Tuesday, May 17, 2005

‘Kerahkan 7.000 Pemasar Gempur Jakarta’

Kepala Divre II Telkom, Ermady Dahlan:

MENGELOLA divisi regional (divre) II PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yang melintasi tiga provinsi; DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, merupakan tantangan tersendiri bagi Kepala Divre II Telkom Ermady Dahlan.
“Kita berharap tetap menjadi leader di Jakarta. Saya pikir eksistensi Telkom sebagai pemegang flag carrier Indonesia tetap eksis,” tutur Ermady baru-baru ini, menjawab pertanyaan wartawan Investor Daily Edo Rusyanto, di Jakarta.
Pendapatan Divre II Telkom memberi kontribusi sekitar 60% dari total pendapatan Telkom non seluler.
Berikut petikannya.

Berapa target pelanggan untuk wilayah Divre II pada 2005?
Saat ini, pelanggan Telkom Divre II sekitar 3,3 juta pelanggan, dan hingga akhir 2005 kita proyeksikan pelanggan menjadi 3,6 juta. Jumlah itu total pelanggan, telepon kabel (fixed wireline) dan telepon tanpa kabel (fixed wireless access/FWA) Telkom Flexi. Target Flexi akan terlewati 20 hingga 25%. Total target Flexi 492 ribu.

Bagaimana dengan jumlah pelanggan internet?
Speedy (produk layanan internet Telkom, red) hingga kini telah mencapai 15 ribu pelanggan. Hingga akhir 2005 sekitar 75 ribu. Kita selalu optimistis dapat tercapai.

Bagaimana Anda menembus persaingan bisnis telekomunikasi di Jakarta?
Dari delapan program excellent dalam rangka Gempar (gelar pemasaran dan pelayanan) 135, kita punya program service quality improvement (peningkatan kualitas service). Kita menyadari bahwa tidak sendiri di pasar. Kita harus cukup menarik di mata pelanggan. Kalau dulu saat monopoli, ketika pelanggan ditanya kenapa milih Telkom karena tidak ada lagi. Sekarang sudah banyak yang lain.
Program ini sasarannya agar kita merasa membutuhkan pelanggan. Dulu teman-teman saya gak perlu keluar kantor karena pelanggan datang sendiri. Dalam program Gempar 135 jumlah karyawan yang keluar kantor mencari pelanggan ditingkatkan menjadi tiga kali lipat dari biasa. Itu yang langsung.
Sedangkan yang tidak langsung, seluruh pegawai Divre II punya tanggung jawab mendatangi pelanggan. Kalau menunggu, akan dicegat kompetitor kita.
Sekarang jumlah pegawai yang besar menjadi suatu nikmat, kita punya 7.000 karyawan. Perusahaan telekomunikasi mana yang punya tenaga sales sebanyak 7.000? Bahkan, sekarang kita libatkan keluarga karyawan. Seperti istri, adik istri, anak dan sebagainya. Kalau masing-masing punya lima keluarga, tenaga pemasaran kita menjadi 35 ribu.
Kalau kita memble, katanya mental pegawai negeri. Saya lebih senang kita agresif dan disebut Telkom ini mau makan sendiri.

Apa hasilnya dari program Gempar 135?
Gempar 135 mendorong sales meningkat dua kali lipat. Ini sejalan dengan sasaran saya yang pertama yakni bagaimana tetap membesarkan market share karena kita sadar pertumbuhan revenue andalan utamanya itu sales.
Andalan produk kita itu Flexi dan Speedy, selanjutnya data dan internet. Selain kita mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan maupun produk kita di fixed wireline yang ada sekarang yaitu jumlahnya tiga juta lebih di Jakarta. Programnya ada fix to fix ada cordless. Karena wireline itu adalah satu yang bisa membedakan Telkom dengan yang lain. Saya pikir competitor Telkom tidak pernah punya wireline sebesar itu.

Apa saja jurus yang digunakan untuk mencapai target Anda?
Program kita adalah bagaimana market share masih dapat ditumbuhkan. Tidak saja hanya memburu customer-customer yang kita anggap sebagai target market kita, juga couple dengan itu kita tingkatkan pelayanan. Caranya, pertama sales quality improvement. Peningkatan kualitas sales dengan memilih pelanggan yang rate-nya bagus. Dulu pelanggan bisnis didahulukan. Sekarang kriteria ditambah tidak saja dari sisi kualitas kontribusi, tapi dari sisi kualitas ter-collect-nya. Kedua, service quality improvement (peningkatan kualitas service). Kita menyadari bahwa tidak sendiri di pasar. Kita harus cukup menarik di mata pelanggan. Lalu yang ketiga carring quality improvement. Sebelum pelanggan complain kita care banget. Bukan semata slogan. Kita berpersepsi, setiap customer tidak pernah salah. Pada saat pelanggan complain dan tidak terselesaikan itu dieskalasi ke atas.

Hanya itu saja? Ada program lainnya?
Program keempat, asset productivity and growth. Kita tahu ke depan, efisiensi menjadi nomor satu bagi perusahaan. Contohnya, walau kami tidak lagi membangun kabel tembaga maka kabel yang ada kita teliti benar berapa yang tersisa dan jaringan yang ada tetap kita pasarkan. Kabel-kabel yang sudah tua diupayakan pergantian termasuk dengan serat optik. Program kelima, billing quality improvement. Di dalam persaingan sensitifitas masyarakat tidak hanya pada pricing. Tapi, dia bisa membandingkan mana yang lebih murah dan lebih nyaman. Berapa yang dipakai dan dibayar seimbang. Pekerjaan ini sudah sejak lama dilakukan. Kita ingin mereduksi ketidaknyamanan pelanggan. Program selanjutnya, usage quality improvement. Kita menyadari bisnis telekomunikasi bukan penjualan produk, tapi dari penggunaan. Kita tahu operator lain sudah banyak maka kita ingatkan agar pesawat telepon Telkom yang sudah dipunyai untuk digunakan. Program lainnya adalah cost reduction productivity. Kita mengupayakan mengurangi biaya. Seperti tidak ada lagi surat internal yang pakai kertas. Kita pakai intranet.

Ngomong-ngomong, Telkom tidak fair membebani pelanggan dengan biaya intagjastel Rp 2.000 per bulan?
Saya yang memulai penerbitan invoice tagihan jasa telepon (intagjastel). Pada saat tagihan digratiskan, beban biaya ditanggung Telkom. Saya tanya ke masyarakat, kenapa tidak digunakan intagjastel itu? Hanya disusun saja di dapur. Ngapain Telkom mengeluarkan uang yang tidak dibutuhkan. Makanya saya buat konsep ini dibebankan ke customer. Kita umumkan di media massa bahwa mulai bulan ini dibebankan ke customer. Kita juga sosialisasikan by call. Kalau customer tidak butuh, bell 147, tidak kita kirim. Respons masyarakat banyak yang minta tidak dikirim, dan kita tidak kirim. Bahkan, yang tidak dikirim itu saat akan membayar ke Telkom tidak tahu jumlah tagihannya. Akhirnya jadi mau dikirim lagi. Penerapan pembebanan biaya invoice tagihan kepada masyarakat dilakukan sekitar tahun 1999. sekarang masih terbuka, jika customer tak mau dikirim, akan distop.

Telkom mengelola sendiri pengiriman intagjastel?
Kita tidak tangani sendiri. Kita outsource ke perusahaan yang punya mesin cetak dan kurir. Ada juga yang melibatkan kantor Pos. Tiap daerah berbeda. Tapi, tidak terafiliasi dengan Telkom. *

0 Comments:

Post a Comment

<< Home