bagi Walikota Bandung Dada Rosada, akan mendorong pertumbuhan ekonomi Kota Kembang itu. Menurut dia, pada 2008 pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung akan mencapai 11%, melonjak dua kalilipat dari kondisi saat ini yang baru 5%.
"Pencapaian angka tersebut bukanlah mimpi karena Kota Bandung pernah mencapai target tersebut, yakni pada tahun 1996," ujar Dada, pada sebuah seminar di Bandung.Oleh karena itu, kata dia, Pemkot Bandung harus lebih berpacu menata dan mengembangkan infra struktur yang ada, terutama infra struktur penunjang akselerasi ekonomi kota.

Incar Proyek Lain
Menurut Syarifuddin Alambai, jalan tol Cipularang memang proyek paling berat yang pernah dikerjakan BUMN tersebut, baik secara teknis maupun pembiayaan. Berat karena proyek harus dituntaskan dalam satu tahun, mulai 7 April 2004 sampai menjelang 24 April 2005 agar jalan itu bisa dilalui anggota delegasi peserta Konferensi Asia-Afrika ke-50 di Jakarta yang melakukan tapak tilas pada 24 April 2005 di Bandung.
Untuk mengatasi problem pembiayaan, Jasa Marga melansir skim pembiayaan contractor full pre finance (CPF). Polanya, kontraktor membiayai sendiri sepenuhnya pembangunan proyek yang dikerjakannya dengan kredit bank dengan jaminan Jasa Marga. Setelah proyek selesai dan diserahkan, Jasa Marga mencicil pinjaman tersebut ke bank berikut bunganya selama beberapa tahun.
Untuk itu selama pengerjaan proyek tol Cipularang tahap dua, Jasa Marga tidak mengerjakan proyek tol lain. Dengan cara itu, cash flow BUMN itu tidak terganggu. Selain itu pola pembiayaan CPF juga membuat potensi penyelewengan dana menjadi sangat kecil, karena bank mencairkan dana secara bertahap sesuai hasil pekerjaan. Ada empat bank nasional yang terlibat mendukung proyek tol Cipularang tahap dua ini.
Proyek itu juga meningkatkan kepercayaan diri Jasa Marga. Rasa percaya diri itu penting karena menyusul dihentikannya pembangunan proyek-proyek infrastruktur besar pada 1997, pembangunan jalan tol pun ikut mandek sampai 2001. Akibatnya, spirit membangun jalan tol baru di internal Jasa Marga pun sempat melemah, begitu pula di kalangan swasta. Para karyawan BUMN itu pun sempat resah, karena situasi itu akan berpengaruh terhadap perkembangan kesejahteraan dan karir mereka.
Sejak pembangunan jalan tol pertama (tol Jagorawi) pada 1978 sampai 1997 Indonesia baru mempunyai 570 km jalan tol. Bandingkan dengan Cina yang baru membangun jalan tol beberapa tahun setelah Indonesia, namun kini sudah memiliki 30.000 km jalan tol. Begitu pula Malaysia yang belajar membangun tol dari Indonesia, kini sudah memiliki 1.500 km jalan tol.
Setelah tol Cipularang proyek tol berikutnya yang akan dikerjakan Jasa Marga dalam waktu dekat adalah Bogor Ring Road (4 km), Gempol-Pasuruan (32 km), dan Semarang-Bawean (24 km). Total investasi ketiga ruas yang akan dikerjakan hingga 2008 itu sekitar Rp 6,2 triliun. Untuk itu pada kwartal ketiga 2005 Jasa Marga akan menerbitkan obligasi senilai Rp 1,5 triliun. Awal 2006 dilanjutkan dengan penjualan saham ke publik (initial public offering/IPO). "Kalau tidak, arus kas kami akan terganggu sehingga tidak bisa membiayai pembangunan jalan tol itu," kata Alambay. Begitu duit hasil IPO masuk, kapasitas Jasa Marga meminjam dana pun bisa makin besar. Ia menambahkan, Jasa Marga harus menjadi pelopor pembangunan jalan tol 1.500 km karena memang perusahaan yang paling siap.
Jasa Marga juga kini sedang mengincar beberapa proyek jalan tol yang akan ditenderkan pada Juli 2005. Pada tender 13 ruas proyek tol senilai total Rp 34 triliun itu, Jasa Marga kemungkinan ikut tender untuk lima ruas tol saja. “Maksimum lima ruas tol dan kita memilih ruas tol yang prospeknya sangat layak,” kata Hengki. Ketiga belas ruas tol tersebut meliputi; Palembang-Indralaya (24,5 km), Cilegon-Bojanegara (31km), Sukabumi-Ciranjang (31), Pasirkoja-Soreang (15 km), Semarang-Demak (25 km), Jogjakarta-Solo (45 km), Solo-Mantingan (58km), Mantingan-Ngawi (27 km), Ngawi-Kertosono (84 km), SS Waru-Tg. Perak Tahap II (23 km), Probolinggo-Banyuwangi (156 km), dan dua bagian dari Jakarta Outer Ring Road Tahap II (104 km). (edo rusyanto)

