Friday, October 15, 2004

Negosiasi Harga PGN-Kondur Rampung Oktober 2005

PGN membeli gas dari Kondur sebanyak 120 juta kaki kubik per hari.

MEDAN- PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memperkirakan negosiasi harga jual dan beli gas dengan Kondur Petroleum S.A dan Asahan Power Corporation Ltd, dapat rampung 12 bulan mendatang.“Selanjutnya kita akan tandatangani perjanjian jual beli gas dengan Asahan Power dan Gas Sales Purchases Agremeent dengan Kondur,” jelas WMP Simandjuntak, dirut PGN, kepada Investor Daily, usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan kedua perusahaan tersebut, Kamis (14/10), di Medan.
Simandjuntak juga menegaskan, PGN akan berupaya mempercepat penyelesaian pembangunan pipa transmisi gas Duri-Dumai-Medan. Jika rencana semula rampung Januari 2008, dengan adanya percepatan, rampung pada Juni 2007. “Sesuai dengan permintaan pemerintah, terlebih di tengah membumbungnya harga minyak internasional, kita percepat pembangunan proyek ini,” tutur dia.
Proyek Duri-Dumai-Medan yang membujur sepanjang 541 kilometer (km) dari Riau hingga Medan itu, diperkirakan menelan dana investasi sekitar US$ 330 juta. Jalur pipa tersebut akan menyalurkan gas dari ladang gas Kondur di Selat Malaka kepada calon pembeli gas di wilayah Sumatera Utara (Sumut). Salah satu pembelinya adalah Asahan Power.
Pada kesempatan sama, Widyatmiko Bapang, corporate secretary PGN, menambahkan penandatanganan perjanjian jual beli gas dapat lebih dipercepat. “Itu jika negosiasi harga dapat cepat disepakati. Selain itu, dalam MoU yang ditandatangani hari ini (Kamis, red) kita minta jaminan standby letter of credit kepada Asahan Power. Jika cepat disepakati jumlahnya, ini juga akan mempercepat GSPA,” jelas Widyatmiko.

Harga Gas
Menurut Simandjuntak, PGN membeli gas dari Kondur sebanyak 120 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sedangkan penjualan ke Asahan Power sebesar 100 MMSCFD.
Menyinggung harga beli gas dari Kondur, Reinner Latif, CEO & President Kondur menegaskan, hal itu masih dalam pembicaraan. “PGN juga perlu untung. Sehingga harga yang kita tawarkan harus memperhatikan hal itu. Jika industri membeli sekitar US$ 3,6 per MMBTU, kita harapkan PGN mau membeli sekitar US$ 3 per MMBTU,”ujar Reinner. Ia memastikan pasokan gas ke PGN akan terjamin. “Yang sudah siap dari 9 sumur kita adalah 180 juta MMSCFD,” ujar dia.
Bagi PGN, jelas Simandjuntak, harga pembelian maupun penjualan masih belum final. “Harga pembelian US$ 3 per MMBTU itu terlalu mahal. Kita berharap kurang dari itu. Tapi, itu semua masih dinegosiasikan,” katanya.
Sedangkan Wahid Ali Kassim Ali, managing director Asahan Power yang ditemui pada kesempatan sama mengaku, pihaknya masih terus menegosiasikan harga.“Itu belum final. Kita akan pertimbangkan juga soal harga jual listrik kita kepada PLN dan perusahaan lainnya,” kata dia, seraya menambahkan fasilitas pembangkit listrik Asahan Power mencapai sekitar 320 mega watt (MW).
Jalur pipa transmisi gas Duri-Dumai-Medan memiliki sedikitnya lima sumber gas. Selain Kondur, lainnya adalah Amerada Hess (Jambi Merang) sebanyak 120 juta kaki kubik per hari, Kalila Bentu dan Korinci Baru sebesar 60 juta kaki kubik, Petro Selat Ltd (Selat Panjang) sebesar 30 juta kaki kubik dan COPHI Corridor sebesar 100 juta kaki kubik.
Sedangkan potensi pelanggan di jalur pipa tersebut diperkirakan mencapai 470 juta kaki kubik per hari.Dari potensi tersebut, antara lain adalah, PLN Medan 100 juta kaki kubik per hari, Dumai Refinery 30 juta dan kalangan industri 220 juta. (ed)

Thursday, October 14, 2004

PGN Realisasikan Aliran Gas ke PLN Panaran Batam

Medan-PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) telah mengalirkan gas ke PLN Panaran, Batam sebesar 12,5 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), sejak Selasa (12/10). “Aliran gas komersial telah kita alirkan kemarin (Selasa, red). Kontrak kita dengan PLN Batam untuk jangka waktu 15 tahun,” jelas Arsyad Rangkuti, general manager unit distribusi wilayah III Sumatera bagian utara PGN, Rabu (13/10), di Medan.
Aliran gas tersebut dapat meredakan “ketegangan” PGN dengan PLN. Semula sempat beredar kabar, PGN enggan memasok kebutuhan gas PLN Batam.
Terpisah, Mulyo Adjie, sekretaris perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membenarkan PLN Panaran Batam telah menerima aliran gas sebesar 12,5 juta kaki kubik per hari. “Tapi itu baru untuk ujicoba. Untuk aliran gas komersial masih belum,” katanya, kepada wartawan, , saat dihubungi via telepon selulernya, di Jakarta.
Sedangkan menyinggung pasokan gas bagi PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk dan Riau Andalan Pulp & Paper, Arsyad menegaskan, “Paling lambat enam bulan lagi. Masing-masing 12,5 juta kaki kubik per hari.” Katanya.

