Saturday, July 23, 2005

Investor Jalan Tol Butuh Kepastian Tarif

Jakarta - Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati menilai, investor yang masuk di jalan tol masih menginginkan iklim yang lebih pasti. "Mereka butuh kepastian baik di bidang tarif maupun masalah pengadaan lahan," kata Sri Mulyani saat dihubungi wartawan usai menghadiri pelantikan Kepala Badan Pertanahan Nasional dari Lutfi I Nasoetion kepada Joyo Winoto, Jumat (22/7). Di bidang tanah setidaknya sudah ada kepastian hukum dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No 36 tahun 2005 menggantikan Keppres No 55 tahun 1993. Namun, menyangkut tarif ke depannya harus ada kebijakan yang komprehensif melalui badan yang independen sehingga lebih obyektif dalam menentukan tarif. Saat ini memang telah berdiri Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sesuai UU Jalan No.38 tahun 2004, namun anggotanya masih terdiri atas dua orang dari kalangan pemerintah dan dua non-pemerintah. Tarif seharusnya dihitung dari biaya investasi dan perawatan di samping juga memperhatikan kemampuan daya beli dari masyarakat. Di antara dua hal ini harus ditentukan secara obyektif oleh badan tersebut. Namun, sekarang ini biasanya ditentukan mekanisme menteri masing-masing. "Harus ditata kembali tidak hanya jalan tol tetapi juga tarif listrik. Hal itu akan segera dibahas dalam forum Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI)," tuturnya, seperti dikutip Antara.
Pembebasan LahanSementara itu, PT Jasa Marga pada Agustus 2005 sudah mulai memasuki tahap pembebasan lahan untuk pekerjaan tiga ruas tol yang ditugaskan pemerintah yakni Bogor Ring Road, Gempol-Pasuruan, dan Semarang Solo. "Pengadaan lahan untuk tiga ruas itu akan bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah," kata Direktur Pengembangan dan Niaga PT Jasa Marga Frans S Sunito. Saat ini, PT Jasa Marga telah merampungkan land plan untuk pembangunan tiga ruas tersebut. “Kemudian tinggal menunggu Surat Penetapan Penggunaan Lahan (SP2L) barulah dilakukan upaya pembebasan,” jelas Frans. Ia juga menjelaskan, sesuai rencana jalan untuk pembangunan tol tersebut diusahakan tidak akan melalui kawasan permukiman. "Kita belajar pengalaman bahwa tidak mudah untuk membangun tol di atas lahan yang huniannya sudah padat," jelasnya. Namun, Frans meminta kepada pemerintah daerah untuk mulai menghentikan transaksi jual beli lahan pada koridor yang akan dilalui jalan tol, sehingga tidak memberi peluang kepada spekulan yang ingin mengambil manfaat dari proyek tol tersebut. Melalui Perpres No 36 tahun 2005 diharapkan penetapan harga dapat lebih adil diterima kedua pihak. Sesuai peraturan dimungkinkan untuk menunjuk penilai independen untuk menetapkan harga lahan yang wajar. Menurut Frans, sesuai PP No 15 tahun 2005 mengenai jalan tol, PT Jasa Marga diharuskan membebaskan seluruh lahan untuk tiga proyek tol tersebut sebelum memulai pekerjaan konstruksi. Berdasarkan pengalaman jika membebaskan lahannya hanya sebagian-sebagian justru lebih sulit seperti dalam kasus pengadaan lahan proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) yang tidak kunjung usai sehingga merugikan PT Jasa Marga karena jalan tersebut terlambat dioperasikan. (ed)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home