Tuesday, November 30, 2004

2005, Telkomsel Kejar 6 Juta Pelanggan Baru

Telkomsel perluas jaringan ke kecamatan-kecamatan di Tanah Air. Saat ini jaringan Telkomsel baru ada di sekitar 400-an kecamatan.


Jakarta - PT Telkomsel menyatakan, tahun 2005 target perolehan pelanggan perseroan mencapai sebesar 6 juta pelanggan sehingga total pelanggan menjadi 21,5 juta.
Target penambahan pelanggan tersebut lebih besar dibandingkan target 2004 yang sebesar 5 juta.
“Ini melihat demand telepon seluler yang terus meningkat. Tahun depan diperkirakan pengguna bisa mencapai 42 juta dan hingga 2008 bisa mencapai 77 juta. Telepon seluler menjadi lifestyle,” tutur Bajoe Narbito, dirut Telkomsel, kepada wartawan, Senin (29/11).
Karena itu, tambah Bajoe, Telkomsel akan terus mengembangkan jaringan hingga ke pelosok Tanah Air. Langkah yang ditempuh diantaranya dengan membangun base tranceiver station (BTS) menjadi 6.000 buah dari lima ribuan BTS di tahun 2004.
“Kita akan terus mengembangkan jaringan hingga ke kecamatan-kecamatan. Saat ini jaringan kita sudah ada di 33 provinsi dan 378 kabupaten. Namun, dari sekitar 800 kecamatan, Telkomsel baru berada di 48 persen kecamatan,” jelas Bajoe.
Peningkatan jaringan tersebut, tambah dia, diharapkan mampu meningkatkan penguasaan pangsa pasar Telkomsel di luar Jawa. “Di Jawa, saat ini pangsa pasar kita hanya 40 persen, di luar Jawa sekitar 70 persen. Sedangkan di tingkat nasional sekitar 50 persen,” katanya.
Guna meningkatkan penetrasi jaringan sepanjang tahun 2005, Telkomsel diperkirakan merogoh kocek sedikitnya US$ 600 juta sebagai modal kerja (capital expenditure/capex). Tahun 2004, kata Bajoe, pihaknya menganggarkan dana sekitar US$ 600 juta yang mayoritas diperuntukkan menambah cakupan layanan, meningkatkan kapasitas jaringan, dan implementasi teknologi seluler generasi ketiga (3G).
Hingga 29 November 2004, pelanggan Telkomsel telah mencapai 15 juta. “Target kita 14,6 juta telah terlampaui. Dan, hingga Desember 2004 saya perkirakan bisa mencapai 15,3 juta pelanggan,” tukasnya.
Sejak mendapatkan izin operasi 26 Mei 1995, pelanggan Telkomsel terus bertambah. Akhir tahun 2003, pelanggan Telkomsel sebesar 9,6 juta.

Price War
Bajoe menegaskan, perang harga (price war) di industri seluler sesungguhnya hanya terjadi di harga kartu perdana. Dengan kata lain, bukan pada harga isi ulang. “Sedangkan soal tarif, antaroperator bedanya sekitar Rp 100 hingga Rp 200,” katanya.
Ia mengaku, kartu perdana Telkomsel tidak mungkin di lepas di bawah harga Rp 25 ribu. “Hal itu mengingat product cost minimal adalah Rp 25 ribu,” katanya.
Menurut dia, perilaku konsumen seluler di Tanah Air cenderung tidak menghitung tarif secara detail. “Beda dengan konsumen di Singapura dan Australia,” jelas dia.
Kapasitas SMS
Menyinggung kemampuan perseroan melayani permintaan short messages service (SMS), Bajoe menegaskan, kapasitas mesin SMS perseroan mampu melayani 6.900 SMS per detik.
Ia menuturkan, ujian terberat dihadapi oleh Telkomsel pada Idulfitri 1425 H lalu. Saat itu, kata dia, penggunaan SMS meningkat pesat.
“Terjadi kemacetan panggilan hanya di beberapa daerah. Seperti di Yogjakarta-Solo benar-benar macet terutama di Klaten. Kemudian di Tasikmalaya, dan antara Kuningan-Cirebon. BTS overload hingga enam jam,” ungkap dia.
Bajoe menjelaskan, tingkat keberhasilan rata-rata panggilan telepon (success call rate/SCR) Telkomsel saat ini telah mencapai 95%. “Artinya, dari 100 panggilan sebanyak 95 panggilan berhasil dilayani,” katanya.
Penguasaan pangsa pasar Telkomsel terus meningkat setiap tahunnya. Pada 1997, penguasaan pasar seluler Telkomsel baru 37% atau sedikit di atas Satelindo (grup Indosat) yang mencapai 33%. Kemudian meningkat menjadi 40% dan 46% pada 1998 dan 1999, dan terus meningkat lagi menjadi 50% pada 2001. Akhir 2003 menjadi 52%. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga tahun 2004.
Tahun 2003, Telkomsel berhasil meraih pendapatan Rp 11 triliun dan membukukan laba bersih Rp 4,2 triliun. Dari total pendapatan tersebut, Rp 2,1 triliun berasal dari pendapatan SMS dan layanan data mobile. Bajoe memproyeksikan, sampai akhir tahun 2004 Telkomsel bisa meraih pendapatan sebesar Rp 14 triliun. (ed)




