Telkom Pikul Biaya Pengalihan Flexi Rp 1,3 Triliun
Jakarta –Pengalihan frekuensi Telkom Flexi menimbulkan beban finansial sekitar Rp 1,3 triliun terhadap PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom).
Menurut Wakil Dirut Telkom Garuda Sugardo, komponen biaya tersebut terdiri atas; biaya penggantian perangkat sekitar Rp 561,58 miliar, penggantian terminal (handset) Flexi CDMA Rp 756,06 miliar, biaya optimasi (tuning) menara pemancar (base transceiver station/BTS) sebesar Rp 14,5 miliar.
“Pemerintah harus mencari jalan keluar sehingga tidak menimbulkan biaya bagi operator yang frekuensinya direlokasi dari 1.920 -1.980Mhz,” ungkap Garuda, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (27/7).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan A Djalil menuturkan, pemerintah tidak ingin membebani pelaku industri telekomunikasi dengan biaya akibat kebijakan pemindahan frekuensi. “Inti prinsipnya, industri harus di-support , diberikan kesempatan untuk berkembang, jangan dibebankan biaya-biaya yang tidak perlu,” kata Sofyan A Djalil. (Investor Daily, Selasa, 26/7).
Pemindahan frekuensi Flexi – termasuk juga Star One milik Indosat dan WIN, dari 1.920-1.980 MHz, menurut Sofyan A Djalil, sebagai bagian atas pembenahan frekuensi karena area itu ditujukan bagi seluler generasi ketiga (third generation/3G), sebagaimana ditentukan oleh International Mobile Telecomunication (IMT).
Biaya yang dipikul Telkom tersebut, kata Garuda, merupakan risiko yang harus dipikul Telkom, khususnya untuk wilayah Telkom Divisi Regional (Divre) II dan Divre III. Di wilayah tersebutlah pengguna Flexi dilayani lewat frekuensi 1.900 MHz.
Di kedua divre yang mencakup wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat itu, Telkom memiliki 641 menara pemancar (base transceiver station/BTS) dengan total pelanggan 1,08 juta satuan sambungan flexi (SSF). Hingga 27 Juli 2005, sekitar 850 ribu pelanggan (78%) menggunakan terminal Flexi Code Division Multiple Access (CDMA) 1.900. Sedangkan untuk daerah pengoperasian di divre-divre lain milik Telkom, Flexi beroperasi pada spectrum 800 MHz. Saat ini secara nasional pelanggan Flexi mencapai 3,7 juta SSF, terdiri atas 860.000 pelanggan Flexi Classy (pascabayar) dan 2,84 juta Flexi Trendy (pra bayar). Pengguna Flexi tersebar di 221 kota di Indonesia.
Kompensasi
Menurut Garuda, hingga kemarin pihaknya belum menerima surat resmi pemindahan frekuensi Flexi dari Menkominfo. Manajemen Telkom bahkan baru memperoleh penjelasan resmi, Selasa (26/7). Menyeruaknya perpindahan frekuensi Flexi terjadi Jumat (22/7), setelah media massa memberitakan pernyataan Menkominfo. Proses pemindahan tersebut mendapat tenggang waktu lima tahun. “Bagi Telkom cukup untuk me-recovery Flexi,” ujar dia.
Imbas dari pemindahan tersebut, bagi Telkom, selain harus merogoh kocek Rp 1,3 triliun, juga menanggung risiko migrasi pelanggan.
Menurut data Divre II Telkom, pascapemberitaan pemindahan frekuensi, penjualan selama tiga hari terakhir sejak 22 Juli mencapai 1.055 SSF. Sedangkan sebelum pemberitaan, rata-rata per hari 922 SSF.
Namun, ujar Garuda, pelanggan Flexi di Jakarta, Jawa Barat dan Banten tidak perlu resah. Dan, “Bagi pelanggan yang menggunakan Flexi CDMA 1.900 (single band,red) maka pada saat dilakukan perubahan frekuensi akan mendapat pergantian terminal yang setara,” jelas Garuda.
Saat disinggung kompensasi apa yang diharapkan Telkom, Garuda enggan menjawab rinci. “Kompensasi bias berupa lisensi atau biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi,” kata dia.
Namun, jelas Garuda, pihaknya menanti langkah selanjutnya dari Depkominfo. Pastinya, “Jika pemerintah bisa menata frekuensi 1.900 MHz maka semestinya juga bisa mengatur pengalokasian frekuensi 800 MHz,” tutur dia.
Sebagaimana diberitakan, pada frekuensi 800 MHz bercokol operator CDMA lainnya yakni Esia milik Bakrie Telecom.
Sebelumnya, Ketua Masyarakat Telekomunikasi Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengingatkan, regulator harus bersikap adil terhadap Telkom. “Untuk kebijakan pemindahan frekuensi, Telkom harus mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Sebab, pemindahan frekuensi Flexi merupakan tanggung jawab pemerintah. Di samping itu, Telkom juga harus dijauhkan intervensi kepentingan politik,” ujar dia.
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi menegaskan, meski Telkom menghadapi tantangan berat, badan usaha milik negara (BUMN) itu tetap akan mampu menjadi pemain telekomunikasi yang dominan. “Semua itu berpengaruh tapi saya yakin itu tidak akan membuat Telkom bangkrut atau rugi,” katanya.
Ia menilai, Telkom memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan aset yang memadai.
Menurut Garuda, meski menghadapi proses pemindahan frekuensi, pihaknya tetap membangun BTS di dua divre yang terkena imbas. (ed)
Labels: telekomunikasi