Akhir 2005, Proyek Perluasan Bandara Hasanuddin Dimulai
MAKASSAR- Akibat lonjakan penumpang yang terjadi sejak pertengahan tahun 2001, menjadikan pemanfaatan kapasitas bandara Hasanuddin saat ini mencapai batas maksimal. Jangka pendek, sangat diperlukan adanya penambahan kapasitas bandara, artinya harus merubah master plan yang memperkirakan pemanfaatan fasilitas bandara baru maksimal pada tahun 2007.
”Perluasan bandara Hassanudin kemungkinan dipercepat semester kedua 2005 yang semula direncanakan baru mulai 2006. Saat ini, perubahan master plan bandara sudah final, satu tahun kedepan diselesaikan rencana teknis secara terperinci. Setelah selesai, tahun berikutnya proyek baru dapat dilaksanakan,” kata M.M. Saliwir, Kepala Cabang Bandara Hasanuddin, di Makassar, belum lama ini.
Realisasi perluasan bandara Hasanuddin, sesuai dengan master plan lama Angkasa Pura I, telah menyediakan lahan seluas 540 ha. Saat ini luas bandara sebesar 2.400 ha. Proyek bandara sepenuhnya dilaksanakan Pemerintah dengan sistem government to government dan setelah pelaksanaan proyek selesai, baru dilimpahkan kepada Angkasa Pura I. “Penyerahan ke Angkasa Pura I, dengan perhitungan penyertaan modal pemerintah,” jelas Saliwir.
Faktor utama dipercepatnya perluasan bandara karena melonjaknya penumpang yang diluar dugaan. Saliwir menampik pendapat bahwa suatu saat penumpang pesawat yang melonjak tinggi saat ini akan berpindah ke moda lainnya seperti laut atau darat. Saliwir membenarkan, lonjakan penumpang bandara sebagai pintu gerbang wilayah timur ini meningkat pesat penyebab utamanya adalah perpindahan moda laut dan darat ke udara. Namun, bisa saja dengan membumbungnya harga BBM menyebabkan moda udara menjadi mahal, sehingga mengurangi penumpang. Hal ini, dapat saja peluang tingkat pengembalian investasi tidak sesuai dengan harapan nantinya.
Membumbungnya jumlah penumpang, jelas Saliwir perlu diantisipasi pengelola bandara. Untuk kebutuhan sangat mendesak, jelas Saliwir, Cabang Makassar telah mengajukan pemanfaatan maksimal kapasitas bandara Hasanuddin, salah satunya dengan menambah jumlah kursi tunggu. Saat ini, kapasitas kursi untuk jam padat, antara 10:00 pagi hingga 14:00 siang, jumlah penumpang meningkat 20% setara dengan 1.054 orang, sehingga kapasitas kursi maksimal terisi. Kondisi saat ini, luas tempat duduk 1.800 meter persegi, akan ditambah 400 meter persegi menjadi 2.200 meter persegi.
“Memang bicara ideal 2,5 hingga 3,5 meter persegi per penumpang, untuk 1.000 penumpang diperlukan luas 2.600 meter persegi. Perlu diperhatikan, tidak semua mendapat tempat duduk, disediakan 70% dari kapasitas total di atas 3.000-an meter. Sambil menunggu pelaksanaan grand strategy, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan mendesak seperti ini, usulan telah diajukan kepada direksi,” jelas Saliwir.
Ia mengatakan, perlu adanya pengaturan slot time penerbangan. Dengan pengaturan jadwal penerbangan, akan semakin terukur. “Tidak ada yang disalahkan, tetapi tetapi perlu adanya pengaturan secara bersama, baik operator, angkasa pura, agen dan pemerintah,” jelasnya.
Saliwir mengharapkan, kalau ada agen yang nakal harus di-black list oleh operator. Sementara, untuk memperkecil jumlah calo, pengelola Bandara mengecek antara nama tiket dengan KTP. Jika tidak sama, akan diusut dan diberitahukan kepada penumpang. Karena tiket dengan nama berbeda kalau terjadi accident tidak mendapat penggantian.
2004, Pendapatan Flat
Pendapatan Cabang Hasanuddin, per tahun mencapai Rp 130 miliar dan kontribusi pendapatan terbesar berasal dari kontribusi aero yakni 85% dan non aero hanya 15%.
Saliwir mengatakan, terkait pendapatan, memang masa liburan mengalami lonjakan penumpang, tetapi tingkat load factor penumpang pesawat juga tidak 100%, artinya dengan jumlah pesawat yang ada masih dapat terlayani. Dengan tidak bertambahnya jumlah pesawat, berarti tidak berpengaruh besar pada pendapatan aero, yang merupakan pendapatan utama cabang Hasanuddin. Tidak hanya itu, tingginya jumlah pesawat yang melintas karena Ujung Pandang merupakan bandara transit, sehingga tidak banyak berpengaruh, pada pendapatan aero.
“Tahun 2004 akhir, diperkirakan pendapatan aero masih flat saja, non aero tidak terlalu significan mempengaruhi pendapatan total Hasanuddin,”ungkap Saliwir.
Menyinggung charge penumpang yang masuk ke bandara dimasukan ke dalam airport tax, Saliwir menolak. Ia mengatakan lebih tepat charge tersebut dinamakan Passenger Service Charge/PSC (pungutan yang dikenakan penumpang untuk pelayanan jasa bandara). Dan itu, lanjut Salawir, bersifat cost recovery atau dikembalikan kepada pelayanan penumpang. “Bukan tax, lebih tepat passenger service charge dan non profit karena bersifat cost recovery,” jelas Saliwir.
Angkasa Pura-pun, lanjut Saliwir, dalam penentuan tarif charge tidak secara otoriter, tapi melalui evaluasi lembaga lainnya seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tarif PSC penumpang dikenakan Rp 15.000 dengan jumlah penumpang berangkat per hari rata-rata 3.000 penumpang kontribusinya sebesar Rp 45 juta per hari. Untuk satu bulan mencapai Rp 1,35 miliar. Namun dipertimbangkan pula bahwa investasi untuk peralatan keamanan dan back up personil keamanan memerlukan biaya tidak sedikit. Misalnya saja, untuk investasi X Ray diperkirakan memakan Rp 2,5 miliar dan setiap 8 tahun diganti, belum lagi investasi walk flow Rp 800 juta serta metal detector. Masih ditambah biaya personil security per bulan serta biaya pelatihan sumber daya manusia. (har)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home