Friday, March 18, 2005

Takkan Ada PHK Karyawan Sampoerna

Besok, Presdir HM Sampoerna Beri Penjelasan

JAKARTA-Philip Morris International (PMI) berjanji tidak akan melakukan rasionalisasi atau pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) setelah mengakuisisi perusahaan rokok tersebut. Para pegawai, termasuk pegawai harian, tetap dipertahankan.

Komitmen untuk mempertahankan karyawan Sampoerna tersebut diutarakan manajemen PMI saat menemui Menko Perekonomian Aburizal ‘Ical’ Bakrie di gedung Departemen Keuangan, Jakarta, Rabu (16/3). Presiden PMI Asia Pasifik Matteo Pellegrini dan Direktur Pelaksana HM Sampoerna Angky Camaro bertemu Aburizal untuk melaporkan akuisisi 40% saham HM Sampoerna (HMSP) oleh PMI.

Menurut Ical, jaminan tidak adanya rasionalisasi itu penting karena perubahan kepemilikan saham kerap diikuti restrukturisasi. Pascaakuisisi, sejumlah karyawan mengaku cukup resah, khawatir terjadinya PHK atau perubahan kebijakan yang bisa merugikan karyawan. Menurut sejumlah sumber, keresahan juga melanda level manajer ke atas karena takut tergusur dari jabatannya.

Selain menjamin tidak ada rasionalisasi, manajemen PMI juga berkomitmen untuk tetap bekerjasama dengan karyawan Sampoerna serta mempertahankan warisan budayanya.

Dalam diskusinya dengan perwakilan Philip Morris, Ical mempertanyakan ke mana HM Sampoerna akan dibawa. "Mereka katakan pada saya tidak akan membuang pegawai termasuk pegawai harian. Saya minta jangan sampai dibuat mesinisasi, biarkan seperti sekarang," lanjutnya.

Ia menambahkan, tarif pajak atau cukai dari produk rokok sigaret tangan dan rokok yang dibuat dengan mesin juga harus tetap dibedakan. “Kalau sama, nanti akan beralih semua ke rokok mesin,” tuturnya. Hal tersebut perlu dihindari, mengingat industri rokok sigaret tangan menyerap tenaga kerja sangat besar.

Ical mengungkapkan pula, jika PMI mengambil alih seluruh saham HM Sampoerna, investasinya akan mencapai US$ 5,2 miliar. “Itu merupakan kepercayaan yang luar biasa terhadap kondisi perekonomian dalam negeri," papar Ical. Untuk itu, pemerintah berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan Philip Morris. Masuknya investasi ini juga dipercaya akan meningkatkan confidence level dunia internasional.

Bisnis Minyak
Sementara itu, penjualan saham Sampoerna masih terus diperbincangkan kalangan pebisnis dan pelaku pasar modal. Tanda tanya seputar ke mana keluarga Sampoerna akan putar haluan bisnis dan kenapa saham itu dijual tetap menjadi teka-teki. Selain rumor bakal menekuni bisnis infrastruktur dan telekomunikasi, ada kabar keluarga Sampoerna masuk ke bisnis minyak.

Ical termasuk yang belum mengetahui rencana bisnis keluarga Sampoerna. “Saya belum mendengar rencana-rencana bisnis Sampoerna, termasuk kabar untuk berinvestasi di sektor infrastruktur,” tuturnya.

Di tempat terpisah, pengamat pasar modal Roland Haas menilai riskan jika keluarga Sampoerna berniat menggeluti bisnis pembangkit listrik. Ia mengacu pada kinerja PT Perusahaan Listrik Negara saat ini yang masih merugi.
Sedangkan jika terjun di bidang consumer goods, kata Roland, peluangnya relatif kecil. Tingkat persaingan di sektor ritel sangat ketat dan marginnya relatif kecil. “Meski volume penjualan cukup besar, margin relatif kecil. Jauh dibandingkan margin perusahaan-perusahan rokok,” ungkapnya.
Head of Research PT Rifan Financindo Haryajid Ramelan juga mengakui sulit untuk mengetahui ke mana arah investasi keluarga Sampoerna setelah menjual sahamnya ke Philip Morris.
Untuk bisa meraba arah investasinya, kata dia, sebaiknya perlu dibuka kembali beberapa skenario investasi yang dilakukan Putera Sampoerna sebelum krisis moneter 1997-98. Ketika masuk ke Astra International, Putera Sampoerna terlihat serius menekuni investasi di bidang otomotif. Kendati demikian, kata Haryajid, bukan berarti Putera masih melakukan investasi Astra International. Itu hanya sebagai benang merah untuk sebuah pertanyaan, apakah mungkin Putera Sampoerna juga ikut terlibat dalam pembelian saham PT Bank Permata atau beberapa investasi lain di Astra.
Sedangkan mengenai kemungkinan Putera Sampoerna ingin tetap menguasai saham yang dimiliki publik, Roland Haas menilai hal itu juga sulit dilakukan. “Sebab, sekitar 30% saham dikuasai oleh investor asing dan sisanya oleh lokal,” katanya.

