Wednesday, May 18, 2005

Pemerintah Pertahankan Saham di BUMN Telekomunikasi

JAKARTA-Menteri negara BUMN Sugiharto menyatakan, pemerintah akan mempertahankan kepemilikannya di BUMN Telekomunikasi, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Indosat Tbk. Bahkan, jika dimungkinkan, pemerintah akan menambah kepemilikan sahamnya di kedua BUMN tersebut.
Sugiharto menyebutkan, saham pemerintah di Telkom kini tinggal 51% dan di Indosat hanya 15%. Anak perusahaan Telkom, PT Telkomsel, 35% sahamnya sudah dikuasai oleh Singapore Telecomm (SingTel). Sedangkan, pemegang saham mayoritas (41,9%) di Indosat adalah Singapore Technologies Telemedia (STT). Baik STT maupun SingTel adalah milik Temasek, Singapura.
"Kita tidak lagi memiliki full control (kontrol penuh) yang diperlukan untuk melakukan check and balances. Saya tidak ingin ada distorsi maka pemerintah akan all out mempertahankan kepemilikan, kalau bisa saya tambah," tegas Sugiharto dalam Dialog Publik Restrukturisasi Frekuensi untuk Keunggulan Industri Infokom di Indonesia, di Jakarta, Selasa (17/5).
Pemerintah akan memperhatikan kebijakan finansial, seperti dividen dan penawaran saham dari kedua BUMN telekomunikasi itu. kebijakan dividen yang diharapkan hanya sebatas kebutuhan untuk menopang anggaran pemerintah. "Tidak lebih dari 50%," katanya. Mengenai Telkom yang diperkirakan mengusulkan dividen sebesar 40%, Sugiharto mengaku, belum mengetahui usulan tersebut. Tetapi, ia menilai angka tersebut masih dalam kisaran yang diharapkan pemerintah.
Sugiharto meminta agar kedua BUMN itu meningkatkan kinerjanya, terutama dalam percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Pembangunan tersebut diharapkan memiliki multiplier effect (efek berganda) dan memberikan nilai lebih bagi perusahaan, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.

Lisensi 3G
Dalam kesempatan itu, Sugiharto mengungkapkan, adanya keluhan dari fund manager internasional mengenai alokasi frekuensi generasi ketiga (3G). Fund manager tersebut menilai, alokasi 3G merugikan perusahaan telekomunikasi terkemuka seperti Telkom dan Indosat.
"Saya mengimbau kepada menteri komunikasi dan informatika (menkominfo) untuk mengkaji ulang alokasi lisensi dan frekuensi 3G. Telkom dan Indosat seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam lisensi 3G," papar dia. Ia mencontohkan, di Jepang alokasi lisensi 3G harus dibayar mahal oleh enam operator yang menerimanya, yaitu sebesar US$ 46 miliar.
Sementara itu, Menkominfo Sofyan A Djalil mengatakan, Telkom tidak mendapatkan alokasi 3G karena pada waktu itu tender dibuka untuk non operator. "Tetapi kemudian ada operator yang mendapatkan lisensi, itu berarti kesepakatan kita langgar sendiri," kata Sofyan dalam forum tersebut.
Menurut dia, dideteksi adanya campuran teknologi yang digunakan dalam kanal yang seharusnya dipersiapkan untuk 3G sehingga frekuensi 10 MHz itu terbuang percuma.
"Prinsip pemerintah memberikan equal playing field (perlakuan yang sama), seluruh frekuensi 3G akan dibebaskan dulu kecuali Telkom karena adanya kesalahan kebijakan di masa lalu," tutur dia. Ia menegaskan, pemerintah akan menender ulang untuk alokasi frekuensi 3G ini. Sesuai mekanisme tender, bisa saja operator besar tidak mendapatkan alokasi frekuensi jika penawarannya lebih rendah dibanding penawar lainnya. Yang jelas, tender akan dilakukan setransparan mungkin.
Pemerintah telah memberi lisensi kepada dua operator baru, yaitu PT Cyber Access Communications (anak usaha Charoen Phokphand) dan PT Natrindo (Grup Lippo) pada 2004 masing-masing dengan frekuensi 30 MHz.
Menurut Menko Perekonomian Aburizal Bakrie yang hadir dalam seminar tersebut, industri informasi dan komunikasi Indonesia sedang berada di suatu persimpangan. “Banyak pelaku bisnis di bidang telekomunikasi yang mempertanyakan tentang alasan pemberian lisensi dan alokasi frekuensi di sektor telekomunikasi,” ujar dia.Salah satu tanggungjawab pemerintah, jelas Aburizal, adalah harus menjamin bahwa operator yang diberi lisensi spektrum frekuensi merupakan operator yang memiliki kemampuan teknis dan finansial. “Dan, pemerintah bertanggungjawab mencegah operator yang hanya mencari keuntungan jangka pendek semata,” kata Aburizal. (rie/ed)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home