Pertanyakan

Sebelumnya, PLN sempat mempertanyakan pasokan gas dari Canoco yang tidak kunjung terealisasi hingga kini. Pasalnya sesuai dengan kesepakatan dengan PGN dan Canoco, jadwal dialirkannya gas ke PLN Batam adalah per September 2004.

Ali Herman Ibrahim, Direktur Pembangkit dan Energi Primer Perusahaan Listrik Negara mengatakan, tentang pasokan gas ke PLN Batam sangat bergantung pada Canoco. Pasalnya dengan PT(Persero) Perusahan Gas Negara selama ini tidak mengalami persoalan. Permasalahannya adalah belum adanya pasokan gas dari Canoco. Sedangkan dalam hal pasokan gas ini, PGN lah yang melakukan kontrak dengan Canoco. “Tinggal tunggu aliran gas dari Canoco Philips saja. Kalau sudah mulai dialirkan, tentu saja tidak mengalami persoalan. Persoalannya kontrak Canoco dilakukan dengan PGN,” ungkap Ali.
Dirut PLN ini menjelaskan, operasional PLTGU Panaran memerlukan pasokan gas sebesar 14 juta kaki kubik per hari. Sementara PLN Batam menyediakan sebanyak 15 juta kaki kubik per hari untuk operasional PLTGU Panaran.” Semua komitmen ada, kalau memang Canoco tidak segera mengalirkan gasnya, tentu kita minta bantuan kepada pemerintah,” papar dia. (har/ed)












PGN Percepat Penyelesaian Proyek Duri-Medan

PGN segera melakukan review kelayakan proyek untuk menentukan rute detail.

Medan-PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memastikan penyelesaian proyek transmisi piga gas Duri-Dumai-Medan tuntas Juli 2007. Semula, proyek tersebut diharapkan selesai Desember 2007.
“Kita melakukan percepatan dengan cara pengerjaan pemasangan pipa secara serentak di setiap ruas. Selain itu, secara pararel saat ini kita sedang menyelesaikan amdal dan penyelesaian detail rute. Kita juga mulai menyaring calon investor. Selasa pekan ini kami baru saja melakukan beauty contest terhadap empat calon investor,” tutur WMP Simandjuntak, dirut PGN, kepada Investor Daily, Rabu (13/10).
Proyek Duri-Dumai-Medan yang membujur sepanjang 541 kilometer (km) dari Riau hingga Medan itu, diperkirakan menelan dana sekitar US$ 330 juta.
Menurut Arman Widhymarmanto, divisi perencanaan dan teknik PGN, saat ini memasuki tahap definitive route. Pada saat bersamaan sedang berlangsung pengujian analisa dampak lingkungan (amdal). “Kita perkirakan amdal akan selesai pada Februari 2005,” tukas Arman.
Survey dan analisa pembangunan pipa transmisi gas tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2000. Dalam waktu dekat, segera dilakukan review kelayakan proyek guna menentukan rute detail. Titik awal pipa berada di stasiun gas PGN di Duri, Riau. Sedangkan titik akhir di stasiun gas PGN Belawan, Medan. “Pipa kita akan melalui 8 kabupaten dan kota antara lain Dumai, Rokan Ilir, Labuhan Batu, Asahan dan Kota Belawan,” kata Simandjuntak.
Pengamatan Investor Daily dari helikopter, Selasa (12/10), rute pipa PGN yang akan dibangun tersebut akan melintasi berbagai kampung dan hunian, hutan, rawa, semak dan perkebunan. Rute terpanjang adalah melintasi perkebunan sepanjang total 399,7 km, termasuk perkebunan sawit.
Pipa transmisi yang melintasi dua provinsi di Sumatera itu, kata Simandjuntak, menjadi sangat penting bagi perseroan karena potensi pasar yang menjanjikan. “Kebutuhan industri terhadap gas cukup tinggi di kawasan ini. Mereka akan mengganti energi BBM menjadi gas. Potensi pasar mencapai 470 juta kaki kubik per hari (MMSCFD, red),” jelas dia.
Sementara Arsyad Rangkuti, general manager unit distribusi wilayah III Sumatera bagian utara PGN menambahkan, untuk wilayah Medan saja, saat ini masih kekurangan gas hingga 200 juta kaki kubik per hari. “Untuk industri masih kekurangan gas sekitar 50 juta dan untuk PLN Medan sekitar 150 juta kaki kubik per hari,” kata Arsyad.
Calon Investor
Simandjuntak menjelaskan, PGN memiliki alternatif untuk pendanaan proyek Duri-Dumai-Medan. “Selain dari BNP Paribas atau bank lain. Dari calon investor juga banyak yang mengajukan diri terlibat di proyek ini,” katanya.
Pilihan PGN saat ini, kata dia, menggunakan pola Built Owner Transfer (BOT). “Kita telah melakukan beauty contest terhadap calon investor. Ada empat calon dari dalam dan luar negeri,” ujar dia, tanpa bersedia menyebutkan siapa calon investor dimaksud. Proyek Duri-Dumai-Medan merupakan sebagian dari proyek transmisi pipa PGN.
Pada saat bersamaan, PGN sedang membangun proyek pipa dari Gresik ke Jawa Barat dan diharapkan tuntas awal 2007. Sedangkan proyek lain yang sedang studi kelayakan adalah pipanisasi dari Kalimantan Timur ke Jawa Timur. Proyek ini diharapkan telah dapat mengalirkan gas pada 2009. (ed)



