Persaingan Bisnis Seluler
Menggaet Konsumen Lewat Prabayar Murah
Oleh: Edo Rusyanto *)
“BU ini nomor hp saya. Ibu telepon aja kalau mau dijemput,” tutur Amin (35 tahun), tukang ojek di Jakarta Timur, kepada penumpangnya. “Nanti jam tiga sore jemput ya,” kata sang ibu seraya memasukan secarik kertas bertuliskan nomor hp Amin ke dalam sakunya.
Pemadangan seperti di atas barangkali masih tergolong langka pada lima atau sepuluh tahun lalu. Bahkan, untuk kota sebesar Jakarta.
Kini, pemandangan seperti itu makin meluas. Tukang kredit yang keluar masuk kampung, tukang parkir di pusat pertokoan hingga tukang ojek, memanfaatkan teknologi Global Mobile System (GSM) guna memuluskan pekerjaan mereka. Setidaknya, untuk berkomunikasi dengan keluarga.
Menurut praktisi bisnis telepon seluler, tahun ini pengguna telepon seluler akan mencapai 28-29 juta. Dan, tahun 2005, diperkirakan meningkat lagi menjadi sekitar 36-37 juta.
Jargon iklan perusahaan seluler terus membombardir benak calon konsumen dan konsumen seluler. Media televisi menjadi ujung tombak paling tajam menancapkan citra, produk seluler murah dan sudah pasti terjangkau berbagai kalangan. “Kita lihat sekarang, tukang ojek saja sudah menggunakan telepon seluler. Kita ingin menggarap pasar segmen bawah,” tutur Kusnadi Sukarja, direktur penjualan dan pemasaran PT Excelcomindo Pratama (XL), kepada Investor Daily.
Tak heran jika XL meluncurkan produk pra bayar murah Bebas dan Jempol. Keduanya memasang harga bandrol Rp 20 ribu. Namun, di pasaran harganya bias berbeda. Ada yang menjualnya sesuai bandrol namun ada juga yang menjual dengan harga Rp 40 ribu. Hingga tulisan ini diturunkan, sedikitnya XL telah meluncurkan 800 ribu kartu Bebas dan Jempol.
Kusnadi meyakini, kedua produk XL tersebut mampu bersaing di pasar telepon seluler.
XL adalah satu dari tiga pemain seluler utama di Indonesia. Dua lainnya, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dan PT Indonesian Satellite Corporation Tbk (Indosat) juga gencar menyodok segmen bawah.
Telkomsel sejak 24 Mei 2004 menggempur pasar seluler segemen bawah dengan produk prabayar Kartu As, walau sebelumnya memiliki Hoki. Lewat promosi yang gencar, Kartu As yang dibandrol Rp 25 ribu itu, hingga akhir Agustus 2004 telah mengantongi sedikitnya satu juta pelanggan. “Rata-rata penambahan pelanggan Kartu As mencapai lebih dari 300 ribu setiap bulannya,” kata Azis Fuedi, GM Corporate Communication Telkomsel.
Kartu As memiliki skema satu tarif (flat tariff) di seluruh Indonesia, yakni hubungan sesama pelanggan kartu As dari Sabang sampai Merauke sebesar Rp 1.100 per menit (setelah pajak). Sedangkan untuk menghubungi pelanggan Telkomsel lainnya (kartuHALO atau simPATI) Rp 1.760 (setelah pajak).
Bagaimana dengan Indosat? Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki STT, Singapura itu, memiliki beberapa produk seluler yang ditujukan untuk segmen bawah. “Kita memiliki Mentari yang harga perdananya 25 ribu dan IM3 yang harga perdananya 20 ribu,” jelas Hasnul Suhaimi, direktur pemasaran seluler Indosat, baru-baru ini, di Jakarta.
Indosat juga terus ekspansi guna meraih pelanggan lebih banyak.
Pelanggan Prabayar
Babak baru persaingan bisnis telepon seluler mulai terasa saat persaingan kartu perdana prabayar yang dijual dengan harga di bawah Rp 50 ribu.