Luthfi dan Gobel Calon Kepala BKPM

Kepala BKPM harus sanggup mengatasi egoisme sektoral yang sudah menjadi penyakit kronis investasi.

JAKARTA – Persaingan memperebutkan kursi kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) cukup seru. Tarik menarik kepentingan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla bakal terjadi. Keduanya memiliki jago masing-masing.

Menurut sumber Investor Daily di BKPM, SBY akan menjagokan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Muhammad Luthfi. Sedangkan Jusuf Kalla berusaha mengegolkan bos Panasonic Group sekaligus pengurus Kadin Rachmat Gobel untuk menggantikan Kepala BKPM Theo F Toemion.

Theo Toemion, yang pekan lalu bertemu empat mata dengan SBY, kepada Investor Daily menyatakan bahwa dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada presiden apakah akan dipilih lagi atau tidak. “Saya diganti atau diteruskan, terserah Pak SBY,” tuturnya di Jakarta, Senin (29/11).

Muhammad Luthfi ketika dikonfirmasi mengaku tidak tahu tentang pencalonan dirinya menjadi kepala BKPM. "Saya nggak tahu. Itu hanya rumor. Hanya omongan orang-orang saja," katanya.

Ia terus terang belum diminta oleh siapa-siapa untuk menjadi kepala BKPM. "Belum pernah dihubungi, " tutur Luthfi, yang selama kampanye presiden kerap terlihat mendampingi SBY.
Saat ditanya apakah bersedia menjadi kepala BKPM jika ditawari oleh presiden, Luthfi yang masuk Tim 11 SBY menyatakan, "Jangan tanya itu deh. No comment. Lebih baik sekarang diam dulu saja. Nanti kalau sudah jelas baru kita bicara."

Rachmat Gobel yang dihubungi melalui telepon selulernya tidak bersedia memberikan jawaban.

Figur yang Kuat
Anggota Komisi VI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Didik J Rachbini menilai, sebagai badan yang diberikan wewenang memberikan pelayanan dan perizinan investasi langsung di Indonesia, BKPM memerlukan sosok pemimpin yang mempunyai figur yang kuat dan berpengalaman.

Sebab, menurut Didik, penghambat utama investasi di Indonesia justru terletak pada persoalan internal, karena melibatkan banyak sektor, departemen, bahkan lintas koordinator kementerian. Egoisme sektoral dan lemahnya koordinasi kerap menjadi penghalang masuknya investor. Untuk itu, kepala BKPM harus sanggup mengatasi egoisme sektoral yang sudah menjadi penyakit kronis tersebut.

“Figur yang memimpin BKPM harus mempunyai konsep komprehensif bagaimana mengembangkan iklim investasi di Indonesia melalui promosi yang jelas dan mekanisme pelayanan yang cepat,” ujar Didik di sela rapat dengar pendapat BKPM dengan Komisi VI DPR, kemarin.