Wednesday, October 13, 2004

Besok , PGN Teken MoU Dengan Kondur dan Asahan Power

Kontrak yang disepakati menyangkut pembelian gas sebesar 120 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Medan-PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Kamis (14/10), akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) pembelian gas dengan Kondur Petroleum SA dan penjualan gas kepada Asahan Power.
Menurut WMP Simandjuntak, dirut PGN, MoU tersebut diharapkan akan memicu calon pembeli gas (buyer) lainnya, segera mengikuti langkah sejenis."Potensi pasar gas di kawasan Sumatera Utara cukup besar. Dengan MoU ini kita upayakan mengikat kerjasama dan memicu calon buyer lainnya untuk melakukan hal serupa," katanya, kepada Investor Daily, Selasa (12/10), di Medan. Saat ini, pelanggan PGN di kota Medan sekitar 10 ribu pelanggan rumah tangga dan sekitar 53 industri.
Ia menjelaskan, MoU yang akan ditandatangani besok itu terdiri dari pembelian gas sebesar 120 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari Kondur dan penjualan gas ke Asahan Power sebesar 100 juta kaki kubik per hari.
Namun, Simandjuntak belum bersedia menjelaskan berapa nilai kesepakatan penjualan maupun pembelian gas tersebut. “Hal ini mengingat masih akan terus berlangsung negosiasi harga. Finalnya, nanti akan tertuang dalam Gas Sales and Purchase Agreement (GSPA). Kalau harga kita sebutkan sekarang, akan mempengaruhi negosiasi,” jelas Simandjuntak.
Namun, sumber Investor Daily menyebutkan, dengan perkiraan harga beli sekitar US$ 3 dolar per MMBTU, nilai kontrak pembelian gas akan mencapai sekitar US$ 2 miliar untuk jangka waktu 20 tahun.
Simandjuntak menjelaskan, sumber gas PGN untuk wilayah Duri-Dumai-Medan sedikitnya ada lima. Selain Kondur, lainnya adalah Amerada Hess (Jambi Merang) sebanyak 120 juta kaki kubik per hari, Kalila Bentu dan Korinci Baru sebesar 60 juta kaki kubik, Petro Selat Ltd (Selat Panjang) sebesar 30 juta kaki kubik dan COPHI Corridor sebesar 100 juta kaki kubik.“Saat ini kita sedang negosiasi harga dengan Kalila. Mudah-mudahan dapat tuntas dalam waktu dekat,” katanya.
Sedangkan potensi pelanggan, jelas dia, mencapai 470 juta kaki kubik per hari. “Potensi pelanggan kita banyak, PLN Medan saja 100 juta kaki kubik per hari, Dumai Refinery 30 juta dan kalangan industri Medan 220 juta,” jelas Simandjuntak.
Ia yakin potensi pasar akan masih cukup besar.“Terlebih harga energi gas lebih murah dibandingkan dengan harga bahan bakar minyak. Jika industri di Medan mengalihkan sumber energinya ke gas maka industri dapat melakukan penghematan,” ungkapnya.
Penandatanganan MoU dengan Kondur dan Asahan Power merupakan rentetan upaya PGN meningkatkan pendapatan. Meski pasokan gas bagi pembeli di kawasan Duri (Riau) hingga Medan (Sumatera Utara) baru akan terlaksana pada tahun 2007. Pasalnya, saat ini pembangunan pipa transmisi Duri-Dumai-Medan sepanjang 541 kilometer baru akan dibangun pada tahun depan.
PGN dalam waktu dekat juga akan menandatangani GSPA dengan Santos (Australia) dan Kodeco Energy (Korea). Kontrak dengan Santos akan mencapai sebesar 100 juta kaki kubik per hari untuk jangka waktu 8 tahun, dan Kodeco sebanyak 50 juta kaki kubik per hari untuk jangka waktu 10 tahun. Nilai kedua kontrak yang rencananya ditandatangani bersama-sama itu mencapai
sekitar US$ 1,2 miliar. (ed)

Monday, October 11, 2004

Divestasi Permata Tidak Transparan

Stanchart tidak akan melakukan rasionalisasi karyawan, tapi akan menempatkan wakilnya di direksi dan komisaris Permata.

