Investor Dapat Konsesi 15 Tahun
Menteri Perhubungan Hatta Radjasa:
Mulai Senin (17/1) hingga Selasa (18/1), pemerintah menggelar Infrastructure Summit 2005 di Jakarta. Lewat forum itu, pemerintah menawarkan 91 proyek bernilai US$ 22 miliar (Rp 204,6 triliun). Rencananya, pemerintah juga akan menggelar forum serupa pada November 2004 dengan menawarkan 52 proyek senilai US$ 57,5 miliar (Rp 534,75 triliun).
Di antara proyek-proyek yang ditawarkan pada forum internasional itu adalah proyek yang berada di bawah departemen perhubungan (dephub) mencapai senilai Rp 19,5 triliun.
Untuk mengetahui jenis proyek dan insentif yang ditawarkan dephub, wartawan Investor Daily Edo Rusyanto mewawancarai Menteri Perhubungan Hatta Radjasa, di ruang kerjanya Jumat (14/1). Berikut petikannya.
Berapa proyek infrastruktur yang ditawarkan oleh Departemen Perhubungan pada Infrastructure Summit 2005?
Dari tempat saya ada empat bandara. Pertama, perluasan terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta. Kedua, fasilitas pemrosesan kargo dan industri terpadu Bandara Soekarno-Hatta. Ketiga, Bandara Kualanamu, Medan. Keempat, Bandara Lombok Baru. Ini yang memang sudah siap kita tawarkan kepada investor dalam Infrastructure Summit kali ini.
Nilai investasi yang dibutuhkan, untuk bandara Medan Rp 2,25 triliun. Untuk ekspansi terminal Bandara Soekarno-Hatta Rp 2,9 triliun, embangunan fasilitas pemrosesan kargo Soekarno-Hatta Rp 431,35 miliar. Sedangkan untuk Bandara Lombok Baru Rp 1,25 triliun. Kemudian akses transportasi ke Bandara Soekarno-Hatta melalui jalur kereta api menuju stasiun Manggarai membutuhkan investasi Rp 696,08 miliar.
Kenapa Bandara Hasanuddin tidak ditawarkan?
Tadinya memang mau ditawarkan di Infrastructure Summit, tapi PT Angkasa Pura I memiliki kemampuan untuk tahap awal, yakni pembangunan terminal yang luasnya sekitar 48 ribu square meter untuk tujuh juta penumpang.
Bandara Hasanuddin butuh Rp 844 miliar dan dikerjakan sendiri oleh PT Angkasa Pura I. Itu dibagi dua tahap. Pertama, dari modal Angkasa Pura I senilai Rp 100 miliar dan pinjaman dari Bank Mandiri senilai Rp 300 miliar. Tahap kedua, mungkin menerbitkan obligasi atau menggaet mitra. Menurut saya, opsi menggandeng mitra jauh lebih baik karena tidak membebani. Bisa mitra lembaga investasi atau operator bandara, terserah (itu) business to business. Pemerintah tidak bisa ikut campur lagi.
Menurut saya kita harus mendorong dana market (pasar uang dan pasar modal). Bisa saja menerbitkan obligasi. Tapi, itu kewenangan menteri BUMN. Saya menganggap money market cukup besar uangnya.
Bagaimana dengan bandara Unit Pelaksana Teknis (UPT) ?
Sekarang belum untuk bandara UPT. Itu kan bandara kecil yang tidak begitu komersial. Tugas pemerintah memang menjaga bandara yang secara komersial tidak viable (prospektif), tapi secara ekonomi viable. Namun, melalui public service operation (PSO), upaya menjaga keperintisan itu tetap ada.
Untuk proyek-proyek pelabuhan laut, terdiri atas apa saja?
Pelabuhan Bojanegara (Banten) menelan investasi Rp 1,9 triliun. Kemudian pengembangan pelabuhan Tanjung Priok di Ancol Timur itu menelan Rp 4,38 triliun. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak di Teluk Lamong diperkirakan menelan investasi sebesar Rp 6,43 triliun. Terakhir, pengembangan Pelabuhan Balikpapan senilai Rp 648 miliar.
Ada calon investor yang sudah mengajukan minatnya?
Yang dari investor lokal sudah banyak. Bahkan, dari delapan program saya itu memang peminatnya banyak. Saya tidak bisa sebutkan karena nanti akan melalui proses tender. Minat swasta lokal cukup besar terutama untuk ekspansi pelabuhan di Jawa Timur, perluasan Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Medan Baru. Mereka tergabung dalam konsorsium nasional.
Kalau yang dari asing, beberapa yang sudah menunjukkan indikasi itu. Ada yang dari Cina, Amerika Serikat dan Singapura. Mereka melalui Kadin.
Berapa return dari proyek-proyek yang Anda tawarkan?