Kendati demikian, Didik menilai, figur yang kuat dan berpengalaman pun belum menjadi jaminan dapat menghilangkan ego sektoral yang saat ini menjadi penghambat peran BKPM dalam pelayanan izin investasi. “Figur memang penting, namun lebih penting lagi adalah penguatan kelembagaan dalam memantapkan fungsi dan peranan BKPM ke depan,”ujarnya.

Didik menekankan, fraksinya akan mendorong terbentuknya kelembagaan BKPM yang tidak hanya berfungsi sebagai lembaga promosi, namun mempunyai kekuatan sebagai lembaga yang mampu mengkoordinasikan sistem pelayanan dan perizinan investasi langsung di Indonesia.
Terkait dengan sosok kepala BKPM pengganti Theo, Wakil Ketua Komisi VI DPR Ade Komaruddin menolak memberikan komentar siapa yang dicalonkan oleh DPR. Ade menyatakan, pemilihan calon kepala BKPM menjadi wewenang presiden sebagai kepala negara yang membawahi lembaga-lembaga teknis nondepartemen. “Kita sama sekali tidak mempunyai wewenang dalam hal ini. Kita hanya akan memberikan dukungan secara substansial fungsi dan peranan lembaga ini,” tandasnya.

Kaji Ulang
Dalam rapat dengan DPR kemarin dipertanyakan seputar rencana presiden yang akan mengkaji ulang keberadaan BKPM. Kepala BKPM Theo Toemion menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada pemerintah.

Kendati demikian, Theo menekankan, pemerintah harus tetap memberikan perhatian serius terhadap permasalahan investasi. Dia juga berpendapat, pemerintahan SBY dan kabinetnya diharapkan dapat menghilangkan arogansi sektoral di lingkungan internal pemerintah.

Theo khawatir, belum harmonisnya hubungan di antara departemen teknis maupun hubungan antara pusat dan daerah akan menjadi faktor pengganjal pulihnya iklim investasi di Indonesia.

Tentang program 100 hari, Theo menjelaskan, rencana strategis yang telah dilakukan BKPM adalah melaksanakan deregulasi perizinan penanaman modal dengan menyederhanakan sistem dan prosedur pelayanan. Hal itu dilakukan melalui penerbitan keppres tentang pemberian insentif perpajakan untuk bidang usaha tertentu dan daerah tertentu, sebagai tindak lanjut UU Pajak Penghasilan. Pihaknya juga akan mempercepat penerbitan Daftar Negatif Investasi (DNI) baru sebagai pengganti DNI lama yang ditetapkan dalam Keppres No.96/2000 dan No.118/2000.

Selain itu, menurut Theo, BKPM berniat mempercepat finalisasi RUU Pasar Modal di tingkat eksekutif agar dapat segera disampaikan ke DPR. Draf RUU Pasar Modal ini sudah disiapkan selama sembilan tahun dan telah terjadi revisi berkali-kali. Program lainnya adalah meningkatkan pelayanan serta kemudahan penerbitan Izin Usaha Tetap (IUT) proyek-proyek penanaman modal yang telah berproduksi komersial sampai dengan Desember 2004. (ryf/ed)


Saturday, November 27, 2004

2005, Nilai Bisnis SLI Bertumbuh 20%

Jakarta – Kue bisnis sambungan langsung internasional (SLI) tahun 2005 diperkirakan meningkat 20% dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp 2,5 triliun.
“Itu karena makin banyaknya mobilitas manusia akibat pertumbuhan perekonomian. Selain itu karena makin bertambah banyak pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri,” tutur Heru Sutadi, pengamat telekomunikasi, di Jakarta, Jumat (26/11).
Dari pangsa pasar tersebut, kata Heru, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) bias saja menguasai pangsa pasar sekitar 51%. “Tahun ini Telkom mentargetkan menguasai 25 persen. Itu realistis dan dapat tercapai meski baru meluncurkan Telkom 007 pada Juni 2004,” kata dia.
Ia menambahkan, siapa pemenang dalam persaingan bisnis SLI – antara PT Indosat Tbk dengan Telkom, sangat ditentukan oleh tarif yang ditawarkan, kemampuan jaringan telekomunikasi dan jaringan bisnis. “Konsumen Indonesia lebih cenderung karena faktor tarif. Jadi, siapapun yang memenangkan persaingan, paling tinggi hanya menguasai 60 persen pangsa pasar,” tutur Heru.
Indosat dengan kode SLI 001 dan 008, kata Heru, akan mendapat persaingan yang ketat dari Telkom International Call (TIC) 007. “Telkom menguasai jaringan fisik dan jaringan bisnis melalui wartel-wartel,” jelasnya.
Sebagai pemain tunggal – sebelum era duopoli, sepanjang tiga tahun terakhir, pendapatan SLI Indosat terus mengalami penurunan. Jika pada tahun 2001 pendapatan SLI Indosat masih mencapai Rp 2,15 triliun, setahun kemudian turun menjadi Rp 2,13 triliun. Tahun 2003, turun 15,4% menjadi Rp 1,8 triliun.

