Saturday, November 27, 2004

2005, Nilai Bisnis SLI Bertumbuh 20%

Jakarta – Kue bisnis sambungan langsung internasional (SLI) tahun 2005 diperkirakan meningkat 20% dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp 2,5 triliun.
“Itu karena makin banyaknya mobilitas manusia akibat pertumbuhan perekonomian. Selain itu karena makin bertambah banyak pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri,” tutur Heru Sutadi, pengamat telekomunikasi, di Jakarta, Jumat (26/11).
Dari pangsa pasar tersebut, kata Heru, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) bias saja menguasai pangsa pasar sekitar 51%. “Tahun ini Telkom mentargetkan menguasai 25 persen. Itu realistis dan dapat tercapai meski baru meluncurkan Telkom 007 pada Juni 2004,” kata dia.
Ia menambahkan, siapa pemenang dalam persaingan bisnis SLI – antara PT Indosat Tbk dengan Telkom, sangat ditentukan oleh tarif yang ditawarkan, kemampuan jaringan telekomunikasi dan jaringan bisnis. “Konsumen Indonesia lebih cenderung karena faktor tarif. Jadi, siapapun yang memenangkan persaingan, paling tinggi hanya menguasai 60 persen pangsa pasar,” tutur Heru.
Indosat dengan kode SLI 001 dan 008, kata Heru, akan mendapat persaingan yang ketat dari Telkom International Call (TIC) 007. “Telkom menguasai jaringan fisik dan jaringan bisnis melalui wartel-wartel,” jelasnya.
Sebagai pemain tunggal – sebelum era duopoli, sepanjang tiga tahun terakhir, pendapatan SLI Indosat terus mengalami penurunan. Jika pada tahun 2001 pendapatan SLI Indosat masih mencapai Rp 2,15 triliun, setahun kemudian turun menjadi Rp 2,13 triliun. Tahun 2003, turun 15,4% menjadi Rp 1,8 triliun.

Persaingan Tidak Fair
Heru menyoroti persaingan bisnis SLI di Tanah Air yang tergolong kurang fair. “Saya melihat di beberapa daerah masih ada pemblokiran. Dan pemblokiran menjadi ‘sah’ karena Telkom memenangi gugatan di Pengadilan Negeri Bandung,” kata Heru.
Menurut dia, keputusan PN Bandung dapat menjadi ‘dasar’ Telkom melakukan normally close, yakni hanya membuka akses 007 di setiap wartel yang memiliki kerjasama dengan BUMN tersebut.
Heru sebelumnya menyatakan, pernyelesaian pemasalahan persaingan tidak sehat di bidang industri telekomunikasi termasuk diantaranya kasus blocking SLI ini harus diselesaikan secara tuntas. Sebab, hal itu, dinilai dapat menentukan arah ke depan industri ini. Bahkan, menurut Heru melihat selain KPPU, semestinya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) juga ikut berperan aktif dalam memecahkan kasus blocking SLI tersebut. Sebab, BRTI selaku lembaga pengawas memang harus bertanggung jawab atas kondisi iklim persaingan industri telekomunikasi.
Kasus blocking SLI yang kini akan bergulir hingga ke MA ini, berawal dari laporan ke KPPU tentang adanya dugaan persaingan tidak sehat dalam bisnis SLI. Setelah melakukan pemeriksaan lembaga ini membacakan keputusannya pada pertengahan Agustus 2004. Kemudian, Telkom mengajukan gugatan keberatan atas keputusan KPPU dan membawa ke PN Bandung. (ed)









0 Comments:

Post a Comment

<< Home