Saturday, July 02, 2005

Menanti Percepatan Pembangunan Jalan Tol

PEMERINTAH berniat membangun jalan tol sepanjang 1.700 kilometer (km). Pembangunan tersebut diperkirakan selesai dalam lima tahun semenjak tahun 2005. jika proyek tersebut rampung, panjang jalan tol di Tanah Air menjadi sekitar 2.300 km. Masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Macan Asia, seperti Jepang, Cina dan Korea.
Mengapa demikian sulit membangun jalan tol? Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Djoko Kirmanto menyebutkan, setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan pembangunan jalan tol tersendat-sendat.
Pertama, sistem pentarifan yang tidak ditentukan terlebih dahulu sebelum proyek dibangun. Sejak sejarah jalan tol dimulai di Tanah Air pada 1978 (Proyek jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi/Jagorawi), investor baru tahu besaran tarif yang ditetapkan pada saat ruas tol tersebut akan dioperasikan. “Sehingga, investor tidak tahu kapan investasinya kembali modal,” ujar Djoko Kirmanto, dalam sebuah sarasehan, di Jakarta, akhir pekan lalu. Kini, sistem tersebut diubah. Investor mengajukan besaran tarif yang akan diterapkan saat jalan tol yang akan dibangun dioperasikan. Usulan besaran tarif itu, bahkan menjadi salah satu faktor lolos tidaknya calon investor jalan tol mengikuti tender investasi.
Kedua, soal pembebasan lahan. Kepastian pembangunan jalan tol amat ditentukan adanya lahan. Tanah yang menjadi unsur utama pembangunan jalan tol sebelum keluar Peraturan Presiden (Perpres) No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sempat mengganjal pembangunan proyek jalan tol. Contoh paling hangat adalah pembangunan jalan tol Bintaro (Jakarta) dan jalan tol Cikunir-Hankam. Keduanya bagian dari jalan lingkar luar Jakarta (JORR).
Menurut Djoko, Perpres tersebut dapat memberi kepastian hukum bagi para calon investor jalan tol. Sekaligus menghargai hak pemilik tanah. Karena, para pemilik tanah memiliki beberapa pilihan. Di antaranya, berhak menerima ganti sejumlah uang sesuai harga tanah yang wajar –tentunya setelah dimusyawarahkan dengan pemerintah daerah setempat, mendapat ganti tanah di lokasi yang berbeda. Bahkan, memilih untuk mendapat saham atas ruas tol yang memanfaatkan lahan mereka. “Keuntungannya didapat dari pendapatan ruas tol tersebut,” kata Menteri PU.
Belakangan minat calon investor cukup tinggi. Setidaknya melihat animo pada saat tender enam ruas tol Desember 2004. Lebih dari 100 calon investor dalam dan luar negeri mengajukan minatnya. Mereka akhirnya tergabung dalam 38 konsorsium. Tender itu kini memasuki tahap pembahasan dokumen tender yang harus dikembalikan pada Agustus 2005 dan pemenang tender diumumkan pada Desember 2005.
Berbarengan dengan tender tersebut, pemerintah juga berancang-ancang menggelar tender tahap II sebanyak 13 ruas jalan tol. Tender investasi senilai Rp 34 triliun itu diperkirakan juga bakal menyedot minat calon investor. “Tingkat kelayakannya cukup tinggi, apalagi untuk ruas tol di pulau Jawa,” ujar seorang eksekutif di perusahaan tol.
Salah satu pemicu gencarnya calon investor juga adalah karena kepastian kenaikan tarif. Peraturan Pemerintah (PP) No15 tahun 2005 tentang Jalan Tol tertanggal 21 Maret 2005 menyebutkan, penyesuaian besarnya tarif tol dilakukan setiap dua tahun berdasarkan atas pengaruh laju inflasi terhadap komponen beban usaha penyelenggaraan jalan tol. “Kenaikan dapat berbeda-beda di tiap daerah, tergantung besarnya inflasi masing-masing wilayah,”tutur Djoko Kirmanto.
Melihat prospek investasi jalan tol yang cukup menggiurkan, boleh jadi calon investor berbondong-bondong menggelontorkan uangnya. Karena itu, Djoko Kirmanto optimistis target pembangunan jalan tol sepanjang 1.700 km akan terwujud. (edo rusyanto)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home