Persaingan Tidak Fair
Heru menyoroti persaingan bisnis SLI di Tanah Air yang tergolong kurang fair. “Saya melihat di beberapa daerah masih ada pemblokiran. Dan pemblokiran menjadi ‘sah’ karena Telkom memenangi gugatan di Pengadilan Negeri Bandung,” kata Heru.
Menurut dia, keputusan PN Bandung dapat menjadi ‘dasar’ Telkom melakukan normally close, yakni hanya membuka akses 007 di setiap wartel yang memiliki kerjasama dengan BUMN tersebut.
Heru sebelumnya menyatakan, pernyelesaian pemasalahan persaingan tidak sehat di bidang industri telekomunikasi termasuk diantaranya kasus blocking SLI ini harus diselesaikan secara tuntas. Sebab, hal itu, dinilai dapat menentukan arah ke depan industri ini. Bahkan, menurut Heru melihat selain KPPU, semestinya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) juga ikut berperan aktif dalam memecahkan kasus blocking SLI tersebut. Sebab, BRTI selaku lembaga pengawas memang harus bertanggung jawab atas kondisi iklim persaingan industri telekomunikasi.
Kasus blocking SLI yang kini akan bergulir hingga ke MA ini, berawal dari laporan ke KPPU tentang adanya dugaan persaingan tidak sehat dalam bisnis SLI. Setelah melakukan pemeriksaan lembaga ini membacakan keputusannya pada pertengahan Agustus 2004. Kemudian, Telkom mengajukan gugatan keberatan atas keputusan KPPU dan membawa ke PN Bandung. (ed)









Tuesday, November 23, 2004

Setoran Dividen BUMN Digenjot

Besaran dividen jangan dipukul rata, tapi berdasarkan kekuatan finansial masing-masing BUMN.

JAKARTA- Kementerian BUMN akan menggenjot penerimaan dari dividen interim BUMN untuk memenuhi kekurangan setoran ke APBN Perubahan (APBN-P) 2004 sebesar Rp 500 miliar. Revisi setoran dividen BUMN akan difokuskan pada 10 BUMN besar. Menneg BUMN Sugiharto optimistis, BUMN besar masih bisa mengoptimalkan kinerja sehingga bisa memberikan kontribusi dividen yang lebih tinggi.

Untuk itu, Sugiharto telah memberikan kiat-kiat untuk menambal kekurangan setoran APBN. “Kiatnya adalah merevisi kembali target dividen, yakni dividen 2003 yang dibagikan di tahun 2004. Menjelang tutup tahun ini sebagian BUMN saya minta enhance ability (meningkatkan kemampuan) sehingga dividen interimnya lebih besar,” papar Sugiharto di sela-sela Halal bi Halal Kementerian BUMN, Senin (22/11), di Jakarta. Seperti diberitakan, target setoran dividen BUMN dalam APBN-P 2004 ditetapkan Rp 9,1 triliun dan baru terpenuhi Rp 8,6 triliun.

Menurut Sugiharto, revisi setoran dividen merupakan topik yang dibahas dalam rapat dengan para deputinya kemarin. Namun, ia mengaku belum dapat menyebutkan dari BUMN mana saja dividen interim bisa didapatkan. “Saya tidak mau berspekulasi. Ada beberapa BUMN yang berdasarkan laporan keuangan Juni dan September 2004 masih bisa dioptimalkan profitnya,” ujar dia. Dalam konteks itu, Sugiharto menyebutkan, setidaknya ada 10 BUMN yang bisa memenuhi permintaan tersebut, terutama yang bergerak di sektor-sektor strategis, misalnya Telkom dan Pertamina.

