Saturday, March 20, 2004

Melihat Otot Flag Carrier Singapura (2-habis)

Mie Telor Cap Ayam Memasok SIA

MASKAPAI penerbangan tidak hanya mengandalkan otot berupa kepemilikan pesawat terbang canggih. Otot lainnya, seperti sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas catering, jika dikombinasikan dengan cermat mampu memperkuat kepakan sayap maskapai bersangkutan. Singapore International Airlines (SIA) termasuk yang beruntung memiliki otot kuat di lini tersebut.
Pemberdayaan SDM, mulai dari cabin crew hingga back office support digodok di pusat pelatihan manajemen Singapore Airlines Training Centre (SATC) di Singapura. “Untuk awak kabin rekruitmen di masing-masing negara Asia tempat SIA beroperasi. Mereka berasal dari Indonesia, Malaysia, Singapura, China, Taiwan dan India,” tukas Assistant Manager Public Affair Singapore Airlines, Supramaniam.
Pusat pelatihan manajemen dan awak kabin pesawat menjadi jaminan bagi peningkatan kemampuan skill dan knowledge 30 ribu karyawan SIA di seluruh dunia.
Supramaniam mengatakan, untuk calon pramugari harus lulus tes dan pendidikan selama 4 bulan di SATC. Sedangkan bagi pilot, harus lulus dari standar Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ ICAO). Khusus untuk penerbangan ke Amerika Serikat harus lulus Organisasi Penerbangan Sipil AS (US Federal Aviation Administration/FAA).
“ Di SATC ini para awak kabin digembleng mulai dari bagaimana melayani penumpang hingga pelatihan manajemen,” tukas Supramaniam.
Pria berkewarganegaraan Malaysia itu menyebutkan, fasilitas pelatihan mereka cukup memadai bagi standar penerbangan internasional.
Saat mengunjungi SATC di Singapura pertengahan Maret 2004, terlihat bagaimana kesibukan penggodokan SDM maskapai yang tahun 2002-2003 meraih pendapatan 8,07 miliar dolar Singapura.
Bagi awak kabin, mulai pramugari/pramugara hingga pilot tersedia fasilitas memadai. “Ruang simulasi kami buat sedemikian rupa sehingga awak kabin dapat mempelajari secara rinci,” kata Supramaniam.
Guna memiliki skill melayani penumpang dengan baik, dalam tatarias wajah misalnya, SIA menggandeng konsultan kecantikan dari Perancis. “Konsultan melatih bagaimana menggunakan make up hingga memadukan penampilan dengan tata rias wajah,” jelas Supramaniam.
Tidak kalah penting, kata dia, setiap awak kabin dilatih untuk melakukan kondisi paling buruk sekalipun dalam penerbangan. Di SATC tersedia fasilitas bagaimana awak kabin melakukan evakuasi darat dan laut. Sebuah kolam renang yang didesain sebagai simulator pendaratan darurat di laut memungkinkan awak kabin berlatih menyelamatkan penumpang.

* * *

SIA yang memiliki 771 frekuensi penerbangan -- induk usaha (SIA) 663 kali seminggu dan anak usaha (SilkAir) 108 kali seminggu, dituntut memiliki fasilitas makanan yang memadai dari beragam penumpangnya.
Singapore Airport Terminal Services (SATS) yang menangani penyediaan catering seluruh penerbangan SIA ke seluruh dunia, memungkinkan setiap penumpang mendapat menu sesuai keinginan mereka.
Account Manager Catering SATS, Colin Tan Lin Kiat mengatakan bahwa mereka menyediakan berbagai menu mulai dari makanan Asia, Arab, hingga menu Eropa. Sekitar 1.000 pekerja catering setiap harinya memproduksi 30 ribu pak makanan. “Selain melayani penerbangan SIA, kami juga melayani sekitar 18 maskapai penerbangan di luar SIA,” ungkap Colin.
Pasokan bahan baku untuk katering berdatangan dari seluruh dunia. Misalnya saja untuk mie telor cap ayam didatangkan dari PT Prima Intipangan Sejati, Indonesia. Masih dari Indonesia, air minum dalam kemasan Evian yang diproduksi PT Tirta Investama (Group PT Aqua Golden Missisippi Tbk). Sedangkan daging sapi didatangkan dari Australia, kemudian minyak sawit dari Malaysia dan sayur-sayuran dari Singapura.
SATS memiliki dua dapur khusus, selain dapur untuk memasak menu internasional dan Eropa, yakni dapur Jepang dan dapur Muslim.
“Kami mendatangkan chef dari Jepang untuk dapur Jepang dan chef asal Indonesia, yakni mr. Bambang untuk dapur Muslim,” papar Colin.
Kehadiran dapur khusus untuk East Asia itu cukup beralasan. Jalur penerbangan East Asia merupakan kontributor terbesar pendapatan SIA. Sepanjang tahun buku 2001-2002 jalur penerbangan ini memiliki pendapatan 2,124 miliar dolar Singapura dan meningkat 2,6% setahun kemudian menjadi 2,179 miliar dolar Singapura atau setara dengan 32,3% dari total pendapatan tahun tersebut.