Saat ini citra yang muncul di kalangan masyarakat, telepon seluler tergolong alat komunikasi yang murah. Dengan mengeluarkan uang antara Rp 20 hingga Rp 40 ribu, konsumen telah mendapatkan nomor seluler. Prosedurnya juga tidak rumit. Cukup mendatangi toko penjualan kartu seluler, dan tentunya harus memiliki handset seluler, bayar sejumlah di atas, beres. Tentu saja, itu untuk produk prabayar. Sedangkan untuk produk pasca bayar, calon konsumen tetap diharuskan mengisi sejumlah formulir dan menunggu beberapa jam, bahkan bisa satu hari, untuk aktivasi.
Kartu seluler prabayar menjadi pilihan masyarakat. Ini terlihat dari data masing-masing operator telepon seluler. “Dari 8,6 juta pelanggan Indosat hingga akhir Juli 2004, sekitar 8,1 juta merupakan pengguna kartu pra bayar Mentari dan IM3,” kata Hasnul.
Demikian juga dengan Telkomsel dan XL. “Lebih dari 90 persen, pelanggan kita adalah pelanggan prabayar,” tutur Kusnadi, seraya menambahkan, hingga akhir Juli 2004 XL telah mengantongi sedikitnya 3,7 juta pelanggan, dan akan menjadi sekitar 4,5 juta hingga akhir tahun 2004.
Belanja Modal Kerja
Besarnya penduduk Indonesia, sekitar 219 juta, membuat operator seluler harus memperkuat cengkeramannya di seantero Nusantara. Pelayanan secara teknis harus mampu memberikan sinyal yang kuat di seluruh Indonesia. Sehingga tidak ada daerah yang terlewatkan. Untuk mencapai hal itu, memang diakui belum dapat dilakukan oleh ketiga operator yang ada.
“Kita memang slogannya sinyal kuat Indosat, kita terus berupaya membangun jaringan dan memperkuat sinyal di daerah yang sudah terjangkau Indosat,” tutur Hasnul.
Untuk itu, Indosat merogoh kocek hingga sekitar US$ 500 juta pada tahun 2004. Sebagian besar untuk infrastruktur jaringan.
Operator lainnya, yakni Telkomsel yang menguasai sekitar 51% pangsa pasar seluler –setara dengan sekitar 11 juta pelanggan, menurut Bajoe Narbito, direktur utama Telkomsel, menganggarkan sekitar US$ 600 juta untuk belanja modal kerja (capital expenditure/capex) tahun 2004.
Sedangkan XL, sepanjang tahun 2004 ini, menyiapkan sekitar US$ 150 juta modal kerja.
Tarif Tidak Murah
Meski harga kartu perdana prabayar relatif terjangkau kantong masyarakat. Sesungguhnya, dari sisi tarif, tidak bisa disebut murah, apalagi dibandingkan tarif telepon tetap.
Dengan menggunakan telepon seluler Bebas, pembicaraan untuk satu time unit ke PSTN (telepon kabel) lokal dikenai tarif Rp 875. Sedangkan tarif berbicara dengan operator seluler lainnya, untuk panggilan lokal, dikenai tarif Rp 1.750. Tarif bicara dengan jaringan XL, atau sesama Bebas dikenai sebesar Rp 1.600. Sedangkan tarif menghubungi Jempol, Rp 1.299 (peak) dan Rp 999 (offpeak).
Tarif lebih tinggi akan dirasakan konsumen jika menggunakan kartu prabayar Kartu As milik Telkomsel. Untuk panggilan lokal satu time unit ke PSTN, pengguna Kartu As dikenai biaya Rp 1.089. Biaya makin membesar jika menghubungi pengguna seluler. Panggilan ke operator seluler lain dikenai tarif Rp 2.090. Namun, biaya lebih kecil jika menghubungi pelanggan seluler produk Telkomsel, yakni Rp 1.760 (HaloSimpati) dan Rp 1.100 (Kartu As).
Bayangkan jika pembicaraan berlangsung belasan menit? Berapa rupiah yang harus keluar dari kocek konsumen.
Jadi, konsumen mesti cermat dalam berkomunikasi menggunakan seluler. Hingga kini, pendapatan terbesar para operator seluler masih berasal dari pendapatan pembicaraan (voice). Bagi konsumen, jika terlalu berat biaya berbicara, pilihan alternatif adalah memanfaatkan short message service (SMS). Dengan layanan tersebut, paling banter dikenai Rp 350 per SMS, bahkan ada operator yang berani memasang tarif Rp 299 per SMS. ***
*) Wartawan Investor Daily