Sugiharto menekankan, bukan hal baru jika pemerintah meminta dividen interim. Ia menyatakan, programnya mengutamakan peningkatan profitabilitas BUMN. Dengan peningkatan tersebut, BUMN bisa memberikan kontribusi lebih besar terhadap APBN dari sisi pajak, dividen, maupun hasil privatisasi. Pada 30 hari pertama masa tugasnya, Kementerian BUMN fokus pada pencapaian target-target prognosa APBN-P 2004. “Mudah-mudahan bisa dicapai,” lanjut dia.

Sementara itu, Deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Telekomunikasi Roes Aryawijaya menyatakan, permintaan akan dividen interim itu juga akan mempertimbangkan arus kas perusahaan.

Jangan Pukul Rata
Rencana Menneg BUMN menaikkan setoran dividen BUMN ke negara mendapat respons beragam dari para direksi dan komisaris BUMN yang dihubungi Investor Daily. Menurut Deddy Aditya Soemanegara, direktur utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), selaku manajemen pihaknya memiliki berbagai argumen sebagai pertimbangan para pemegang saham mengambil keputusan soal setoran dividen. "Misalnya saja soal keterikatan dengan pemegang obligasi dan kreditor. Selain itu, rencana-rencana ekspansi usaha Antam," tutur Deddy tadi malam.

Menurut Deddy, jumlah dividen yang cukup proporsional adalah 35% dari laba bersih perseroan. "Kisarannya 30 hingga 35%. Itu cukup proporsional bagi Antam. Tahun lalu kita memberi dividen 32,5%. Memang tahun-tahun sebelumnya pernah 50% dari laba bersih," kata Deddy.
.
Sedangkan Dirut PT Indofarma Tbk Dani M Pratomo menilai, besaran permintaan dividen pemerintah ke BUMN mestinya tidak pukul rata. "Tergantung kekuatan finansial masing-masing," pinta Dani. Indofarma, kata dia, tahun 2001 memang membayar dividen sebesar 50% dari laba bersih.

Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), Tanri Abeng menegaskan, bagi Telkom permintaan dividen sebesar 50% dari laba bersih tidak masalah. Telkom tahun 2002 membayar dividen 40% dari laba bersih dan 2003 sebesar 50%. “Tahun ini, 50 persen it's ok," tegas Tanri.

Sedangkan Dirut Pertamina Widya Purnama menolak berkomentar seputar kenaikan setoran dividen. "Waduh, jangan tanya saya soal itu," katanya.

Sementara itu, seorang direktur bank BUMN menilai, rencana kenaikan dividen bisa tidak sejalan dengan misi Bank Indonesia (BI) dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). “Sebab, konsekuensinya akan menghambat pertumbuhan modal, walaupun tidak terlalu mengganggu kinerja,” ujarnya.

Bank Indonesia melalui Arsitektur Perbankan Indonesia (API) tengah berupaya membenahi perbankan nasional dari sisi permodalan. Salah satu strateginya adalah dengan mengakumulasi modal ditahan. Untuk itu, kata direktur bank BUMN tersebut, pemerintah semestinya justru menurunkan setoran dividen.

Enam Kelas BUMN
Pada kesempatan ini Menneg BUMN menyatakan, dalam penyusunan road map atau blue print BUMN 2005-2009, pihaknya akan melakukan klasifikasi BUMN menjadi lima atau enam kelas. Namun dia belum bersedia merinci klasifikasi itu. “Pokoknya kita analisa objektif mana BUMN yang slow moving (lamban), mana yang average (rata-rata), mana yang high priority (prioritas tinggi) itu akan kelihatan,” ujar dia.

Kementerian BUMN melakukan kajian tersebut berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2004. Artinya, pengelompokan tersebut benar-benar berdasarkan nilai yang sesungguhnya. Untuk BUMN yang tidak strategis, hanya memberatkan keuangan negara, dan tidak ada prospeknya tentu akan digunakan berbagai alternatif. Namun, BUMN yang melaksanakan fungsi public service obligation (PSO) tetap harus dipertahankan meskipun merugi.

