Monday, August 30, 2004

Negosiasi Pembelian Gas PGN-Santos Berlangsung Alot

Perjanjian jual beli gas antara Kodeco dan Santos kemungkinan tidak bersama-sama. PGN berharap Santos mengubah tuntutannya.


Jakarta – Negosiasi pembelian gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan Santos (Australia) dikabarkan berlangsung alot. Sedangkan negosiasi dengan Kodeco (Korea) relatif lebih lancar dan dalam waktu dekat segera ditandatangani perjanjian jual beli gas (Gas Sales Agreement/ GSA).
“Ada beberapa usulan dari Santos yang belum dapat kita sepakati. Usulan tersebut bahkan tidak ada dalam perjanjian jual beli dengan Conoco beberapa waktu lalu,” tukas Direktur Utama PGN, WMP Simandjuntak, kepada Investor Daily, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Ia tidak merinci apa yang diminta oleh Santos. Namun, sumber Investor Daily, menyebutkan bahwa salah satu yang diminta Santos adalah soal kepastian investasi yang telah ditanamnya di Indonesia.
Sebelumnya Simanjuntak mengatakan, kontrak dengan Santos akan mencapai sebesar 100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk jangka waktu 8 tahun, dan Kodeco sebanyak 50 MMSCFD untuk jangka waktu 10 tahun.
Nilai kedua kontrak yang rencananya ditandatangani bersama-sama itu mencapai sekitar US$ 1,2 miliar.
Simandjuntak menjelaskan, perjanjian jual beli dengan Kodeco kemungkinan besar dapat ditandatangani pada awal September 2004. Sedangkan dengan Santos, kemungkinan tidak dapat dilakukan dalam waktu segera.
Sebelumnya, pada 9 Agustus lalu, PGN telah menandatangani GSA dengan Conocophilip. Gas bumi yang dibeli PGN berasal dari Lapangan gas Corridor Block (Sumatera Selatan) sebesar 2,3 triliun kaki kubik dengan nilai US$ 4,3 miliar atau setara dengan Rp39 triliun untuk jangka waktu 17 tahun.
Menurut Simandjuntak, gas bumi yang dibeli PGN pada gate Corridor Block tersebut sebagian besar akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan gas bumi bagi pelanggan industri di Jawa bagian Barat dengan landed cost di Muara Tawar sebesar +/- USD 2,80 /mmbtu dan di Tegal Gede sebesar +/- USD 2,90 /mmbtu. Pasokan ini akan mulai dialirkan pada awal tahun 2007 dengan volume dimulai sebesar 170 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dan secara bertahap akan mencapai 400 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau setara dengan 2,7 juta kilo liter LNG pertahun atau sama dengan kapasitas 1 (satu) kilang LNG.

Tender Pipa Gas
Simandjuntak menegaskan, tender pembangunan jaringan pipa transmisi Pagardewa-Cilegon fase I akan dimulai pada Oktober mendatang. “Paling telat pemenangnya akan kita umumkan pada Februari 2005,” katanya.
Sedangkan untuk fase II, sambung dia, tender pipanya akan dilakukan pada Nopember atau Desember 2004. “Sekarang sedang prakualifikasi kontraktor. Diharapkan pada Maret 2005 sudah dapat diumumkan siapa pemenang tender,” tutur Simandjuntak.
Saat ini PGN memiliki tiga proyek besar . Pertama, adalah pembangunan jaringan pipa transmisi gas Pagardewa-Labuhan Maringgai-Cilegon sepanjang 370 km, yang juga mencakup pembangunan pipa bawah laut di Selat Sunda, serta Cilegon-Cimanggis sepanjang 129 km akan menelan biaya US$ 495 juta, yang sebagian besar atau US$ 415 juta didanai melalui pinjaman lunak JBIC.
Kedua, pembangunan jaringan pipa transmisi Grissik-Pagardewa-Labuhan Maringgai (looping)-Muara Karang dan Muara Tawar (Jakarta-Bekasi), seluruhnya sepanjang 644 km yang jalur lintasannya berdempetan dengan jaringan pipa Pagardewa-Cilegon, akan menghabiskan dana investasi sekitar US$ 506 juta.
Proyek ketiga, jaringan pipa transmisi gas Duri-Dumai (Riau) sampai ke Medan sepanjang 400 km akan menghabiskan dana sekitar US$ 285 juta.
Apabila rampung sesuai jadwal tahun 2006, maka jaringan pipa transmisi Pagardewa-Cilegon-Cimanggis akan menyalurkan gas sebesar 250 mmscfd yang berasal dari ladang gas Pertamina Sumatera Selatan untuk memenuhi kebutuhan gas bagi industri menengah, kecil, dan komersial di daerah Banten, Jawa Barat. (ed)






Semester I/2004 : Indosat Diperkirakan Raih Rp 3,5 Triliun Dari Seluler

Sepanjang 2004 Indosat terus memperkuat sinyal di daerah yang sudah ter-cover. Dari US$ 500 juta Capex yang disediakan, telah direalisasikan 40%.