Labels:

Tuesday, July 05, 2005

Kenaikan Tarif Air Minum Ditentang

Jakarta – Koalisi lembaga swadaya masyarakat (LSM) menolak permintaan PT PAM Lyonnaisse Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (TPJ) untuk menaikkan tarif air minum sebesar 18,09%.
Kenaikan tersebut dianggap tidak berpihak kepada konsumen.
Demikain diungkapkan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih, di Jakarta, Senin (4/7). Koalisi LSM tersebut terdiri atas YLKI, Komunitas Pelanggan Air Minum Jakarta (Komparta), Komite Pelanggan Air Minum Jakarta (KPAM), Asosiasi Kontraktor Indonesia (Aikindo), Urban Poor Consortium (UPC), Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRUHA), dan Masyarakat Air Minum Indonesia (MAMI).
Selain itu, koalisi LSM menolak kenaikan tarif air minum perusahaan daerah air minum (PDAM) DKI Jakarta untuk kelompok pelanggan I (panti asuhan) dan kelompok II (keluarga miskin) dari Rp 550/m3 menjadi Rp 900/m3 yang berlaku mulai 1 Juli 2005.
YLKI menilai, kenaikan tarif paling tinggi terjadi pada kelompok pelanggan sosial atau kelompok I dan keluarga miskin atau kelompok II sekitar 63%. Sementara itu, peneliti YLKI Nur Endah Shofiani mengatakan, hasil studinya di The Royal Institute of Technology, Stockholm, Swedia, pada tahun 2004 menunjukkan bahwa baru separuh penduduk Jakarta yang memiliki akses pada fasilitas air bersih. Penduduk Jakarta saat ini sekitar 12 juta jiwa. “Sekitar 10% pendapatan penduduk Jakarta digunakan untuk membiayai kebutuhan air minum,” kata dia. Padahal, tambah dia, idealnya, konsumen air minum hanya dibebani sebesar 4% dari pendapatannya untuk mengakses air bersih tersebut.