Kelak, dalam road map BUMN akan ada pemisahan yang jelas antara kelompok-kelompok BUMN tersebut.(rie/ed/alf)





Sunday, November 07, 2004

Thailand dan Hongkong Segera Gabung Bridge

Jakarta- Perusahaan seluler Advance Info Service (Thailand) dan CSL (Hongkong) dalam waktu bergabung dengan Bridge Mobile Alliance (Bridge). Awal November hingga Desember 2004, Bridge sedang merancang susunan organisasi.
“Jasa layanan Bridge akan mulai dapat dimanfaatkan pengguna seluler pada awal kuartal kedua than 2005,” tutur Direktur Utama Telkomsel, Bajoe Narbito, Jumat (5/11), di Jakarta.
Bridge merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh tujuh operator seluler di Asia Pasifik. Ke-7 operator yang menandatangani kesepakatan 3 November lalu di Singapura itu adalah, Bharti (India), Globe Telecom (Filipina), Maxis ( Malaysia), Taiwan Cellular Corporation (Taiwan), Optus (Australia), SingTel (Singapura), dan Telkomsel (Indonesia).
Anggota Bridge dibatasi hanya satu operator dari tiap negara. Setiap anggota Bridge menyetor US$ 1 juta sebagai modal perusahaan.
Bajoe menjelaskan, sekitar 50 juta pelanggan seluler dari ke-7 pendiri Bridge, kelak akan menikmati fasilitas roaming dan fitur lainnya. “Kelak kita bahkan akan mengembangkan agar pengguna telepon seluler dapat memanfaatkan pulsa mereka untuk berbelanja,” tutur Bajoe.
Bagi pelanggan pre paid Telkomsel, kata dia, dapat mengisi pulsa di negara anggota Bridge.
Tujuan utama perusahaan patungan ini, jelas Bajoe, adalah memenuhi kebutuhan komunikasi seluler bagi segmen yang sering berpergian untuk menikmati layanan yang efisien.
Telkomsel hingga kini telah melayani sekitar 14,5 juta pelanggan atau lebih dari 50% pengguna seluler di Indonesia. Telkomsel menggunakan system dual band (900 dan 1800). Selain itu, didukung oleh 5.600 base transceiver station (BTS), 170 base station controller (BSC) dan 60 mobile switching center (MSC).
Selain tergabung dalam perusahaan patungan Bridge, Telkomsel saat ini juga telah bekerja sama dengan mitra network international roaming sebanyak 245 operator di 144 negara. (ed)

Saturday, November 06, 2004

‘Pengguna Terbesar SLI Dari Telepon Tetap’

Direktur Bisnis dan Jaringan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Abdul Haris Nasution:

Sejak diluncurkan 7 Juni 2004, Telkom International Call (TIC) 007 -- produk sambungan internasional PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), telah menyumbang pendapatan sekitar Rp 270 miliar. Pendapatan per Oktober 2004 itu, menurut Direktur Bisnis dan Jaringan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Abdul Haris Nasution, setara dengan 60% dari target Telkom untuk tahun 2004.
Perebutan kue bisnis sambungan langsung internasional (SLI) diperkirakan berlangsung cukup ketat. Sebagai pendatang baru, TIC 007, harus berhadapan dengan PT Indosat Tbk lewat produknya SLI 001 dan 008.
Perebutan kue SLI yang ditaksir sekitar Rp 2 triliun pada tahun 2004, masih mengandalkan penggunaan dari pelanggan perusahaan.
Guna mencaritahu bagaimana persaingan bisnis SLI, wartawan Investor Daily, Edo Rusyanto, merangkum pernyataan Abdul Haris dari berbagai kesempatan.
Petikannya.

Target pendapatan Telkom dari TIC 007 pada tahun 2004 berapa besar?
Tahun ini kita menargetkan pendapatan TIC 007 sekitar Rp 520 miliar. Hingga Oktober 2004 kita telah membukukan pendapatan sekitar Rp 270 miliar.

