Tender dan Tarif, PR Setelah Infrastructure Summit
WAJAH Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie terlihat cerah. Ia didampingi Ketua Kadin MS Hidayat dan Andrew Steer, World Bank Country Director for Indonesia. Ahad (16/1) sore itu, di Ceria Room di Hotel Shangrila, Jakarta sudah penuh sesak wartawan media nasional maupun asing. Maklum, esoknya, 17-18 Januari 2005, Indonesia akan menggelar hajat besar. Indonesia Infrastructure Summit (IIS) 2005.
“Kegiatan ini akan dihadiri 597 delegasi dari 18 negara. Indonesia menawarkan 91 proyek infrastruktur senilai 22,5 miliar dolar AS,” ujar Aburizal, yang juga petinggi kelompok usaha Bakrie Brothers.
Harus diakui ada beberapa kendala dalam pengembangan infrastruktur di Tanah Air. Aburizal menyebutkan, kendala itu meliputi; kualitas layanan yang rendah, kuantitas/cakupan pelayanan yang terbatas, keberlanjutan pelayanan yang kurang terjamin, kebijakan tariff yang kurang fair dan tidak terbuka, kerangka peraturan perundangan yang kadang bias dan kurang konsisten, pembebasan tanah yang sering tak menentu dan bahkan seringkali mengalami kegagalan, serta kemampuan pembiayaan pengembangan infrastruktur yang terbatas.
Kendala yang disebutkan terakhir di atas merupakan pemicu utama digelarnya hajatan Indonesia Infrastructure Summit 2005. Pertemuan tersebut dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kocek pemerintah tidak bisa diharapkan guna membiayai pembangunan infrastruktur. Jangankan untuk pembangunan infrastruktur selama lima tahun (2005-2009) yang diperkirakan menelan sekitar Rp 1.303 triliun. Untuk tahun 2005, sekitar US$ 22,5 miliar saja, kata Aburizal, pemerintah harus mengandalkan dukungan investor swasta (domestik dan asing).
Kondisi Infrastruktur
Saat ini, infrastruktur Indonesia cukup jauh tertinggal dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Tengok saja untuk sektor kelistrikan. Saat ini masih terdapat 45% rumah tangga yang belum tersambung listrik. Bagaimana di sektor lain? “Total panjang jalan tol Indonesia hingga 2004 hanya 562 kilometer, sementara Malaysia sudah mencapai 1.127 kilometer. Bahkan, Cina telah membangun tol sepanjang 4.735 kilometer,” tukas Aburizal.
Sedangkan di sektor telekomunikasi, teledensitas Indonesia masih yang terendah di antara negara-negara Asean, yakni hanya 27 satuan sambungan telepon (SST) dan delapan sambungan telepon bergerak (seluler) di antara 1.000 orang.
Untuk 2005, pada IIS kali ini, pemerintah menawarkan 91 proyek infrastruktur senilai US$ 22,5 miliar. Proyek tersebut meliputi; proyek jalan tol (US$ 9,428 miliar), air minum (US$ 709 juta), kereta api, pelabuhan dan bandara (US$ 1,485 miliar), telekomunikasi (US$ 1,6 miliar), ketenagalistrikan (US$ 5,897 miliar) dan gas (US$ 2,888 miliar).
Beragam respons bermunculan dari para delegasi yang hadir di IIS 2005. “Kami siap mengalokasikan dana sebesar satu miliar dolar AS untuk menggarap berbagai proyek infrastruktur di Indonesia tahun ini asalkan apa yang dijanjikan pemeritah selama KTT Infrastruktur tidak hanya sekadar lips service,” ujar MumTaz Khan, CEO & chairman Emerging Markets Parnership dari Bahrain, kepada Investor Daily, di sela IIS 2005.
Pada IIS 2005, pemerintah berjanji menjamin keamanan investasi asing di Indonesia. “Kita menjamin dengan tekad. Tekad kita meniadakan KKN. Jaminan lainnya adalah misalnya dalam pembebasan tanah. Saya sudah berbicara dengan lima gubernur. Kalau tidak kita jalankan dengan penuh tekad, kita tidak akan dipercaya oleh para investor,” ungkap Wapres Jusuf Kalla, saat jumpa pers penutupan IIS 2005.
Di sisi perangkat hukum, pemerintah mereformasi 11 peraturan pemerintah (PP) dan tiga peraturan presiden (perpres). (lihat tabel)
Salah satunya adalah PP tentang perubahan PP No 69/1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api. “Bahkan, memang agak sedikit liberal, kita akan membuka kesempatan bagi operator di luar PT Kereta Api Indonesia dalam pembangunan jalur KA,” kata Menteri Perhubungan Hatta Radjasa.
