Penggunaan Ponsel Menjurus ke Konsumerisme?
Tren Pertumbuhan Seluler 2007 (Bagian 2- Habis)
Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan pengguna seluler di Tanah Air, kita dihadapkan pada kondisi mengenaskan dalam pemanfaatan seluler. Penggunaan seluler yang tidak lagi mengenal profesi, jenis kelamin, maupun batas usia, disebut-sebut mulai tak terkendali. Penggunaan telepon seluler (ponsel) yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup (life style) seseorang, semakin menjurus ke arah yang kurang produktif.
Asmiati Rasyid, dosen dari sekolah tinggi di Bandung terheran-heran dengan perilaku pembantunya di rumah yang kini lebih suka menghabiskan gajinya untuk membeli pulsa. Padahal sebelumnya, si pembantu ini rajin mengirimkan gajinya ke kampung halaman untuk membeli kambing untuk dipelihara orangtuanya.
Belum lagi, anak-anak sekolah juga tidak asing lagi dengan penggunaan ponsel. Anak-anak sekolah yang di antaranya masih duduk di tingkat sekolah dasar kini terlihat tidak lagi canggung meminta jatah uang untuk membeli pulsa.
Secretary General Indonesia Telecommunication Users Group (IDTUG) Muhamad Jumadi Idris mengaku miris dengan penggunaan ponsel yang tidak terkendali untuk kebutuhan yang kurang produktif. Dia juga melihat gejala konsumerisme melalui ponsel banyak ditemui di daerah perkotaan.
Penggunaan seluler di kalangan anak-anak, misalnya, bahkan telah memaksa dia untuk lebih jeli memilih sekolah yang tepat untuk anaknya. “Saya memilih sekolah yang membuat aturan, anak-anak hingga kelas V atau VI baru boleh membawa handpone,” ungkap Jumadi.
Tidak terbatas karena alasan konsumerisme, penggunaan seluler di kalangan anak sekolah dinilai kontraproduktif. “Bisa jadi, handpone malah digunakan untuk main game, dan ini mengganggu kegiatan belajar mereka,” tambah Jumadi.
Tak Perlu Khawatir
Di sisi lain, pengamat telematika Roy Suryo melihat pemborosan akibat belanja pulsa tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, pemborosan belanja telekomunikasi hanya merupakan pergeseran jenis konsumsi.
“Ini pergeseran saja, misalnya, kalau dulu anak-anak kecil suka jajan, kini mereka lebih memilih menggunakan handpone,” kata Roy.
Namun demikian, baik Jumadi maupun Roy Suryo menyakini peranan alat telekomunikasi masih positif terhadap perkembangan ekonomi.
“Adanya fasilitas telekomunikasi otomatis menghidupkan perekonomian suatu daerah. Aktivitas bisnis di suatu daerah akan meningkat seiring kehadiran layanan telepon. Itu tidak diragukan lagi,” papar Roy.
Roy juga menyakini perhitungan International Telecommunication Union (ITU) bahwa pertumbuhan densitas (perbandingan jumlah SST untuk 100 penduduk) telepon tetap sebesar 1% akan menyebabkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara setempat sebesar 3%, juga berlaku untuk seluler.
Terkait peran positif seluler ini, Jumadi menggambarkan pentingnya alat telekomunikasi bagi seseorang ketika dia bekerja jauh terpisah dari keluarganya. Dan yang tak kalah pentingnya, sarana komunikasi tersebut dinilai juga sangat mendukung kegiatan bisnis pemiliknya.
“Handphone di tangan seorang tukang ojek bisa berguna, karena dengan handpone tersebut dia bisa menerima order dari pelanggannya,” kata Jumadi.
Namun demikian, Direktorat Jenderl Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) Depkominfo tetap akan mencari data yang akurat terkait masalah ini. Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel Gatot S Dewa Broto mengatakan, pihaknya telah menjadwalkan riset khusus untuk meneliti penggunaan layanan telekomunikasi terhadap kontribusi ekonomi.
“Kami usulkan riset tersebut dilakukan pada 2008. Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengingatkan masyarakat, bila memang terjadi pemborosan dalam penggunaan layanan telekomunikasi,” kata Gatot.
ARPU Menurun
Di sisi lain, para operator seluler memperkirakan pada 2007, angka penggunaan rata-rata per pelanggan (ARPU) seluler per tahun akan turun dibandingkan 2006.
Dirut Telkomsel Kiskenda Suriahardja menegaskan, pihaknya masih mampu mempertahankan nilai ARPU sebesar Rp 86 ribu. “Tahun ini, diperkirakan akan menurun 8%,” ujarnya.
Kaizad Harjee, deputy president director PT Indosat Tbk bahkan memperkirakan, ARPU Indosat bakal turun 5 hingga 10%. “ARPU kami di kisaran Rp 60 ribu,” katanya.
ARPU operator seluler nomor tiga terbear, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) juga diperkirakan turun. Persentase penurunannya nyaris sama dengan Indosat, yakni di kisaran 5-10%. Hanya saja, besaran ARPU XL pada 2007, ditaksir sekitar Rp 55 ribu, padahal pada 2006, masih berkisar Rp 60 ribu. (trimurti/edo rusyanto)
Labels: telekomunikasi