Bagaimana komposisi pengguna TIC 007?
Sebagain besar yang memanfaatkan TIC 007 untuk berkomunikasi internasional adalah pengguna pesawat telepon tetap (PSTN) baik korporasi maupun pengguna umum atau masyarakat melalui wartel-wartel. Selebihnya adalah pengguna telepon seluler, seperti dari Telkomsel.

Jika dilihat komposisi wilayahnya, daerah mana pengguna terbesar sambungan internasional Telkom?
Wilayah divisi regional II Telkom, yaitu Jakarta dan sekitarnya, dalam perkiraan kami merupakan wilayah yang menggunakan TIC 007 terbesar. Kami perkirakan dari wilayah ini akan mendapat pemasukan sekitar Rp 133 miliar. Selanjutnya adalah divre V dan divre VII.


Menyinggung kesiapan selama Lebaran, bagaimana upaya Telkom meningkatkan trafik SLI?

Kami mengadakan komunikasi kepada pelanggan Telkom, bahwa kami berterima kasih dan ingin memberikan suatu kemudahan menjelang lebaran dan sesudahnya. Dan ini tentunya agar pelanggan menjadi tahu, dan berkomunikasi melalui fasilitas telekomunikasi yang disediakan Telkom. Nah ini tentunya akan berdampak pada peningkatan trafik, nah perkiraan seperti itu kami sudah melakukan antisipasi dengan meningkatan kapasitas, sehingga pelanggan tidak akan merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan karena waktu tunggu atau panggilannya lebih rendah.
Tapi, kami tetap mempertahankan kualitas, disamping itu kami juga mengantisipasi jika terdapat gangguan-gangguan telekomunikasi dapat segera diatasi. Kami melakukan dalam dua hal secara sistem, yaitu dengan sistem lope atau ring, sehingga apabila salah satu putus, secara otomatis akan mencari alternatif, sehingga sluran telekomuniasi yang dipergunakan pelanggan tidak akan terputus.

Selain itu?
Secara fisik kami akan menempatkan petugas-petugas kami pada saat H-7 dan H+7 di tempat-tempat yang strategis operasional, yang memungkinkan dari lokasi tersebut dapat mengatasi gangguan dan sebagai posko komando untuk penanggulangan gangguan selama 24 jam di titik-titik dimana orang Telkom akan siap menyelesaiakan permasalahan menyangkut ketersediaan fasilitas telekomunikasi.
Setral maupun jaringan sama-sama dioptimalkasn bahkan diperbesar. Untuk jaringan, kami sekarang sedang membangun Jawa. Jaringan Sumatera sekarang sudah fiber optic, kemudian kami juga sudah membangun Kalimatan, Sulawesi. Kami juga membangun Dumai Malaka (Tailand, Indonesia, Singgapura), dan memberik satelit. Ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan meningkatakan jaringan telekomunikasi Indonesia.

Artinya, Telkom sanggup mengantisipasi jika terjadi lonjakan permintaan?
Kendati terjadi lonjakan pada saat Lebaran, dari sisi transmisinya mampu mengatasi lonjakan volume. Karena dalam perencanaan kami, sudah dilakukan antisipasi lonjakan volume 5 hingga 10 tahun kedepan. Jadi kalau hanya meningkatnya volume 1,5 kali dari yang sekarang, ya dapat diatasi.

Menghadapi Lebaran 2004, Telkom memberikan diskon?
Telkom memberikan diskon tarif atas penggunaan layanan TIC 007 baik dari PSTN maupun Flexi sebesar 30%, disitu itu berlaku sejak H-7 hingga H+7 selam 24 jam.
Pemberian diskon untuk penggunaan layanan TIC 007 ini merupakan wujud dari terima kasih untuk para pelanggan atas kepercayaannya kepada Telkom selama ini. Sebagai perusahaan yang dipercaya publik kami ingin selalu meningkatkan kualitas sehingga dapat memberikan apa yang terbaik bagi pelanggan kami.
Selain TIC 007, diskon juga diberikan untuk layanan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) yang menggunakan Flexi. Untuk pengguna SLJJ dari Flexi ke Flexi dan dari Flexi ke PSTN, sejak H-7 hingga H+7 kami diskon 75% dari tarif yang ada bagi pemakaian mulai pukul 20.00 hingga 06.00. *