JAKARTA – Proses divestasi 51% saham pemerintah di Bank Permata tidak transparan. Saat mengumumkan konsorsium Standard Chartered International-Astra International sebagai penawar yang diutamakan (preferred bidder), pemerintah tak menjelaskan perjanjian jual-beli (sales and purchase agreement, SPA) kepada publik.
“Pemerintah harus terbuka kalau ada kompensasi yang masih diterima Stanchart-Astra. Jangan-jangan, harganya kelihatan tinggi, tapi pembayarannya justru dicicil atau akan diperhitungkan dengan ini-itu,” kata ekonom senior Indef, Dradjad H Wibowo kepada Investor Daily di Jakarta, Minggu (10/10).

Dradjajd juga menilai, harga penawaran konsorsium sebesar 3,18 kali nilai buku belum bisa disebut sebagai harga tertinggi, karena mengacu pada laporan keuangan Desember 2003. Artinya, jika mengacu pada nilai buku neraca September 2004, harga tawaran Stanchart-Astra jauh lebih rendah.

Bahkan jika mengacu pada harga saham Permata di BEJ, Jumat pekan lalu, harga yang diterima pemerintah jauh lebih rendah. Dalam divestasi ini pemerintah hanya menerima Rp 2,77 triliun. Sedangkan jika mengacu pada harga pasar (Rp 1.075/saham), mestinya pemerintah bisa mengantongi Rp 4,2 triliun.

Dradjad mengimbau pemerintah agar membuat kontrak pembelian lebih rinci dan tegas agar Stanchart-Astra tidak mengulangi kesalahan masa lalu. Seperti diketahui, Stanchart sempat mengambil alih eks PT Bank Bali Tbk, namun kemudian dibatalkan akibat bank asing itu diskriminatif dan tidak adil. Manajemen Bank Bali di bawah Stanchart menaikkan gaji para petinggi yang berasal dari Stanchart, sementara gaji manajemen lama tak dinaikkan. Peraturan ketenagakerjaan yang dibuat juga diskriminatif.

Menanggapi soal tidak transparannya divestasi, Wakil Dirut PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Raden Pardede mengungkapkan, konsorsium Stanchart-Astra memang unggul dalam berbagai segi, baik harga maupun rencana bisnis. “Soal risk management, Stancahart paling menguasai. Semua tahu bahwa standar risk management bank ini telah diakui oleh perbankan di seluruh dunia,” katanya semalam.

Selain itu, konsorsium ini tetap mengutamakan karyawan dan manajemen lokal. Pemerintah juga meminta Stanchart melakukan training kepada tenaga lokal.

Dalam hal perjanjian jual beli (SPA), menurut Pardede, daftar permintaan Stanchart paling sedikit. Ini berbeda dengan konsorsium lain, yang meminta daftar permintaan lebih banyak. “Misalnya kasus cessie eks Bank Bali, Stanchart tidak mempersoalkan. Demikian pula masalah hukum apapun mengenai kasus-kasus yang melibatkan Bank permata,” tuturnya.


Sementara itu CEO Stanchart Indonesia Stewart D Hall menegaskan, pihaknya belum akan melakukan rasionalisasi karyawan dalam waktu dekat. Namun, terbuka kemungkinan konsorsium menempatkan wakil-wakilnya dalam jajaran direksi dan komisaris Permata. “Kita akan mengusulkan untuk menempatkan masing-masing 4 wakil di jajaran direksi dan komisaris Bank Permata,” kata Hall kemarin.

Menurut Hall, penempatan wakil-wakil konsorsium Stanchart-Astra bukan karena ketidakberhasilan direksi Bank Permata saat ini, namun karena ingin menggunakan hak sebagai pemegang saham. Hall bahkan menilai kinerja direksi Permata saat ini cukup baik.

Satu hal yang pasti, kata Hall, pihaknya tidak akan menggabungkan Bank Permata dengan Stanchart. “Permata merupakan bank sudah tumbuh dengan baik. Jadi akan tetap mempertahankan Permata sebagai institusi independen yang fokus ke ritel," kata Hall.

Hall juga mengatakan, konsorsium tidak memikirkan jika ada aksi hukum yang dilakukan pihak-pihak tertentu dalam proses divestasi ini. Ini karena, semua telah berjalan sesuai peraturan dan dilaksanakan secara transparan pula.