Return-nya sekitar 15-19%. Kalau pelabuhan sekitar 15%. Bandara lebih bagus. Misalnya, bandara Medan itu sekitar 17-19%, tergantung beberapa asumsi tapi tidak di bawah 15%.
Saya yakin proyek yang di Dephub direspons calon investor. Buat saya bukan persoalan laku atau tidak. Saya ingin menunjukkan kepada dunia internasional, new government ready to invite the investor.
Anda tidak takut disebut penjual aset negara?
Ini tidak menjual aset. Aset mana yang saya jual? Saya mengajak mereka untuk investasi. Ini ajakan membangun, bukan menjual aset yang sudah ada. Ini membangun sesuatu yang belum ada.
Berapa lama konsesi yang didapat investor?
Tergantung. Kalau bandara 7 sampai 10 tahun. Untuk pelabuhan tidak ada (konsesi) yang di bawah lima tahun, bahkan ada yang 15 tahun. Untuk Bojanegara konsesinya panjang karena pelabuhan baru. Ekspansi Bandara Soekarno-Hatta konsesinya sekitar 7-10 tahun.
Kapan tendernya dimulai?
Tentu pada departemen teknis yang akan mengatur tender. Nanti kita lihat, begitu ada yang mengajukan ketertarikan, kita persiapkan tendernya secepat mungkin. Menurut saya project profile-nya sudah. Pembebasan tanahnya sudah. Jadi relatif cepat.
Hanya memang ini harus sejalan dengan legal reform itu. Saya harapkan keduanya berjalan tahun ini. Proyek-proyek yang ada di saya (Dephub,red) harus ditenderkan.
Kendala apa yang dihadapi dalam menjual proyek-proyek di Dephub?
Saya kira masalah legal merupakan yang nomor satu. Kemudian yang kedua, bagaimana tetap melibatkan Pelindo (PT Pelabuhan Indonesia). Idealnya kita ajak. Karena berada di wilayah Pelindo khususnya yang di Ancol Timur.
Bagaimana dengan peraturan pendukung guna merangsang calon investor?
Kita akan mengubah peraturan pemerintah (PP). Tentunya kalau kita mengubah PP, ini berkaitan untuk mempersingkat perizinan dan akan sedikit liberal. Tapi tidak bisa melebihi apa yang sudah tercantum dalam undang-undang. Kita perlu mengubah undang-undang, tapi butuh waktu kan? Contohnya, saya menginginkan swasta itu bisa membangun rail way (jalur kereta api). Sekarang undang-undangnya tidak mengizinkan. Dia (investor) hanya bisa bekerja sama dengan PT Kereta Api. Tapi, nanti itu tak perlu lagi. Kalau dia mau membangun, silakan. Begitu juga di pelabuhan dan bandara. Yang penting buat saya ada investasi.
Perkembangannya bagaimana?
Sampai Jumat (14/1) belum semua PP rampung. Saya kira akan terkejar target sebelum 17 Januari. Tapi dari delapan PP yang akan diubah, yang kira-kira akan keluar PP perubahannya ada tiga. PP tentang pelabuhan, rail way dan bandara. Harus ada kepastian hukum. Kalau tidak ada kepastian hukum calon investor tidak mau investasi. Ini yang kita berikan, regulator frame work-nya harus jelas.
Sangat tidak mungkin mengubah undang-undang dalam waktu cepat. Saat ini draf final undang-undang telah selesai. Tinggal selanjutnya diajukan ke DPR. Ini masuk dalam program 100 hari saya.
Tinggal diserahkan ke Bapak Presiden kemudian dimasukan ke DPR. Rencananya minggu depan, draf revisi UU 13, 14, 15 dan 21 (tentang kereta api, jalan raya, laut dan udara, red) selesai kita serahkan ke departemen hukum dan perundangan.
Revisi itu misalnya dari semula yang bisa membangun hanya PT Kereta Api, nantinya siapa saja bisa membangun. Revisi undang-undang tersebut agak berbeda dengan undang-undang migas karena tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Kalau perlu nanti kita bicarakan dengan Mahkamah Konstitusi.
Kelak akan multioperator?
Nanti kita akan menganut multioperator di segala aspek. Di telekomunikasi dan kereta api bisa multioperator. Saya yakin dengan multioperator akan ada persaingan yang sehat. Ada mekanisme pasar yang sehat. Dan akan ada investasi dan ujungnya pelayanan jadi baik. Ini harus diatur dengan undang-undang yang melindungi investasi.
Di telekomunikasi sudah lebih cepat untuk multioperator. Hanya tinggal selangkah lagi membayar kompensasi kepada pemerintah. Sudah disetujui. Ada komitmen tapi pembayarannya belum. Itu sekitar Rp 478 miliar. *
0 Comments:
Post a Comment
<< Home