Tender dan Tarif
Setelah dua hari menyelenggarakan pertemuan, IIS 2005 akhirnya menelorkan Deklarasi Jakarta “Declaration of Action on Developping infrastructure and Public Private Partnerships”. Deklarasi ditandatangani antara lain oleh Aburizal Bakrie, MS Hidayat, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan perwakilan delegasi 22 negara yang mengikuti pertemuan, antara lain, Kanada, Inggris, Prancis, AS, Malaysia, Singapura, Jerman, dan Cina.
Dalam forum itu, Bank Dunia dan ADB siap untuk menyediakan pendanaan terhadap proyek infrastruktur yang ditawarkan antara US$ 3-4 miliar dalam waktu tiga tahun mendatang. Selain itu, Jepang juga mengumumkan menyiapkan dana sekitar US$ 1 miliar untuk pembangunan infrastruktur pada 2005. Jepang juga akan menambah investasinya dalam beberapa tahun ke depan.
Peserta IIS 2005 juga mengungkapkan minatnya untuk membiayai proyek-proyek yang ditawarkan pemerintah. “Malaysia dan Singapura banyak minat ke jalan tol dan kelistrikan. Jepang ke sektor kelistrikan, Belanda air minum dan Amerika Serikat banyak ke sektor energi,” tukas Aburizal.
Pada kesempatan terpisah, Menhub Hatta Radjasa menegaskan, “Investor dari Cina mendominasi minatnya terhadap investasi pada infrastruktur bandara dan pelabuhan.”
Sementara itu, menurut Karst Hoogsteen, CEO Waterleidingmaatschapppij Drenthe (WMD), Belanda, pihaknya menyambut baik komitmen pemerintah yang menawarkan pengembalian investasi yang menyeluruh, mengingat proyek-proyek air minum di Indonesia saat ini sangat jarang bisa mengembalikan biaya investasi. “Ini merupakan kabar yang baik. Langkah besar dilakukan pemerintah dengan menawarkan full cost recovery di sektor ini,” ujarnya.
Forum IIS 2005 memang bukan ajang menggaet investor dalam arti sekaligus menentukan siapa berhak menggarap proyek apa. Forum tersebut merupakan ajang menggalang komitmen dunia internasional untuk bersedia berinvestasi di sektor infrastruktur.
Setelah minat para calon investor dapat diinventarisir, langkah selanjutnya adalah pembukaan tender dari proyek yang ditawarkan. Pelaksananya adalah departemen teknis terkait. Proyek pelabuhan, bandara, dan kereta api ditangani Departemen Perhubungan, proyek jalan tol dan air ditangani Departemen Pekerjaan Umum. Dan sudah barang tentu, proyek-proyek ketenagalistrikan di bawah kendali Departemen Energi Sumber Daya Mineral.
Pemenang tender untuk membangun proyek infrastruktur kemungkinan baru diketahui pada minggu pertama Maret 2005.
Boleh jadi, mengutip pernyataan Hatta Radjasa, usai penutupan IIS 2005, selama satu-dua bulan, pemerintah akan mem-follow up IIS 2005 dengan melaksanakan tender.
Diharapkan tender tersebut berlangsung transparan dan berlangsung fair.
Setelah diketahui siapa pemenang tender, persoalan selanjutnya adalah bagaimana penentuan tarif jasa dari pengelolaan infrastruktur.
Operator bandara atau pelabuhan tentu akan terkait dengan tarif bongkar muat. “Tarif nanti akan ditentukan oleh pemerintah lewat badan independen yang akan dibentuk kemudian,” tutur Menteri Perdagangan Mari Pangestu.
Di sektor jalan tol, kata Direktur Sistem Jaringan Prasarana Ditjen Prasarana Wilayah DPU Eduard T Pauner, mengenai tarif tol, akan disesuaikan dengan tarif yang ditawarkan investor dalam rencana bisnis mereka. Pemerintah memberikan kesempatan penyesuaian tarif terhadap inflasi, setiap dua tahun sekali. Berdasarkan UU No 38 Tahun 2004, pembangunan tol adalah untuk kepentingan umum.
Harapan masyarakat, siapapun operator jalan tol, air minum, listrik maupun telepon, tarif tetap dapat terjangkau kocek mereka. (edorusyanto)