Peran Regulator
Selain menyatakan penolakan atas kenaikan tarif PDAM, peran badan regulator yang merupakan otoritas yang mewadahi kepentingan konsumen dan penyedia jasa air juga dipertanyakan, mengingat badan tersebut dianggap tidak berbuat apa-apa dalam menyikapi kenaikan tarif yang memberatkan masyarakat tersebut. "Badan Regulator tidak dapat menjalankan fungsinya secara jelas dan adil. Salah satu bentuk ketidakadilan Badan Regulator adalah dengan disetujuinya PTO yang dimintakan oleh penyedia jasa air tersebut," lanjut Indah, seperti dikutip Antara. Sebelumnya, dalam pertemuan antara Badan Regulator dengan YLKI, Komparta dan KPAM --sebelum kenaikan tarif air tersebut disepakati-- akan dilakukan perhitungan unutilised asset yang bukan berasal dari kesalahan konsumen dan berdasarkan hasil tersebut hasilnya tidak akan dibebankan kepada masyarakat. Namun, sampai kenaikan tarif PTO disetujui oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, janji untuk melakukan perhitungan tersebut tidak pernah dilaksanakan. YLKI juga memberikan penekanan terhadap laporan audit Palyja dan TPJ yang dianggap tidak memenuhi asas transparansi, yaitu terbatasnya akses konsumen terhadap hasil audit tersebut sehingga konsumen tidak dapat melakukan fungsi pengawasan. "Terbatasnya akses terhadap laporan audit tersebut menyebabkan konsumen tidak dapat melakukan fungsi pengawasan dan memberikan pertimbangan yang konstruktif bagi peningkatan mutu layanan penyedia jasa air, yang salah satunya berdasarkan laporan keuangan perusahaan," kata Indah.

Batalkan Kerja Sama
Sementara itu, Ketua MAMI Poltak H Situmorang menegaskan, pengelolaan air minum bagi masyarakat DKI Jakarta akan tetap bermasalah apabila bentuk kerja sama operasi (KSO) PDAM Jaya dengan TPJ dan Palyja dengan sistem pembagian pendapatan berdasarkan imbalan (water harging). “Pola ini menyebabkan pelanggan, masyarakat dan pemerintah yang akan menjadi korban, bagi dari segi tarif air maupun pelayanan, serta PAD,” katanya, kemarin.
Menurut dia,berdasarkan perjanjian kerja sama PDAM Jaya dengan TPJ dan Palyja pada 1997, besaran imbalan yang harus dibayar kepada Palyja sebesar Rp 1.788/m3 dan kepada TPJ sebesar Rp 1.993/m3. “Dengan angka ini TPJ dan Palyja selama KSO tidak akan pernah rugi,” kata Poltak.
Ia menambahkan, dalam perjanjian juga diatur rumusan besaran kenaikan imbalan setiap enam bulan, didasarkan dengan rumusan dengan mengalikan imbalan awal degnan berbagai faktor indeksasi.
Ironisnya, jelas dia, semenjak KSO hingga kini PDAM Jaya justru harus menanggung utang sekitar Rp 2,6 triliun.
Menyinggung soal tarif, Poltak mengatakan,selama KSO telah mengalami empat kali kenaikan dengan tarif rata-rata air dari Rp 1.444/m3 (1998) naik menjadi Rp 4.233/m3 (2004)dan naik lagi setahun kemudian menjadi Rp 5.200/m3.Menurut Poltak,melihat fakta yang ada, perjanjian dengan TPJ dan Palyja semestinya dibatalkan. Perjanjian KSO tersebut akan berakhir pada 2007. (ed)

Labels:

Indosat Targetkan 200 Ribu Pelanggan Star One

Jakarta-Sepanjang tahun 2005, PT Indosat Tbk mematok target perolehan pelanggan Star One sekitar 200 ribu. Sedangkan kapasitas yang akan dibangun untuk produk fixed wireless access (FWA) itu, mencapai satu juta satuan sambungan (SST).
Demikian diungkapkan Wityasmoro Sih Handayanto, director planning & project development Indosat,di Jakarta, Senin (4/7).
Ia juga menuturkan, pertumbuhan pelanggan Star One dapat tumbuh lebih pesat manakala interkoneksi sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dapat diimplementasikan. “Kami coba mengimplementasikan interkoneksi SLJJ di enam kota. Pembahasan perjanjian kerja sama dengan Telkom sudah hampir rampung,” tutur dia.
Selain itu, menurut Wityasmoro, Indosat juga akan menggelar ujicoba seluler generasi ketiga (3G) pada Agustus 2005. “Kami akan ujicoba di Jakarta dan Surabaya,” katanya.

