Thursday, April 28, 2005

Penyusunan Dokumen Tender Enam Ruas Tol Tersendat

Jakarta- Penyusunan dokumen tender enam ruas tol tersendat-sendat. Salah satu faktornya, menunggu kepastian revisi keputusan presiden (Keppres) No 55 Tahun 1993 tentang Tatacara Pengadaan Lahan Bagi Kepentingan Umum.
“DPU sedang menyusun dokumen kontrak. Memang butuh waktu, supaya lebih baik. Namun, masih sesuai rencana karena yang terpenting adalah pengumuman pemenang tender jadwalnya tetap, pertengahan Desember,” tutur Eduard T Pauner, direktur Sistem Jaringan Prasarana Ditjen Prasarana Wilayah DPU, kepada Investor Daily, baru-baru ini, di Jakarta.
Ia menjelaskan, pelaksanaan tender investasi proyek tol senilai Rp 12 triliun itu, merupakan pengalaman pertama Departemen Pekerjaan Umum (DPU). “Sehingga wajar agak telat. Namun, untuk tender 13 ruas tol pada Juli mendatang diharapkan dapat berjalan lebih mulus,” kata dia.
Saat ini dari 38 konsorsium peserta tender enam ruas tol, telah lulus seleksi tahap awal 16 konsorsium. Semestinya saat ini ke-18 konsorsium tersebut sudah dapat mengambil dokumen tender untuk mengikuti tahap selanjutnya.
Menurut Eduard, penyusunan dokumen tender juga harus memperhatikan aspek-aspek legalnya. Salah satu aspek itu adalah terkait kepastian tatacara pembebasan lahan. “Banyak konsorsium yang mempertanyakan kepastian hukum tersebut. Pemerintah harus segera mereformasi Keppres 55 tahun 1993. Kami mengusulkan ada Forum Konsinyasi. Artinya, musyawarah penyelesaian soal tanah tetap jalan melalui pengadilan. Namun, secara fisik proyek konstruksi tetap jalan,” ungkap Eduard.
“Dari segi teknis, tender tol tak ada masalah, tapi jika aspek pembebasan tanah tidak mendukung akan menghambat pembangunan jalan tol,” tambah dia.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) Adityawarman mengakui, pihaknya belum menerima dokumen tender dari Departemen Pekerjaan Umum. Menurut dia, kemungkinan pemerintah ingin menyiapkan secara matang mengenai segala hal yang menyangkut pelaksanaan tender. Termasuk juga mengenai revisi Keppres No. 55 tahun 1993.
“(Revisi) Itu juga yang sedang kita tunggu-tunggu,” ujarnya, ketika dihubungi Senin (25/4), di Jakarta.
Dari sisi kesiapan, menurut dia, konsorsium CMNP sudah menyelesaikan seluruh persiapan penawaran, termasuk dalam penentuan tarif yang bisa menjadi penentu kemenangan tender. Pihaknya kini, hanya tinggal menunggu dokumen tender dari DPU.
Adityawarman memaklumi keterlambatan DPU dalam membagikan dokumen tender kepada para peserta tender untuk penyempurnaan dokumen. “Pemerintah mungkin masih mempersiapkan secara matang sebelum diberikan (kepada peserta tender). Karena, setelah dokumen diberikan maka sudah masuk hitungan (jadwal) tender,” kata dia.
Dalam pelaksanaan tender investasi jalan tol tahap I yang diselenggarakan DPU, CMNP ikut serta dalam dua paket ruas jalan tol melalui konsorsium. Ruas jalan tol itu adalah Depok – Antasari dan Cinere-Jagorawi. Pada ruas Depok-Antasari, CMNP menjadi lead konsorsium Citra Waspphutowa, dengan anggota Waskita, PP, Hutama Karya dan Bosowa. Kepemilikan saham CMNP di konsorsium ini mencapai 55%. Sementara di ruas Cinere-Jagorawi, CMNP menjadi anggota konsorsium (45% kepemilikan) Kristawadyasa Marga, bersama Nindya Karya dan Istakakarya. Lead konsorsiumnya adalah Bakrie Investama.
Selain kedua ruas tol tersebut, dalam tender tahap I ruas tol yang ditenderkan adalah tol Medan-Binjai (20,5 km), tol Makassar Seksi IV (11,0 km), tol Cikarang – Tj. Priok (53 km) dan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (56,0 km).


Segera Revisi
Sebelumnya, Direktur Utama PT Jasa Marga Syarifuddin Alambai mendesak kepada pemerintah untuk segera merevisi Keppres No. 55 tahun 1993. Menurut dia, hal itu untuk memberi kepastian kepada investor yang akan menggarap program 1.600 kilometer jalan tol yang saat ini sudah dimulai proses tendernya.
Hal itu dikemukakan, berkaitan masih sering terjadinya permasalahan dengan warga dan pihak-pihak tertentu berkaitan pembebasan lahan. Seperti yang terjadi saat ini, sejumlah warga membangun rumah di lokasi proyek jalan tol Hankam-Cikunir.
Menurut Alambai, sesuai UU Jalan No. 38 tahun 2004 apabila ada gangguan terhadap aset negara maka dapat dikenakan sanksi pidana, “Kebetulan ruas itu (Hankam-Cikunir, Red) belum dilewati lalulintas serta tindakan mereka belum sampai merusak jadi belum ada sanksi,” ujar Alambai (Investor Daily, 24/3). Alambai menyebutkan, di dalam Keppres No. 55 tahun 1993 disebutkan untuk kepentingan umum pembebasan lahan harus melalui musyawarah dengan masyarakat. Pada praktiknya, hal itu memakan waktu lama bahkan tahunan seperti kasus Biomed JORR ruas Veteran-Ulujami yang mengakibatkan PT Jasa Marga mengalami kerugian. Ia mengatakan, dalam Keppres hasil revisi nanti, hanya dibutuhkan satu kalimat saja, yang bunyinya apabila sudah masuk koridor jalan, pemilik tanah tidak berhak lagi menghalang-halangai pembangunan, segala sesuatunya harus diselesaikan melalui pengadilan atau cara damai, ujar Alambai.Tentang revisi Keppres 55 Tahun 1993, menurut Menteri PU Djoko Kirmanto, saat ini DPU menunggu pengesahan dari Presiden. (ed/abe)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home