Thursday, December 16, 2004

Investasi Infrastruktur Butuh Rp 1.303 Triliun

JAKARTA – Investasi sektor infrastruktur di Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp 1.303 triliun dalam lima tahun ke depan. Mayoritas pembiayaan proyek infrastruktur tersebut harus diserahkan ke swasta domestik maupun asing, karena perbankan domestik hanya mampu mendanai sekitar 30%.
Menurut Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati, pemerintah membutuhkan dana dari perbankan Rp 200 triliun untuk membiayai pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan. Total biaya pembangunan infrastruktur diperkirakan berkisar Rp 700 triliun hingga Rp 1.303 triliun. "Kekurangannya harus didanai oleh swasta dari dalam dan luar negeri," katanya, di Jakarta, Rabu (15/12).
Ketua Tim Pengembangan Pembangunan Infrastruktur Indonesia Raden Pardede menegaskan, biaya pengembangan infrastuktur di Indonesia sangat besar, sehingga tidak mungkin hanya mengandalkan pembiyaan dalam negeri.
Ia yakin, pengembangan infrastruktur sanggup memberikan dampak berganda (multiplier effect) bagi pertumbuhan ekonomi nasional. “Dengan rangsangan pada infrastruktur yang lebih baik, target pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 6,6% hingga 7% diperkirakan dapat tercapai,” kata Raden.
Raden menyebut beberapa strategi jangka pendek dan menengah untuk menggaet pendanaan infrastruktur. Di antaranya adalah peningkatan rasio alokasi pinjaman dan investasi, pembentukan infrastructure fund, dan restrukturisasi permodalan perusahaan infrastruktur, serta reformasi kebijakan menyeluruh baik di sektor keuangan maupun sektor infrastruktur.
Sejauh ini, pemerintah telah memiliki roadmap proyek infrastruktur. Pemerintah akan memanfaatkan forum Infrastructure Summit 2005 pada 17-18 Januari 2005 untuk menawarkan proyek-proyek infrastruktur kepada asing. Menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, proyek unggulan yang ditawarkan ke asing adalah sektor air minum dan jalan tol.
Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah tengah mempersiapkan peraturan pemerintah yang akan mendukung pengembangan infrastruktur. “Khusus pembangunan infrastruktur listrik dan LNG akan ditarik ke Jawa. Itu akan kita tawarkan dalam Infrastructure Summit,” kata Purnomo kemarin.
Ia mengungkapkan, proyek infrastruktur butuh dana Rp 400 triliun, namun pemerintah hanya mampu membiayai 40%. Sisanya, diupayakan dari swasta. Khusus pembangunan sektor kelistrikan, hingga tahun 2010 dibutuhkan dana US$ 30 miliar.
Sementara itu, pengamat ekonomi Sri Adiningsih berpendapat, pemerintah perlu menyiapkan payung hukum yang kuat, antara lain UU Penanaman Modal dan PP yang menjamin bahwa keberadaan proyek infrastruktur harus ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Jadi, walaupun mayoritas pembiayaan berasal dari swasta, proyek itu harus mendatangkan manfaat bagi masyarakat,” katanya.
Berdasar data yang diperoleh Investor Daily, jalan tol membutuhkan dana investasi yang paling tinggi. Jasa Marga misalnya, membutuhkan dana Rp 85,42 triliun. Jasa Marga bersama beberapa mitranya saat ini sedang membangun beberapa ruas tol. Proyek yang diharapkan tuntas April 2005 adalah ruas Cikampek-Padalarang (Cipularang).
Untuk tahun 2005, menurut Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Hengki Herwanto, pihaknya mengusulkan pembangunan tiga ruas tol sepanjang 125 km, yakni ruas Semarang - Solo senilai Rp 3,4 triliun, Gempol-Pasuruan Rp 1,2 triliun, dan Bogor Outer Ring Road sebesar Rp 500 miliar.
Sektor air minum memerlukan dana US$ 25,9 miliar. Investor yang berminat antara lain Metito Overseas Uni Emirat Arab. Sedangkan proyek infrastruktur bergengsi lainnya yang diminati asing adalah proyek monorel di Jakarta senilai US$ 650 juta
Dari beberapa proyek kelistrikan yang sedang dalam proses pembangunan, beberapa yang berkapasitas besar dipegang asing. Sebut saja misalnya pembangunan pembangkit Paiton di Jawa Timur dengan kapasitas 800 mega watt. Proyek yang dikelola Paiton Energy (AS) ini diperkirakan menelan investasi US$ 580 juta.
Proyek listrik lainnya adalah PLTP Darajat III di Jawa Barat. Proyek ini untuk menambah pasokan listrik di Jawa, Madura, dan Bali. Proyek senilai US$ 128 juta ini dikelola oleh ChevronTexaco (AS). Chevron menguasai 95% kepemilikan di pembangkit listrik tenaga panas bumi berkapasitas 110 MW itu. Sedangkan 5% dimiliki oleh PT Darajat Geothermal Indonesia. Sebelumnya, perusahaan perminyakan asal AS ini telah memiliki PLTP Darajat I dan II dengan total kapasitas terpasang 145 MW.(har/eis/ed/rie)


0 Comments:

Post a Comment

<< Home