Jakarta – Pendapatan seluler PT Indonesian Satellite Corporation Tbk (Indosat) sepanjang semester I/2004 diperkirakan mencapai Rp 3 hingga Rp 3,5 triliun. Angka itu separuh dari target perseroan tahun 2004.
“Seluler menjadi pendapatan utama Indosat. Jika melihat pendapatan sepanjang kuartal pertama 2004, peluang kenaikan pendapatan seluler Indosat mungkin-mungkin saja,” tutur analis Rifanfinancindo Securities, Haryajid Ramelan, kemarin (29/8), kepada Investor Daily, di Jakarta.
Ia menilai, produk-produk seluler yang dikeluarkan Indosat memungkinkan terjadinya peningkatan pendapatan.
Terpisah, Hasnul Suhaimi, direktur pemasaran seluler Indosat yang dikonfirmasi soal pendapatan seluler hingga semester I/2004 tidak bersedia menjelaskan. “Tunggulah, dua minggu lagi kita akan realease,” katanya, akhir pekan, di Jakarta.
Namun, ia menegaskan, tahun 2005 Indosat mematok target kenaikan revenue seluler sekitar 25% dibandingkan tahun 2004.
Hasnul menjelaskan, hingga 21 Agustus 2004, jumlah pelanggan seluler Indosat telah mencapai 8,6 juta. Jumlah tersebut telah mendekati target total pelanggan Indosat tahun 2004 yang diperkirakan mencapai 9 juta pelanggan. “Pelanggan Indosat, 60% ada di pulau Jawa. Dari 8,6 juta sekitar 95% pelanggan pra bayar,” jelas dia.
Dari 8,6 juta pelanggan Indosat, terang Hasnul, sebanyak 1,63 juta adalah pelanggan IM3 smart, 6,51 juta pelanggan mentari, 421 ribu pelanggan matrix dan bright 40 ribu. “Bright sekarang kita tidak jual lagi karena bright itu pasca bayar yang seimbang sama matrix. Pasca bayar itu pelayanannya agak susah. Back office-nya banyak harus ada yang urus penagihan, pembayaran dan aktivasi. Daripada dua tapi mirip, akhirnya kita jualan matrix aja. Dalam waktu dekat semuanya kita akan pindahkan ke matrix,” tutur dia.
Ia menjelaskan, tahun ini total pelanggan seluler di Indonesia akan mencapai 28-29 juta pengguna. Tahun 2005, bisa meningkat lagi menjadi sekitar 36-37 juta. “Target market share kita tahun ini 31-33%. Katakanlah tahun ini 9 juta, tahun depan sekitar 12 juta,” ungkap Hasnul.
“Strategi kita begini. Kita kan sudah bangun jaringan seluruh Indonesia dengan 3.000 lebih BTS. Satu kecamatan ada yang 7 BTS. Hampir seluruh kecamatan sudah kita rambah. Coverage kita relatif sudah bagus seluruh Indonesia. Ada beberapa daerah yang relatif tidak begitu kuat. Tapi relatif sangat baik. Strategi kita kedepan adalah, semua daerah yang ada coverage-nya, sinyal kita harus kuat. Untuk itu kualitas jaringan. Sinyal kuat indosat,” tambah Hasnul.

Capex 2004
Menurut Hasnul, Indosat telah merealisasikan sekitar 30% hingga 40% capital expenditure (Capex) tahun 2004 Indosat. Tahun ini Indosat menyediakan capex sekitar US$ 650- US$ 700 juta, sekitar US$ 500 juta disediakan untuk pengembangan bisnis seluler. “Dari US$ 500 juta sudah sekitar 30-40% sudah jalan. Dalam tiga bulan terakhir akan terealisir semua,” katanya, seraya menambahkan, tahun 2005, jika pasarnya kuat, capex untuk seluler akan ditambah.
Sebagian besar capex seluler digunakan untuk meningkatkan kualitas jaringan. Karena untuk investasi dicari dulu tanah (untuk pemasangan BTS), ijin sewa tanah, baru kemudian bangun tower dan memasang peralatan.
“ Pemasangan itu dalam tiga bulan terakhir. Perkiraan saya sampai akhir November 2004, sinyal di Jakarta sudah the best jaringan kita. Sinyal kuat,” tukas Hasnul.
Ia mengaku, saat ini semua kabupaten sudah ter-cover sinyal Indosat. Sekarang sedang merambah ke kecamatan-kecamatan. “Dimulai dari kecamatan yang besar-besar dulu. Tapi tidak semua kecamatan, tidak cukup budget kita,” katanya.
Ia menjelaskan, satu kabupaten minimum 1 BTS. Ada beberapa tempat yang satu kabupaten 7 BTS. “Satu BTS minimum 1.000 pelanggan. Rata-rata 1 BTS sebanyak 3000 pelanggan.”
Tahun ini, kata dia, prioritas penguatan jaringan adalah di pulau Jawa mencakup Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Bali. “Tahun 2005, luar Jawa yakni Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi,” jelasnya.
Menyinggung jumlah penggunaan pulsa tiap pelanggan (ARPU), Hasnul mengatakan, “Kita rata-rata tahun 2003 sebesar Rp 106 ribu, tahun ini diperkirakan turun sekitar 10%. Harapan kita menjadi sekitar RP 90-95 ribu tahun 2004.” (ed)