* * *

Otot-otot SIA, selain 95 pesawat terbang, 30 ribu SDM dan SATS, adalah SIA Engineering Group, Singapore Airlines Cargo dan SilkAir (anak usaha yang bergerak di bidang penerbangan).
Kontribusi dari masing-masing kekuatan SIA terhadap pendapatan perseroan memang masih didominasi induk usaha, khususnya pendapatan dari jasa angkutan penumpang. Tahun buku 2001-2002, SATS tercatat memiliki pendapatan 895,3 juta dolar Singapura dan meningkat 7% menjadi 958,1 juta dolar Singapura (2002-2003). SATS mengantongi laba setelah pajak sekitar 214,8 juta dolar Singapura (2001-2002) dan 214,8 juta dolar Singapura (2002-2003).
Sedangkan pendapatan SIA Engineering Group tumbuh 5,1% pada tahun 2002-2003 menjadi 878,1 juta dolar Singapura. Tapi, di sisi pendapatan setelah pajak justru melorot 8% menjadi 205,3 juta dolar Singapura dibandingkan periode setahun sebelumnya.
Divisi cargo yang memiliki 12 pesawat, pada tahun buku 2002-2003 mengalami peningkatan pendapatan hingga 23,6% menjadi 2,52 miliar dolar Singapura. SilkAir dengan 10 pesawat penumpang mampu mendongkrak pendapatannya hingga 29,1% pada periode 2002-2003 menjadi 254,1 juta dolar AS dibandingkan setahun sebelumnya. Peningkatan ini membuat laba setelah pajak SilkAir meningkat 80,6% dari 17,5 juta dolar Singapura (2001-2002) menjadi 31,6 juta dolar Singapura. (edo rusyanto)

Friday, March 19, 2004

Melihat Otot Carrier Flag Singapura (Bagian 1)

“Singapore very expensive. But, very safety for everyone!”
Ucapan Yeo Kiat Feng, pengemudi taksi Yellowcab, Singapura di atas bukanlah barang baru.
Sekedar contoh, penumpang taksi harus merogoh 2,4 dolar Singapura (buka pintu) dan harus merogoh sekitar 4,5 hingga 5 dolar Singapura untuk perjalanan tidak lebih dari 8 menit. Dengan kurs Rp 5.025 per dolar Singapura, berarti penumpang mesti merogoh kocek sekitar Rp 25.125. Bandingkan dengan ongkos taksi di Jakarta, yang paling banter hanya Rp 7.500.
Bicara soal Singapura yang berpenduduk sekitar 4 juta jiwa itu, rasanya kurang lengkap bila tidak menyebut maskapai kebanggaan negeri pulau itu, Singapore International Airlines (SIA). Dan, lagi-lagi soal mahalnya Singapura, tidak aneh jika SIA mematok US$ 283 hanya untuk terbang dari Jakarta-Singapura. “Tapi itu untuk penumpang yang menggunakan pesawat jenis A345-500 Leadership,” tukas Public Relation Manager SIA Indonesia, Glory Henriette.
Sebandingkah dengan pelayanannya?

* * *

Pesawat A345-500 Leadership menjadi salah satu otot yang memperkuat kepak sayap SIA. Pesawat dengan panjang 67,9 meter ini, ditata untuk 181 tempat duduk. Sebanyak 64 seat untuk kelas bisnis dan 117 seat kelas ekonomi. Saat ini 3 unit A340-500 Leadership dengan mesin Rolls-Royce Trent 553 memperkuat 95 pesawat terbang yang dimiliki SIA.
Pesawat ini dirancang untuk penerbangan jarak jauh. SIA memanfaatkan pesawat ini untuk rute Singapura-Los Angeles,sebuah rute terpanjang di dunia, yakni sekitar 14 ribu kilometer. Penerbangan perdana pada 3 Februari 2004 menunjukkan kesuksesan SIA menempuh rute panjang tersebut non stop selama 16 jam tanpa transit.
“Guna membuat nyaman para penumpang, kami menawarkan kenyamanan berupa tempat tidur yang disesuaikan dengan bentuk tubuh penumpang. Kami memesan kursi tersebut khusus dari badan antariksa Amerika Serikat (NASA, Red),” jelas Glory.
Tidak aneh jika para pebisnis yang menjadi target SIA diminta merogoh kocek sekitar US$ 1.200-US$ 3.000 (setara dengan sekitar Rp 10 juta-Rp 25 juta), untuk penerbangan Singapura-Los Angeles. Bandingkan dengan tarif maskapai lain yang berkisar US$ 1200-US$ 2.000.
Selain kenyamanan kursi yang bisa disetel menjadi “tempat tidur”, pebisnis yang menduduki Raffless Class (kelas bisnis), dimanjakan dengan fasilitas menggunakan laptop, telepon dan fasilitas hiburan 60 channell film. “Selain itu ada fasilitas mengakses informasi di layar monitor depan tempat duduk penumpang,” tutur Assistant Manager Public Affair Singapore Airlines, Supramaniam.
Bagi penerbangan jarak jauh, jelas fasilitas tadi amat membantu menghilangkan kepenatan. Tapi, bagaimana untuk rute Jakarta-Singapura yang hanya ditempuh 1 jam 25 menit?
“Cukup nyaman. Dan membuat penerbangan menjadi tidak terasa,” tutur Tutut, wartawati majalah manajemen di Jakarta.
Menurut Supramaniam, rute penerbangan Jakarta-Singapura merupakan rute “training” bagi para crew A345-500. “Training untuk bagaimana melayani pebisnis yang menggunakan pesawat tersebut,” kata dia.
Maklum, saat ini SIA baru memiliki 6 pilot yang khusus mengawaki A345-500. Sehingga perlu banyak “uji coba”.
Keberhasilan membuka rute non-stop Singapura-Los Angeles akan diteruskan dengan rute Singapura-New York. Maklum, untuk rute ini load factor SIA mencapai 73,3% (2001-2002) dan turun sedikit menjadi 72,4% (2002-2003). Rute ini juga tergolong gemuk, kontribusinya bagi pendapatan SIA mencapai 21,3% atau setara dengan 1,44 miliar dollar Singapura.

