Pemerintah Pastikan Flexi Keluar dari Alokasi 3G
JAKARTA-Pemerintah memastikan frekuensi Telkom Flexi akan dipindahkan dari alokasi frekuensi seluler generasi ketiga (3G). “Pita itu benar-benar akan didedikasikan untuk UMTS (universal mobile telecommunication services,red) 3G. Flexi harus keluar,” kata Sofyan A Djalil, menteri Telekomunikasi dan Informatika (Menkominfo), seusai membuka Workshop Layanan Seluler 3G, Kamis (22/7).
Pemerintah belum akan membicarakan kompensasi bagi perpindahan Flexi. Pemerintah hanya akan memberikan tolerensi waktu bagi proses perpindahan frekuensi ini. Namun, Menkominfo belum bersedia menyebutkan berapa lama toleransi waktu yang akan diberikan kepada Telkom.
Menkominfo yakin dengan masa transisi yang cukup, biaya penyesuaian (cost adjusment) atas perpindahan frekuensi menjadi tidak terlalu besar. Biaya-biaya itu di antaranya penyesuaian handset milik pelanggan Flexi yang saat ini mencapai sekitar tiga juta. Dengan transisi yang panjang diperkirakan biaya penyesuaian handset terselesaikan dengan sendirinya.
“Misal, kalau kita kasih waktu lima tahun. Handset yang ada sekarang, khan, sudah tidak dipakai lagi dalam lima tahun ke depan,” kata dia.
Pernyataan Menkominfo agak berbeda dengan sebelumnya. Semula Menkominfo berkomitmen tidak memindahkan frekuensi Flexi. Alasannya, pelanggan Flexi sudah cukup besar. Pemindahan frekuensi Flexi dikhawatirkan memberikan konsekuensi biaya besar. Tercatat, jumlah pelanggan Flexi yang sudah di kisaran tiga jutaan, 1,5 juta di antaranya merupakan pelanggan di frekuensi 1.900 MHz yang berada di alokasi frekuensi 3G, yakni, pelanggan di wilayah Jabotabek dan Jawa Barat.
Star One dan WIN Tergusur
Di sisi lain, bukan hanya frekuensi Flexi saja yang bakal tergusur dari alokasi frekuensi 3G, melainkan juga frekuensi Star One (milik PT Indosat) dan PT WIN. Pemerintah bertekad tidak akan membiarkan adanya penggunaan frekuensi berbeda di pita frekuensi yang sama. Alasannya, posisi frekuensi tersebut akan membuat mubazir sebagian frekuensi 3G. Tercatat, pita frekuensi 1.900 MHz yang diperuntukkan untuk frekuensi IMT-2000 core band (frekuensi 3G), telah ditumpangi frekuensi PCS 1900 (frekuensi Telkom Flexi, Star One, dan PT WIN).
Berkaitan dengan, kemungkinan perpindahan frekuensi Star One, Johnny Swandy Sjam, direktur consumer marketing Indosat mengatakan, kebijakan pemindahan frekuensi harus diikuti dengan pertimbangan kepentingan pelayanan. “Kalau dipindahkan, konsekuensinya seperti apa, kemana pindahnya , ini jangan sampai membuat pelayanan terganggu. Karena ini (frekuensi,red) yang akan dipindahkan sudah ada pelanggannya,” kata Johnny.
Sementara itu, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, ketua Masyarakat Telematika (Mastel) mengatakan, pemindahan frekuensi Flexi akan memberikan konsekuensi penggantian filter dan pemindahan frekuensi base transceiver station (BTS). Namun, pemindahan itu tidak memberikan konsekuensi kepada pelanggan untuk mengganti handset, karena perpindahan frekuensi masih tetap di area pita 1.900 Mhz. “Hanset hanya perlu sedikit di-setting,”tambah Mas Wig.
Terkait besarnya biaya, Mas Wig memprediksikan biaya yang cukup besar harus dikeluarkan Telkom untuk mengubah BTS dan filter. Sedangkan, biaya setting handset diperkirakan sebesar US$ 1 per handset.
Tentang pihak yang harus menanggung biaya, Mas Wig melihat pemerintah harus bertanggung jawab atas biaya migrasi Flexi. Sebab, beroperasinya Flexi di frekuensi 3G terjadi dengan persetujuan pemerintah pula. “Telkom berhak mendapatkan kompensasi dari pemerintah,” ujarnya.
Alokasi Frekuensi
Pemerintah berharap Agustus mendatang, sudah dapat mengalokasikan frekuensi 3G bagi para operator seluler. Sejauh ini, pemerintah juga sudah menyiapkan perangkat regulasi untuk mendukung kebijakan men-charge (membebankan biaya) alokasi frekuensi kepada operator melalui tender. Perangkat tersebut adalah, Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2005 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika.
“Memang tidak diatur secara detail, tapi yang penting kita bisa dapatkan up front fee baik melalui penentuan harga langsung maupun tender,” kata Sofyan.
Terpisah, anggota komisi V DPR Marwan Jafar mengingatkan pemerintah agar tidak tergesa menender ulang frekuensi yang telah dialokasikan kepada PT Cyber Access Communication (CAC) dan PT Natrindo Telepon Seluler (NTS). “Semestinya pemerintah mengevaluasi penerima lisensi. Jika tidak memenuhi kewajibannya, barulah ditentukan kebijakan selanjutnya,” kata Marwan, kemarin.Menurut Marwan, sekalipun dilakukan tender, maka itu ditujukan bagi operator yang belum mendapatkan lisensi 3G, seperti PT Indosat Tbk, PT Excelcomindo Pratama dan PT Telkomsel. (tri/ed)
Labels: telekomunikasi
0 Comments:
Post a Comment
<< Home