Friday, August 20, 2004

Sektor Properti Bangkit, BNR Lanjutkan Pembangunan 80 Unit Vila Mewah di Tanah Lot

Sama halnya dengan di Jakarta, bisnis properti di Bali mulai bangkit kembali. Iklim bisnis yang sempat terhenti karena serentetan peristiwa seperti krisis moneter, bom Bali dan terakhir wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), tak pelak ikut mematikan bisnis properti di Pulau dengan seribu Pura ini.
Kini, saatnya untuk pulih dari keterpurukan. Para pengembang mulai melanjutkan proyeknya yang sempat terhenti. Hal itu pun dilakukan PT Bakrie Nirwana Resort (BNR). Perusahaan yang memfokuskan usahanya pada pembangunan dan pengelolaan tempat peristirahatan di kawasan Tanah Lot, Nirwana Bali Resort (NBR) ini meneruskan pembangunan vila-vila yang tersisa, yakni 80 vila mewah di kawasan yang sama.
Hal tersebut diungkapkan Hiramsyah S. Thaib, President Director & CEO Bakrie Nirwana Resort, kepada wartawan Investor Daily, Edo Rusyanto dan Titi Kusrini di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Bagaimana situasi bisnis di Bali sekarang ini?

Bisnis di Bali saat ini sudah mulai bangkit kembali, sejak terpuruk akibat rentetan peristiwa seperti kirisis moneter, bom Bali dan terakhir SARS. Kini tampaknya sudah mulai pulih. Hal itu saya lihat dari penuhnya hotel kami, Le Meridien di Bali, terutama kegiatan meeting. Selain itu kegiatan golf yang memang produk unggulan kami di Bali kini makin banyak diminati.

Sebagai pengembang apakah ada rencana untuk mengembangkan properti baru?

Di bidang properti kami memiliki proyek yang sebenarnya sudah dijalankan sebelum krisis moneter terjadi. Kita punya vila-vila besar dengan ukuran 600 - 800 meter persegi, dengan harga jual berkisar US$400 ribu-US$500 ribu, saat itu (Akhir tahun 1996-an, red).
Vila yang kami bangun berbentuk bungalow dengan dua lantai, dilengkapi dengan Balai Bengong, yang memang sangat disukai oleh pembeli kita yang sebagian besar adalah orang asing.
Balai Bengong ini biasanya dipakai untuk menikmati matahari tenggelam (sunset). Sehingga bangunan ini menjadi keunggulan vila-vila kami yang memiliki dua view yakni lapangan golf atau pantai.
Sebelum krisis, yakni akhir tahun 1996, kapling plus vila kita terjual sekitar 30 an vila. Sisanya ini yang akan kita kembangkan lagi, kalau nggak akhir tahun ini atau awal tahun depan. Karena properti, terutama di Bali, bangkit kembali dan orang asing mulai mau membeli lagi, terutama vila dengan bentuk bungalow.

Untuk properti di Bali, orang asing lebih suka menyewa atau membeli?

Belakangan ini, turis asing lebih suka membeli properti di Bali. Untuk pembelian properti orang asing bisa menggunakan fasilitas long leas atau sewa jangka panjang, tapi bisa juga membeli dengan memakai nama dari PT lokal atau account lokal. Banyak yang meminjam nama orang Indonesia. Dan minat orang asing banyak, sebelum bom Bali pun sudah mulai bagus, dan sekarang sudah mulai bangkit lagi.
Kadang-kadang ada turis yang memutuskan untuk tinggal di Bali hingga kurun waktu 8 bulan berturut-turut. Jika seperti ini kan lebih baik membeli. Dan dua tahun lalu, kita memecahkan rekor turis terlama yang tinggal di hotel kita, orang Swedia yang menghabiskan waktu selama 8 bulan di sana.


Apakah ada semacam tren baru orang lebih suka tinggal di Bali?

Ya, sekarang itu banyak orang-orang asing yang lebih suka membeli rumah atau vila sebagai tempat tinggal. Bahkan menjadi sebuah tren, mereka mempunyai pekerjaan di Jakarta, tapi tinggal di Bali. Jadi hari Selasa hingga Kamis di Jakarta, sisanya dia ada di Bali.
Sebelumnya, yakni pada saat terjadi kerusuhan, banyak orang asing yang pulang atau memilih tinggal di Singapura, namun tren itu kemudian bergeser, mereka lebih memilih Bali sebagai tempat tinggal. Karena mereka mempunyai pertimbangan bahwa Bali ternyata lebih aman.
Dari 30 unit yang sudah terjual, sekarang ini ada sekitar 5 - 6 orang yang memiliki pola demikian. Sebagian juga ada yang sudah kembali ke negara asalnya seperti Australia. Tapi sebagian ada yang masih bolak-balik.
Sedangkan turis asal Amerika, biasanya mereka datang pada saat musim dingin disana. Tinggal selama 3 - 4 bulan di Bali, kemudian balik lagi ke Amerika.