Menyinggung tentang isu terjadinya share swap (pertukaran) antara saham HMSP dan saham Philip Morris, Roland Haas yakin tidak mungkin terjadi. “Itu kecil kemungkinannya. Selain Sampoerna butuh cash, Philip Morris juga sudah tidak ada growth-nya,” ujarnya.

Di luar bisnis inti rokok, HM Sampoerna juga menggeluti bisnis penerbangan (PT Sampoerna Air Nusantara), properti (PT Graha Sampoerna, PT Taman Dayu), ritel (PT Alfa Retailindo Tbk, PT Sumber Alfaria Trijaya), percetakan (PT Sampoerna Printpack), investasi (PT Sampoerna Investment Corporation), finansial (PT Vinasa Investment), distribusi (PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas), dan makanan (Sampoerna Food Product Indonesia). Sampoerna juga memiliki bisnis telekomunikasi di Singapura lewat Transmarco dengan kepemilikan saham 66%.
Penjelasan Direksi
Sementara itu, Komisaris Sampoerna Ekadharmajanto Kasih menegaskan, dalam waktu dekat keluarga Sampoerna akan memberikan penjelasan tentang alasan penjualan saham dan langkah bisnis apa yang akan ditempuh. “Mungkin Jumat besok. Pak Michael (predir HM Sampoerna) yang akan memberi penjelasan, “ ungkapnya kepada Investor Daily, Rabu (16/3).

Ekadharmajanto yang juga mantan direktur keuangan Sampoerna memastikan, keluarga Sampoerna tetap komitmen berinvestasi di Indonesia. “Keluarga belum bilang apa-apa. Yang pasti tetap komit di Indonesia. Dalam satu dua hari akan memberikan penjelasan, saat ini sedang diatur oleh Niken (Niken Rachmad, head of corporate communication Sampoerna, red),” tuturnya.

Niken Rachmad menambahkan, keluarga akan segera memberikan penjelasan. “Saya lega akhirnya mereka bersedia memberikan penjelasan. Mudah-mudahan dua hari lagi. Atau paling lambat Jumat (18/3) sebagai batas penyerahan saham. Supaya tidak mengganggu crossing saham atau teknis transaksi. Tidak fair bagi Philip Morris,” ujarnya.
Menurut Ekadharmajanto, crossing saham pasti akan berlangsung sesuai pernyataan Philip Morris. “Jika Philip Morris menyatakan Jumat batas transaksi, saya rasa akan on time,” kata dia.

Sedangkan Angky Camaro saat ditanya kapan pelaksanaan RUPS berkaitan pergantian pemegang saham pengendali Sampoerna, mengaku belum dijadwalkan. Namun, pihaknya akan menggelar paparan publik April mendatang, untuk menjelaskan pengalihan kepemilikan saham perusahaan rokok tersebut.
Vice President Head of Research BNI Securuties Adrian R Setiamihardja menjelaskan, manajemen Sampoerna harus menjelaskan ke publik secara detail alasan penjualan 40% saham pendiri. Menurut Adrian, setelah pengumuman penjualan saham, harga saham HMSP di BEJ langsung melonjak Rp 1.600 dari Rp 8.900 menjadi Rp 10.500.
Tapi, peningkatan harga itu tidak selalu menguntungkan investor. Alasannya, peningkatan saham seketika selalu rentan terkoreksi, dan tren ini berpotensi merugikan investor yang ikut-ikutan memburu saham Sampoerna. Selain itu, kata Adrian, seharusnya transaksi HMSP dengan Phillip Morris dilakukan bukan pada hari libur (Sabtu). Lagi pula, sebelum transaksi, BEJ mestinya melakukan suspensi dahulu, untuk memberikan waktu bagi investor. (rie/ed/mc/c65/alf/aby)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home