Fokus di Data
Sementara itu, Direktur Consumer Market Indosat Johny Swandi Sjam menegaskan, strategi pemasaran untuk Star One lebih difokuskan untuk melayani pelanggan data. Langkah itu dilakukan Indosat untuk memenuhi keinginan pelanggan yang hingga kini sebesar 70% dari pelanggan Star One ternyata digunakan untuk akses layanan data.
“Kami (Star One,red) beda dengan produk CDMA (code division multiple access,red) yang lain. Untuk Star One ini akan lebih difokuskan pada pelanggan yang digunakan akses data. Marginnya besar, karena itulah untuk target pelanggan tidak terlalu muluk dalam jumlah besar,” jelasnya, di Surabaya, kemarin.
“Untuk itu, ada paket khusus yang menarik bagi pelanggan data. Dengan biaya sebesar Rp 200 ribu per bulan, sudah bisa akses sepuasnya sebesar satu giga,” tambah Johny.
Meski demikian, jelas dia, bukan berarti Star One tidak melayani pelanggan untuk voice dan SMS. Indosat akan terus memperluas jangkauan di sejumlah kota utama di Indonesia. Dalam waktu dekat, Star One setidaknya akan hadir di 15 kota Indonesia khususnya di luar Jawa. Seperti Medan, Batam, Balikpapan, Banjarmasin, Semarang, dan Bandung. Dibukanya Star One di 15 kota tersebut setelah adanya kesepakatan interkoneksi dengan Telkom.
“Harus diakui kendala utama ekspansi Star One di daerah masalah interkoneksi. Sudah ada deal dengan Telkom, tapi tidak bisa secara keseluruhan, melainkan satu kota satu kota. Untuk Jatim sendiri setelah Surabaya dan Malang, akan dikembangkan ke kota/kabupaten lain. Tunggu saja dalam waktu dekat” tegas Johny.Tentang ekspansi di daerah, Johny mengatakan, untuk saat ini Indosat tidak mengajak mitra. Alasannya, mitra terlalu banyak mengajukan persyaratan sehingga tidak efektif. (zal/ed)

Labels:

Hasnul Suhaimi, Presiden Direktur PT Indosat Tbk: “Target Kita Melayani Sebaik Mungkin Pelanggan”

PT Indosat Tbk di bawah kepemimpinan Presiden Direktur Hasnul Suhaimi mencoba memenangi persaingan bisnis telekomunikasi dengan terus meningkatkan pelayanan bagi pelanggan. Konsekuensinya, perseroan harus juga memperkuat modal kerja (capital expenditure/capex).
Menurut Hasnul, tahun ini, Indosat menyiapkan dana sekitar US$ 900 juta, sekitar 80% hingga 90% digunakan untuk ekspansi bisnis seluler.”Dana tersebut berasal dari penerbitan obligasi,” kata dia, di Jakarta, Senin (4/7).
Berikut penuturan Hasnul mengenai upayanya memenangi persaingan bisnis telekomunikasi.

Apa komitmen Anda sebagai dirut yang baru?
Kita sebagai pelaksana perusahaan menjaga dan mengembangkan perusahaan ini. Sehingga apapun yang dilakukan pemegang saham, pelaksana perusahaan berupaya agar pemegang saham mendapat nilai tambah dari perusahaan. Jangan sampai pemerintah ingin menambah saham, ternyata perusahaan ini (Indosat, red) dalam penerapan good corporate governance (GCG) sudah nggak benar.

Bagaimana upaya meningkatkan tata kelola perusahaan?
Dari dulu kita lakukan good corporate governance (GCG) dan terus kita tingkatkan. Dalam waktu dekat kita akan buat semacam code of conduct. Core of ethic perusahaan yang didasari GCG. Selain itu juga kita terikat foreign corruption act. Kita buat menjadi suatu aturan perusahaan yang kita harus patuhi. Saya minta bantuan dari teman-teman wartawan masukan soal Indosat di lapangan. Supaya saling menjaga.