Kembali ke pembangunan vila, berapa unit yang akan dijual, dan siapa yang menjadi target marketnya?

Unit yang akan dijual adalah sisa unit yang belum selesai dibangun pada saat krisis terjadi, yakni masih ada 80 an unit. Sekarang masih dalam masa persiapan. Semua unit yang ada mempunyai view lapangan golf atau pantai laut di Tanah Lot. Jadi lokasi vila ini ada diantara lapangan golf dan laut.
Harapan kita, dua tahun setelah pemasaran, akan bisa habis paling lambat dua tahun. Karena ini kita juga belum tahu market kita di Indonesia. Tapi ada kemungkinan kita tawarkan juga ke luar negeri. Sebab dari 30 unit yang terjual 70% orang asing, yakni dari Amerika, Singapura, dan Hongkong.

Di rate berapa harga jual yang akan ditawarkan?

Harga jual sekarang belum pasti. Ancer-ancernya antara 2 - 3 miliar. Tapi itu belum pasti. Dan kita optimis, Bali itu luar biasa. Orang Indonesia saja mau beli. Misalkan orang Jakarta yang beli rumah di Bali, itu mereka yang dua - tiga bulan sekali pergi ke Bali.


Apakah ada investasi baru yang ditanamkan?

Untuk investasi baru tidak ada, karena praktis sekarang ini kita hanya jualan gambar. Kita sudah ada tanah, juga tiga alternatif desain yang ditawarkan, orang tinggal milih mana yang dia suka. Kemudian mereka memberikan down payment biasanya 20% dari harga, kemudian kita mulai membangun apa yang dipilih oleh pembeli. Selain gambar kita juga memiliki show unit, orang bisa melihat dulu kesana sebelum membeli.

Sekarang ini unit apa yang paling diminati di Nirwana Bali Resort?

Yang paling ramai sekarang ini adalah hotel, Le Meridien Nirwana Golf & Spa Resort. Hampir semua paket yang kami tawarkan banyak diminati. Terutama paket meeting. Pada mulanya, kebanyakan kaum ekspatriat yang memanfaatkan fasilitas meeting di tempat kami. Karena beda dengan orang Indonesia yang lebih menyukai keramaian, orang asing lebih menyukai kegiatan-kegiatan di tempat yang relatif sepi.
Namun sekarang ini orang Indonesia pun banyak yang suka mengadakan kegiatan di tempat kami. Apalagi untuk meeting, alasannya, jika meeting di tempat kami orang tidak akan kabur-kaburan. Karena di lokasi semua fasilitas tersedia lengkap.
Apalagi sekarang ini sudah ada jalan tembus dari bandara Ngurah Rai yang langsung menuju ke tempat kita, dan ditempuh paling lama 30 menit, tanpa ada macet di jalanan karena tidak melalui Kuta.

Berapa tingkat hunian hotelnya?

Dari 276 kamar yang ada, semestaer satu 2004 ini awalnya memang rendah yakni hanya 50 % - 60 %, namun begitu menginjak bulan Juli hingga sekarang rata-rata hunian mencapai 100 %. Tanah Lot memang menjadi tempat nomor 2 setelah Kuta di Bali sebagai tempat yang paling banyak dikunjungi wisatawan.

Berapa pendapatan yang diperoleh BNR hingga Semester I/2004 ini?

Semester satu tahun ini lebih bagus dari tahun 2003. Sebelum bom Bali yakni tahun 2002 kita mencapai pendapatan tertinggi sebesar 100 miliar, namun pada tahun 2003 angka itu turun hingga hanya mencapai 70 miliar saja. Memang semester ini pendapatan kami belum melampaui pendapatan tahun 2002, namun sudah lebih besar dari tahun 2003.
Sedangkan untuk tahun 2005, kami optimis pendapatan akan naik bahkan lebih bagus dari tahun 2002. mengingat industri pariwisata dan properti di Bali sudah mulai bangkit kembali.

Fasilitas apalagi yang telah direncanakan untuk dibangun di kawasan tersebut?

