Pertamina Akan Jual Perusahaan yang Tidak Terkait Bisnis Inti
Jakarta, Investor Daily
Skandal pembobolan dana Rp 200 miliar di PT Pertamina Saving and Investment (PSI) mendorong manajemen PT Pertamina (Persero) mengkaji kembali keberadaan 15 anak perusahaan. Dirut Pertamina Widya Purnama mengatakan, pihaknya akan melepas PT PSI dan anakperusahaan Pertamina lainnya yang tak terkait bisnis inti. “Ya,
mungkin (akan dijual —Red).
Kita jangan memiliki perusahaan yang tidak bisa kita kelola,” ujarnya, usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Rabu (8/9). Di tempat terpisah, Komisaris Utama Pertamina Laksamana Sukardi mengungkapkan pendapat senada. Jika Pertamina masih mengelola anak perusahaan yang tidak sesuai dengan kompetensinya, kata Laksamana, kasus serupa PSI akan terus berulang pada masa akan dating.
“Kegiatan usaha seperti perbankan bukan kompetensi Pertamina. Makanya, kejadian itu lumrah-lumrah saja, karena moral hazard tinggi sekali,” tuturnya. Untuk itu, demikian Laksamana, Pertamina harus merestrukturisasi anak perusahaannya. Mempertahankan anak perusahaan yang berada di luar kompetensi dan terus merugi akan membebani keuangan Pertamina yang saat ini dilanda krisis cash flow. PSI bisa saja ditutup jika skandal pembobolan terbukti menghabiskan modalnya.
Widya mengakui, kerugian di PSI bisa saja melebihi Rp 200 miliar. Karena masih ada sejumlah penyimpangan di PSI yang belum terungkap. “Pasti ada lah. Kan lagi dicheck sekarang. Saya mesti lihat dulu deh,” katanya dirut baru Pertamina itu.
Laksamana yang juga Menneg BUMN mengatakan, dirinya menempatkan Widya sebagai dirut Pertamina guna membersihkan perusahaan minyak dan gas itu dari praktik yang tidak benar. Mengenai keterlibatan orang Pertamina dalam kasus bobolnya PT PSI, Laksamana mengatakan, secara logika orang-orang Pertamina sebagai induknya tentu mengetahui kasus itu. Kemungkinan itu cukup besar. Namun, ia menyerahkan kasus PSI kepada pihak berwajib.
Pada RDPU Pertamina dengan Komisi VIII DPR RI kemarin, skandal PSI juga menjadi bahan perdebatan. Sebagian anggota dewan menghendaki kasus tersebut dibeberkan tuntas dalam RDPU. Namun, dengan pertimbangan kasus tersebut tersangkut PT Bank Persyarikatan Indonesia (BPI), Komisi VIII dan Pertamina akhirnya memutuskan untuk membahasnya secara tertutup di lain waktu. Dikhawatirkan, pembeberan skandal tersebut memicu rush atau penarikan dana nasabah secara besar-besaran di BPI.
Direktur Utama BPI Suhaji Lestiadi menegaskan, pihaknya tidak pernah menerima penyertaan modal dari PSI. Menurutnya, dana PSI yang masih ada di BPI tersimpan dalam deposito dan hingga kini belum ditarik oleh pemiliknya. Namun, ia membantah jumlah deposito milik PSI
mencapai Rp 90 miliar. “Yang saya tahu, dana mereka itu cuma ada deposito dan jumlahnya tidak sebesar itu (Rp 90 miliar —Red). Juga tidak ada penyertaan modal PSI di BPI,” ujarnya kepada Investor Daily kemarin.
Menurut hasil audit arus kas terhadap Pertamina yang dilakukan Ernst & Young (E&Y), BPI tak lagi lancar membayar bunga deposito milik PSI sejak Februari 2004. Pencatatan deposito PSI di BPI juga tak jelas. Namun diketahui bahwa petaka itu berawal dari penerbitan negotiable certificate of deposit (NCD) oleh PT Bank Swansarindo yang kini berubah nama menjadi BPI. NCD bernilai awal Rp 60 miliar kemudian diubah menjadi penyertaan modal PSI di BPI.
PSI yang 99,9 persen sahamnya dimiliki Pertamina dan 0,1% PT Pertamedika, bergerak di bidang pengelolaan dana melalui portofolio investasi di pasar uang dan pasar modal, kerjasama pembiayaan dalam bentuk konsorsium di bidang migas dan pendanaan anak perusahaan Pertamina. Dalam kiprahnya sebagai perusahaan investasi, PSI memiliki beragam target pasar. Tapi, sekitar 65 persen bisnis PSI masih mengandalkan Pertamina. (ed/fai/fen)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home