Keluarkan perintah harian yang berisi keinginan dan harapan untuk membangun semangat, kekompakan, disiplin, kejujuran, transparansi, akuntabilitas, kerjasama yang baik dan sejajar antara Pertamina dengan perusahaan migas di seluruh dunia.
RUMAH di sebuah komplek perumahan di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat itu tampak asri saat disambangi Investor Daily, Minggu (15/8) sore lalu. Berhadapan langsung dengan sebuah bangunan sekolah dasar, tempat tinggal dua lantai bercat krem itu terasa megah tak sebanding dengan beberapa rumah diseputarnya. Lima kendaraan tampak diparkir di garasi rumah tersebut. Dua di antaranya yang terlihat adalah Mercedes Benz hitam metalik B888JR dan Toyota Kijang warna perak. Sementara tiga kendaraan lain tak diketahui jenisnya karena diselimuti car cover.
Di ruang tamu yang berukuran 4 X 7 meter, seorang ibu muda berkerudung dan berwajah manis berbincang dengan dua tamu pria. Salah seorang di antaranya tampak menggamit map di tangan kanannya. Belakangan diketahui wanita tersebut adalah Ny Sri Hetty Indiyah, isteri direktur utama PT Pertamina (persero), Widya Purnama.
Saat itu Ny Sri tengah berbincang dengan pengurus rukun warga setempat seraya mendiskusikan rencana kegiatan memeringati Hari Kemerdekaan RI. Maklum, setiap Agustus, di tempat itu kerap digelar beragam kegiatan hiburan yang melibatkan masyarakat setempat. Selang beberapa menit, kedua tamu itu undur diri.
Sebentar kemudian, Widya Purnama, pemilik rumah, mendatangi Investor Daily di ruang tamu rumahnya. Ia mengenakan kaos biru muda berkerah bersimbol buaya di dada kiri dipadu celana panjang hitam dan sandal putih yang didepannya bertuliskan salah satu hotel bintang lima di Jakarta.
Sesaat berikutnya, Widya menjatuhkan pantatnya pada sofa kulit warna cokelat tua. Ia duduk di bawah gambar lukisan ganesha yang menempel di dinding. Persis di sudut kanan lelaki kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 26 Juli 1954, diletakkan Al Quran berukuran 35 X 25 cm. Kitab suci umat Islam berwarna merah itu disimpan pada sebuah meja sudut berbahan kayu jati.
Rona sarjana teknik dari Institut Teknologi 10 November Surabaya itu tampak cerah. Apakah itu lantaran dia telah menjadi orang nomor satu di perusahaan migas terbesar di Tanah Air itu? Entahlah. Yang terang, sejak dilantik menjadi direktur utama PT Pertamina, Rabu (11/8) lalu oleh Roes Aryawijaya, deputi Menteri BUMN bidang usaha pertambangan, industri strategis, energi dan telekomunikasi, kesibukan pria yang saat ini masih menjabat dirut PT Indosat itu makin banyak. “Saya harus memimpin rapat internal seluruh karyawan, juga dipanggil ke sana ke mari,” ujarnya.
Kepada Investor Daily, Widya berjanji, dalam 100 hari pertama memimpin Pertamina, dirinya akan mewujudkan perbaikan di tubuh perusahaan pelat merah itu. Jika tidak, ia akan mundur. Ia juga berjanji akan melawan mafia minyak dan menjaga agar Pertamina tidak "diobok-obok" lagi oleh oknum tertentu serta akan menjadikan Pertamina sebagai perusahaan minyak dan gas nomor satu di kawasan Asia Tenggara, mengalahkan Petronas, Malaysia.
Tak hanya itu, Widya juga menegaskan akan membuat perubahan budaya perusahaan di Pertamina sehingga menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Dia tak akan main-main dalam janjinya, dan akan mengajak serikat pekerja bersama-sama 23.000 karyawan membangun Pertamina.
”Prioritas utama direksi Pertamina adalah melancarkan distribusi pasokan BBM di dalam negeri. Pertamina harus menjamin masyarakat bisa mendapatkan BBM dengan mudah sehingga kalau ada oknum Pertamina yang terlibat dalam penyelewengan distribusi BBM, harus segera dipecat,” ujarnya.
Dia mengakui memang sulit mengamankan pendistribusian BBM kalau masih ada penyelewengan. "Jadi, kalau ada yang menyelewengkan BBM sebaiknya ditembak saja, kalau memang sulit untuk ditangkap," tegas Widya.
Ia juga berjanji akan memimpin Pertamina sepenuh hati lantaran dirinya tak punya konflik dan kepentingan apa pun kecuali membesarkan Pertamina. Ia juga menampik tudingan bahwa dirinya akan menjual Pertamina pada pihak asing.
“Tuduhan itu jahat betul. Kayak siapa saja. Tulis, Pertamina tidak akan dijual! Kalau saya ditekan-tekan, misalnya oleh Pak Laksamana, misalnya, saya tolak. Selama saya memimpin, Pertamina tidak akan saya jual. Kalau ditekan, saya tolak. Konsekuensinya memang diberhentiin. Selesai. Nggak masalah. Kalau jalan terus (dijual,red), saya tidak ada lagi di Pertamina,” ujarnya.
Bagi Widya, jabatan dirut Pertamina adalah amanah kerja sekaligus ibadah. Katanya, amanah itu merupakan kehormatan yang ada di kepala. “Karena ada kepala saya harus junjung-tinggi-tinggi. Kalau kepalanya hilang kan berarti mati. Jadi, saya akan mati-matian mesti lari, udah samain dalam 100 hari langkahnya, baru kita sprint,” ujarnya.