Kita akan membangun sebuah clubhouse kecil, untuk melangkapi vila-vila yang ada. Karena bagaimanapun juga para penghuni vila akan membutuhkan tempat itu sebagai ajang sosialisasi antar warga. Investasi untuk membangun clubhouse ini juga tidak terlalu besar.
Selain itu, untuk melengkapi unit residensial di kawasan seluas 100 hektare itu, kami akan membuat sebuah apartemen 4 lantai. Karena di Bali ada peraturan adat, tidak boleh membangun gedung lebih tinggi daripada pohon kelapa.
Dari lahan 100 hektare tadi, 12 hektare adalah untuk hotel, 60 hektare untuk lapangan golf, dan sisanya merupakan landbank yang akan kami kembangkan, dimana terdapat vila-vila yang sedang kami rampungkan pembangunannya.·

Thursday, August 19, 2004

Widya Purnama: Memimpin dengan Integritas dan Kejujuran

Keluarkan perintah harian yang berisi keinginan dan harapan untuk membangun semangat, kekompakan, disiplin, kejujuran, transparansi, akuntabilitas, kerjasama yang baik dan sejajar antara Pertamina dengan perusahaan migas di seluruh dunia.


RUMAH di sebuah komplek perumahan di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat itu tampak asri saat disambangi Investor Daily, Minggu (15/8) sore lalu. Berhadapan langsung dengan sebuah bangunan sekolah dasar, tempat tinggal dua lantai bercat krem itu terasa megah tak sebanding dengan beberapa rumah diseputarnya. Lima kendaraan tampak diparkir di garasi rumah tersebut. Dua di antaranya yang terlihat adalah Mercedes Benz hitam metalik B888JR dan Toyota Kijang warna perak. Sementara tiga kendaraan lain tak diketahui jenisnya karena diselimuti car cover.

Di ruang tamu yang berukuran 4 X 7 meter, seorang ibu muda berkerudung dan berwajah manis berbincang dengan dua tamu pria. Salah seorang di antaranya tampak menggamit map di tangan kanannya. Belakangan diketahui wanita tersebut adalah Ny Sri Hetty Indiyah, isteri direktur utama PT Pertamina (persero), Widya Purnama.

Saat itu Ny Sri tengah berbincang dengan pengurus rukun warga setempat seraya mendiskusikan rencana kegiatan memeringati Hari Kemerdekaan RI. Maklum, setiap Agustus, di tempat itu kerap digelar beragam kegiatan hiburan yang melibatkan masyarakat setempat. Selang beberapa menit, kedua tamu itu undur diri.

Sebentar kemudian, Widya Purnama, pemilik rumah, mendatangi Investor Daily di ruang tamu rumahnya. Ia mengenakan kaos biru muda berkerah bersimbol buaya di dada kiri dipadu celana panjang hitam dan sandal putih yang didepannya bertuliskan salah satu hotel bintang lima di Jakarta.

Sesaat berikutnya, Widya menjatuhkan pantatnya pada sofa kulit warna cokelat tua. Ia duduk di bawah gambar lukisan ganesha yang menempel di dinding. Persis di sudut kanan lelaki kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 26 Juli 1954, diletakkan Al Quran berukuran 35 X 25 cm. Kitab suci umat Islam berwarna merah itu disimpan pada sebuah meja sudut berbahan kayu jati.

Rona sarjana teknik dari Institut Teknologi 10 November Surabaya itu tampak cerah. Apakah itu lantaran dia telah menjadi orang nomor satu di perusahaan migas terbesar di Tanah Air itu? Entahlah. Yang terang, sejak dilantik menjadi direktur utama PT Pertamina, Rabu (11/8) lalu oleh Roes Aryawijaya, deputi Menteri BUMN bidang usaha pertambangan, industri strategis, energi dan telekomunikasi, kesibukan pria yang saat ini masih menjabat dirut PT Indosat itu makin banyak. “Saya harus memimpin rapat internal seluruh karyawan, juga dipanggil ke sana ke mari,” ujarnya.

Kepada Investor Daily, Widya berjanji, dalam 100 hari pertama memimpin Pertamina, dirinya akan mewujudkan perbaikan di tubuh perusahaan pelat merah itu. Jika tidak, ia akan mundur. Ia juga berjanji akan melawan mafia minyak dan menjaga agar Pertamina tidak "diobok-obok" lagi oleh oknum tertentu serta akan menjadikan Pertamina sebagai perusahaan minyak dan gas nomor satu di kawasan Asia Tenggara, mengalahkan Petronas, Malaysia.

Tak hanya itu, Widya juga menegaskan akan membuat perubahan budaya perusahaan di Pertamina sehingga menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Dia tak akan main-main dalam janjinya, dan akan mengajak serikat pekerja bersama-sama 23.000 karyawan membangun Pertamina.

”Prioritas utama direksi Pertamina adalah melancarkan distribusi pasokan BBM di dalam negeri. Pertamina harus menjamin masyarakat bisa mendapatkan BBM dengan mudah sehingga kalau ada oknum Pertamina yang terlibat dalam penyelewengan distribusi BBM, harus segera dipecat,” ujarnya.

Dia mengakui memang sulit mengamankan pendistribusian BBM kalau masih ada penyelewengan. "Jadi, kalau ada yang menyelewengkan BBM sebaiknya ditembak saja, kalau memang sulit untuk ditangkap," tegas Widya.