* * *

Otot yang memperkuat kepakan sayap SIA saat ini tidak tanggung-tanggung. Dari 95 pesawat terbang yang dimilikinya, sebagian besar didominasi jenis B747-400 (Megatop) yakni 36 unit. Jenis ini memiliki mesin PW4056. Selebihnya terdiri dari B777-200ER (Jubilee) 14 unit dan B777-300 (Jubilee) 8 unit. Keduanya menggunakan mesin Rolls-Royce Trent 892.
SIA juga memiliki 29 unit B777-200 (Jubilee) yang bermesin Rolls-Royce Trent 884. Kemudian 3 unit A340-500 (Leadership) dengan mesin Rolls-Royce Trent 553. Sedangkan 10 unit A380-800 dengan mesin Rolls-Royce Trent 900 hingga saat ini sedang dalam pemesanan. Saat ini yang juga masih dalam pemesanan adalah dua unit A340-500.
Anak usaha SIA, Silkair memiliki 10 unit pesawat, masing-masing Airbus A320 (mesin IAE V2527-A5) sebanyak 6 unit dan 4 unit Airbus A319 (mesin IAE V2524-A5).
Untuk unit usaha cargo, perusahaan yang mulai beroperasi Mei 1947 itu memiliki 12 unit pesawat B747-400 Freighter (MegaArk).
Setiap hari SIA menerbangi 33 negara dengan sekitar 55 kota tujuan, sedangkan SilkAir sekitar 8 negara dengan tujuan 24 kota tujuan.
Bagi SIA, Jakarta menjadi kota yang paling tinggi frekuensi penerbangannya. Dalam seminggu SIA menerbangi Jakarta sebanyak 49 kali dengan fasilitas pesawat A345, B772 dan B773. Di bawah Jakarta adalah Bangkok (47 kali seminggu) dan Kuala Lumpur (42 kali). Untuk Bangkok dan Kualalumpur, hanya menggunakan pesawat jenis B774, B772 dan B772ER.
Di luar ketiga negara tadi, frekuensi penerbangan tertinggi SIA adalah Hongkong (35 kali seminggu) dan Seuol, Korea Selatan (22 kali seminggu).
Tidak aneh, dengan demikian banyaknya negara tujuan dan tingginya frekuensi jadwal penerbangan membuat pendapatan perusahaan yang semula tergabung dalam Malayan Airways ini, cukup tinggi. Pada tahun buku 2001-2002 pendapatan SIA mencapai 7,44 miliar dolar Singapura. Setahun kemudian, 2002-2003 meningkat 8,2% menjadi 8,07 miliar dolar Singapura. Pendapatan besar, biasanya juga diiringi biaya operasional yang besar. SIA harus mengeluarkan kocek 6,97 miliar dolar Singapura untuk biaya-biaya sepanjang tahun 2001-2002. Kemudian meningkat 12,3% setahun kemudian menjadi 7,83 miliar dolar Singapura.
Tahun 2002-2003 laba operasi perseroan melorot 54,9%, dari 463,4 juta dolar Singapura menjadi 209 juta dolar Singapura. Namun, laba bersih (profit after taxation) perusahaan flat merah Singapura itu mencapai 618 juta dolar Singapura (tahun buku 2002-2003). Angka itu meningkat 2,3%, dari 604,4 juta dolar Singapura (tahun buku 2001-2002). (edo rusyanto)