Thursday, July 22, 2004

Pelanggan Selular 2004 Bakal Capai 28 Juta Nomor

Sampai Juni lalu sudah lebih dari 23 juta nomor. Asosiasi memperkirakan jumlahnya sampai akhir tahun 2004 akan mencapai sekitar 28 juta nomor. Jumlah ini naik drastis dari tahun lalu yang mencapai lebih dari 18 juta nomor

JAKARTA – Asosiasi di industri telekomunikasi seluler di Indonesia melihat penetrasi pasar industri ini masih rendah dibandingkan populasi penduduk. Karenanya, peluang pasar ini masih sangat besar selama iklim persaingan tetap dijaga dan tidak perlu banyak diatur oleh regulator atau pemerintah.

“Penetrasi pasar sampai saat ini baru 14 – 15%. Padahal di kawasan rata-rata 30 – 40%. Jadi, peluang pasarnya masih sangat besar,” ujar Johnny Swandi Syam, ketua umum Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), pada pembukaan Indonesian Cellular Show di Jakarta, Rabu (21/7).

Untuk jumlah pelanggannya, Johnny mengatakan sampai Juni lalu sudah lebih dari 23 juta nomor. Asosiasi biasanya menetapkan batas atas untuk perkiraan jumlah pelanggan sampai akhir tahun. Asosiasi memperkirakan jumlahnya sampai akhir tahun 2004 akan mencapai sekitar 28 juta nomor.

Tahun lalu, jumlah pelanggan seluler di Indonesia mencapai lebih dari 18 juta nomor.

Perkiraan jumlah pelanggan untuk tahun 2004 sebesar itu, tutur Johnny, menunjukkan masih rendahnya penetrasi pasar seluler di Indonesia. Tapi ia percaya minimal 28 juta pelanggan akan tercapai atau sekitar 20 – 25% dari populasi. Pada tahun 2007, diperkirakan meningkat jadi sekitar 30% dari populasi. Tinggal tergantung kecepatan pembangunan dan perbaikan kualitas oleh operator.

Johnny mengharapkan industri ini tetap dibiarkan tumbuh sesuai mekanisme pasar, atau tidak terlalu banyak diatur. Ia juga mengharapkan terus ada perbaikan kebijakan dari pemerintah atau badan yang mengatur ini, seperti BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia).

Rudiantara, sekjen ATSI menambahkan, industri seluler Indonesia sudah terbiasa berkompetisi secara langsung. Tapi yang penting dijaga adalah iklim usaha dan juga level berkompetisi yang sama. Bila ada perbedaan itu dengan teknologi seluler lain, dalam jangka panjang akan menimbulkan masalah. Tapi ia percaya keduanya akan tetap tumbuh.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Postel Djamhari Sirat mengatakan industri seluler memang terdesain untuk kompetisi penuh tanpa banyak campur tangan pemerintah.

Hal tersebut menimbulkan ketersediaan yang luas dan pada akhirnya harga produk semakin terjangkau bagi penggunanya. Hal ini juga tak lepas dari dukungan vendor yang jumlahnya banyak. Luasnya ketersediaan itu juga membuat masyarakat pengguna punya banyak pilihan produk dan layanan.

Jhonny mengatakan industri ini paling minimal menyerap bisnis senilai Rp 25 triliun per tahunnya. Peluang pasar yang masih sangat besar memungkinkan operator terus meningkatkan infrastrukturnya.

“Kalau itu terjadi, pasarnya besar sekali karena pelanggan bertambah kalau operator juga menambah kapasitas. Saat ini sisi suplai masih keteteran sedang permintaannya tinggi,” tukas Johnny.

Rudiantara mengakui kalau industri ini belum ideal. Saat ini masih banyak komplain masuk seperti masalah blank spot dan atau drop call. Menurut Rudiantara, investasi operator untuk pembenahan infrastruktur dalam 2 tahun terakhir mencapai US$ 1 miliar.

Dominasi Entri Level
Dari sisi handset, Robby Darmasetiawan, ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) mengatakan, perkiraan pertumbuhan tahunan dari asosiasi sebesar 30 – 50%
Jumlah ini hanya mengikuti pertumbuhan dari operator.

“Pertumbuhan pelanggan seluler 6 juta dalam setahun tidak sama di sisi handset. Karena satu pelanggan bisa punya lebih dari satu nomor. Kami perkirakan saat ini ponsel baru mencapai 50 – 60% dari pasar. Jadi, perkembangan pasar replacement (penggantian) yang belum ada,” tutur Robby pada konferensi pers sesuai pembukaan.

Biasanya, lanjut Robby, pengguna yang entri level mau naik tingkat ke mid end. Karenanya, tahun depan pasar replacement diperkirakan akan besar.

Namun demikian, pasar ponsel di Indonesia tetap dipandang sebagai pasar ponsel entri level. Saat ini, dominasinya masih sekitar 60%. Pasar replacement di mid end, diperkirakan oleh Robby bisa berkembang sampai 30% pada tahun depan.

Karena pasar ponsel Indonesia masih didominasi ponsel entri level, maka perkembangan teknologi di ponsel pun diarahkan vendor untuk terdapat di ponsel entri level itu.

Semisal teknologi kamera. Robby mengatakan nantinya juga bisa terdapat di ponsel entri level. Begitu pula dengan layar warna 65 ribu warna. Perbedaan mungkin akan terdapat dalam besar resolusinya.

Tapi untuk teknologi terbaru seperti EDGE (Enhanced Data rate for GSM Evolution) dan push to talk, baru bisa didapat di ponsel high end. (one)




0 Comments:

Post a Comment

<< Home