Friday, February 02, 2007

Pengusaha Tunggu Langkah Konkret SBY

JAKARTA – Kalangan pengusaha menunggu langkah konkret Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menjadikan tahun 2007 sebagai tonggak kebangkitan sektor riil dan investasi. Janji pemberian insentif pajak, reformasi birokrasi, dan pemberantasan pungutan liar harus segera diimplementasikan
Selain itu, mereka berharap agar pemerintah segera menyelesaikan masalah perburuhan yang menjadi salah satu faktor penghambat investasi. Revisi RUU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan harus diselesaikan secepatnya untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha mengingat masalah itu sampai saat ini masih terkatung-katung.
Demikian rangkuman Investor Daily dari wawancara dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Chris Kanter, CEO Garuda Food Sudhamek AWS, Wakil Dirut PT Indofood Sukses Makmur Franciscus Welirang, Presdir PT Indomobil Sukses International Gunadi Sindhuwinata, Presdir PT Henkel Indonesien Bunardy Limantono, di Jakarta, Kamis (1/2).
Mereka diminta tanggapannya terkait pidato awal tahun Presiden SBY di bidang ekonomi. Presiden SBY menjanjikan sejumlah insetif untuk menggerakkan investasi, antara lain pemberian insentif pajak berupa pengurangan pajak (tax deduction) untuk cabang usaha tertentu yang menggerakkan sektor riil dan mampu membuka lapangan kerja, penyelesaian RUU Perpajakan dan RUU Penanaman Modal, reformasi birokrasi, penyederhanaan perizinan, dan kepastian hukum.
Sofjan Wanandi mengatakan, apa yang menjadi concern Presiden SBY tentang investasi dan sektor riil sangat menggembirakan pengusaha. Sejumlah insentif yang dijanjikan juga sudah lama diwacanakan. “Semuanya oke, tinggal bagaimana implementasinya,” katanya.
Pendapat serupa diungkapkan oleh Chris Kanter, Franciscus Welirang, dan Gunadi Sindhuwinata. Menurut Gunadi, pidato awal tahun Presiden SBY merupakan sinyal positif bagi kebangkitan sektor riil pada 2007. “Pengusaha mengharapkan semua janji yang disampaikan bisa segera diimplemantasikan di lapangan,” kata dia.
Sementara itu, Franciscus Welirang mengatakan, insentif pajak berupa pengurangan pajak (tax deduction) untuk cabang-cabang tertentu mesti dijabarkan secara teknis oleh menteri-menteri terkait. “Harus ada perumusan konkret. Insentif ini sangat ditunggu pengusaha karena akan mengurangi biaya sehingga produk Indonesia bisa lebih kompetitif,” ucapnya.