Ia juga berjanji akan memimpin Pertamina sepenuh hati lantaran dirinya tak punya konflik dan kepentingan apa pun kecuali membesarkan Pertamina. Ia juga menampik tudingan bahwa dirinya akan menjual Pertamina pada pihak asing.

“Tuduhan itu jahat betul. Kayak siapa saja. Tulis, Pertamina tidak akan dijual! Kalau saya ditekan-tekan, misalnya oleh Pak Laksamana, misalnya, saya tolak. Selama saya memimpin, Pertamina tidak akan saya jual. Kalau ditekan, saya tolak. Konsekuensinya memang diberhentiin. Selesai. Nggak masalah. Kalau jalan terus (dijual,red), saya tidak ada lagi di Pertamina,” ujarnya.

Bagi Widya, jabatan dirut Pertamina adalah amanah kerja sekaligus ibadah. Katanya, amanah itu merupakan kehormatan yang ada di kepala. “Karena ada kepala saya harus junjung-tinggi-tinggi. Kalau kepalanya hilang kan berarti mati. Jadi, saya akan mati-matian mesti lari, udah samain dalam 100 hari langkahnya, baru kita sprint,” ujarnya.

Ia juga tak menampik langkahnya yang drastis itu akan menimbulkan resistensi. Maklum, selama ini tidak sedikit orang Pertamina yang berupaya mempertahankan status quo karena menikmati duit yang banyak dan tidak mau direnggut praktik culasnya.

“Saya tak takut dengan itu. Masih banyak karyawan Pertamina yang bersih. Kemarin saya bilang sama Pak Alfred (direktur keuangan, red). You harus jaga uang Pertamina. Kalau nggak bisa, saya berhentiin. Memang saya nggak bisa pecat, tapi saya bisa berhentiin. You nggak bisa neken. Semua orang finance department langsung lapor ke saya, di dalam itu saya komandannya. Saya komandan bisa mengatur wewenang itu. Siapa pun direksi. Kalau saya salah, silakan saja diganti. Alhamdulillah, direksi seluruhnya men-support saya. Jangan bikin susah Pertamina,” katanya.

Ia punya alasan soal itu. Widya mengaku sedih dengan kondisi terakhir yang terjadi di tubuh institusi itu. Dari segi finansial, misalnya, ia mengaku sedih mendapat kabar dari bagian keuangan, laba bersih Pertamina cuma satu persen. “Aduh, kasihan bener. Petronas saja bisa sampe 46%,” ujarnya. Karena itu, Widya bertekad melakukan restrukturisasi dan reogrganisasi. “Tapi itu harus pelan-pelan. Nggak bisa seperti membalik telapak tangan.”

Tekad itu diwujudkan Widya dengan mengeluarkan perintah harian yang dikeluarkan Senin lalu. Diawali dengan pemampangan baliho berukuran raksasa bertuliskan “Bangkitlah Pertamina”, perintah harian yang dibuat bos Pertamina itu, antara lain berisi keinginan dan harapan untuk membangun semangat, kekompakan, disiplin, kejujuran, transparansi, akuntabilitas, kerjasama yang baik dan sejajar antara Pertamina dengan perusahaan migas di seluruh dunia.

“Mudah-mudahan dengan delapan perintah harian itu, sedikit demi sedikit ada perubahan pada Pertamina sehingga pada empat hingga lima tahun ke depan bisa bersaing dengan perusahaan migas lain, termasuk Petronas. Tentu saja itu saya harus memberi contoh yang baik pada seluruh karyawan. Misalnya dengan disiplin, integritas dan kejujuran,” ujarnya. (dudi rahman/edo rusyanto)


===BOKS==

Bahagia Bersama Keluarga

JABATAN dirut Pertamina mungkin akan mengurangi waktu luang mantan direktur PT Electronic Data Indonesia (EDI) itu. Keseharian kerja di perusahaan migas nomor wahid di Indonesia itu akan menyita waktunya bersama keluarga. Padahal, setiap hari, Widya bersama isteri, selalu menyempatkan waktu diri untuk dekat dengan kedua puterinya, Annisa dan Auliana Purnama.

Pulang kerja, kata Widya, dia dan isterinya kerap berlama-lama dengan Annisa dan Auliana di tempat tidur. Saling bercengkrama. Apa saja dibicarakan, termasuk main tebak-tebakan. Sayang, kebahagiaan itu tak bisa dirasakan oleh Batara Indra. Maklum, anak pertama Widya itu tengah melanjutkan studi pada program technical engineering pada sebuah universitas di Singapura. Saat liburan saja Batara bisa pulang ke Jakarta.

Widya mengaku, keluarga adalah segalanya. Tak heran, dalam kesehariannya ia mendidik anaknya dengan keras tapi demokratis. Untuk urusan akhirat, dua hari dalam sepekan, ia memanggil seorang ustadz menyambangi rumahnya, mengajarkan baca-tulis Al Quran. Makanya, “Anak saya pun, alhamdulillah, pinter-pinter,” ujarnya. Buktinya, Batara. Studi S1-nya di negeri jiran itu atas beasiswa yang dicarinya sendiri.