Hasil divestasi ini juga menuai protes sejumlah karyawan Bank Permata. Mereka yang menamakan diri Serikat Pekerja Bank Permata (SPBP) telah mengirim surat kepada Susilo Bambang Yudhoyono agar meneliti proses divestasi Permata. Menurut mereka, banyak kejanggalan dalam proses divestasi tersebut serta ada perjanjian khusus di balik itu.
Menanggapi isu itu, Corporate Secretary Permata Eko Putranto mengatakan, saat ini banyak lembaga ataupun personel yang mengatasnamakan SPBP, padahal mereka orang luar. “Saya merasakan saat ini ada gejolak setelah diumumkan konsorsium Stanchart-Astra sebagai preferred bidder. Padahal SPBP yang asli menyatakan menerima hasil divestasi,” kata dia.
Menurut Eko, manajemen dan SPBP terus melakukan pertemuan. “Mereka menyatakan tidak masalah dan menilai proses divestasi Bank Permata dilakukan secara fair,” tegas Eko. Dia menambahkan, bagi karyawan yang terpenting adalah kelangsungan dan kenyamanan dalam bekerja.

Sedangkan Corporate Secretary PT Astra International Aminuddin menegaskan, pihaknya tidak ada masalah dengan dana untuk pembelian Permata. Dana itu akan diambil dari internal Astra, termasuk laba ditahan. Astra paling tidak harus menyetor Rp 1,385 triliun. Laba bersih Astra tahun 2003 mencapai Rp 4,4 triliun, sedangkan periode Januari-Juni 2004 Rp 2,6 triliun.

Dalam waktu dekat pihaknya akan melapor ke BEJ dan pihak terkait menyangkut akuisisi Permata. “Ya, memang waktu RUPS bulan Mei belum ada agenda untuk membahas rencana pembelian saham Bank Permata,” tegasnya. Yang jelas, katanya, Astra tidak perlu meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk ikut divestasi ini.

Menurut Aminuddin, otoritas pasar modal mensyaratkan, setiap aksi korporasi yang material, antara lain pengeluaran 10% dari pendapatan perseroan, emiten harus melapor ke BEJ. Mengingat pendapatan Astra sebesar Rp 30 triliun, berarti dana untuk membeli Permata tidak masuk kategori material. Meski demikian, Astra akan mengirim surat ke otoritas bursa Senin (11/10) ini.

Ia menyangkal Astra pernah gagal mengelola bisnis perbankan, yakni saat memiliki Bank Universal, yang kemudian dilebur ke Permata. “Dulu Astra sedang kesulitan keuangan untuk bayar utang yang mencapai US$ 1 miliar. Maka alternatif yang dipilih adalah melepas kepemilikan saham,” kata Aminuddin. (jad/rul/mc/ed)

Wednesday, October 06, 2004

Pasca Buy Out, Margin EBITDA KSO Telkom Naik 6%

Terjadi efisiensi biaya. Selain itu, Telkom dapat menawarkan semua produk secara bebas.

JAKARTA-PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menyatakan, semua Kerja Sama Operasi (KSO) yang telah diambil alih perseroan mengalami pertumbuhan EBITDA margin 5%-6%.
Menurut Kristiono, dirut Telkom, perbaikan kinerja terutama didorong oleh kenaikan penjualan di wilayah KSO terkait.
“Divre IV, misalnya, Januari akhir lalu, kita ambilalih, sampai dengan hari ini, net sales-nya sudah 135 ribu sambungan. Hasil tambahan itu, sama dengan, 25% atau hampir 30% dari total pelanggan yang cuma 500-600 ribu,” kata Kristiono, seusai Penandatangan MoU antara Telkom dengan 57 Perguruan Tinggi kemarin (5/10), di Jakarta.
Membaiknya kinerja, kata dia, juga terjadi karena adanya efisiensi biaya. Selain itu, akibat terbukanya kesempatan bagi Telkom untuk menawarkan semua produk secara bebas. Sebelum diambil alih, jelas Kristiono, ada produk-produk Telkom yang tidak bisa dijual di wilayah KSO.
Dalam pengelolaan bisnis telekomunikasi, pada tahun 1996, Telkom melakukan KSO dengan jangka waktu 15 tahun (hingga 2010). Dari tujuh divisi regional (divre) Telkom, lima diantaranya di-KSO-kan. Dari ke-5 KSO tadi, Telkom telah membeli kembali (buy out) KSO Divre I Sumatera, Divre III Jabar/Banten, Divre IV Jateng/DI Yogjakarta dan Divre VI Kalimantan. Hingga kini hanya satu KSO yang tersisa, yakni Divre VII (PT Bukaka SingTel) untuk kawasan KTI.
Sebenarnya perjanjian KSO menguntungkan kedua pihak. Dan, dari perjanjian KSO, Telkom mendapat minimum Telkom revenue (MTR) yang besarnya meningkat setiap tahun. Selain itu, Telkom mendapat distributable Telkom revenue (DTR). Untuk DTR, jumlahnya dibagi sesuai kesepakatan.

