Thursday, July 14, 2005

Regulator Independen Infrastruktur Jangan Diintervensi Politik

JAKARTA- Kamar Dagang Eropa (Eurocham) berharap regulator independen di sektor infrastruktur dapat bekerja tanpa intervensi politik.

“Semuanya menyangkut banyak sekali peranan dari BUMN, BUMD untuk PDAM yang sangat dominan selama ini,” kata Menteri Negara/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi Pers seusai Acara Erope-Indonesia Infrastructure Forum di Jakarta, Rabu (13/7).

Sri menjelaskan, ketika investor ingin masuk ke sektor infrastruktur, mereka selalu mempertanyakan kebijakan pemerintah yang mendorong kompetisi. Calon penanam modal juga ingin mengetahui apakah badan usaha milik negara (BUMN) telah di-treatment dengan indikator tertentu. Serta, sejauh mana BUMN memiliki peranan sebagai regulator.

Menurut Kepala Bappenas, pemerintah menyambut positif rekomendasi Eurocham. Pemerintah sepakat membentuk dan membenahi institusi regulator yang ada di bidang infrastruktur. “Pemerintah, dalam forum KKPI yaitu komite kebijakan percepatan investasi dari berbagai menteri terkait, akan menindak lanjuti,” ujar Sri.

Saat ini sudah terbentuk badan regulator sektor infrastruktur yakni, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) di sektor telekomunikasi, Badan Pengatur Sistem Penyedia Air Minum (BPSPAM) di sektor air, dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) di sektor jalan tol.

BRTI melibatkan Departemen Komunikasi dan Informatika. Ketua BRTI adalah Direktur Jenderal Postel. Sedangkan BPSPAM dan BPJT melibatkan Departemen Pekerjaan Umum.

Sistem Tarif

Di sisi lain, Eurocham merekomendasikan agar tarif di bidang infrastruktur dapat disesuaikan dengan biaya investasi. Secara spesifik, tarif diharapkan juga dapat disesuaikan dengan risiko nilai tukar. Sejauh ini, masih banyak tarif bidang infrastruktur yang diformulasikan dengan regulasi pemerintah. Sehingga, sangat rawan dengan penyesuaian yang bersifat nonekonomi dan nonbiaya.

“Hal ini menyebabkan investor sangat segan masuk ke bidang-bidang yang tarifnya tidak di-adjust sesuai kondisi,” tambah Sri.

Menanggapi, rekomendasi di bidang tarif, dalam jangka panjang, pemerintah sepakat untuk mengaplikasikan tarif yang mencerminkan unsur biaya. Namun, dalam jangka pendek, kebijakan tarif masih akan mempertimbangkan keterjangkauan (affordability) masyarakat kelas bawah.

Berkaitan dengan masyarakat kelas bawah, pemerintah berupaya menerapkan kebijakan tarif yang dikaitkan dengan subsidi secara jelas. “Sehingga kalaupun masih ada subsidi, tentu perlu dipikirkan, ditanggung oleh siapa dan bagaimana mekanisme pembayaran subsidinya. Ini berlaku mulai tarif pintu tol, dan water (air). Kecuali untuk telekomunikasi dan listrik, yang dalam hal ini sudah ada mekanismenya,” ujar Sri.

Kendala Investasi

Sementara itu terpisah, Ketua BPSPAM Rahmad Karnadi mengatakan, kendala dalam menarik investasi sektor infrastruktur air ada tiga, yaitu tarif air yang rendah, ketersediaan air baku yang belum memadai serta manajemen yang harus dibenahi.

Soal tarif, kata Rahmad, saat ini masih jauh di bawah biaya produksi sehingga perusahaan manapun memang tidak ada yang untung dalam bisnis menjual air. Sedangkan ketersediaan air baku, tidak dapat diselesaikan secara instan karena menyangkut kendali berbagai departemen.

Sedangkan untuk soal manajemen, Rahmad mengakui, masih belum mendukung. Ia mencontohkan, dalam penghitungan meteran air masih banyak permainan antara petugas lapangan PDAM dengan manajemen. “Namun yang terpenting demand itu ada, dan kita persiapkan agar dapat investor tertarik berinvestasi,” paparnya, di Jakarta, kemarin.

Mengenai peran BPJT, menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, diantaranya adalah selaku pelaksana tender tol dan memberikan rekomendasi besaran tarif jalan tol.

“Kita masih terus membenahi BPJT,” kata Djoko, di Bandung, Selasa (12/7).

Kerja sama Bappenas-Eurocham

Sementara itu, acara Erope-Indonesia Infrastructure Forum yang digelar Rabu (13/7), menjadi ajang bagi Eurocham dan Bappenas untuk melakukan dialog konstruktif dengan fokus penanaman modal di bidang infrastruktur. Diskusi dibagi menjadi empat kelompok sektor bisnis sesuai dengan bidang peserta. Keempat kelompok itu terdiri atas, energi, telekomunikasi, transportasi serta air & sanitasi.

Jan Glinski, presiden director PT Alcatel Indonesia, yang juga merupakan pimpinan segmen telekomunikasi pada Kamar dagang Uni Eropa mengatakan, forum digelar untuk memberikan jawaban atas keraguan investor dalam berinvestasi di sektor infrastruktur.

Investor, lanjut Glinski, menginginkan jaminan dari pemerintah terhadap investasi mereka yang rata-rata merupakan investasi jangka panjang. “Investasi di sektor infrastruktur butuh waktu 25 hingga 30 tahun, sehingga, kami butuh perlindungan dari pemerintah,” katanya. (tri/har/ed)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home