Awalnya, Widya minta pada Batara mengambil program biotechnology. “Saya tadinya sih bilang sama dia. Kalau kamu mau mengabdi bagi bangsa ini, ambillah biotechnology, khususnya pangan bukan yang human. Karena dari situ, kamu bisa menolong para petani-petani kita bisa lebih maju,” ujarnya beralasan. Meski begitu, ia pun tak bisa memaksa sang putera yang dinilainya cerdas itu menuruti keinginan orang tuanya.

Akan halnya urusan refreshing, Widya juga tak luput dari perhatian. Sekali tiap pekan, pada hari Sabtu, ia membawa seluruh anggota keluarganya. “Kalau tidak nyari makan di Kelapa Gading, ya, shopping ke Plaza Senayan,” ujar lelaki penggemar golf yang ber-handicap 18, ini. Untuk urusan makanan, Widya tak ada masalah. “Makanan apa pun, mau bakso, nasi goreng atau tepannyaki, saya bisa makan.”

Sebagai muslim yang ta’at, Widya tak alpa ibadah. Ia pun berupaya menjalankan syariat Islam. Urusan shalat lima waktu tak boleh alpa dalam hidupnya. Demikian pun zakat.

Untuk urusan zakat, Widya punya cara praktis. Tiap bulan dia memotong dua setengah persen dari penghasilan sebulan untuk zakat. Sisanya baru diserahkan pada isterinya.

“Zakat itu paling penting. Dapat apa pun, harus dipotong sebesar dua setengah persen. Besarnya memang tak seberapa, kalau gaji dirut Pertamina Rp 140 juta, ya sekitar Rp 3,5 juta per bulan,” ujarnya seraya menjelaskan pola semacam itu pernah dilakukan saat dirinya memimpin PT EDI. “Tadinya mau diterapkan di Indosat, tapi belum jalan-jalan. Kalau di EDI itu gampang karena karyawannya cuma 70 orang.” (dr/ed)

Friday, August 13, 2004

‘Heroisme di Pertamina’