Divre IV Jateng/DI Yogjakarta
Khusus untuk Divre IV Jateng/DI Yogjakarta, Kristiono melihat terjadi efisiensi yang sangat signifikan. Skema amandemen KSO yakni pengambilalihan tanggung jawab pengelolaan, operasi, pengawasan dan pengendalian Divre IV oleh Telkom, dinilai telah menciptakan efisiensi biaya sangat besar. Dengan kebijakan itu, kini, semua hasil operasi Divre IV masuk ke Telkom.
Sebaliknya, skema MTR, dimana dulu ada DTR ke Telkom dan DTR ke PT Mitra Global Telekomunikasi Indonesia (MGTI) sudah tidak ada lagi. Kewajiban Telkom hanya membayar US$ 5,4 juta hingga US$ 6,8 juta ke MGTI hingga 2010. “Kita hanya bayar fixed. Dan, pembayaran itu pasti dari operasional cukup, apalagi sales dan cash flow makin bagus,” katanya.
Lebih lanjut, Kristiono juga mengaku tidak mengerti apa yang diinginkan pihak yang mengatasnamakan Serikat Karyawan (Sekar) Telkom Divre IV serta Federasi Serikat Pekerja BUMN Seluruh Indonesia terkait transaksi penjualan MGTI ke PT Alberta.
Menurut Kristiono, faktanya, pengambilalihan divre IV dengan skema amandemen KSO, sudah memberikan manfaat yang sangat besar bagi Telkom. “Saya nggak tahu, apa maunya dia, tapi faktanya, ada benefit luar biasa ke Telkom,” katanya.
Kristiono juga memaparkan skema amandemen KSO yang dilakukan di divre IV dinilai cukup menguntungkan, karena perseroan tidak perlu mengakuisisi MGTI. Dia menggambarkan, langkah perseroan dalam melakukan pembelian saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitra KSO-VI Kalimantan), PT Pramindo Ikat Nusantara (Mitra KSO-I Sumatera), dan PT AriaWest Internasional (Mitra KSO-III Jabar/Banten) dinilai menyisakan masalah. Karena, ketiga perusahaan tersebut kini menjadi perusahaan yang tidak memiliki fungsi apapun (paper company), namun Telkom tidak bisa mencoret keberadaan ketiga perusahaan tadi.
“Perusahaannya sendiri nggak bisa dibuang, karena kalau dibuang/ dilikuidasi, itu impact-nya macam-macam, seperti terkait pajak,” katanya.
Tentang pajak, sumber Investor Daily, di lingkungan Divre III Jabar/Banten menyebutkan, Aria West Internasional sengaja dipertahankan guna menuntaskan soal pajak sekitar Rp 1,7 triliun. “Kita menggaji direksi yang juga orang Telkom di Aria West. Karena jika Aria West ditutup maka fasilitas tax forward loss akan raib,” katanya, beberapa waktu lalu.
Kristiono mengakui, keberadaan tiga perusahaan bekas mitra KSO cukup menganggu. Sebab, Telkom tetap harus menempatkan direksi, komisaris dan karyawan di sana. Tentu saja, hal itu tidak menguntungkan perseroan, yang akhirnya harus membayar gaji mereka.

KSO VII
Di lain pihak, Telkom mengaku belum berniat untuk mengambilalih divre VII dari tangan mitra KSO-PT Bukaka Singtel. Sebab, pengambilalihan operasi dari wilayah ini dinilai tidak mendesak (urgent). “Nafas kita, sudah mau habis, dan masalahnya juga di Indonesia Timur tidak urgent,” katanya.
Dibandingkan, dengan kondisi KSO I, III dan VI sebelum diambilalih, kegiatan operasional KSO VII dinilai masih dapat berjalan, meskipun tidak optimal. Sebaliknya, pengambilalihan ketiga KSO lain, terjadi karena mereka tidak bisa investasi lagi. “Dengan 3-4 tahun tidak investasi, akhirnya tidak ada supply , operasi kacau, kualitas pelayanan menurun, segera kita ada urgensi untuk ambil alih Kalau, di Indonesia Timur, khan masih jalan, kalau optimum sih enggak, tapi masih jalan,” papar Kristiono. (tri/ed)


Friday, October 01, 2004

PGN Pasok Gas PLN Batam

Jakarta - Dirut PT Perusahaan Gas Negara (PGN), WMP Simandjuntak menegaskan, tidak ada konflik antara pihaknya dengan PT PLN. “Kita tidak ada masalah dengan PLN,” katanya, Kamis (30/9), di Jakarta sekaligus menepis isu tentang keengganan PGN memasok gas untuk PLN, terutama di Batam.

Menurut dia, PGN siap memasok kebutuhan gas PLN.Pada kesempatan sama, Nur Subagyo Prijono, direktur pengusahaan PGN menambah, persoalan dengan PLN Batam hanya seputar harga gas. “Kemarin (Kamis 30/9-red) sudah ditetapkan harga gas yang disepakati. Harga gas untuk ke PLN Batam rata-rata, hingga ke lokasi PLN Batam, sebesar 3,10 dolar AS,” kata Prijono.
Namun, kata Simandjuntak, sesungguhnya pasokan gas non komersial, sudah dilakukan sejak Agustus lalu.