Ia juga tak menampik langkahnya yang drastis itu akan menimbulkan resistensi. Maklum, selama ini tidak sedikit orang Pertamina yang berupaya mempertahankan status quo karena menikmati duit yang banyak dan tidak mau direnggut praktik culasnya.
“Saya tak takut dengan itu. Masih banyak karyawan Pertamina yang bersih. Kemarin saya bilang sama Pak Alfred (direktur keuangan, red). You harus jaga uang Pertamina. Kalau nggak bisa, saya berhentiin. Memang saya nggak bisa pecat, tapi saya bisa berhentiin. You nggak bisa neken. Semua orang finance department langsung lapor ke saya, di dalam itu saya komandannya. Saya komandan bisa mengatur wewenang itu. Siapa pun direksi. Kalau saya salah, silakan saja diganti. Alhamdulillah, direksi seluruhnya men-support saya. Jangan bikin susah Pertamina,” katanya.
Ia punya alasan soal itu. Widya mengaku sedih dengan kondisi terakhir yang terjadi di tubuh institusi itu. Dari segi finansial, misalnya, ia mengaku sedih mendapat kabar dari bagian keuangan, laba bersih Pertamina cuma satu persen. “Aduh, kasihan bener. Petronas saja bisa sampe 46%,” ujarnya. Karena itu, Widya bertekad melakukan restrukturisasi dan reogrganisasi. “Tapi itu harus pelan-pelan. Nggak bisa seperti membalik telapak tangan.”
Tekad itu diwujudkan Widya dengan mengeluarkan perintah harian yang dikeluarkan Senin lalu. Diawali dengan pemampangan baliho berukuran raksasa bertuliskan “Bangkitlah Pertamina”, perintah harian yang dibuat bos Pertamina itu, antara lain berisi keinginan dan harapan untuk membangun semangat, kekompakan, disiplin, kejujuran, transparansi, akuntabilitas, kerjasama yang baik dan sejajar antara Pertamina dengan perusahaan migas di seluruh dunia.
“Mudah-mudahan dengan delapan perintah harian itu, sedikit demi sedikit ada perubahan pada Pertamina sehingga pada empat hingga lima tahun ke depan bisa bersaing dengan perusahaan migas lain, termasuk Petronas. Tentu saja itu saya harus memberi contoh yang baik pada seluruh karyawan. Misalnya dengan disiplin, integritas dan kejujuran,” ujarnya. (dudi rahman/edo rusyanto)
===BOKS==
Bahagia Bersama Keluarga
JABATAN dirut Pertamina mungkin akan mengurangi waktu luang mantan direktur PT Electronic Data Indonesia (EDI) itu. Keseharian kerja di perusahaan migas nomor wahid di Indonesia itu akan menyita waktunya bersama keluarga. Padahal, setiap hari, Widya bersama isteri, selalu menyempatkan waktu diri untuk dekat dengan kedua puterinya, Annisa dan Auliana Purnama.
Pulang kerja, kata Widya, dia dan isterinya kerap berlama-lama dengan Annisa dan Auliana di tempat tidur. Saling bercengkrama. Apa saja dibicarakan, termasuk main tebak-tebakan. Sayang, kebahagiaan itu tak bisa dirasakan oleh Batara Indra. Maklum, anak pertama Widya itu tengah melanjutkan studi pada program technical engineering pada sebuah universitas di Singapura. Saat liburan saja Batara bisa pulang ke Jakarta.
Widya mengaku, keluarga adalah segalanya. Tak heran, dalam kesehariannya ia mendidik anaknya dengan keras tapi demokratis. Untuk urusan akhirat, dua hari dalam sepekan, ia memanggil seorang ustadz menyambangi rumahnya, mengajarkan baca-tulis Al Quran. Makanya, “Anak saya pun, alhamdulillah, pinter-pinter,” ujarnya. Buktinya, Batara. Studi S1-nya di negeri jiran itu atas beasiswa yang dicarinya sendiri.
Awalnya, Widya minta pada Batara mengambil program biotechnology. “Saya tadinya sih bilang sama dia. Kalau kamu mau mengabdi bagi bangsa ini, ambillah biotechnology, khususnya pangan bukan yang human. Karena dari situ, kamu bisa menolong para petani-petani kita bisa lebih maju,” ujarnya beralasan. Meski begitu, ia pun tak bisa memaksa sang putera yang dinilainya cerdas itu menuruti keinginan orang tuanya.
Akan halnya urusan refreshing, Widya juga tak luput dari perhatian. Sekali tiap pekan, pada hari Sabtu, ia membawa seluruh anggota keluarganya. “Kalau tidak nyari makan di Kelapa Gading, ya, shopping ke Plaza Senayan,” ujar lelaki penggemar golf yang ber-handicap 18, ini. Untuk urusan makanan, Widya tak ada masalah. “Makanan apa pun, mau bakso, nasi goreng atau tepannyaki, saya bisa makan.”
Sebagai muslim yang ta’at, Widya tak alpa ibadah. Ia pun berupaya menjalankan syariat Islam. Urusan shalat lima waktu tak boleh alpa dalam hidupnya. Demikian pun zakat.
Untuk urusan zakat, Widya punya cara praktis. Tiap bulan dia memotong dua setengah persen dari penghasilan sebulan untuk zakat. Sisanya baru diserahkan pada isterinya.
“Zakat itu paling penting. Dapat apa pun, harus dipotong sebesar dua setengah persen. Besarnya memang tak seberapa, kalau gaji dirut Pertamina Rp 140 juta, ya sekitar Rp 3,5 juta per bulan,” ujarnya seraya menjelaskan pola semacam itu pernah dilakukan saat dirinya memimpin PT EDI. “Tadinya mau diterapkan di Indosat, tapi belum jalan-jalan. Kalau di EDI itu gampang karena karyawannya cuma 70 orang.” (dr/ed)