Tuesday, November 30, 2004

Luthfi dan Gobel Calon Kepala BKPM

Kepala BKPM harus sanggup mengatasi egoisme sektoral yang sudah menjadi penyakit kronis investasi.

JAKARTA – Persaingan memperebutkan kursi kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) cukup seru. Tarik menarik kepentingan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla bakal terjadi. Keduanya memiliki jago masing-masing.

Menurut sumber Investor Daily di BKPM, SBY akan menjagokan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Muhammad Luthfi. Sedangkan Jusuf Kalla berusaha mengegolkan bos Panasonic Group sekaligus pengurus Kadin Rachmat Gobel untuk menggantikan Kepala BKPM Theo F Toemion.

Theo Toemion, yang pekan lalu bertemu empat mata dengan SBY, kepada Investor Daily menyatakan bahwa dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada presiden apakah akan dipilih lagi atau tidak. “Saya diganti atau diteruskan, terserah Pak SBY,” tuturnya di Jakarta, Senin (29/11).

Muhammad Luthfi ketika dikonfirmasi mengaku tidak tahu tentang pencalonan dirinya menjadi kepala BKPM. "Saya nggak tahu. Itu hanya rumor. Hanya omongan orang-orang saja," katanya.

Ia terus terang belum diminta oleh siapa-siapa untuk menjadi kepala BKPM. "Belum pernah dihubungi, " tutur Luthfi, yang selama kampanye presiden kerap terlihat mendampingi SBY.
Saat ditanya apakah bersedia menjadi kepala BKPM jika ditawari oleh presiden, Luthfi yang masuk Tim 11 SBY menyatakan, "Jangan tanya itu deh. No comment. Lebih baik sekarang diam dulu saja. Nanti kalau sudah jelas baru kita bicara."

Rachmat Gobel yang dihubungi melalui telepon selulernya tidak bersedia memberikan jawaban.

Figur yang Kuat
Anggota Komisi VI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Didik J Rachbini menilai, sebagai badan yang diberikan wewenang memberikan pelayanan dan perizinan investasi langsung di Indonesia, BKPM memerlukan sosok pemimpin yang mempunyai figur yang kuat dan berpengalaman.

Sebab, menurut Didik, penghambat utama investasi di Indonesia justru terletak pada persoalan internal, karena melibatkan banyak sektor, departemen, bahkan lintas koordinator kementerian. Egoisme sektoral dan lemahnya koordinasi kerap menjadi penghalang masuknya investor. Untuk itu, kepala BKPM harus sanggup mengatasi egoisme sektoral yang sudah menjadi penyakit kronis tersebut.

“Figur yang memimpin BKPM harus mempunyai konsep komprehensif bagaimana mengembangkan iklim investasi di Indonesia melalui promosi yang jelas dan mekanisme pelayanan yang cepat,” ujar Didik di sela rapat dengar pendapat BKPM dengan Komisi VI DPR, kemarin.

Kendati demikian, Didik menilai, figur yang kuat dan berpengalaman pun belum menjadi jaminan dapat menghilangkan ego sektoral yang saat ini menjadi penghambat peran BKPM dalam pelayanan izin investasi. “Figur memang penting, namun lebih penting lagi adalah penguatan kelembagaan dalam memantapkan fungsi dan peranan BKPM ke depan,”ujarnya.

Didik menekankan, fraksinya akan mendorong terbentuknya kelembagaan BKPM yang tidak hanya berfungsi sebagai lembaga promosi, namun mempunyai kekuatan sebagai lembaga yang mampu mengkoordinasikan sistem pelayanan dan perizinan investasi langsung di Indonesia.
Terkait dengan sosok kepala BKPM pengganti Theo, Wakil Ketua Komisi VI DPR Ade Komaruddin menolak memberikan komentar siapa yang dicalonkan oleh DPR. Ade menyatakan, pemilihan calon kepala BKPM menjadi wewenang presiden sebagai kepala negara yang membawahi lembaga-lembaga teknis nondepartemen. “Kita sama sekali tidak mempunyai wewenang dalam hal ini. Kita hanya akan memberikan dukungan secara substansial fungsi dan peranan lembaga ini,” tandasnya.

Kaji Ulang
Dalam rapat dengan DPR kemarin dipertanyakan seputar rencana presiden yang akan mengkaji ulang keberadaan BKPM. Kepala BKPM Theo Toemion menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada pemerintah.

Kendati demikian, Theo menekankan, pemerintah harus tetap memberikan perhatian serius terhadap permasalahan investasi. Dia juga berpendapat, pemerintahan SBY dan kabinetnya diharapkan dapat menghilangkan arogansi sektoral di lingkungan internal pemerintah.

Theo khawatir, belum harmonisnya hubungan di antara departemen teknis maupun hubungan antara pusat dan daerah akan menjadi faktor pengganjal pulihnya iklim investasi di Indonesia.

Tentang program 100 hari, Theo menjelaskan, rencana strategis yang telah dilakukan BKPM adalah melaksanakan deregulasi perizinan penanaman modal dengan menyederhanakan sistem dan prosedur pelayanan. Hal itu dilakukan melalui penerbitan keppres tentang pemberian insentif perpajakan untuk bidang usaha tertentu dan daerah tertentu, sebagai tindak lanjut UU Pajak Penghasilan. Pihaknya juga akan mempercepat penerbitan Daftar Negatif Investasi (DNI) baru sebagai pengganti DNI lama yang ditetapkan dalam Keppres No.96/2000 dan No.118/2000.

Selain itu, menurut Theo, BKPM berniat mempercepat finalisasi RUU Pasar Modal di tingkat eksekutif agar dapat segera disampaikan ke DPR. Draf RUU Pasar Modal ini sudah disiapkan selama sembilan tahun dan telah terjadi revisi berkali-kali. Program lainnya adalah meningkatkan pelayanan serta kemudahan penerbitan Izin Usaha Tetap (IUT) proyek-proyek penanaman modal yang telah berproduksi komersial sampai dengan Desember 2004. (ryf/ed)


0 Comments:

Post a Comment

<< Home