Tuesday, January 23, 2007

Asing Bidik Pasar Seluler Indonesia

Jakarta-Agresifitas investor asing memasuki pasar telekomunikasi Indonesia terus berlanjut. Tahun ini, transaksi terbesar pembelian saham perusahaan operator lokal diperkirakan dilakukan oleh Altimo, Rusia, senilai US$ 2 miliar.
Perusahaan investasi bidang telekomunikasi itu dikabarkan mengincar PT Indoprima Mikroselindo (Primasel). “Altimo kemungkinan masuk ke perusahaan milik Sinar Mas,” ujar sumber Investor Daily yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Gandhi Sulistyano, chairman Sinar Mas Group menuturkan, pihaknya membuka diri untuk bekerja sama dengan pihak luar. “Tawaran Altimo merupakan peluang,” tutur dia, Selasa (9/1/2007). Namun, jelas Gandhi, dirinya belum mendengar Altimo menggandeng Sinar Mas. “Saya harus cek dahulu. Saya baru mendengar dari Anda,” ujar Gandhi.
Investasi sektor telekomunikasi, khususnya sektor seluler, pada 2007, bakal mencapai sekitar US$ 4 miliar. Angka itu selaras dengan perkiraan masih tingginya pertumbuhan pelanggan seluler di 2007.
Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja memperkirakan, pada 2007, pelanggan seluler akan tumbuh sekitar 18 juta. Sementara itu, di sector telepon tetap diperkirakan tumbuh 40% dibandingkan tahun 2006.
Menurut Dirut PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Arwin Rasyid, pertumbuhan telekomunikasi di Tanah Air masih cukup prospektif. “Bahkan pada 2010 saya perkirakan bisa mencapai 110 juta pelanggan,” katanya, baru-baru ini.
Dihubungi terpisah, T Hendry Andrean, kepala riset PT Financorpindo Nusa mengatakan, dirinya baru mendengar tentang rumor masuknya Altimo ke Sinar Mas. Sebaliknya, dia mengaku pernah mendengar Altimo akan masuk ke perusahaan telekomunikasi besar di Indonesia.
Namun demikian, dia menilai prospek bisnis Altimo di Indonesia tetap besar meskipun investor Rusia tersebut tidak menggandeng perusahaan telekomunikasi besar. “Investor asing pasti tahu, dengan tingkat penetrasi kita saat ini, prospek bisnis telekomunikasi masih tetap besar,” kata Hendry, di Jakarta, kemarin.
Gelombang serbuan asing ke industri telekomunikasi Indonesia paling terasa pada awal tahun 2000-an. Puncaknya pada 2005, saat itu, dua perusahaan Malaysia dan satu perusahaan Hong Kong, memborong mayoritas saham operator seluler dengan nilai transaksi sekitar US$ 534 juta.

Minat Rusia
Jika Altimo merealisasikan minatnya berinvestasi, perusahaan itu menjadi pionir perusahaan Rusia yang masuk ke Indonesia. Altimo berniat akan menanamkan investasi hingga US$ 2 miliar di industri telekomunikasi Indonesia. Vice President Altimo Kirill Babaev mengatakan, pihaknya siap berinvestasi dengan cara menggandeng mitra lokal.
Namun, Altimo tidak berminat memiliki porsi saham secara mayoritas, meskipun mereka menginginkan ikut berpartisipasi di dalam manajemen. “Kami hanya menginginkan porsi, mungkin sebesar 25-30%, yang kami percaya dapat membuka ruang yang cukup untuk mendapatkan hak dalam mengambil keputusan,” papar Kirill.
Terkait perusahaan mana akan dijadikan partner lokal, Kirill mengatakan, pihaknya baru bisa menyebutkan pada akhir semester pertama 2007.
Analis Sinarmas Securitas Alfiansyah, sebelumnya, menilai, sangat sulit bagi Altimo untuk masuk ke perusahaan telekomunikasi besar, seperti PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, dan PT Excelcomindo Pratama Tbk. Karena, tiga perusahaan tersebut telah dimiliki pemain besar dari Singapura dan Malaysia. “Altimo hanya bisa menunggu sampai investor tersebut melepaskan sahamnya, dengan harga tinggi tentunya, untuk bisa masuk ke perusahaan-perusahaan terbesar itu,” kata Alfiansyah.
Peluang Altimo, lanjut Alfiansyah, banyak tertumpu ke perusahaan telekomunikasi dengan skala lebih kecil dan relatif baru, seperti PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Mobile-8 Telecom Tbk. “Mereka masih butuh dana untuk mengembangkan jaringan telekomunikasi. Keterbatasan dana mereka menjadi peluang bagi Altimo untuk masuk,” ujar Alfiansyah.
Sementara itu, PT Indoprima Mikroselindo (Primasel) yang mayoritas sahamnya dikuasai Sinarmas Grup tersebut telah menyelesaikan proses merger dengan PT Wireless Indonesia (WIN) pada pertengahan Oktober 2006. Primasel menjadi perusahaan survival pascamerger, sedangkan WIN melebur.
Direktur Primasel Ubaidillah Fatah mengatakan, Primasel akan meluncurkan produk seluler berbasis teknologi code division multiple access (CDMA) secara komersial pada Februari-Maret 2007.
Ubaidi mengungkapkan, pada tahap awal perseroan akan menghadirkan layanan di wilayah Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Perseroan siap mengincar segmen pelanggan kelas ekonomi menengah ke bawah, di tiga kota tersebut.
Dalam kurun empat tahun ke depan, lanjut Ubaidi, perseroan mematok sekitar enam juta pelanggan. Pada saat yang bersamaan, kinerja jaringan akan didukung oleh 2.000 base transceiver station (BTS). (tri/ed)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home