Ia menjelaskan, saat ini PGN sedang membidik penggantian BBM dari solar ke gas bumi. “Seiring terus meningkatnya harga minyak. Saat ini ada peluang pasokan gas untuk pembangkit listrik PLN. Dari kebutuhan 1.500 juta kaki kubik gas per hari, masih ada peluang sekitar 600 juta kaki kubik gas per hari,” kata Simandjuntak. (ed)

Oktober, PGN Rampungkan GSPA Santos dan Kodeco

Jakarta -PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) optimistis akhir Oktober 2004 dapat merampungkan kontrak Gas Sales and Purchase Agreement (GSPA) masing-masing dengan Santos (Australia) dan Kodeco Energy (Korea).“Hampir 99% negosiasi dengan Santos telah rampung. Mudah-mudahan akhir Oktober 2004, GSPA bisa ditandatangani setelah tarif angkut antara Pertamina dengan mitranya tuntas,” tukas Nur Subagyo Prijono, direktur pengusahaan PGN, Kamis (30/9), di Jakarta.

Tentang alotnya kesepakatan dengan Santos beberapa waktu lalu, Direktur Utama PGN, WMP Simandjuntak menegaskan, kedua belah pihak telah mendapat titik temu. “Mereka terpaksa harus men-drop dua hal yang semula amat sensitif, yakni soal jaminan keamanan investasi mereka di Indonesia,” tutur Simandjuntak.

Menurut Prijono, untuk negosiasi dengan Kodeco, juga telah disepakati harga dan volume gas yang akan dikirim.PGN dan Kodeco telah menandatangani Head of Agreement (HOA) untuk pembelian gas dari Kodeco pada Juni 2004 dengan nilai kontrak sebesar 30 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk 7 tahun.
Sebelumnya Simandjuntak menjelaskan, kontrak dengan Santos akan mencapai sebesar 100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk jangka waktu 8 tahun, dan Kodeco sebanyak 50 MMSCFD untuk jangka waktu 10 tahun. Nilai kedua kontrak yang rencananya ditandatangani bersama-sama itu mencapai sekitar US$ 1,2 miliar.

Proyek Jalur Sumsel-Jabar
Pada kesempatan sama, Adil Abas, direktur pengembangan PGN menjelaskan, kemarin, pihaknya telah merampungkan persiapan akhir untuk penunjukkan kontraktor pada proyek transmiri jalur Sumatera Sselatan (Sumsel)-Jawa Barat (Jabar) fase I. Proyek yang akan menelan investasi US$ 470 juta itu, menurut Adil, pada Februari 2005 akan sudah mulai pembangunan konstruksi. “Sedang proses pembayaran pembebasan lahan. Tidak ada masalah karena pendekatannya sudah cukup lama,” kata Adil.

Proyek sepanjang 445 km itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gas bumi di kawasan Jabar bagian barat, seperti di Cilegon dan Serpong.
Sedangkan untuk proyek fase II, Grissik-Jabar, jelas Adil, kemarin sudah dipersiapkan tender dokumennya. “Februari 2007 sudah mengalir gas ke Jabar,” katanya, seraya menambahkan proyek tersebut akan menyerap investasi US$ 506 juta.

Obligasi Rp 1,5 Triliun
Simandjuntak menegaskan, penerbitan obligasi rupiah PGN akan dilakukan pada kuartal pertama 2005. “Maksimum nilainya satu setengah triliun rupiah,” ujar dia.Jika diterbitkan saat ini, jelas Simandjuntak, PGN masih belum membutuhkan dana yang mendesak.

Ia menjelaskan, kemungkinan bunga yang dikenakan adalah 11-12%. Namun, katanya, hingga saat ini PGN belum menunjuk siapa under writer penerbitan obligasi rupiah tersebut. (ed)