PT Pertamina (Persero) memiliki sejarah panjang. Nuansa heroik terasa kental sejak penjajahan Belanda, pendudukan Jepang hingga agresi militer Belanda. Kehadiran militer (tentara) dalam pengelolaan perusahaan minyak menjadi akrab. Jika kita buka catatan sejarah, heroisme tentara dan karyawan perminyakan bisa terlihat antara lain pada pengelolaan sumber minyak di Cepu, Jawa Tengah. Bulletin Warta Pertamina, edisi No. 12/THN XXXVIII/DESEMBER 2003 menyebutkan,
akibat pemberontakan PKI tahun 1948, kilang Cepu memerlukan pembenahan dan perbaikan peralatan. Tetapi Perusahaan Tambang Minyak Negara (PTMN) Cepu pada waktu itu kesulitan keuangan. Akhirnya kilang Cepu dibumihanguskan. Karyawan perminyakan dan tentara RI bergabung mempertahankan daerah perminyakan Ledok, Nglobo, dan Semanggi sehingga Belanda tidak berhasil merebut daerah ini.
Keberadaan PTMN Cepu cukup berarti. PTMN Cepu adalah salah satu perusahaan yang dapat membantu Pemerintah dalam hal BBM yang banyak sekali manfaatnya bagi Angkatan Perang. Manfaat PTMN ini diakui delegasi Pemerintah RI pada perundingan dengan Belanda di Kaliurang, Yogyakarta.
Kemudian, semenjak PTMN dinonaktifan 25 Agustus 1949 dan berlaku surut 19 Desember 1948, Cepu Barat dikuasai Komando Daerah Militer Blora sampai dengan 1951 dan lalu dikuasai oleh Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMRI).
Peranan militer dalam pengelolaan bahan bakar minyak (BBM) terasa guna mengamankan pasokan, menghadapi serangan militer asing saat penjajahan Belanda maupun Jepang. Paling menonjol adalah saat urusan perusahaan tambang minyak Sumatera Utara (TMSU) diserahkan kepada KASAD. Di zaman PM Ir. H. Juanda, 22 Juli 1957, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Ir. Inkiriwang menyerahkan kekuasaan mengenai TMSU kepada KASAD Jenderal AH. Nasution. Setelah TMSU diserahkan kepada KASAD Jenderal AH. Nasution, maka berdirilah PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (PT ETMSU).
Cerita ini diawali ketika 15 Oktober 1957 Menteri Perindustrian menetapkan dan menyempurnakan penyerahan kekuasaan kepada Angkatan Darat, dengan memberi kuasa untuk membentuk perusahaan terbatas (PT ETMSU) pada 22 Juli 1957. Jenderal Nasution menunjuk Kolonel. dr. Ibnu Sutowo sebagai Direktur Utamanya.
Tapi tidak lama setelah berdiri, PT ETMSU harus diubah namanya. Jenderal AH Nasution memerintahkan supaya nama PT ETMSU diubah. Maksud Pak Nas, lapangan minyak bumi itu aset nasional dan bukan milik dan urusan provinsi saja. Kesan nasional itu yang harus muncul. Maka pada 10 Desember 1957 nama PT ETMSU diubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Permina). Itulah cikal bakal Pertamina dan setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari kelahiran Pertamina.
Sejak 5 Juni 1961, PT Permina berubah status menjadi PN Permina. Di lain sisi Indonesia memiliki PN Pertamin (PN Pertambangan Minyak Indonesia). Pada 20 Agustus 1968 Pemerintah Republik Indonesia menggabungkan PN Permina dan PN Pertamin. Berdasarkan PP Republik Indonesia No. 27/Tahun 1968 telah dibentuk PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PN Pertamina) yang menampung segala kegiatan pengurusan dan pengusahaan minyak dan gas bumi dari PN Permina dan PN Pertamina.
Maksud dan tujuan penyatuan ini agar benar-benar dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas serta efisiensi di bidang perminyakan nasional di dalam wadah suatu integrated oil company dengan satu manajemen yang sempurna.
Perkembangan dan kemajuan pesat yang dicapai PN Pertamina menyebabkan adanya kebutuhan memberikan landasan kerja baru guna meningkatkan kemampuan dan menjamin usaha selanjutnya.
Berhubungan dengan itu pada 15 September 1971 telah diundangkan UU No. 8 Tahun 1971 mengenai Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara.
Terjadi perubahan, jika semula PN Pertamina sebagai Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional, menjadi Pertamina sebagai Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara.
Setelah terbit UU No. 22 Tahun 2001 Pertamina berubah status menjadi PT Pertamina (Persero) sejak 17 September 2003. Kamis, 18 September 2003, Ariffi Nawawi dilantik menjadi direktur utama Pertamina menggantikan Baihaki Hakim. Dalam ulang tahunnya ke 46, Pertamina mengusung tema Kini Kami Berubah (We’ve changed). Dan, memang sejak saat itu Pertamina berubah menjadi perseroan yang berorientasi profit.
Ariffi menegaskan bahwa Pertamina akan fokus pada core business yakni pertambangan minyak dan gas. Era kepemimpinan Ariffi berlangsung singkat. Di tengah menyeruaknya kabar Pertamina yang mengalami defisit keuangan dan memiliki utang sekitar Rp 17 triliun kepada Pemerintah, Ariffi digantikan oleh Widya Purnama.
Kemarin (11/8), Widya Purnama, anak tentara kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 26 Juli 1954 ini resmi dilantik oleh Deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan, energi, telekomunikasi dan industri strategis, Roes Aria Wijaya selaku salah satu komisaris PT Pertamina. Roes juga yang melantik Ariffi menggantikan Baihaki.
Tampilnya Widya Purnama yang disebut-sebut sukses mengawal divestasi 41,94% (434,25 juta saham) Pemerintah di PT Indonesian Satellite Corporation Tbk (Indosat) kepada Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT), sontak menepis rumor yang berkembang sebelumnya bahwa pengganti dirut Pertamina akan berasal dari orang dalam.
Widya Purnama yang sebelum dilantik sebagai dirut Pertamina adalah dirut Indosat, mengaku akan membawa Pertamina menjadi perusahaan yang mampu mengalahkan Petronas Malaysia.
Bahkan, menurut dia, guna menghadapi para penyelundup BBM, jika diperlukan maka akan ditembak mati.
Segudang pekerjaan rumah (PR) sudah di depan mata Widya Purnama. Termasuk bagaimana menuntaskan tunggakan Pertamina kepada Pemerintah. Untuk hal ini, Panja DPR pada 22 Juni lalu memutuskan, penyelesaian kewajiban itu akan dilakukan dengan pola penjadwalan kembali pembayaran utang dan installment atau memberikan kesempatan bagi Pertamina menjual beberapa aset yang dimilikinya.
Kondisi bisnis Pertamina tidak terlalu buruk. Hingga semester I tahun 2004, Pertamina berhasil meraih 22 kontrak jual beli gas senilai US$ 300 juta per tahun yang diperoleh dari mitra domestik di sektor industri, perusahaan gas maupun perusahaan listrik. Penandatangan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) tersebut telah dilaksanakan awal Juni lalu dan diharapkan kedepan kesepakatan lainnya siap ditandatangani. Dari sektor hulu, hingga semester pertama tahun 2004, Pertamina mencatat laba sebelum pajak Rp 4,4 triliun, meningkat 21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 3,6 triliun. Hingga akhir tahun 2004, target yang ingin diraih Ariffi, mengantongi laba sebelum pajak Rp 11 triliun. (edo rusyanto, dari berbagai sumber)