Masalah Perburuan
Chris Kanter menekankan perlunya pemerintah all out untuk menjadikan 2007 sebagai kebangkitan sektor riil, mengingat pada 2006 investasi, baik PMA dan PMDN turun drastis, masing-masing 32,96% dan 32,21%. Sementara itu, banyak perusahaan yang tutup sehingga pengangguran dan kemiskinan bertambah banyak.
“Tak bisa ditawarkan lagi, pemerintah harus kerja keras pada 2007 untuk menggulirkan sektor riil, sebab pada 2008 dan 2009 bakal disibukkan dengan agenda pemilihan umum,” katanya. Chris berharap, urusan yang sensitif bagi rakyat tetapi sangat dibutuhkan oleh pengusaha harus diselesaikan pada tahun ini. Ia khawatir, kalau hal itu ditunda, kebijakan publik tentang hal yang sensitif berpotensi diputuskan secara tidak objektif.
Contoh masalah yang sensitif adalah urusan tanah dan perburuan. Masalah pembebasan tanah, kata dia, menjadi salah satu faktor penghambat pembangunan infrastruktur. Padahal, sarana infratruktur sangat dibutuhkan untuk membangun perekonomian bangsa.
Hal lainnya adalah masalah perburuan, khususnya tentang revisi RUU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Saat ini nasibnya terkatung-katung, meskipun sudah selesai dibahas di tingkat akademisi. Padahal, penyelesaian masalah ini sangat ditunggu-tunggu oleh pengusaha,” ungkapnya.
Ia mengkhawatirkan, jika hal ini tidak ditindaklajuti membuat investasi kembali mandeg karena pengusaha enggan membuka pabrik baru. Banyaknya serikat kerja yang melakukan demo, sementara produktivitas kerja menurun membuat pengusaha menjadi pening. Belum lagi sistem pesangon yang dianggap memberatkan dunia usaha. “Pengusaha bukannya tidak ingin meningkatkan kesejahteraan tenaga kerjanya, tetapi minta agar buruh juga mau meningkatkan produktivitas kerjanya,” ungkapnya.
Banyaknya serikat kerja, kata dia, membuat dunia usaha sulit mencapai kesepakatan. “Soal pesangon, misalnya, Serikat buruh sudah setuju, tetapi diprotes serikat pekerja perbankan. Hal semacam ini membuat masalah ketenagakerjaan blunder terus,” kata dia.
Chris khawatir, belum selesainya masalah ketenagakerjaan tersebut akan menghambat investasi dan akhirnya justru menjadi bumerang bagi pemerintah karena lapangan kerja tidak tercipta. Akibatnya, pengangguran makin banyak, dan angka kemiskinan meningkat.
Hal senada diungkapkan oleh Sofjan Wanandi. “Dalam pidatonya, Presiden berjanji meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, tetapi itu harus diimbangi dengan kenaikan produktivitas kerja,” katanya.
Sofjan meminta SBY membuat terobosan untuk mengatasi kebuntuan masalah ketenagakerjaan. Kalau yang mendengarkan suara buruh saja, kata dia, dunia usaha sulit bergerak dan lapangan kerja tidak betumbuh. “Harus ada saling pengertian antara pengusaha dan buruh, demi kepentingan ekonomi secara nansional,” kata dia.
Hal senada diungkapkan oleh Sudhamek. Menurut dia, salah satu yang dikeluhkan oleh investor asing adalahnya sulitnya mendapatkan SDM yang berkualitas di Indonesia. Di sisi lain, frekuensi demo buruh cukup tinggi dan seringkali mengganggu operasional pabrik. “Kita bisa mencontoh Korea Selatan dan Jepang. Kedua negara itu berhasil mengembangkan SDM-nya sehingga mampu menjadi negara maju,” tutur dia.

Konsisten
Sementara itu, Gunadi mengharapkan pemerintah konsisten dalam memicu kebangkitan sektor riil tahun ini. Pertama, konsistensi memberantas segala bentuk pungutan liar. Kedua, pertahankan sentimen positif dari perbaikan makro ekonomi. Ketiga, realisasi dan penyerapan anggaran negara pada tahun ini harus dipercepat. Sebab, faktor terakhir ini sangat mempengaruhi roda ekonomi, terutama sektor riil.
Hal senada diungkapkan Franciscus Welirang. Menurut dia, Presiden sangat tahu masalah bangsa, termasuk menyelesaikan masalah ekonomi. “Kunci masalah Indonesia adalah soal implementasi yang lemah,” kata dia.
Presdir PT Eterindo Wahanatama Tbk Immanuel Sutarto menambahkan, sinyal positif yang disampaikan SBY dalam pidato awal tahun harus secara konsisten direalisasikan di tingkat bawahannya, terutama para menteri terkait. “Kalau janji itu bisa segera direalisasikan, kalangan pengusaha yakin kebangkitan sektor riil bisa dimulai tahun ini. Asal jangan sebaliknya, hanya janji belaka,” ucapnya.
Presdir PT Henkel Indonesien Bunardy Limanto juga mengungkapkan hal serupa. Ia menegaskan, 2007 harus diawali dengan sebuah keyakinan bahwa sektor riil harus bangkit. Ia berharap pemerintah peka dengan kondisi psikologis pengusaha di sektor manufakturing “. Mereka ini sangat sensitif dan rawan mengambil keputusan untuk merelokasi pabriknya ke negaralain, seperti India, Cina, Vietnam dan Brazil,” kata dia.
Menurut dia, terobosan yang bisa dilakukan pemerintah dan ini sangat ditunggu pengusaha, antara lain pemotongan atau penurunan persentase besaran tarif pajak, percepatan pembangunan infrastruktur, percepatan selesainya perumusan RUU pajak dan investasi dan reformasi kultur perbankan.
Terkait infrastruktur, Sudhamek mengatakan, pemerintah harus mampu menjamin pasokan listrik yang dibutuhkan industri sehingga tidak ada lagi pemadaman bergulir. Untuk itu, pembangunan pembangkit listrik 100.000 MW yang menggunakan bahan baku batu bara harus segera direalisasikan. (dry/kzy/ed/ls)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home