Friday, February 04, 2005

Kimia Farma Siap Merger dengan Indofarma

JAKARTA – PT Kimia Farma Tbk siap dimerger dengan PT Indofarma Tbk guna menciptakan nilai tambah dan memperluas pangsa pasar. Merger kedua perusahaan itu diharapkan dapat menyaingi pebisnis farmasi asing yang kini merajai pasar Indonesia.
Demikian rangkuman Investor Daily dari wawancara dengan Direktur Utama PT Indofarma Tbk Dani M Pratomo, Direktur Keuangan PT Kimia Farma Tbk Syamsul Arifin, Staf Ahli Kementerian Negara BUMN Sunarsip dan Wakil Ketua Komisi VI DPR Ade Komaruddin, di Jakarta, Rabu (2/2).
Berdasarkan program revitalisasi BUMN 2005-2009, BUMN farmasi termasuk 54 BUMN yang akan di-roll up menjadi 21 BUMN baru hasil merger.
Menurut Syamsul Arifin, Kimia Farma sangat cocok jika dilebur dengan Indofarma. “Soal bentuknya bisa apa saja. Usulan kami, fasilitas manufaktur Kimia Farma dilebur dengan Indofarma sehingga Kimia Farma bisa fokus pada pemasaran, sedangkan Indofarma menjadi parent company,” kata dia.
Induk usaha, kata dia, bertugas memberikan arahan yang jelas dalam mencapai target-target bisnis. “Bukan berorientasi mengejar dividen dan mendulang pajak dari anak usaha semata,” tambah dia.
Selain kedua BUMN di atas, menurut Syamsul, BUMN farmasi lainnya yang bisa digabungkan adalah PT Biofarma dan PT Phapros. “Masing-masing punya manufaktur dan distribusi. Kimia Farma kuat didistribusi,” katanya.
Sementara itu, Dani Pratomo mengatakan, rencana pemerintah menggabungkan BUMN farmasi sebaiknya merupakan opsi terakhir. Untuk menciptakan nilai tambah, menurut dia, BUMN farmasi sebaiknya dibentuk holding, sebab biaya pembentukan holding lebih murah, tanpa mengubah nama perusahaan. Hal itu juga bermanfaat untuk menghindari rasionalisasi karyawan.
“Kalau merger harus mengikuti ketentuan pasar modal sehingga ongkosnya mahal dan butuh waktu lama. Selain itu, dipastikan selalu ada rasionalisasi karyawan,” tegasnya.
Menurut dia, masing-masing BUMN farmasi memiliki keunggulan masing-masing. Misalnya, Indofarma unggul di bidang instalasi fabrikasi, riset dan temuan obat baru dan mengambil segmen produksi di bidang obat generic. Sedangkan Kimia Farma memiliki keunggulan di jalur distribusi, apotik dan ritel. Phapros unggul dalam memproduksi obat-obat ethical branded dengan value added tinggi. “Dengan pembentukan holding, akan terjadi optimalisasi pemanfaatan keunggulan masing-masing secara sinergi,” tambah dia.
Jika dilakukan spot analysis, kata dia, Indofarma sendiri mempunyai peluang untuk berkembang karena kapasitas produksinya cukup besar dan industrinya berteknologi tinggi. “Kapasitas produksi belum seluruhnya dipakai,” kata dia.
Saat ini, bisnis Indofarma bertumpu pada produksi obat generik. Meskipun penjualannya sangat besar, namun struktur utang perseroan akhirnya menggerogoti profit. Posisi utang pokok Indofarma akhir 2004 (belum diaudit), sekitar rp 25 – Rp 50 miliar. Pada 2003, perseroan membayar beban bunga Rp 40 miliar dan pada tahun 2004 sebesar Rp 18 miliar. “Bagi Indofarma, pembentukan holding akan mempercepat penyelesaian utang (restrukturisasi),” jelasnya.


Potensi Besar
Menurut Dani Pratomo, potensi BUMN farmasi cukup besar dalam memenangkan persaingan di bisnis farmasi nasional. “Tapi, jangan lupa dengan tugas menjamin kebutuhan publik,” tambah dia.
Tahun 2004, Indofarma yang memiliki omzet sekitar Rp 700 miliar diperkirakan membukukan keuntungan sekitar Rp 10 miliar. Sedangkan Kimia Farma, dengan omzet sekitar Rp 1,2 triliun diperkirakan meraih laba bersih sekitar Rp 76 miliar.
Staf ahli menneg BUMN mengatakan, kebijakan konsolidasi atau merger menjadi struktur korporasi merupakan langkah yang tepat terhadap BUMN yang memiliki usaha sejenis. “Ini dalam upaya value creation (penciptaan nilai,” kata Sunarsip.
Sementara itu, Ade Komaruddin menekankan, agar penggabungan usaha BUMN jangan sembarangan. “Jangan yang sakit digabung dengan yang sehat. Biasanya, yang sakit akan mempengaruhi yang sehat sehingga perusahaan hasil merger malah menjadi sakit,” katanya. (ed/kzy)









0 Comments:

Post a Comment

<< Home