Wednesday, May 04, 2005

Catatan Dari Proyek Tol Cipularang II

Alambai, Sang “Arsitek” Tol Cipularang

Waktu tempuh jalan darat Jakarta-Bandung hanya 1,5 jam. Hal itu terwujud setelah jalan tol Cipularang tahap II yang menghubungkan Jakarta-Cikampek-Purwakarta-Padalarang rampung dibangun PT Jasa Marga (Persero) akhir April 2005. selanjutnya, ruas tol tersebut terhubung dengan jalan tol Padalarang – Cileunyi (Padaleunyi).
Pembangunan jalan tol Cipularang II sepanjang 41 kilometer (km) itu menelan dana sekitar Rp 1,6 triliun. Total panjang tol Cipularang (tahap I dan II) sepanjang 59 km. Tol Cipularang Tahap I sepanjang 18 km menghubungkan Dawuan-Sadang (12 km) dan Padalarang-Bypass atau Cikamuning-Padalarang (6 km), sudah dioperasikan sejak tahun 2003. Sedangkan tol Cipularang tahap II, membujur dari Sadang (Purwakarta Utara) hingga Cikamuning (Padalarang Barat).
Menurut Direktur Utama PT Jasa Marga Syarifuddin Alambai pembangunan tol Cipularang merupakan proyek yang cukup sulit. Maklum, ruas tol tersebut dipenuhi bukit dan lembah dalam yang membutuhkan banyak kegiatan cut and fill (pengerukan dan penimbunan). Sebelum membangun tol tersebut, biasanya medan jalan tol yang dikerjakan Jasa Marga datar saja.
Alambai memang tidak bisa dipisahkan dari proyek Tol Cipularang. Karena itu, permintaan Presiden Megawati agar Jasa Marga merampungkan pembangunan Cipularang tahap II dalam satu tahun, langsung disambar Alambai. Permintaan yang diajukan Megawati saat meresmikan Cipularang tahap I awal Januari 2004 itu, disambung dengan penandatanganan kontrak pekerjaan pada 7 April 2004. Targetnya, harus rampung sebelum delegasi negara-negara Asia Afrika memperingati 50 tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 24 April 2005. “Mau bagaimana lagi? Kami tidak ditanya bisa atau tidak. Yang penting tol itu sudah harus selesai sebelum 24 April 2005,” kata Syarifuddin. Karena itu tanpa membuang waktu, pria kelahiran Sugihwaras, Sumatera Selatan, 3 Juni 1942 ini pun, segera bekerja. Pembangunan Cipularang II akhirnya rampung sesuai target. Para delegasi dari 157 negara peserta KTT Asia Afrika akhirnya dapat melintasi mulusnya tol Cipularang.
* * *
Bagaimana tol tersebut bisa rampung dalam waktu satu tahun? Sebagai perbandingan, selama 1978 (pembangunan jalan tol Jagorawi) sampai 1997 (saat dihentikannya seluruh pembangunan proyek besar termasuk jalan tol) Indonesia hanya berhasil membangun 570 km jalan tol atau 30 km per tahun.
Sedangkan tol Cipularang II sepanjang 41 km bisa rampung sekitar satu tahun.
Alambai menuturkan, langkah pertama yang dia lakukan adalah memecah proyek jalan itu menjadi sembilan paket pekerjaan, setelah itu baru menenderkannya. Tujuannya, agar proyek tersebut dapat dikerjakan oleh sembilan kontraktor yang memenangi tender secara serentak selama 24 jam (tiga shift). Untuk pekerjaan besar ini, termasuk konstruksi khusus pada empat jembatannya, Alambai sebagai magister teknik Universitas Indonesia (UI) dengan spesialisasi manajemen proyek itu, sama sekali tak melibatkan tenaga ahli asing. Ia hanya meminta masukan para pakar jembatan dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Hasilnya, untuk tiang jembatan Jasa Marga memutuskan menggunakan I-girder (balok beton berbentuk huruf I) yang sudah di-prestress. Untuk membangun pondasi, juga memancangkan tiang itu di kedalaman lembah, ia mendatangkan launcher, alat khusus yang mampu mengangkat balok beton hingga 60 meter sebagai pengganti crane. Dengan demikian alat canggih dari Italia ini untuk pertama kalinya dipergunakan di Indonesia di proyek tol Cipularang.
Sementara untuk pembiayaan, ayah empat anak ini melansir skim pembiayaan contractor full pre finance (CPF). Polanya, kontraktor membiayai sendiri sepenuhnya pembangunan proyek yang dikerjakannya dengan kredit bank dengan jaminan Jasa Marga, setelah proyek selesai dan diserahkan Jasa Marga mencicil pinjaman tersebut ke bank selama lima tahun. Dengan pola pembiayaan itu, cash flow Jasa Marga tidak terganggu.
Pembangunan Cipularang II tidak berjalan mulus. Kerap terjadi longsoran timbunan atau galian. Maklum, ada 10 bukit yang dipapas yang menghasilkan 18 juta meter kubik galian dan timbunan. Tak heran, jika Alambai harus terus mengontrol pembangunan proyek prestius tersebut.
Kerumitan pembangunan Cipularang II, kata Alambai yang mantan Direktur Peralatan Jalan PU (1982 – 1989) itu, di antaranya adalah pembangunan jembatannya yang memerlukan konstruksi khusus. Jembatan Cikubang di Cikalongwetan (Kab Bandung) misalnya, ketinggiannya mencapai 60 m (tertinggi di Indonesia), sehingga pembangunan tiangnya menimbulkan persoalan tersendiri. Pasalnya, crane yang selama ini digunakan di berbagai proyek konstruksi hanya mampu mengangkat balok beton hingga 30 meter. Persoalan serupa terjadi pada Jembatan Cipada di Cipatat (Kab Bandung) yang tercatat sebagai jembatan tol dengan rentang terpanjang di negeri ini (700 m).
Konsesi Cipularang semula dipegang oleh PT Citra Ganesha Marga Nusantara. Namun, konsesi dicabut pada 2000 dan dialihkan ke Jasa Marga dua tahun kemudian akibat krisis ekonomi. Citra Ganesha mendesain pengerjaan jalan tol selama tiga tahun. Mereka harus menggandeng Travalgar, investor asal Inggris, untuk mendukung pembiayaan dan teknis konstruksinya.
Tol Cipularang II tercatat menggunakan 25.000 ton besi beton, 523.000 ton semen, 1,3 juta meter kubik batuan split, 514.000 meter kubik pasir, dan menyerap 50.000 tenaga kerja mulai dari tenaga ahli sampai buruh dengan melibatkan 30 perusahaan konsultan dan kontraktor. Kini, tol yang sedang diujicoba bagi umum itu sedang menunggu peresmian dan penetapan tarif. Jasa Marga mengusulkan tarif Cawang – Cikampek – Purwakarta – Padalaleunyi (keluar di pintu tol Pasteur) sepanjang 115 km sebesar Rp 29.000 (kendaraan kecil), Rp 42.500 (bis umum) dan Rp 57.000 (truk besar). “Jika dihitung rata-rata Rp 335 per km,”kata Alambai. Tentu saja lebih murah dibandingkan tarif kereta api Argo Gede yang berkisar Rp70 hingga Rp 75 ribu per orang. (edo rusyanto)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home