STTC Tolak Calon Pemerintah

JAKARTA – Posisi dirut PT Indosat Tbk hingga saat ini masih kosong karena Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (30/9) tidak memilih salah satu calon pun yang diajukan pemerintah.
Empat calon yang diajukan Menneg BUMN Laksamana Sukardi ditolak oleh Singapore Technologys Telemedia Communication Limited (STTC). “Butuh waktu lebih panjang untuk menentukan dirut,” kata Ng Eng Ho, yang mewakili pihak STTC di PT Indosat.
Pengamat Telekomunikasi Heru Sutadi menilai, tertundanya pemilihan dirut tidak terlepas dari kepentingan politik. “Posisi dirut merupakan posisi strategis sehingga tidak tepat diputuskan pada masa transisi, apalagi industri telekomunikasi merupakan industri yang strategis,” katanya.
Roes Aryawijaya, deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi yang juga salah satu komisaris Indosat, mengatakan, pihaknya bisa mengerti alasan STTC. Dia menilai, belum adanya penetapan dirut merupakan jalan terbaik daripada dipegang oleh orang yang salah.
Eng Ho yang juga menjabat wakil dirut PT Indosat mengatakan, penentuan dirut PT Indosat ditentukan oleh dewan komisaris. Namun, kabar yang beredar di RUPSLB menyebutkan bahwa RUPSLB susulan akan digelas satu bulan ke depan.
Tentang calon dirut PT Indosat nanti, Roes Aryawijaya memastikan sosoknya tetap orang Indonesia dan berasal dari dalam PT Indosat sendiri. Namun ia menolak menyebutkan kriteria yang diinginkan pemerintah bagi orang yang akan menjabat posisi prestise itu. Alasannya, pihak yang berhak menentukan kriteria dirut hanyalah Menneg BUMN dan STTC, selaku pemilik 41,94% saham Indosat.
RUPSLB PT Indosat Tbk kemarin telah menunjuk dua direktur baru yakni Wong Heang Tuck, direktur keuangan dan Joseph Chan, direktur teknologi informasi. Tercatat, masuknya Joseph terjadi karena ada penambahan satu kursi direksi baru yakni direktur teknologi informasi. Sedangkan, masuknya Wong karena menggantikan posisi Nicholas Tan Kok Peng.

Wajar
Peserta RUPSLB banyak yang tercengang dengan keputusan rapat yang menunda pemilihan calon dirut, pasalnya sejak pagi telah muncul nama-nama calon yang diajukan pemerintah, Yoyo W Basuki (dirut PT Lintas Arta), Jhoni Swandi Sjam (mantan dirut PT Satelindo), Hasnul Suhsimi (direktur marketing PT Indosat), Wityasmoro Sih Handayanto (direktur pengembangan bisnis PT Indosat) dan Eva Riyanti Hutapea (komisaris independen PT Indosat). Dari ke lima calon itu, Yoyo W Basuki disebut-sebut sebagai calon terkuat. Kabarnya, Yoyo telah mendapatkan restu dari pemerintah (Menneg BUMN).
Sebelum RUPSLB dimulai, Yoyo disambangi oleh beberapa koleganya, bahkan ada yang memberi ucapan selamat akan terpilih menjadi dirut. Termasuk dari kalangan wartawan. Yoyo mengakui, dirinya memang ditawari untuk menjadi salah satu calon dirut PT Indosat. “Kalau dihubungi Pak Laks, saya memang dihubungi,” katanya.
Namun apa yang terjadi sebelum RUPSLB dimulai ternyata jauh berbeda dengan keputusan RUPSLB. Dalam sebuah voting yang diikuti 70 persen pemegang saham yang hadir, sebanyak 90 persen menentang. Hanya 10 persen suara yang mendukung Yoyo Waluyo sebagai dirut Indosat, menggantikan Widya Purnama yang pada 11 Agustus 2004 ditunjuk Menneg BUMN Laksamana Sukardi menjadi dirut PT Pertamina.
Mengenai kegagalan penunjukkannya, Yoyo menilai hal itu merupakan sesuatu yang wajar. "Sebagai seorang yang profesional, saya biasa saja. Saya jadi calon saja sudah senang," kata Yoyo.
Yoyo juga membantah rumor yang beredar bahwa dirinya telah menyetor dana sebesar Rp 6 miliar untuk menduduki kursi dirut PT Indosat. “Kalau saya punya uang sebanyak itu, lebih baik saya jadi pengusaha. Saya nggak tahu dari mana berita itu. Anda punya uang Rp 6 miliar mau nggak disetorin lalu korupsi di sini. Yang benar saja,” katanya.
Seorang pengamat telekomunikasi yang enggan disebut namanya mengatakan, kekosongan posisi dirut PT Indosat tidak akan mempengaruhi kinerja operasional perseroan, sebab keputusan besar seperti invetasi telah dilakukan pada awal tahun 2004 sehingga saat ini tinggal impelementasinya.
Ia mengatakan, perseroan memiliki mekanisme pengambilan keputusan yang baik yakni melalui keputusan board of director (BOD). “Selama posisi dirut masih kosong, sepertinya Indosat tidak akan membuat keputusan penting, seperti investasi di luar rencana, divestasi, dan akuisisi. (tri/ed)



Susunan Direksi PT Indosat Tbk

1. Ng Eng Ho, Wakil Dirut
2. Wityasmoro Sih Handayanto, Direktur Pengembangan Bisnis
3. Hasnul Suhaimi, direktur pemasaran seluler
4. Wahyu Wijayadi, direktur telekomunikasi tetap dan MIDI
5. Wong Heang Tuck, direktur keuangan
6. Sutrisman, direktur corporate services
7. Raymond Tan, direktur operasi dan peningkatan kualitas
8. Joseph Chan, direktur teknologi informasi

Sumber: PT Indosat Tbk