Strategi Anda menghadapi persaingan?
Lebih baik kita mengalahkan competitor dengan pelayanan. Tidak target kita mengalahkan Telkomsel. Target kita menjadi perusahaan yang terbaik dalam melayani pelanggan. Kalau hitungan jumlah pelanggan dan BTS tidak. Kompetisi kan bukan hanya itu. Misalnya dari segi layanan untuk anak muda, IM3 Indosat saya yakin mengalahkan Telkomsel.
Jumlah modal kerja (capital expenditure/capex) disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Karena strategi kita beda. Membangun tower terlebih dahulu dalam jumlah banyak, baru diisi dengan pemancar (base transceiver station/BTS).

Berapa modal kerja yang dipersiapkan Indosat tahun 2005?
Pelanggan seluler kami pada akhir Juni 2005 mencapai 12,9 juta. Akhir tahun lalu 9,76 juta. Hampir tiga juta penambahannya. Dari sisi pengembangan pembangunan kita tetap commited dengan menggunakan budget sekitar US$ 900 juta sesuai dengan hasil penerbitan obligasi yang sukses kemarin. Obligasi itu dalam mata uang rupiah senilai Rp 1,1 triliun dan dalam dolar senilai US$ 250 juta.

Bagaimana ceritanya menerbitkan obligasi Rp 3,5 triliun tahun ini?
Pertama, kita menghitung berapa kebutuhan dana investasi kita sepanjang lima tahun ke depan. Kedua, berupa apa dan bagaimana membayarnya. Kemudian bagaimana hedging-nya karena pendapatan kita sebagian besar dalam rupiah. Setelah jumlahnya ditemui kita tentukan berapa besar penerbitan obligasi rupiah dan berapa yang dolar. Berapa komposisi bunga. Keluarlah sepertiga rupiah dan sebagian dolar. Obligasi rupiah diterbitkan di Indonesia. Sedangkan obligasi dolar di terbitkan di Singapura. Sebelumnya kitapun menerbitkan obligasi dolar di Luxemberg. Jadi tidak ada perubahan rencana menerbitkan dolar dari di dalam negeri ke luar negeri.
Terlebih investor terbesar berada di negara-negara Asia dan Eropa.

Bagaimana pengaruh fluktuasi rupiah?
Indosat sebagai perusahaan selalu mempertimbangkan masalah kurs. Karena kita ada utang dolar dan investasi dolar, sedangkan revenue kita sebaigan dolar yaitu dari satelit dan SLI. Kita hedge kewajiban kita 50%. Itu yang secara langsung. Kita juga hedge dengan pendapatan sendiri yang berbentuk dolar.
Dunia seluler sangat dipengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kita berharap situasinya terus membaik.

Berapa rupiah yang ideal?
Sulit menjawabnya. Secara umum, rupiah menguat pasti ada dampaknya terhadap perusahaan.

Bagaimana kesiapan menerapkan 3G?
Secara prinsip, ini adalah kelanjutan dari teknologi yang ada. Sangat efisien bagi operator yang pelanggannya sudah banyak. Sangat cocok bagi kota-kota besar. Kalau pelanggannya tidak ada buat apa? Sangat fair diberikan kepada pelanggannya yang sudah banyak. Pelanggan GPRS kita sekitar 500 ribu.
Soal jaringannya, kita pakai vendor yang sudah ada kita gunakan.

Indosat akan meminta 15 MHz untuk 3G?
Kita mengikuti pemerintah untuk lisensi 3G. Tidak perlu ngotot-ngototan.

Kabarnya target Star One Indosat mencapai 200 ribu pada 2005?
Kita secara bertahap membangun di 15 kota besar, sehingga pelanggannya bertambah. Saya lihat agak terhalang dari sisi handset dan kualitas teknologinya. Memang tidak seperti GSM. Tapi, mudah-mudahan berkembang cepat. Interkoneksinya juga belum semuanya selesai. (edo rusyanto)

Labels: